Anda di halaman 1dari 13

LEGITIMASI SANIRI NEGERI: STUDI ANTROPOLOGI BUDAYA ATAS

RESISTENSI TERHADAP SISTEM MARGA KUASA DI NEGERI SEITH

M. Ridwan Tunny1 Dewiyanti Tomia2

ABSTRACT
Study sought to answer two research questions: (1) how Saniri domestic legitimacy in the role of
indigenous peoples in the framework of State Seith, and (2) how social resistance against the
power of the clan as a socio-cultural changes in society Seith State. The study used a
phenomenological approach to the collection of data through observation and interviews with
informants consisting of religious leaders, traditional leaders, soa head and head of youth. The
results showed that the role of indigenous perangkar device- has spawned a local wisdom that
comes from the rules, values and norms of the local community. The other side, which became
the social dynamics in society Seith State is, as a result of political messages received by
members of the community through print and electronic media has given rise to excessive
openness and democracy.

Keywords: Legitimacy, Resistance, Saniri of State, Attorney Highways, State Seith

A. Pendahuluan Pertama, Soa Nuku Itu (Seith) yang


Bagi masyarakat Negeri Seith, Saniri berasal dari Gunung Aman Late (Latea), satu
Negeri sebagai Lembaga Adat masih kilometer arah tenggara Negeri Seith
dihormati keberadaannya. Keberadaan Saniri sekarang. Sebelum turun ke pantai, pemimpin
Negeri pada masyarakat Seith secara soa Seith adalah marga Tupan. Ketika Tupan
sosiologis-antropologi memperlihatkan memerintah, ada seorang Mahu yang
keterkaitan sebuah konfigurasi sosial yang kemudian mendarat di ujung bagian timur
majemuk berdasarkan sejarah asal setiap soa dari tanjung soa Seith dengan kora-kora.
dan pilihan teritorial pemukiman Mendengar ada tamu yang datang, Tupan
keberadaannya disesuaikan dengan wilayah, memerintahkan malesi-malesi (pesuruh)
di mana soa tersebut turun dari pemukiman untuk mencari pendatang tersebut dan
awal (amane). Konsep “pemukiman soa” membawanya menghadap Tupan. Dalam
inilah yang kemudian membentuk masyarakat pertemuan itu mereka berdua membicarakan
Negeri Seith. Adapun masyarakat Negeri hal-hal menyangkut kehidupan mereka ke
Seith yang terbentuk oleh sub etnis, depan. Tupan yang berasal dari marga
sebagaimana digambarkan oleh masing- Nukuhali kebetulan tidak mempunyai anak
masing kepala soa sebagai berikut. laki-laki sehingga Mahu diangkat sebagai
anak angkat yang diberi nama marga
1
Dosen pada Program Studi Sosiologi Agama Nukuhehe (Kepala Soa Nuku Itu) .
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon Kedua, soa Hautuna yang berasal dari
2
Mahasiswa pada Program Studi Sosiologi
Agama Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon Gunung Tuna, sekitar 8 kilometer sebelah

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |1


selatan dari Negeri Seith. Masyarakat soa Kelima, soa Lain, berasal dari Gunung
Tuna pertama-tama turun dan bertempat di Elilain yang berjarak sekitar 7 kilometer
Waehuhu. Beberapa tahun kemudian, mereka bagian selatan daya dari Negeri Seith. Soa ini
turun ke lereng gunung yang bernama pindah dari Elilain ke Nahait dan dari Nahait
Tumbokul. Selanjutnya mereka pindah ke Ola pindah ke Oul, yang oleh masyarakat soa ini
dan setelahnya ke Loin. Dari Loin masyarakat sekarang menyebutnya dengan sebutan
soa Tuna turun lagi ke Tanama Lima menuju “waihula”. Sewaktu masih di Oul, terjadi
Hautuna Lama. perpisahan antara mereka. Sebagin menuju ke
Ketiga, soa Lebelehu (lehu-lehu), Ouw di pulau Saparua, dan sebagian tetap
berasal dari Gunung Waiwau, sekitar 4 bertahan di Oul. Ketika mereka pindah ke
kilometer selatan bagian barat dari Negeri Akapala, banyak yang mati terkena musibah
Seith. Dari gunung Waiwau masyarakat soa yang diyakini disebabkan oleh mereka
Lehu-lehu turun ke suatu tempat bernama melanggar janji kakaknya dari Lehu-lehu.
Hatu, kemudian turun lagi ke Rokomua., Dari Mereka kemudian pindah lagi ke Hatumeten
Rokomua turun ke Lahanwala sampai dan membangun mesjid, tetapi mereka tidak
akhirnya menetap sementara di Tihu (kurang bertahan. Akhirnya mereka bergabung dan
lebih 2 kilometer ke arah barat Negeri Seith). menempati bagian ujung barat Negeri Seith
Dari Tihu masyarakat Lehu-lehu bergabung saat ini.
dengan saudara soa lainnya di Seith dan Etnografi tersebut menunjukkan
menempati bagian tengah arah utara. betapa pentingnya keberadaan dan
Keempat, soa Wasila, berasal dari keterpaduan yang begitu kuat antar
Gunung Wasi Tapele, sekitar 6 kilometer arah masyarakat soa, yang melahirkan sebuah
tenggara dari Negeri Seith. Pemimpinnya kekuatan dalam kelembagaan adat.
bergelar hehuen dari marga Hataul. Dari Wai Menjadi sebuah keniscayaan dalam
tapele mereka turun ke Wae Papokol, sistem keadatan bahwa keberadaan Upu Latu
selanjutnya ke Tihu sebelum pada akhirnya kemudian menjadi sosok sentral yang
bergabung dengan masyarakat dari soa Lehu- dihormati. Keberadaan Upu Latu tak
lehu yang duluan menempati wilayah terpisahkan dari pendiri negeri (leluhur
tersebut. Bersama masyarakat soa Lehu-lehu pertama yang turun dari gunung ke negeri
mereka hidup menyatu dan berdampingan tersebut). Hal itu juga terkait dengan kisah
satu dengan yang lain. Walaupun begitu dari hubungan orang-oran Hitu dengan VOC yang
sisi keadatan mereka tetap memiliki identitas
soa

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |2


berlangsung sejak tahun 1601.3 Oleh karena merupakan suatu pernyataan hormat kepada
itu, tidak mengherankan bila kemudian di para nenek moyang.4
Jazirah Leihitu, simbol-simbol kekuasaan Seiring modernisasi dan globalisasi,
lebih ditanamkan kepada penguasa lokal terjadi perubahan proses perubahan cara
(penguasa negeri) sehingga terjadi relasi berpikir masyarakat negeri. Keberadaan
kuasa yang dibangun begitu kuat antara Saniri Negeri saat ini mulai kehilangan jati
koloni dengan Mata Rumah Parentah. dirinya dan mengalami disfungsional struktur
Pemberian kuasa yang begitu luas kepada dalam mengatur lalu lintas kehidupan
Mata Rumah Asli (warisan leluhur pendiri masyarakat. Dinamika anggota masyarakat
awal negeri), karena kedekatan mereka yang begitu cepat seperti adanya warga yang
dengan koloni, menjadikan koloni dengan menjadi anggota DPRD, Dosen, Pelajar,
kekuasaannya mengangkat Raja berdasarkan Mahasiswa, Birokrat, sampai kepada
penunjukkan langsung dari kalangan pengangguran intelektual (sarjana) turut
matarumah asli (parentah). mempengaruhi cara masyarakat melihat Saniri
Dalam perkembangannya, fenomena Negeri. Indikator-indikator inilah yang
tersebut di atas menjadi kebiasaan turun melahirkan resistensi terhadap keberadaan
temurun membentuk sistem sosial yang Saniri Negeri di Seith saat ini. Kondisi ini
ditaati. Struktur tersebut menjadi warisan oleh Victor Turner disebut sebagai
leluhur yang dianggap oleh masyarakat masyarakat kolektif yang akan bergerak
sebagai sesuatu yang tidak boleh dibantah. antara “tertata” (order) ke “tidak tertata”
Menurut Koentjaraningrat, fungsi struktur (disorder).5
pemerintahan desa/negeri sebagian besar Konteks ini mengisyaratkan bahwa
masyarakat Maluku masih berakar pada perkembangan dan perubahan sosial telah
sistem asli dari pengawasan sosial dalam mempengaruhi cara pandang masyarakat
sistem adat. Adat menentukan keharusan dalam melihat eksistensi peran pemimpin
sikap yang dianggap mutlak bagi adat. Oleh karena itu perlu dilihat kembali
kesejahteraan, keamanan individu dan semua peran Saniri Negeri dalam penguatan
orang . Oleh sebab itu ketaatan pada adat kelembagaan adat sebagai suatu proses yang
santun, dalam memperlakukan sistem sosial

4
Kontjaraninggrat. Masyar Desa di Indonesia,
3 alam Frak Cooley; Alang Sebuah Desa di Ambon. Cet.
R. Z Leirissa. Kebijaksanaan VOC ;
VI, Ekonomi UI. Jakarta. 1998, h. 190.
Mendapatkan Monopoli Perdagangan Tjengkeh di
5
Maluku Tengah antara tahun 16; 15-1652 dalam Bunga Mudji Sutrisno. Teori-Teori Kebudayaan. Ct.8
Rampai Sedjarah Maluku I” (1971), h,52. PN. Kanisius. Yogyakarta. 2005, h. 99.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |3


budaya serta pemahaman masyarakat terhadap pengetahuan dan kearifan tokoh-tokoh
perangkat Saniri Negeri dalam suatu tersebut dalam realitas stuktur sosial
masyarakat adat . kemasyarakatan yang didasari oleh aturan,
Berangkat dari uraian tersebut, fokus nilai dan norma adat setempat.6
dari permasalahan ini berkisar seputar
legitimasi Saniri Negeri dan resistensi C. Penelitian-
terhadap kelembagaan adat. Adapun Penelitian Terdahulu
pertanyaan yang diajukan adalah: (1) Penelitian menyangkut hubungan
Bagaimana legitimasi Saniri Negeri dalam kelembagaan keagamaan dan pemerintahan di
pera perangkat adat pada tatanan masyarakat Maluku pernah pernah diteliti oleh Cooley
Negeri Seith, dan (2) Bagaimana wujud pada tahun 1961.7 Cooley melihat Saniri
resistensi sosial terhadap Saniri Negeri Negeri sebagai jabatan-jabatan tradisional
sebagai perubahan sosial budaya pada yang berfungsi penuh. Cooley menjelaskan
masyarakat Neger Seith. bahwa konteks “mimbar” dalam konsep
keagamaan masyarakat Maluku sering
B. Metode Penelitian disimbolkan dengan unsur agama dalam
Beberapa bagian penting yang perlu semua bentuk kelembagaan. Sedangkan
dimaknai dari Saniri Negeri sebagai suatu konsep “tahta” adalah suatu simbol kuasa
sistem keadatan dalam sosial budaya adalah yang lahir dari pemerintahan desa dengan
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. berbagai macam lembaganya.
Informasi yang diperoleh di lapangan, digali Penelitian lain dilakukan oleh
secara mendalam melalui cara pandang tokoh- Putuhena pada tahun 1998. Putuhena meneliti
tokoh adat negeri mengenai aturan adat dan tentang struktur pemerintahan kesultanan
norma serta masalah-masalah kelembagaan Ternate dan Agama Islam di Maluku Utara.8
adat yang mengalami disfungsi struktur yang Dalam menggambarkan struktur masyarakat
melahirkan suatu resistensi. Tokoh-tokoh ada
6
Norman K, Denzin dkk. The Sage Hanbook of
yang menjadi informan penelitian meliputi Qualitative Researcah (thir Edition). terjemah
tokoh agama, tokoh adat, kepala soa dan Dariyatno “ Pedoman Penelitian Kualitatif”. Cet.I. PN.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2011, h. 523.
kepala pemuda. Pendekatan fenomenologi 7
F.L. Cooley. Altar and Throne in Central
digunakan dalam memaknai informasi- Maluccan Sociey. Dterjemahkan Tim Satya Karya :
“Mimbar dan Tahta; Hubungan Lembaga-Lembaga
informasi dari informan penelitian. Informasi Keagamaan dan Pemerintahan di Maluku Tengah.Cet.
I. PN. Pustaka Sinar Harapan, Yogyakarta, h. 225.
yang diperoleh dideskripsikan dan 8
M. Saleh Putuhena. Struktur Pemerintahan
diinterpretif mengenai persoalan sikap, Kesultanan Ternate dan Agama Islam . Majalah-Ilmu-
Ilmu Sastra Indonesia. Jakarta. 1990. Vol. VIII. No. 3.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |4


Maluku, Putuhena melihat bahwa masyarakat mufakat antara pengetua kampung yang
Maluku pada mulanya terdiri dari kelompok- disebut Na Mora Natoras. Raja juga bertindak
kelompok keluarga yang hidup secara terpisah sebagai tampuk adat dalam satu banua
di daerah pedalaman. Dalam perkembangan dengan sebutan “Raja Panusunan”. Selain
selanjutnya, beberapa lumatau (matarumah) sebagai penguasa, raja juga berfungsi sebagai
yang yang tinggalnya berdekatan membentuk pengayom rakyatnya, adil dan pengasih yang
suatu “aman” atau “hena” (negeri/kampung). disebut “Haruaya Porsilaungan Banir
Jadi aman/hena terbentuk berdasarkan kepada Paronding-ondingan”. Semua Raja Panusunan
ikatan geneologis dan teritorial. Pada tingkat yang ada di Mandailing berasal dari satu
perkembangan ini, lumatau juga mengalami keturunan yaitu marga Lubis di Mandailing
perkembangan. Di Maluku bagian tengah, Julu dan marga Nasution di Mandailing
lumatau yang sedikit jumlah bergabung dalam Godang.
satu soa untuk kepentingan pemerintahan.
Raja sebagai kepala negeri adat dibantu oleh D. Hasil Penelitian
kepala-kepala soa yang ditunjuk soanya  Peran Perangkat
sendiri. Kita lihat, di beberapa lumatau yang Adat dalam Legitimasi Saniri Negeri
asalnya sama menurut adat mempunyai teun Sebagai salah satu negeri adat di
yang sama. Ketika masyarakat diwajibkan jazirah leihitu, Negeri Seith dalam
menempati daerah pesisir, teun mengalami menjalankan aturan pemerintahan adatnya,
perubahan nama dan diganti nama “famili” senantiasa berpatokan kepada norma dan nlai-
yang disingkat “fam”. nilai luhur pendiri negeri tersebut.
Cut Nuraini melakukan penelitian Sehubungan dengan konteks tersebut, raja
pada suku Batak Mandailing, tentang sistem yang mewakili kekuasaan para leluhur di
pemerintahan lokal di Mandailing Batak.9 dalam garis keturunan mereka, dianggap
Pengertian raja bagi masyarakat Mandailing memiliki tanggung jawab tradisional dan
bukanlah seorang feodal, tetapi raja seorang berperan menjadi kepala Saniri. Sebagai
yang dituakan diantara keluarga pendiri kepala Saniri, di satu sisi, Bapa Raja (sapaan
kampung. Raja bukanlah sesepuh yang masyarakat setempat) senantiasa memimpin
didahulukan selangkah dan ditinggikan pertemuan Saniri sebagai pelaksana utama
seranting. Raja tidak memerintah secara pemerintahan negeri. Lewat lembaga Saniri
otokrat, tetapi secara demokrat sesuai hasil ini pula, Bapa Raja bertanggung jawab
kepada persekutuan negeri yang terdiri dari
9
Cut Nuraini. Pemukiman “Suku Batak
Mandailing”. Cet. I. PN. Gadjah Mada University semua yang bermukim di negeri dan orang
Press. Yogyakarta. 2004, h. 25.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |5


yang pada saat tertentu bertempat tinggal di dengan memberikan salam (semacam isyarat
negeri tersebut. Raja juga berkuasa mengundang) kepada jama’ah dari soa lain.
mengambil keputusan dan melaksanakan Tradisi semacam itu pula dilakukan di soa
keputusan tersebut sebagai hasil keputusan lain.10
bersama dari musyawarah rapat Saniri Negeri Berdasarkan hasil penelusuran penulis
demi kesejahteraan seluruh negeri. Dalam di Negeri Seith didapatkan informasi bahwa
hubungan ini, Bapa Raja punya kewajiban begitu kuat pengaruh kepala soa dalam
dan tanggung jawab secara penuh masyarakat Seith, sehingga dalam hal
mengarahkan penduduk negeri. tertentu, semisal berhubungan dengan aturan
Sebagai pelaksana utama pemerintahan, aturan-aturan adat masih
pemerintahan negeri, Bapa Raja berperan menguatkan keberadaan kepala soa sebagai
mengontrol dan mendapat masukan dari para kepala adat. Bahkan bagi masyarakat Negeri
pembantunya untuk selanjutnya di Seith, kepala soa dianggap sebagai raja kecil
musyawarahkan dalam sidang Saniri Negeri. dalam masyarakat soa. Terkait dengan hal
Pada prakteknya, Bapa Raja dapat tersebut, mantan kepala soa Seith mengatakan
mendelegasikan peran tersebut kepada kepala sebagai berikut:
soa. Kepala soa juga beperan sebagai “Bagi katong (kita) di sini, su (sudah)
pembantu raja ketika Bapa Raja tidak berada dari dolo lae (sejak dahulu kala),
di negeri. masyarakat anggap (menganggap)
Negeri Seith, setiap kepala soa pada kepala soa dalam soa ini, sama sa deng
umumnya terdapat kepala tua adat yang (saja dengan) kedudukan Bapa Raja di
membawahi perangkat adat masing-masing kampong (kampung) ini”11
soa. Bahkan setiap ada hajatan di soa tertentu, Mengenai kewang sasi di Negeri
kepala soa dan kepala tua adat menjadi Seith, sampai sekarang masih menjadi
perwakilan orang yang mengadakan hajatan primadona bagi tumbuh dan berkembangnya
tersebut secara adat. Sebagaimana yang perekonomian masyarakat. Hingga kini,
diungkapkan oleh kepala soa Hautuna bahwa masing-masing soa di Negeri Seith masih
biasanya kalau ada acara sunat, perkawinan menjadikan adat sebagai kerangka berpikir
atau kematian dari matarumah siapa saja yang masyarakat dalam menggunakan simbol (kain
ada di soa Hautuna secara adat “honsula” berang lilit ke pohon atau matakaol) dalam
(kepala tua adat) dan “sulu” (kepala soa)
10
.Wawancara dengan Mahmud Tala (kepala
biasanya menjadi tuan rumah orang yang soa hautuna) tanggal 30 juni 2013.
bikin hajat. Tugas tuan rumah antara lain 11
.Wawancara dengan Usman Mahu (kepala soa
nukuitu) tanggal 21 jul 2013.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |6


kewang sasi tersebut. Kepala soa sebagai Hal lain yang menarik di lokasi
penanggung jawab wilayahnya hanya penelitian ialah penghormatan kepada simbol-
memonitor dan berkoordinasi dengan simbol haji. Simbol haji menjadi penting
masyarakat soanya, mengenai sejauh mana dalam sudut pandang adat dan agama pada
aturan dan norma adat sasi tersebut dimaknai masa kini. Konteks tersebut lalu kemudian
dan dipraktekan sebagai suatu aturan bersama. menjadikan perlakuan adat dan agama bagi
Bila ada yang melanggar aturan adat, maka masyarakat Negeri Seith sampai sekarang
akan diberikan sanksi adat. masih mewarnai praktek budaya dalam sosial
Informasi yang didapatkan di lapangan keagamaan tersebut. Hal ini dikatakan oleh
bahwa baik memetik maupun memungut kepala soa Lain:
didenda dengan membayar uang sebesar “Kalo (kalau) ada orang di soa ini mau
65.000 ribu rupiah perbuah. Memungut buah pi (pergi) ke haji, sebagai kepala soa,
yang mentah dikenai denda dengan membayar beta (saya) yang gunting pertama dia
uang sebesar 85.000 ribu rupiah perbuah. pung (punya) kain ihram, kemudian
Jenis tanaman yang di sasi di Seith adalah guru ngaji, lalu orang tuanya. Begitu
pohon kelapa dan pala. Perkembangan juga waktu meletakkan pakain ihram
terakhir, pohon pisang juga mulai di-sasi. dan yang lain di kopor haji, beta juga
Secara sederhana, aturan adat tersebut yang pertama kasi (kasih) masuk,
mengajarkan bahwa di satu sisi masyarakat kemudian guru ngaji, lalu orang tuanya.
Negeri Seith dilatih untuk tidak gegabah Setelah pulang haji, beta sebagai kepala
dalam berbuat sesuatu. Sementara di sisi lain, soa yang pertama membuka kopor”.12
aturan adat itu mengajarakan masyarakat Hasil penelitian menunjukkan bahwa
untuk selalu mentaati setiap aturan yang tradisi dan tatacara seperti disebutkan
disepakati bersama ataupun diatur oleh informan tersebut juga berlaku di seluruh soa
pimpinan negeri (Bapa Raja). Karena masih di Negeri Seith.
kentalnya pemahaman dan kepercayaan Terkait dengan tradisi haji, lebih lanjut
masyarakat terhadap hukum adat, maka bagi informan menuturkan:
yang melanggar, konsekuensi logisnya akan “katong di sini kalo ada orang pi haji,
menimpa dirinya berupa sakit yang tak beta sebagai kepala soa memanggil
kunjung sembuh, kecuali orang tersebut kepala-kepala matarumah dari lima
disembuhkan melalui terapi daun sirih, kapur matarumah (Lalihun, Mahana, Haupuri,
dan pinang sebagai simbol.
12
Wawancara dengan Zainal Honlisa (kepala
soa Layn) pada tanggal 18 Agustus 2013.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |7


Nalahelu dan Aihena) lalu pi ke kepala dan menghargai dari masyarakat terhadap
tua adat, sampaikan beta pung hajat setiap peran dari perangkat lembaga ini,
bahwa katong pung orang di soa ini menjadi satu pandangan kuat dalam perilaku
tahun ini, ada pi ke haji. Setelah itu lokal masing-masing soa dari masyarakat adat
kepala tua adat pi ke kepala soa untuk setempat.
bicarakan bersama kepala-kepala  Perubahan Sosial
matarumah tadi, hari apa, jam berapa Budaya sebagai Resistensi terhadap
dan bulan apa, katong semua kerja par Saniri Negeri
(untuk) bantu katong pung saudara yang Sebagai masyarakat adat yang masih
mau ka (ke) haji”.13 kuat dalam memaknai, menghayati dan
Berdasarkan konsep-konsep tersebut, mempraktekan nilai-nilai, aturan dan norma-
bila dikaitkan dengan cara pandang Blummer, norma adat dan agama dalam kehuidupan
maka ada tiga konsep dasar interaksionisme sosial budaya, tentunya Negeri Seith tidak
simbolik yang bisa digunakan sebagai terlepas dari kondisi dan stuasi dinamika
pembanding sebagai berikut: (1) Manusia sosial dari waktu ke waktu, sebagai bagian
bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna perkembangan kehidupan, yang terjadi pada
yang dimiliki sesuatu tersebut, (2) masyarakat Negeri Seith. Dinamika tersebut
Memperoleh sesuatu makna dan terbentuk, sebagai akibat dari sebuah
memunculkannya melalui proses interaksi transformasi yang terjadi sebagai suatu
sosial, dan (3) Makna dipahami dan fenomena sosial. Di mana alam reformasi
domodifikasi melalui proses interpretatif yang telah diterima dan diyakini menyediakan
kehidupan hukum digunakan manusia ketika proses-proses sosial politik ysng terbuka. Hal
berhadapan dengan sesuatu tersebut.14 Dari ini diakibatkan pesan-pesan politik yang
penjelasan-penjelasan tersebut, penulis diterima warga masyarakat melalui media
melihatnya sebagai sebuah proses pewarisan cetak maupun elektronik (televisi) telah
yang terjadi dalam sebuah sistem sosial melahirkan jargon-jargon reformasi,
kemasyarakatan. Di mana proses pewarisan keterbukaan dan demokrasi yang kebablasan.
aturan adat melalui sistem nilai (sikap Bagian yang tak terelakan, bahwa
terhadap aturan), melahirkan sikap mentaati kemudian terjadi proses politik di negeri-

13
negeri adat, sebenarnya bukan lahir dari
Wawancara dengan Zainal Honlisa (kepala
soa Layn) pada tanggal 18 Agustus. 2013. sebuah proses demokrasi, melainkan proses
14
Geroge Ritzer at all. Modern Sociology dominasi. Hal ini dikarenakan proses
Theory. diterjemahkan oleh Alimandan “Teori
Sosiologi Modern”. Edisi Keenam, Cet. VII. Prenada dominasi (campur tangan) kekuasaan negeri
Media Group. Jakarta, 2011, h. 118.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |8


di satu sisi masih dilakukan oleh elit politik Hal lain yang juga tidak kalah
(Bupati) terhadap keseluruhan warga pentingnya dalam merubah tatanan
masyarakat negeri. Di sisi lain elit negeri masyarakat adalah perubahan-perubahan
(penguasa lokal; matarumah asli) masih sosial ekonomi, tingkat pendidikan,
merasa matarumah mereka sebagai pewaris ketidakpuasan sekelompok orang (intelektual
leluhur pendiri negeri. Proses ini juga pengangguran, para aktivitas oraganisasi
memanfaatkaan alat-alat kekuasaan negeri maupun LSM) bahkan para politisi (caleg)
untuk mengatur, melalui kebijakan yang mencari kepentingan, dalam melihat
pemerintahan negeri, dan mempengaruhi kondisi masyarakat yang tidak berkembang
masyarakat negeri agar tunduk dan taat yang tentu kesemuanya melahirkan fenomena
terhadap aturan-aturan yang dibuat oleh sosial dan perubahan ekologis yang terjadi di
kekuasaan negeri. Seringkali alat kekuasaan Negeri Seith.
merupakan perpanjangan tangan dari birokrasi Fenomena tersebut, sebagaimana yang
di atasanya (baik Bupati maupun Camat) dan diungkapkan oleh ketua pemuda soa Lain
meneruskan pesan yang lebih sering berupa berikut ini.
perintah yang diterapkan pada warga “Katong di sini ana-ana (anak-anak) su
masyarakat negeri. pintar, dong (mereka) biasa nonton tivi,
Sementara pada sisi tertentu, ada demo-demo, orang saling bakalai
kelihatannya ada perubahan dan pergeseran (berkelahi), lalu kalo ada yang seng
bahwa kemudian matarumah parentah (tidak) cocok deng (dengan) dong pung
menjadi hak turunan dalam memimpin Negeri pikiran, apalagi itu menyangkut
Seith, ternyata tidak dimutlakan, alih-alih ada masalah raja, dong biking (membuat)
sebagian mereka yang tidak memahami adat ribut, biking kaco (kacau). Yang biking
secara baik. Walaupun begitu, dalam ribut, biking kaco itu orang-orang pintar
pandangan keadatan, masyarakat Negeri Seith di kampung ini lae (juga). Tapi
masih tetap menjunjung tinggi keberadaan sebagian kecil sa (saja) yang biasa
matarumah parentah. Hal ini kemudian dalam biking bagitu (begitu). Di soa yang lain
perkembangan menjadi dilematis oleh juga baribut (melakukan keributan) dan
sebagian komunitas masyarakat Negeri Seith bikin kaco macam katong di sini lae”.15
dalam melihat peran-peran sebagian Hal yang sama penulis dapatkan
perangkat adat. Kondisi semacam ini dalam informasi dari kepala soa Lain berikut ini.
perkembangan masyarakat, tentunya
mempengaruhi cara pandang masyarakat. 15
Wawancara dengan Ayuba Hatuina (kepala
pemuda soa layn tanggal 21 Agustus 2013.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |9


“Pernah terjadi di masyarakat Seith di pung hak mengatur sasi, biar dia itu
sini, sekitar tahun 2003 dia pung bulan orang luar lae (lagi), yang penting dia
beta su lupa. Sebenarnya ada sebagian seng langsung bali (beli), tapi melalui
masyarakat di sini, seng suka Bapa orang kampung sini. Dan hasil menang
Raja. Beliau turun, habis naik kembali lelang tadi, dia harus kasih sadiki
jadi pejabat. Beliau pikir karena dong (sedikit) lae par sasi (sanksi/denda) soa
itu matarumah parentah, jadi dong bikin dan masjid”.17
iko (ikut) dong pung mau sa. Di tahun Bila dirunut ke belakang, fenomena
itu jua (juga), setelah Bapa Raja tersebut tidak bisa dilepas-pisahkan dari
(Mahfud Nukuheheh) meninggal, keberadaan UUPD No 5 tahun 1979, yang
masyarakat sebagian di sini bakar menempatkan negeri (istilah desa lama waktu
rumah raja, karena dong seng suka itu) berada di luar sistem adat dan hukum
dengan antua (beliau)”.16 adat. Akibatnya masyarakat adat menganggap
Observasi yang penulis lakukan pemerintahan desa bukan bagian dari sistem
mendapatkan bahwa keberadaan rumah Raja sosial mereka. Pemerintahan desa bagi
sudah tidak seperti dulu lagi (sudah masyarakat adat merupakan milik pemerintah
direnovasi) . yang harus mereka terima dan patuhi, tetapi
Ketika penulis mengkonfirmasi tidak mereka miliki.
masalah kewang-sasi bahwa apakah aturan Penulis melihat, sistem pemerintahan
kewang-sasi di Negeri Seith masih seperti desa yang dikembangkan oleh pemerintah
dulu. Kepala soa Nukuitu mengatakan: pusat pada era reformasi dan otonomi daerah
“Kalo dulu, kepala kewang, Bapa Raja saat ini, memberikan kesuburan kembali
yang angkat. Tugasnya menjaga hutan, sistem feodal lokal (Bapa Raja lebih loyal ke
jaga harta dan jaga batas negeri. atasannya, ketimbang rakyatnya) yang pernah
Kewang dulu kalo pung hasil dikasih terjadi pada era tahun 1979 ke belakang.
par Saniri, mesjid dan sisanya par kas Aturan otonomi daerah tersebut berkembang
negeri. Tapi kalo katong lia (lihat) seiring dengan diberlakukannya Perda
sekarang, kewang su seng ada atoran Provinsi Maluku No 32 tahun 2004 tentang
(aturan) lae. Sapa (siapa) pung uang penetapan kembali negeri sebagai kesatuan
banya’ (banyak), kalo dia menang masyarakat hukum adat mengenai hak
lelang, dia dipanggil kewang, dan dia turunan Raja.

16 17
Wawancara dengan Zainal Honlisa (kepala Wawancara dengan Muhamat Nur Nukuhali
soa layn) tanggal 24 Agustus 2013. (kepala soa nukuitu) tanggal 21 juli 2013.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |10


Terlepas dari itu semua, menurut agama masih menjadi pijakan tata nilai dalam
penulis baik Perda no. 32 tahun 2004 maupun norma kehidupan. Sepatutnya pikiran dasar
Perda no. 1 tahun 2006, bertujuan yang baik tersebut, tidak kemudian menjadi
mengembalikan posisi masyarakat yang sebuah anomali sosial yang akhirnya
tercerai berai, terjadi anarkhi dalam bentuk memecah belah pihak-pihak yang
kekerasan fisik maupun non fisik, akibat berkepentingan .
kepentingan segelintir penguasa, kelompok, Dalam konsep mendaki, seorang
golongan kepada satu sistem kekuasaan pemimpin tidak memiliki kekuasaan apa-apa,
mutlak dengan dalih kearifan lokal (local karena kepemimpinannya tersebut adalah
wisdom) yang harus dihormati bersama. perwakilan rakyat. Terdapat hak-hak komunal
 Analisis yang dapat menentang penguasa bila
Liminalitas Masyarakat Adat pada menyalahgunakan kedudukannya sebagai
Negeri Seith pemimpin. Sedangkan dalam konsep
Konsep liminalitas dalam suatu menurun, legitimasi penguasa berasal dari
masyarakat, keberadaannya menjadi sesuatu Tuhan (nilai sakral), karenanya masyarakat
yang dilematis. Dalam perekembangan tidak memiliki hak untuk melawan (resistensi)
kekinian, masyarakat di satu sisi dihadapkan dan tidak punya kekuasaan sedikitpun di
pada aturan-aturan adat yang harus ditaati dan hadapan raja. Oleh karena itu, prinsip
dijunjung. Di sisi lain, dihadapkan dengan menurun melihat kekuasaan didistribusikan
hal-hal yang bersifat hipermodernitas di mana ke bawah melalui pejabat-pejabat resmi yang
kehidupan sosial berupa solidaritas, kini telah bertanggung jawab kepada raja, bukan kepada
kehilangan kesatuannya dan tak lebih dari masyarakat yang mereka pimpin. Apalagi
sebuah arus perubahan yang tak henti- dalam suatu perubahan sosial, fase liminalitas
hentinya. Di dalamnya aktor-aktor individu tidak bisa diabaikan begitu saja oleh
maupun kolektif tidak lagi bertindak atas masyarakat dalam merumuskan konsep serta
nama nilai-nilai dan norma-norma sosial akan mengidentifikasi akan makna-makna simbol
tetapi strateginya masing-masing berperan di dalam rangka menginstitusionalisasi Saniri
dalam proses perubahan (kapitalis global). Negeri pada masyarakat Negeri Seith.
Tentunya dengan berbagai persoalan yang Sementara pemerintahan desa yang
mendesak, mengubah cara pandang, cara baru dalam melihat kemandirian politik
berpikir dan berperilaku sebagai problem masyarakat adat terutama dalam memilih
sosial. Seiring dengan perubahan zaman, bagi pemimpin lokal telah dikebiri oleh sistem
masyarakat Negeri Seith norma adat dan

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |11


baru, yang sama sekali asing dan tidak raja melecehkan adat, dengan tidak
dikenal oleh masyarakat adat. memahami benar aturan, nilai dan norma adat
Dalam rangka membingkai kembali yang menjadi simbol berpijaknya suatu
otonomi daerah (lokal), maka pemerintah tatanan masyarakat adat. Meskipun demikian,
daerah (kabupaten) perlu mendudukan penulis berharap walaupun muncul dari
kembali eksistensi masyarakat adat. keturunan raja namun dalam cara
Khususnya kelembagaan Saniri Negeri yang perlakuannya bisa mewadahi nilai-nilai
secara fungsional melahirkan serangkaian demokratis.
nilai, aturan dan norma, dimana masyarakat
adat mendapat akses pada pengelolaan modal E. Kesimpulan
sosial (relasi sosial dan solidaritas sosial Sebagai lembaga adat, oleh
dalam rangka penguatan (order) baik sosial masyarakat Negeri Seith, keberadaan Saniri
ekonomi, sosial budaya mapun sosial politik. Negeri masih tetap dijunjung tinggi dan
Arahnya tentu saja menuju masyarakat yang dihormati. Dalam rangka mengawasi dan
otonom, yang mampu mengambil kebijakan memelihara roda pemerintahan negeri dan
di tingkat bawah dan tidak tergantung pada soa, keberadaan Saniri Negeri menjadi motor
instrumen kebijakan di tingkat atas. penggerak dalam menata sistem struktur
Keberadaan Perda no. 1 (disorder) sosial. Betapa tidak, nilai budaya yang
perlu dilihat kembali bahwa ketika aspek muncul dari Saniri Negeri sebagai bentuk
demokratisasi dan persamaan hak politik legitimasi melahirkan sebuah aturan dari nilai
masyarakat, tidak demokratis dan sebaliknya dan norma. Manifestasi kepatuhan masyarakat
cenderung diskriminatif, karena membedakan terhadap pranata-pranata lokal lewat Saniri
antara keturunan raja dan bukan keturunan Negeri menunjukkan bahwa cara berpikir dan
raja. berperilaku masyarakat masih menghargai
Fenomena ini kemudian adat. Setiap tatanan sosial berupa aturan, nilai
mengisyaratkan bangkitnya kembali dan norma senantiasa dipatuhi. Walaupun
feodalisme baru dalam pemerintahan lokal. begitu di satu sisi kedudukan sebagian
Bagaimana jadinya bila di satu sisi badan perangkat adat belum juga diadakan
Saniri Negeri lemah, maka akan terjadi pemilihan, sedangan di sisi lain ada gesekan-
hubungan yang tidak seimbang yang gesekan sosial yang lahir dari kelompok-
memungkinkan kepala pemerintahan negeri kelompok masyarakat sebagai akibat dari
berlaku dan bertindak sewenang-wenang. ketidakpuasan mereka terhadap kekuasaan
Sementara di sisi lain, bagaimana bila seorang

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |12


turun temurun yang diperlihatkan oleh Denzin, Norman K., et.al. The Sage Hanbook
perangkat-perangkat adat. of Qualitative Researcah (Third
Pada perkembangannya, dinamika Edition). Terjemah oleh Dariyatno,
sosial yang terjadi pada Saniri Negeri, tidak Pedoman Penelitian Kualitatif. Cet. I.
bisa terlepas dari perubahan sosial yang Yogyakarta: PN. Pustaka Pelajar,
terjadi di masyarakat Seith sebagai fenomena 2011.
sosial. Alam reformasi telah diterima dan Kontjaraningrat. “Masyarakat Desa di
diyakini menyediakan proses-proses sosial Indonesia”, dalam Frank L. Cooley,
politik yang terbuka, menyebabkan pesan- Alang Sebuah Desa di Ambon. Cet. VI.
pesan politik melalui media cetak maupun Jakarta: Ekonomi UI, 1998.
elektronik telah melahirkan keterbukaan dan Nuraini, Cut. Pemukiman Suku Batak
demokrasi yang kebablasan. Bahwa kemudian Mandailing. Cet. I. Yogyakarta: PN.
proses politik di negeri-negeri adat, Gadjah Mada University Press, 2004.
sebenarnya bukan lahir dari dari sebuah Putuhena, M. Saleh. Struktur Pemerintahan
proses demokrasi melainkan proses dominasi Kesultanan Ternate dan Agama Islam.
(campur tangan Camat dan Bupati). Di sisi Majalah-Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia,
lain elit lokal negeri (penguasa lokal; Vol. VIII. No. 3, 1990.
mataruma parentah) masih merasa keberadaan Ritzer, George. Modern Sociology Theory.
mereka sebagai pewaris leluhur negeri, telah Diterjemahkan oleh Alimandan, Teori
mempengaruhi masyarakat negeri agar taat Sosiologi Modern”. Edisi Keenam, Cet.
dan tunduk terhadap aturan-atuan yang dibuat VII. Jakarta: Prenada Media Group,
oleh kuasa negeri. Kondisi ini lalu kemudian 2011.
memunculkan resistensi terhadap Saniri Sutrisno, Mudji. Teori-Teori Kebudayaan.
Negeri oleh sebagian masyarakat yang Cet. VIII Yogyakarta: PN. Kanisius,
melihat simbol tersebut sebagai perwujudan 2005.
dari kuasa negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Cooley, F.L. Altar and Throne in Central


Maluccan Society. Diterjemahkan Tim
Satya Karya. Yogyakarta: PN. Pustaka
Sinar Harapan.

Jurnal Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon |13

Anda mungkin juga menyukai