Indonesia menjadi peringkat 2 di dunia penghasil sampah plastik kelaut Tahun 2019 jumlah sampah diperkirakan mencapai 68 juta ton, Dikarenakan plastik sudah terdisintegrasi menjadi mikro dan nanoplusna. Mikro dan nanoplastik bersifat larut dalam air tanpa kita sadari kita telah mengkonsumsi plastik melalui makanan yang kita makan. Sehingga pada tahun 2004 dr. Nory melakukan penelitian material pengganti plastik. "Tahun 2004 tu saya dapat beasiswa untuk 52 dengan tugas kita bisa melakukan pengolahan damar", tutur dr. Nory, Keta riser itu beliau fokus tujuannya untuk antibakteri. Ternyata setelah dieksplorasi terus tahun 2010,2011,2012 sifat mekaniknya kurang bagus dan ternyata punya aktivitas untuk membentuk film (lapisan tips) Setelah gagal berkali-kali, tahun 2012 ia menemukan yang dican. Jadi coba cari-cari lagi, kira-kira biomaterial apa yang tersedia melimpah di Indonesia tapi sifat mekaniknya lebih bagus daripada damar dan juga memberikan keuntungan ekologis seperti damar, dan itu saya temukan dari rumput laut, imbuh dr. Nory. Tak hanya praktis dan berserat tinggi untuk dikonsumsi, rumput laut juga memiliki nilai ekologis tinggi. Budidaya rumput laut harus membutuhkan laut yang bersih. Karena rumput laut itu untuk pertumbuhannya membutuhkan penetrasi sinar matahari. Artinya, petani rumput laut akan berpartisipasi menjaga kebersihan laut. Tahun 2016 dr. Nory mengambil bagian dari evoware, start-up yang fokus memproduksi produk ramah lingkungan. Awal terbentuknya evoware karena kepedulian terhadap lingkungan, keinginan membuat produk yang unik dan belum pernah ada sebelumnya. Tetapi bisa menjadi daya tarik untuk orang peduli mengenai lingkungan. Kemudian berpikir untuk membuat produk gelas yang bisa dimakan. Evoware membangun kesadaran pada lingkungan melalui berbagai cara. Nory berharap akan semakin banyak tangan merawat bumi