Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

HUKUM PERUSAHAAN DAN HUKUM KEPAILITAN

DISUSUN OLEH :

A.Rafika Maharani B022231036 ( Ketua )


Putri Aulia Zalsabila B022231037 (Anggota)
Syarifah Aisyah .A B022231042 (Anggota)
Nur Asyqa Dj B022231050 (Anggota)

MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Tafsir Hamka
Q.S AL-BAQARAH Ayat 282
Menurut penafsiran Hamka dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa
ayat ini memerintahkan supaya perjanjian-perjanjian yang diperbuat dengan
persetujuan kedua belah pihak itu dituliskan dengan terang oleh penulis yang
pandai dan bertanggungjawab. Dan inilah kita uraikan bunyi ayat satu demi
satu.

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan


suatu perikatan hutang-piutang buat dipenuhi di suatu masa yang
tertentu, maka tuliskanlah dia.”
1) supaya hutang-piutang ditulis, itulah dia yang berbuat sesuatu pekerjaan
“karena Allah SWT”.

2) Sebab itu tidaklah layak, karena berbaik hati kedua belah pihak, lalu
berkata tidak perlu dituliskan, karena kita sudah percaya mempercayai.

“Hendaklah menulis di antara kamu seorang penulis dengan adil.”


1) Penulis yang tidak berpihak-pihak, yang mengetahui, menulis apa-apa
yang minta dicatatkan oleh kedua belah pihak yang berjanji dengan
selengkapnya.

2) Apabila hutangnya adalah hutang uang secara kontan, hendaklah


sebutkan jumlahnya dengan terang, dan kalau pakai agunan hendaklah
tuliskan dengan jelas apa-apa barang yang digunakan itu

“Dan janganlah enggan seorang penulis menuliskan sebagai yang


telah diajarkan akan dia oleh Allah SWT.”
1. jangan semata-mata pandai menulis saja; selain dari adil hendaklah dia
mematuhi peraturan-peraturan Allah SWT yang berkenaan dengan
urusan hutang-piutang.

2. Misalnya tidak boleh ada riba, tetapi sangat dianjurkan ada Qardhan
Hasanan, yaitu ganti kerugian yang layak.

“Dan hendaklah merencanakan orang yang berkewajiban atasnya.”


1) Yang berkewajiban atasnya ialah terutama si berhutang dan si
berpiutang; atau seumpama si pengupah membuat rumah kepada tukang
atau pemborong membuat rumah itu..

“Dan hendaklah dia takut kepada Allah SWT, Tuhannya, dan


janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya.”
1) Akhirnya seketika menjelaskan bunyi perjanjian kedua belah pihak
yang akan ditulis oleh penulis hendaklah dengan hati jujur, dengan ingat
kepada Allah SWT,

2) jangan sampai ada yang dikurangi, artinya yang di kemudian hari bisa
jadi pangkal selisih. Misalnya karena salah penafsiran karena memang
disengaja hendak mencari jalan membebaskan diri dengan cara yang
tidak jujur

“Maka jika orang yang berkewajiban itu seorang yang safih


(lemah), atau dia tidak sanggup merencanakan, maka hendaklah walinya
yang merencanakan dengan adil.”
1) tidak bisa turut dalam menyusun surat perjanjian. Pertama orang Safih,
kedua dha’if, ketiga Tidak Sanggup. Orang safih, ialah orang yang tidak
pandai mengatur

hartabendanya sendiri, baik karena borosnya atau karena bodohnya.


2) hukum Islam, Hakim berhak memegang hartabendanya dan
memberinya belanja hidup dari harta itu.
“Dan hendaklah kamu adakan dua saksi dari laki-laki kamu.”
1) Dalam kata syahid, sudah terkandung makna bahwa kedua saksi itu
hendaklah benar-benar mengetahui dan menyaksikan perkara yang
tengah dituliskan itu, jangan hanya semata-mata hadir saja, sehingga
kalau perlu diminta keterangan dari mereka di belakang hari, mereka
sanggup menjelaskan sepanjang yang mereka ketahui.

2) Ahli-ahli fiqih pun membolehkan mengambil saksi yang bukan


beragama islam, asal dia adil dan jujur, dan mengetahui duduk perkara
yang dituliskan mengenai perjanjian itu.
“Tetapi jika tidak ada dua laki-laki, maka (bolehlah) seorang laki-
laki dan dua perempuan di antara saksi-saksi yang kamu sukai.” Di
ujung kalimat dikatakan “
1) di antara saksi-saksi yang kamu sukai.” Yaitu yang disukai atau
disetujui karena dipercaya kejujuran dan keadilan mereka. Syukur kalau
dapat dua laki-laki yang disukai, karena dia mengerti duduk persoalan
dan bisa dipercaya.
2) Tetapi meskipun banyak laki-laki, padahal mereka tidak disukai,
bolehlah diminta menjadi saksi dua orang perempuan yang disukai akan
ganti dari seorang saksi laki-laki, ialah: “Supaya jika seorang di antara
kedua (perempuan) itu keliru, supaya diperingatkan.

“Dan janganlah enggan saksi-saksi apabila mereka diundang (jadi


saksi).”
1) saksi itu diperlukan, terutama dalam permulaan mengikat janji dan
membuat surat, janganlah hendaknya mereka enggan, malahan dia
termasuk amalan yang baik, yaitu turut memperlancar perjanjian antara
dua orang sesama Islam.

“Dan janganlah enggan saksi-saksi apabila mereka diundang (jadi


saksi).”
1) Maka apabila saksi itu diperlukan, terutama dalam permulaan mengikat
janji dan membuat surat, janganlah hendaknya mereka enggan, malahan
dia termasuk amalan yang baik, yaitu turut memperlancar perjanjian
antara dua orang sesama Islam.

2) Dia boleh hanya enggan kalau menurut pengetahuannya ada lagi orang
lain yang lebih tahu duduk soal daripada dirinya sendiri.

“Yang demikian itulah yeng lebih adil di sisi Allah SWT, dan lebih
teguh untuk kesaksian, dan yang lebih dekat untuk tidak ada keragu-
raguan.”
1) Dengan begini, maka keadilan di sisi Allah SWT terpelihara baik,
sehingga tercapai yang benar-benar “karena Allah SWT”, dan apabila
di belakang hari perlu dipersaksikan lagi, sudah ada hitam di atas putih
tempat berpegang, dan keragu-raguan hilang, sebab sampai yang
sekecil-kecilnyapun dituliskan.

Tafsir Ibnu Kasir


Q.S AL-BAQARAH Ayat 283.
“Jika kalian dalam perjalanan.”
1) Yakni sedang musafir, lalu kalian mengadakan transaksi secara tidak
tunai sampai batas waktu yang ditentukan.

“Sedangkan kalian tidak memperoleh seorang penulis.”


1) yang menuliskannya buat kalian. Atau —menurut Ibnu Abbas—
mereka memperoleh penulis, tetapi tidak menemukan kertas atau tinta
atau pena.

“Maka hendaklah ada barang tanggungan (jaminan) yang


dipegang.”
1) boleh memegang jaminan sebagai ganti dari catatan, jaminan tersebut
dipegang oleh pemilik hak.

2) bahwa transaksi gadai masih belum jadi kecuali bila barang jaminan
telah dipegang, seperti yang dikatakan oleh mazhab Syafii dan jumhur
ulama.

“Akan tetapi, jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang


lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(utangnya).”
1) Apabila sebagian dari kalian percaya kepada sebagian yang lain, maka
tidak mengapa jika kalian tidak melakukan catatan atau tidak
mengadakan persaksian.

“Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.”


1) Yakni hendaklah orang yang dipercaya (untuk memegang jaminan)
bertakwa kepada Allah, Tuhannya.

“Dan janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan persaksian.”


1) Maksudnya, janganlah kalian menyembunyikannya, dan tidak melebih-
lebihkannya, dan tidak mengutarakannya.

“Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka


sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya”
1) makna yang dimaksud ialah durhaka hatinya.

“dan janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan persaksian.


Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia
adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kalian kerjakan.”

Hubungan antara Surah Q.S Al-BAQARAH ayat 282-283 dengan Profesi


Notaris
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2014
Tentang Jabatan Notaris Pasal 1 Ayat 1

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta


autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
UndangUndang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”
Maka dari itu notaris merupakan pejabat umum yang menjalankan
sebagian dari fungsi public dari negara, khususnya dalam membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
sesuai dengan bunyi pasal 15 ayat 1 UUJN No 2 Tahun 2014 yang berbunyi
“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.” Maka dari itu dalam
menjalankan tugas dan fungsinya seorang berprofesi notaris harus tunduk pada
kode etik jabatan notaris dan pada asas pemerintahan yang baik karena
merupakan seorang yang menjalankan pelayanan public. Dalam menjalankan
fungsinya sebagai pejabat public dalam membuatan akta otentik maka notaris
dapat mengadopsi nilai-nilai yang ada dalam Q.S Al-Baqarah ayat 282-283
yang dimana selaras dengan nilai ideal Good Government yang harus dipegang,
menurut Prof. Razak nilai ideal yang harus dimiliki seorang yaitu :

1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah sifat pertanggungjawaban profesi notaris yang
berkaitan dengan kegiatan seperti laporan, administrasi, dan pembukuan. Serta
tanggung jawab untuk mematuhi hukum,tanggung jawab melaksanakan
prosedur hingga pada tanggung jawab atas hasil. Hail ini sejalan denga nilai
yang terkadung pada Q.S Al-Baqarah ayat 282,

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu mengadakan suatu


perikatan hutang-piutang buat dipenuhi di suatu masa yang tertentu”
maka tuliskanlah dia. Hendaklah menulis di antara kamu seorang penulis
dengan adil.”
Dalam potongan ayat ini dapat dilihat bahwa notaris yang melakukan
pencatatan akta otentik maka terlebih dahulu harus bertujuan memenuhi rasa
keadilan bagi setia klien / orang yang menghadap kepadanya, bertanggung
jawab atas seluruh proses pembuatan hingga hasil akta. Hal ini sebagaimana
juga diatur dalam Pasal 16 Ayat 1 UUJN No.2 tahun 2014.

2. Responsibilitas
Responsilitas adalah sifat wajib atas memberikan pelayanan. Bagi
seorang notaris maka harus mendengarkan dan memberi pelayanan sesuai
dengan prosedur dan kewenangannya. Seorang notaris merupakan pelayan
public, yang memiliki tanggung jawab dalam melakukan pelayanan sesuai
dengan kewenangan dan ilmu yang dimiliki.Nilai ini dapat dilihat dari
potongan ayat Q.S Al-Baqarah Ayat 282,

“Dan janganlah enggan seorang penulis menuliskan sebagai yang


telah diajarkan akan dia oleh Allah SWT, Dan hendaklah merencanakan
orang yang berkewajiban atasnya.”
Jangan semata-mata pandai menulis saja; selain dari adil hendaklah dia
mematuhi peraturan-peraturan Allah SWT yang berkenaan dengan urusan
hutang-piutang.
Adapun hal ini dapat dilihat pada pasal 16 ayat 1 huruf E, UUJN No. 2
Tahun 2014.
“Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”.

3. Transaparansi.
Transparasi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses
kegiatan. Di bidang hukum, transparansi merupakan pintu menuju keadilan dan
kebenaran. Tanpa transparansi, besar kemungkinan akan muncul
penyimpangan dalam proses penegakan hukumnya. Karena notaris
menjalankan fungsi pelayanan public dari segi buatana akta otentik, maka
notaris harus memperhatikan hak-hak para pihak yang menghadap dengan tidak
memihak pada salah satunya. Transaparansi juga berhubungan dengan
prosedur pelayanan yang dilakukan oleh notaris

“dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah


kalian (para saksi) menyembunyikan persaksian.”

“Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia


adalah orang yang berdosa hatinya”
Yakni hendaklah orang yang dipercaya (untuk memegang jaminan)
bertakwa kepada Allah, Tuhannya. janganlah kalian menyembunyikannya,
dan tidak melebih-lebihkannya, dan tidak mengutarakannya, makna yang
dimaksud ialah durhaka hatinya.
Ditarik dari ayat tersebut dihubungan dengan profesi notaris, seorang
notaris merupakan salah satu unsur saksi/ pihak yang diberikan kepercayaan
menjadi pihak penengah untuk menuliskan klausula-klausula pada sebuah
perjanjian yang dituangkan dalam bentuk akta otentik bagi para pihak, dan
menyimpan akta tersebut, maka seorang notaris harus tarnsparansi, dan
menjunjung tinggi orsinalitas (kemurnian) akta para pihak tersebut dimulai
dari prosedur pembuatannya hingga pada hasil.

Hubungan antara Surah Q.S Al-BAQARAH ayat 282-283 dengan Perusahaan


Perusahaan adalah tempat di mana terjadinya kegiatan produksi sebuah
barang atau jasa. Dalam sebuah perusahaan, semua faktor produksi berkumpul.
Pengertian perusahaan menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1982 adalah
setiap bentuk usaha yang bersifat tetap, terus menerus dan yang didirikan,
bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara republik Indonesia. Tujuan
perusahaan adalah memperoleh keuntungan (laba). Di Indonesia sendiri
terdapat berbagai macam jenis perusahaan, diantaranya, perusahaan ekstraktif,
perusahaan agraris, perusahaan Indurstri, serta perusaahn Jasa, sehingga
prosedur yang perusahaan jalankan juga pastikan akan berbeda tergantung
daripada bidang perusahaan itu sendiri, namun secara umum perusahaan ada
untuk memberi apa yang dibutuhkan masyarakat dan dari situ perusahaan
mendapatkan laba (keuntungan).

Adapun yang akan kami ulas mengenai perusahaan yang bergerak


dibidang Perbankan atau Perdagangaan, tentu keduanya akan berbeda, satu
untuk jasa dan satunya lagi berbentuk barang. Keduanya erat kaitannya dengan
kegiatan ekonomi, transaksi. Pentingnnya kegiatan ekonomi bagi kehidupan
masyarakat membuat kita harus banyak belajar mengenai aturan, tata cara
ataupun nilain-nilai yang dapat diterapkan dalam setai kegiatan perekonomian
kita. Maka dari itu, sebagai insan kita didorong untuk terus belajar, mencari tau
hal-hal yang dapat menjadi pedoman kita dalam hidup.
Dalam hal menjalankan suatu perusahaan maka kami akan menganalisis
ketertaikan nilai-nilai yang terkandung didalam Q.S Al-Baqarah Ayat 283,
yang dapat diterapkan dalam menjalankan perusahaan terkhusus perusahaan
yang bergerak di bidang Jasa (Perbanakan) dan Perdagangan (Barang).

Dalam menjalankan kegiatan ekonomi pastikan akan dikenal secara


umum yakni Jaul-Beli, pemberiaan jasa/pelayanan dengan memberi imbalan
kepada perusahaan. Dalam hal jual beli dan pemberiaan Jasa/Pelayanan maka
akan ada tersekapakati bentuk transaksi antara pihak satu dengan pihak lain.

Maka dalam prosesnya akan dikenal transaksi Tunai dan Non Tunai
serta dapat dilakukan dimana saja. Jika dilihat dari hal tersebut, maka bentuk
transaksi yang disepakati merupakan bentuk perjanjiaan/kesepakatan antar
pihak. dalam kesepakatan tentu antar pihak sudah tau konsekuensi apa saja
yang akan ditimbulkan untuk jenis transaksi yang dipilih dan bidang
perusahaan . Maka dari itu penulis menarik dari Q.S Al-BAQARAH Ayat 283.
Transaksi Tunai, hal ini sangat umum di masyarakat, dimana setiap
kegiatan jual-beli masyarakatn akab melakukan transaksi (pembayaran) secara
real, yakni dengan memberi jumlah/nominal pada setiap Barang/Jasa yang
diterima dari penyedia/penjual. Dalam hal ini pun tidak sesederhana yang
dipikirkan, bahwa setelah terjadi atau sebelum terjadi transaksi baiknya ada
pencatatan yang dapat menjadi bukti pegangan bagi yang terlibat dalam
transaksi tersebut, masyarkat biasa mengatakan NOTA/KWITANSI, hal yang
telah putus saja terkadang masih dibuatkan bukti pencatatan agar menjadi
penolong/petunjuk jika tak diharapkan ada perselisihan. Namun jikan
dihubungkan dengan Q.S AL-BAQARAH Ayat 283

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai dengan sabagian yang


lain, maka hendaklah yang di percayai itu menunaikan amanatnya”
Maksudnya, jika memang dlam hal transaksi tersebuit antara pihak
merasa tidak perlu ada pencatatan, maka itu dapat dilakukan, begitupun
kebiasaan masyarakat saat ini, hanya took/ritel tertentu yang menyediakan nota
pembayaran bagi konsumennya. Mungkin dikarenakan antar pihak telah
merasa menyelesaiakn hak dan kewajibannya masing-masing, hingga saling
mempercayai bahwa untuk kedepannya tidak aka nada masalah dari transaksi
yang telah mereka lakukan.
Adapun Transaksi Non Tunai, bahwa transaksi ini mungkin secara
umum dikenal sebagai pembayaran melalui cek, Via Transfer, maupun wahana
pembayaran yang tidak dalam bentuk uang secara langsung. Namun menurut
penulis sendiri transaksi non-tunai juga dimasukkan dalam gadai, yang mana
lebih banyak dijalankan oleh perushaan jasa seperti perbankan. Bahwa
perusahaan perbankan bergerak dibidang jasa keuangan, melayani nasabah dari
berbagai daerah dengan beberapa jenis jasa yang disediakan. Bank salah
satunya adalah utang-piutang. Bank memberikan jasa piutang pada masyarakat
yang bermohon, maka hendaklanya dapat menerapkan nilai-nilai Q.S AL-
BAQARAH Ayat 283 karena terjadi muamalah anatara pihak Bank dan Pihak
yang bermohon.

“jika kamu dalam perjalanan dan bermu’amalah tidak secara tunai,


sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis), maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”
Dilihat dari potongan ayat tersebut, maka perusahaan yang
memeberikan jasa piutang diperbolehkan meminta Tanggungan (Jaminan)
kepada yang berutang walaupun telah ada pencatatan/perjanjian antar pihak.
Namun dikarenakan sifatnya adalah sebuah perusahaan, yang dimana melayani
masyarakat secara umum, sehingga untuk mengenal antar individu sangat tidak
mungkin, maka dengan adanya jaminan (Tangguungan) dapat membuat
keyakinan yang memberi piutang yakin jika yang bersangkutan akan
menunaikan tanggung jawabnya kepada perusahaan, sesuai dengan apa yang
diperjanjikan antar pihak. tidak merubah, menambah, atau mengurangi apa lagi
menyangkali adanyan utang-piutang dinatara pihak. Sebagaimana dengan Q.S.
ALBAQARAH Ayat 283

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,


maka hendaklah yang dipercayai itumenunaikan amanatnya, dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya”

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai