Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERENCANAAN PROGRAM PENINGKATAN PEMBERIAN ASI


SELAMA WAKTU KERJA

Dosen Pengampuh : NS. ANI RETNI, M.KEP

Disusun Oleh:
ISMAIL DJAUHARI

KELAS PERALIHAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
TA 2023/2024
A. Program pemberian asi di tempat kerja

1
World Health Organization (WHO) dan United Nations International Children's
(UNICEF) dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding mengatur pola
pemberian makan terbaik pada bayi dari lahir sampai usia 2 tahun untuk meningkatkan
kualitas kesehatan pada bayi dan anak dengan cara memberikan air susu ibu (ASI) kepada
bayi segera dalam waktu satu jam setelah bayi lahir, memberikan ASI saja atau pemberian
ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 (enam) bulan, memberikan makanan
pendamping air susu ibu (MPASI) sejak bayi berusia 6 (enam) bulan sampai 24 bulan serta
meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. WHO tahun 2012
menunjukkan hanya sekitar 38 persen bayi usia 0-6 bulan diseluruh dunia yang diberi ASI
eksklusif dimana target pemberian ASI eksklusif meningkat menjadi 50 persen di tahun 2025.
Menyusui 0-23 bulan dapat menyelamatkan lebih dari 230.000 nyawa anak-anak dibawah 5
tahun setiap tahunnya (Agustia, 2023)

Mengapa pemberian ASI itu penting? ASI sebagai dasar bagi kesehatan dan
perkembangan bayi dan anak. Pemberian ASI eksklusif mencegah 1,4 juta kematian anak
berusia di bawah lima tahun di negara-negara berkembang (Lancet, dalam Fatmah, Anak
sebagai generasi penerus bangsa yang merupakan aset yang sangat berharga berhak
mendapatkan perlindungan dengan diberikan nutrisi terbaik yang mengandung zat gizi untuk
pertumbuhan dan perkembangannya, hal ini ditegaskan dalam Permenkes 450/2004Masalah
dalam pemberian ASI di Indonesia berdasarkan hasil analisis Riskesdas 2010 antara lain
persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai enam bulan sebesar 15,3%; persentase
inisiasi menyusu dini kurang dari satu jam setelah lahir sebesar 29,3%; sebagian besar bayi
mulai disusui pada kisaran waktu 1-6 jam setelah lahir, persentase proses menyusui bayi
setelah 48 jam sebesar 11,1%; serta persentase pemberian kolostrum oleh ibu kepada bayinya
cukup baik yaitu sebesar 74,7% (Yuliana, 2019)

2
Dukungan pemberian ASI telah banyak dituliskan, baik itu merupakan program WHO
untuk semua negara di dunia, maupun di Indonesia melalui program pemerintah yang
dituangkan dalam perundang-undangan, peraturan pemerintah (PPI, atau peraturan menteri
kesehatan (Permenkes). Menyusui membutuhkan perlindungan dari promosi susu formula
walaupun ibu sudah menyusui dengan benar. Sering kali ibu menghentikan ASI bila sudah
mulai memberikan makanan pendamping ASI, dengan demikian fasilitas kesehatan dan
petugas kesehatan mempunyai tanggung jawab yang penting dalam melindungi pemberian
ASI. Oleh karena itu, diperlukanlah peraturan perundangan baik yang bersifat internasional
maupun nasional untuk melindungi ibu menyusui (Yuliana, 2019)

Pemberian ASI eksklusif juga telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan
No. 48/MEN.PP/XII/2008, PER. 27/ MEN/XII/2008, dan 1177/MENKES/PB/XII/2008
Tahun 2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat
Kerja. Peraturan Bersama tersebut antara lain menyebutkan bahwa Peningkatan Pemberian
ASI selama waktu kerja di tempat kerja adalah program nasional untuk tercapainya
pemberian ASI eksklusif 6 (enam) bulan dan dilanjutkan pemberian ASI sampai anak
berumur 2 (dua) tahun (lihat Pasal 1 angka 2). (wirakhmi, 2021)

Berdasarkan Peraturan Bersama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertugas dan
bertanggung jawab mendorong pengusaha/pengurus serikat pekerja/serikat buruh agar
mengatur tata cara pelaksanaan pemberian ASI dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian
Kerja Bersama dengan mengacu pada ketentuan Peraturan Perundang- undangan
Ketenagakerjaan (lihat Pasal 3 ayat [2] huruf a). (wirakhmi, 2021)

Pemerintah dan daerah dalam hal promosi susu formula dan produk lain, mengatur
pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama, pojok ASI di tempat kerja maupun
sarana umum serta kelonggaran bagi karyawan perempuan yang menyusui. Namun, dalam
konteks pelanggaran terhadap pemberian ASI, UU Kesehatan mengatur adanya sanksi pidana
yaitu dalam Pasal 200 dan Pasal 201, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 200 "Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu
ibu eksklusif sebagaimana Bahan dengan dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah)." (wirakhmi, 2021)

3
Pasal 201 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat
(1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan
oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal
196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200. (2) Selain pidana denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan. Berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan/atau

b. pencabutan status badan hokum

B. Perencanaan program pemberian asi di tempat kerja

Salah satu upaya untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif sebagai upaya
untuk mempercepat pembangunan kesehatan adalah dengan memberikan perlindungan
hukum terhadap pemberian ASI eksklusif. Beberapa ketentuan hukum terkait itu telah
dibentuk. Misalnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air
Susu Ibu Eksklusif. PP tersebut misalnya mengatur mengenai tanggung jawab pemerintah
dan pemerintah daerah, pendoro ASI hingga informasi dan edukasi mengenai ASI.
Sebelumnya Undang- Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ada memuat
ketentuan mengenai pemberian ASI eksklusifMisalnya di Pasal 128 dan Pasal 129. Masing-
masing menyebutkan bahwa:

Pasal 128

(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif

sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan
fasilitas khusus. (3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

Pasal 129

(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan

4
kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara
eksklusif. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah (Novidiantoko, 2019)

Pelaksanaan program ASI eksklusif di tempat kerja menyatakan bahwa akan membuat
kelompok pendukung ASI. Pihak Pemberdayaan Perempuan akan melaksanakan kegiatan
Kabupaten Layak Anak, pihak Dinas Tenaga kerja akan menghimbau atasan kerja untuk
menyediakan ruang menyusui dan membuat peraturan waktu kerja untuk ibu menyusui yang
bekerja, sedangkan Puskesmas akan memberitahu tentang ASI kepada ibu-ibu hamil dan
menyusui yang datang ke wilayah kerja Puskesmas. (Agustia, 2023)

Permasalahan yang terjadi di pelaksanan adalah tidak sanksi tegas kepada tempat kerja
jika tidak ada melaksanakan kewajiban tersebut dan Petugas lapangan yang kurang
mengetahui mengenai manajemen laktasi. Solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan ini adalah membuat peraturan daerah yang mengatur mengenai ASI eksklusif
di tempat kerja, melakukan penyuluhan dan pelatihan mengenai manajemen laktasi kepada
petugas gizi di lapangan. (Agustia, 2023)

Pengawasan adalah suatu proses untuk menjamin bahwa pelaksanaan


kegiatan/pekerjaaan sesuai dengan rencana, pendoman, ketentuan kebijakan, tujuan dan
sasaran yang sudah ditentukan tercapai. Pemantauan dilakukan untuk mengetahui
perkembangan maupun permasalahan serta menemukan pemecahan dalam pengelolaan dan
pelaksanaan ASI eksklusif di tempat kerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
(Agustia,2023)

Indikator ASI eksklusif di tempat kerja menurut Kemenkes adalah sebagai berikut
Indikator input; adanya perencanaan mengenai ruang ASI, adanya sarana dan prasarana
Ruang ASI sesuai dengan standar minimal dan sesuai kebutuhan, adanya tenaga kesehatan
dan/atau tenaga non kesehatan sebagai tenaga terlatih pemberian ASI, adannya pendanaan
yang dilarang bersumber dari produsen atau distributor susu formula bayi. Indikator proses,
pengurus tempat kerja mendukung perencanaan, pembinaan dan pengawasan dilakukan
melalui advokasi, sosialisasi dan bimbingan teknis peningkatan pemberian ASI eksklusif,
dilaksanakan monitoring dan evaluasi. (Agustia,2023)

5
Temuan penulis diketahui bahwa ASI eksklusif di tempat kerja sudah mulai berjalan
walaupun masih ada instansi-instansi tempat kerja belum melakukan seperti penyediaan
ruang menyusui, ruang menyusui yang belum memenuhi kriteria minimal dan sesuai
kebutuhan, pemberian kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI kepada
bayi atau memerah ASI selama waktu kerja, pembuatan peraturan yang mendukung
keberhasilan program ASI eksklusif, dan penyediaan tenaga terlatih. Upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan ASI eksklusif di tempat kerja yaitu meningkatkan sosialisasi
ke tempat-tempat kerja, melakukan penyuluhan mengenai ASI esklusif pada ibu-ibu bekerja.
Monitoring dan evaluasi rutin ke tempat-tempat kerja. (Agustia,2023)

Secara umum dapat disimpulkan ASI eksklusif khususnya di tempat bekerja belum
berjalan optimal. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan capaian ASI eksklusif
yaitu membuat kebijakan khusus mengenai ASI eksklusif di tempat kerja untuk
meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, Pemerintah daerah terhadap
pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja. (Agustia,2023)

Untuk merencanakan program peningkatan pemberian ASI eksklusif pada jam keja, dapat
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyediakan tenaga terlatih untuk memberikan konseling dan dukungan bagi ibu
menyusui di tempat kerja.
2. Membuat ruangan laktasi dan menyediakan fasilitas yang diperlukan bagi ibu
menyusui.
3. Mendorong sikap pasitif terhadap menyusui dikalangan rekan kerja dan atasan
4. Memberikan jadwal kerja yang fleksibel dan waktu istirahat yang cukup bagi ibu
menyusui.
5. Melakukan kegiatan pendidikan dan promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran akan pentingnya ASI dan manfaat bagi ibu dan anak.
6. Mengembangkan rencana strategi untuk program tersebut, termasuk mekanisme
pemantuaan dan evaluasi.

6
DAFTAR PUSTAKA

Agustia, N. (2013). penerbit NEM. Tips pemberian asi pada ibu bekerja, indonesia .

Novidiantoko, D. (2019). PENERBIT DEEPBLISH (Grup Penerbitan CV Budi Utama. KOLASE HUKUM,
REFORMASI BIROKRASI, DEMOKRASI DAN NASIONALISME, 46-47.

wirakhmi, I. N. (2021). PT.Nasya expanding management. Anatomi fisiologi dalam kehamilan, Jawa
Tengah.

Yuliana, W. (2019). yayasan ahmar cendekia indonesia. Darurat stunting dengan melibatkan
keluarga, sulawesi selatan.

7
LAMPIRAN

8
9
10
11

Anda mungkin juga menyukai