Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN KEJANG DEMAM

DI SUSUN OLEH :
Yosi Cahyaningtiyas
2214901055

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG
KARANG PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022/2023

0 0
A. DEFINISI
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat
paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh. Kejang demam merupakan kejang yang terjadi
pada suhu badan tinggi (kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan
ektrakranial. Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Jadi
dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari peningkatan
suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang diakibatkan karena proses
ekstrakranium (Indrayati & Haryanti, 2020).
Definisi kejang demam menurut National Institutes of Health Consensus
Conference adalah kejadian kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara usia 3
bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tanpa adanya bukti-bukti infeksi
atau sebab yang jelas di intrakranial. Kejang Demam adalah suatu kejang yang terjadi
pada usia antara 6 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa
adanya tanda – tanda infeksi intracranial atau penyebab yang jelas. Kejang demam adalah
kejang yang terjadi pada saat seorang bayin atau anak mengalami demam tanpa infeksi
sistem saraf pusat. Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak (Rasyid et al., 2019)
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behaviordalam waktu
terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otakyang terjadi karena kenaikan
suhu tubuh >390C. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti
anaktidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detikatau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainansyaraf. Kejang
demam dapat berlangsung lama dan atau parsial (Kaya etal., 2021).

B. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam Menurut Maiti & Bidinger (2018) yaitu:
1. Faktor Genetika

0 0
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-50% anak
yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami
kejang demam.
2. Penyakit infeksi
a. Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharyngitis, tonsillitis, otitis media.
b. Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab demam
berdarah)
3. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam tinggi, demam pada anak paling sering disebabkan oleh :
a. ISPA
b. Otitis media
c. Pneumonia
d. Gastroenteritis
e. ISK
4. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari 30
mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat
badan lahir rendah atau hiperglikemia
5. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala
6. Neoplasma, toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka
merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan
kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat
7. Gangguan sirkulasi
8. Penyakit degenerative susunan saraf.

0 0
C. MANIFESTASI & KLASIFIKASI
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada pasien dengan kejang demam adalah sebagai
berikut (Nishiyama et al., 2021):
a. Demam tinggi >390C
b. b. Bola mata naik ke atas
c. Gigi terkatup
d. Tubuh, termasuk tangan dan kaki menjadi kaku, kepala terkulai kebelakang,
disusul gerakan kejut yang kuat
e. Gerakan mulut dan lidah yang tidak terkontrol
f. Lidah dapat seketika tergigit
g. Lidah berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan
h. Saat periode kejang, terjadi kehilangan kesadaran

Menurut (Hardika & Mahailni, 2019) kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada anak
umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C.
Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa detik/menit
dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu
keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya
sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan
fisik dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis
atau penyakit lain dari otak.
2. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion) biasanya
kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat
kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status
neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana.
3. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur
demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak mempunyai
kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi
merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12

0 0
bulan dengan kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka
pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya
meningitis.

D. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun
(Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI- ). Akibatnya konsentrasi ion K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan
enzim Na+/K+ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran ini dapat diubah oleh : Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular,
rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya, perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan (Hardika & Mahailni, 2019).
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnya ambang kejang seseorang
anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu (Sari et al., 2021).

0 0
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari
15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
(Wulandini et al., 2019).

0 0
0 0
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien denganpenyakit
kejang demam adalah sebagai berikut (Kaya et al., 2021):
a. Laboratorium darah
Pemeriksaan laboratorium darah berupa darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium dan fosfor dilakukan untuk mencari
etiologic kejang demam.
b. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan fokus
infeksinya
c. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal direkomendasikan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis
d. Radiologi
Neuroimaging dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan
neurologis
e. Elektroensefalografi (EEG)
Elektroensefalografi (EEG) direkomendasikan untuk menyingkirkan
kemungkinan epilepsi

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Maiti & Bidinger (2018). Pengobatan medis saat terjadi kejang
1. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan
kejang, dengan dosis pemberian:
a. 5 mg untuk anak < 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak > 3 tahun
b. 4 mg untuk BB < 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB > 10 kg 0,5 – 0,7
mg/kgBB/kali
2. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2 – 0,5 mg/kgBB.
Pemberian secara perlahan – lahan dengan kecepatan 0,5 – 1 mg/menit untuk
menghindari depresi pernafasan, bila kejang berhenti sebelum obat habis, hentikan

0 0
penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih
kejang, Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi dengan
baik.
3. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan –
lahan, kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM dan pasang
ventilator bila perlu. b Setelah kejang berhenti Bila kejang berhenti dan tidak
berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan pengobatan intermetten yang
diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang
diberikan berupa:
a. Antipirentik Parasetamol atau asetaminofen 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbanganefek samping berupa
hiperhidrosis.
b. Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
c. Antikonvulsan
d. Berikan diazepam oral dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulang
e. Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari Bila kejang
berulang Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asamn valproat
dengan dosis asam valproat 15
 40 mg/kgBB/hari dibagi 2 – 3 dosis, sedangkan fenobarbital 3
 5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
4. Pengobatan keperawatan saat terjadi kejang demam menurut adalah:
a. Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah ABC
(Airway, Breathing, Circulation)
b. Setelah ABC aman, Baringkan pasien ditempat yang rata untuk mencegah
terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah danger
c. Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah di bungkus kasa
d. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien yang bisa menyebabkan bahaya
e. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
f. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat

0 0
g. Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat
h. Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit dilepaskan

G. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA PENDUKUNG


1. Anamnesis
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan
orang tua., mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6
bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang : biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya
terasa panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak
c. Riwayat kesehatan : Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan
kejang demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan
intelegensi pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).
d. Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan
tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza. Riwayat nutrisi Saat
sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntahnya
3. Pemeriksaan Fisik
Pada anak yang mengalami kejang demam di perlukan pemeriksaan fisik untuk
mengetahui apakah ada kelainan yang terjadi pada anak meliputi.
a. Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis, dan terjadi
gejala mengantuk sesaat setelah kebangkitan

0 0
b. Tanda- tanda vital : Suhu : biasanya >38,0⁰C, Respirasi: pada usia < 12 bulan :
biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan - 40 kali/menit, Nadi : biasanya >100
x/i
c. Berat badan pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti, namun bisanya terjadi kekurangan cairan.
d. Kepala Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis
f. Mulut dan lidah Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah
tampak kotor
g. Telinga Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus
mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri
tekan mastoid
h. Hidung Biasanya penciuman baik, terdapat pernafasan cuping hidung, bentuk
simetris, mukosa hidung berwarna merah muda, terdapat otot bantu pernafasan
ketika kejang terjadi
i. Leher Biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada meliputi Thoraks : Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan, Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama,
Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi
k. Jantung Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung I: Ictus
cordis tidak terlihat P: Ictus cordis di SIC V teraba P: batas kiri jantung : SIC II
kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea
parasternalis kanan. A: BJ II lebih lemah dari BJ I
l. Abdomen biasanya lemas, datar, kembung, dan bising usus diatas normal
m. Ekstermitas : Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > detik, akral
dingin. Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral
dingin.

0 0
n. Penilaian kekuatan otot : Penilaian Kekuatan Otot Respon Skala : Kekuatan otot
tidak ada : 0 ,Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada : 1 ,Dapat digerakkan,
mampu terangkat sedikit : 2 ,Terangkat sedikit < 450 , tidak mampu melawan
gravitasi : 3 ,Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan
tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi : 4 ,Kekuatan otot normal : 5

H. DIAGNOSA KPERAWATAN
1. Hipertermia b.d Proses Penyakit
2. Resiko Cedera b.d Kegagalan Mekanisme Pertahanan Tubuh
3. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan inervasi diafragma

I. TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan
1 Hipertemia b.d Proses Setelah dilakukan Observasi
Penyakit tindakan keperawatan - Identifikasi penyebab
selama 1x24 jam hipertermia (mis,
diharapkan termoregulasi dehidrasi, terapar
membaik dengan kriteria lingkungan panas)
hasil : - Monitor suhu tubuh
- Suhu tubuh membaik - Monitor kadar elektrolit
- Kejang menurun - Monitor komplikasi
- Menggigil menurun akibat hipertemia
- Pucat menurun Terapeutik
- Hipoksia menurun - Sediakan lingkungan
yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian
- Berikan cairan oral
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh

0 0
- Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
2 Resiko Cedera b.d Setelah dilakukan Observasi
Kegagalan Mekanisme tindakan keperawatan - Idenifikasi area
Pertahanan Tubuh selama 1x24 jam lingkungan yang
diharapkan tingkat cedera berpotensi menyebabkan
menurun dengan kriteria cedera
hasil : - Identifikasi obat yang
- Kejadian cedera berpotensi menyebabkan
menurun cedera
- Luka menurun - Identifikasi kesesuaian
- Gangguan mobilisasi alas kaki atau stoking
menurun elastis ada ekstremitas
- Toleransi aktifitas bawah
meningkat Terapeutik
- Sediakan pencahayaan yang
memadai
- Diskusikan megenai latihan
dan terapi fisik yang
diperlukan
- Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
- Gunakan pengamanan tempat

0 0
tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
- Tingkatkan frekuensi
observasi dan pegawasan
pasien
Edukasi
- Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan
duduk selama beberapa
menit sebelum berdir
3 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi
b.d kerusakan inervasi tindakan keperawatan - Monitor pola napas
diafragma selama 1x24 jam (frekuensi, kedalaman )
diharapkan pola nafas - Monitor bunyi napas
membaik dengan kriteria tambahan (gurgling , mengi ,
hasil : wheezing , ronkhi kering )
- Dispnea menurun Terapeutik
- Penggunaan otot bantu - Posisikan semi fowler
napas menurun atau fowler
- Frekuensi napas - Berikan minum
membaik hangat
- Kedalaman napas - Berikan oksigen jika
membaik perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 2000 ml / hari

0 0
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator , ekspektoran,
mukolotik jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Kaya, M. A., Erin, N., Bozkurt, O., Erkek, N., Duman, O., & Haspolat, S.
(2021).Changes of HMGB-1 and sTLR4 levels in cerebrospinal fluid of patientswith
febrile seizures. Epilepsy Research, 169, 1-5.https://doi.org/10.1016/j.eplepsyres.2020.
106516
Maiti, & Bidinger. (2018). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699
Nishiyama, M., Ishida, Y., Tomioka, S., Hongo, H., Toyoshima, D., &
Maruyama,A. (2021). Prediction of AESD and neurological sequelae in febrile
statusepilepticus. Brain and Development.https://doi.org/10.1016/j.braindev.2021.01.004
SDKI, Tim. Pokja. DPP. PPPNI. (2016). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
SLKI, Tim. Pokja. DPP. PPPNI. (2016). Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
SIKI, Tim. Pokja. DPP. PPPNI. (2016). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

0 0

Anda mungkin juga menyukai