Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KETERSEDIAAN RUANG LAKTASI TERHADAP

PEMANFAATAN PADA IBU MENYUSUI DALAM PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF DI PUSKESMAS SENTANI TAHUN 2021

Disusun Oleh :

EKA SULISTIYORINY

NIM. P0 71 24 6 20 004

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK

KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA PROGRAM STUDI DIPLOMA IV

KEBIDANAN TAHUN 2021


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................8
C. Tujuan Penelitian.................................................................................8
1. Tujuan Umum........................................................................................8
2. Tujuan Khusus.......................................................................................8
D. Manfaat Penelitian (langsung saja, bagi masyarakat, pendidikan,
peneliti dll)..........................................................................................10
1. Manfaat Teoritis...................................................................................10
2. Manfaat Praktis...................................................................................10
E. Keaslian Penilitian...............................................................................12
BAB II........................................................................................................17
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................17
A. ASI EKSKLUSIF.............................................................................17
C. Ruang Laktasi...............................................................................44
D. Kerangka Teori..............................................................................52
E. Kerangka Konsep.........................................................................53
F. Definisi Operasional..........................................................................54
G. Hipotesis Penelitian......................................................................54
H. Hipotesis........................................................................................55
BAB III.......................................................................................................56
METODE PENELITIAN.............................................................................56
A. Rancangan Penelitian...................................................................56
B. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................56
C. Populasi dan Sampel Penelitian..................................................57
D. Instrumen Penelitian.....................................................................58
E. Pengumpulan Data.......................................................................59
F. Pengolahan Data...............................................................................59
G. Analisis Data..................................................................................60
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sustainable Development Goals (SDG’s) atau Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan 2030, menyusui merupakan salah satu langkah pertama bagi

seorang manusia untuk mendapatkan kehidupan yang sehat dan sejahtera.

Sayangnya, tidak semua orang mengetahui hal ini (Kemenkes RI, 2015).

WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi

Innocenti (Innocenti Declaration) yang dilahirkan di Innocenti, Italiat pada

tahun 1990 yang bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan memberi

dukungan pada pemberian ASI. Deklarasi yang juga ditandatangani

Indonesia ini memuat hal-hal berikut : “Sebagai tujuan global untuk

meningkatkan Kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka

semua ibu dapat memberikan ASI Eksklusif dan semua bayi diberi ASI

Eksklusif sejak lahir sampai usia 4-6 bulan.

Menyusui merupakan salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan

hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial, serta ekonomi

individu. Angka kematian bayi menjadi salah satu indikator penting untuk

mengetahui derajat kesehatan di suatu negara, dan bahkan untuk mengukur

tingkat kemajuan suatu bangsa. Salah satu cara untuk menekan angka

kematian bayi adalah dengan memberikan makanan terbaik, yaitu air susu

ibu (ASI). Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mengurangi


hingga 13 persen angka kematian balita. ASI Eksklusif penting bagi bayi

dibawah 6 bulan dan pemberian ASI sampai umur 24 bulan mendukung

1000 hari pertama kehidupan (Kemkes, 2019).

Pemberian ASI eksklusif sampai enam bulan dan dapat dilanjutkan

sampai usia dua tahun juga mendapat perhatian serius dari pemerintah dan

kembali dituangkan dalam Kepmenkes RI. No. 450/MENKES/IV/2004

tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi di

Indonesia. Pemerintah juga menegaskan tentang pemberian ASI eksklusif

yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 dalam

pasal 6 yang menyatakan bahwa setiap ibu yang melahirkan harus

memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya (Kemenkes RI,

2014).

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan

Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang ASI Eksklusif menyebutkan

bahwa pemerintah, keluarga dan masyarakat harus mendukung pemberian

ASI eksklusif. Penyelenggara tempat sarana umum serta pengurus tempat

kerja harus menyediakan fasilitas yang mendukung program ASI Eksklusif

yaitu Ruang Laktasi.

Ruang laktasi merupakan ruangan untuk menyusui bayi, memerah

ASI, menyimpan ASI perah, dan/atau konseling menyusui/ASI yang

dilengkapi dengan prasarana menyusui dan memerah ASI yang dijelaskan

dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2013 tentang Tata


Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu

Ibu. Penyediaan ruang laktasi ini bertujuan untuk memberikan

perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif dan memenuhi

hak anak untuk mendapatkan ASI Eksklusif, meningkatkan peran dan

dukungan keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah

terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Pemerintah sudah melakukan sosialisasi tentang ruang laktasi

dengan cara melakukan pembagian brosur kepada masyarakat terutama

ibu-ibu menyusui, akan tetapi sebagian orang menganggap bahwa

keberadaan ruang laktasi kurang penting dan bukan menjadi prioritas.

Padahal dengan adanya ruang laktasi di tempat-tempat umum dan tempat

bekerja akan sangat membantu aktivitas ibu menyusui dalam memberikan

ASI eksklusif (Depkes, 2012).

Pemberian Asi Eksklusif adalah makanan dan minuman bayi hanya

minum ASI saja selama 6 bulan. Cakupan bayi yang diberi ASI Eksklusif

pada tahun 2019 mengalami kenaikan yaitu 18.1% tahun 2018 menjadi

21.3% pada tahun 2019 tertinggi dicapai Puskesmas Depapre 75 %

sedangkan yang terendah di Puskesmas Nimbokrang 4.2%.(Depkes RI,

2020). Sedangkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia pada tahun 2020

sebesar 66,02%, cakupan ini masih dibawah target yang telah di tetapkan

yaitu sebesar 80%. (RAKERNAS, 2020).

Beberapa tantangan dalam pemberian ASI salah satunya dihadapi


oleh para ibu bekerja yang merasa kesulitan untuk memberikan ASI

maupun memerah ASI pada waktu kerja, baik dikarenakan tidak adanya

fasilitas, cuti melahirkan yang tidak fleksibel sampai tidak diberikannya

kesempatan menyusui (Depkes RI, 2015).

Pada tahun 2012 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor

15 tentang tata acara penyediaan fasilitas khusus menyusui atau memerah

air susu ibu seperti ruang laktasi. Penggunaan ruang laktasi di Indonesia

masih terbilang minim, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan

fasilitas ruang laktasi yang belum memadai. Menurut Pratiwi (2016),

terdapat dua faktor yang berhubungan dengan ruang laktasi, diantaranya

adalah pengetahuan tentang manajemen laktasi dan dukungan lingkungan

kerja (dukungan dari atasan, rekan kerja dan sesama ibu menyusui).

Dengan adanya dua faktor tersebut, diharapkan partisipasi ibu dalam

menggunakan ruang laktasi meningkat. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi pemanfaatan ruang laktasi yaitu: faktor pendidikan, faktor

pekerjaan, faktor umur, faktor sumber informasi, faktor sosial budaya dan

faktor pengalaman pribadi (Sefiana, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Anun Indiana (2013), mengenai

hubungan antara pengetahuan ibu bekerja tentang manajemen laktasi dan

dukungan tempat kerja menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada

ibu bekerja di wilayah kerja Puskesmas Sentani. Pengetahuan yang baik


akan menimbulkan keinginan ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya dengan memanfaatkanya pojok laktasi yang terdapat ditempat ibu

bekerja. Hasil wawancara penulis yang telah dilakukan kepada 5 ibu

menyusui yang bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi didapatkan bahwa 1

ibu (20%) menyatakan memberikan ASI kepada bayinya sehingga ibu

tersebut menggunakan ruang laktasi untuk memerah, sedangkan 4 ibu

(80%) menyatakan tidak menggunakan ruang laktasi karena sudah

memberikan bayinya susu formula. Alasan ibu-ibu tersebut tidak

menggunakan ruang laktasi selain karena waktu bekerja yang padat juga

karena memberikan susu formula dirasakan lebih praktis dan mudah.

Ruang laktasi yang terdapat di Dinas Kesehatan Provinsi pun baru

terbentuk kurang lebih satu tahun.

(Untuk latar belakang perlu data WHO, indonesia, papua, kab

jayapura lalu puskesmas sentani ttg cakupan asi eksklusif) belum ada/ blm

mewakili penjelasannya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH KETERSEDIAAN RUANG

LAKTASI TERHADAP PEMANFAATAN PADA IBU MENYUSUI DALAM

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS SENTANI TAHUN 2021”.


B. Rumusan Masalah

Penggunaan ruang laktasi untuk menunjang keberhasilan pemberian ASI

eksklusif telah diatur dalam peraturan pemerintah, namun nyatanya

penggunaan ruang laktasi di Indonesia masih terbilang minim. Hal ini

disebabkan oleh pengaruh adanya ketersediaan ruang laktasi terhadap

pemanfaatan pada ibu menyusui dalam pemberian ASI eksklusif serta

sosisalisasi dan edukasi tentang ruang laktasi tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah

penelitian adalah sebagai berikut : “ Apakah ada Pengaruh Pengaruh

Ketersediaan Ruang Laktasi Terhadap Pemanfaatan pada Ibu Menyusui

dalam Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Sentani 2021?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Ketersediaan

Ruang Laktasi Terhadap Pemanfaatan pada Ibu Menyusui dalam

Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Sentani 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu menyusui tentang ruang

laktasi terhadap Pemanfaatan pada ibu Menyusui dalam

pemberian ASI Ekslusif di Puskesmas Sentani.


b. Untuk mengetahui Pengaruh Ketersediaan Ruang Laktasi

Terhadap Pemanfaatan pada Ibu Menyusui dalam Pemberian ASI

Eksklusif di Puskesmas Sentani 2021.

c. Untuk mengetahui apakah dimanfaatkan ruang laktasi oleh ibu

menyusui di Puskesmas Sentani.

d. Untuk mengetahui Faktor yang Mempengaruh Ketersediaan

Ruang Laktasi Terhadap Pemanfaatan pada Ibu Menyusui dalam

Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Sentani 2021.(kalimatnya

disusun agar lebh mudah di pahami)

3. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dibidang kesehatan Ibu dan

Anak yang mengidentifikasi Pengaruh Ketersediaan Ruang Laktasi

Terhadap Pemanfaatan pada Ibu Menyusui dalam Pemberian ASI

Eksklusif di Puskesmas Sentani 2021.


D. Manfaat Penelitian (langsung saja, bagi masyarakat, pendidikan,

peneliti dll)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dibidang

kesehatan Ibu dan anak. Penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ruang laktasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan wawasan yang

bermanfaat bagi perkembangan ilmu Pendidikan Kebidanan

khususnya mengenai ASI Eksklusif.

b. Bagi Petugas Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi tenaga kesehataan

untuk menjadi motivasi yang baik dalam meningkatkan pelayanan dan

keberhasilan ASI Eksklusif

c. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan masyarakat leisadar dan ikut aktif dalam

rangka menyuskseskan ASI eksklusif di lingkungan sekitar dengan

mendukung para ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif.


d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penlitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan

referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian serupa yang

berhubungan dengan peran Bidan terhadap ASI Eksklusif.


E. Keaslian Penilitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

JENIS PENELITIAN/ ANALISA

NO JENIS/PENELITI/ DATA HASIL PERBEDAAN

. TAHUN/JUDUL
1. Jurnal/Ida Susila/2018/ Desain penelitian ini secara Hasil Penelitian menunjukkan Desain penelitian,

Pengaruh Ketersediaan Kuantitatif dan kualitatif bahwa nilai p=0,406 > 0,05 Populasi, Waktu

Fasilitas Kesehatan dengan rancangan studi cross sehingga bisa disimpulkan bahwa penelitian, Tempat

terhadap Perilaku Ibu sectional. tidak ada hubungan antara penelitian dan

dalam Pemberian ASI Populasi dalam penelitian ini ketersediiaan fasilitas kesehatan Teknik sampling

Eksklusif adalah semua ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif.

bayi 0-6 bulan berjumlah 86 Analisis multivariate menunjukkan

orang yang memenuhi inklusi. peran penolong persalinan (Exp :

Analisis yang digunakan uji chi 42, 871), dukungan keluarga (exp

square dengan tingkat B = 38, 707) dan sikap terhadap

kepercayaan tradisi pemberian ASI dan

12
0,05, sedangkan analisis makanan Tambahan (Exp B=

multivariat menggunakan 12,079)

regresi logistik.

2. JurnalArum Haryany Penelitian ini menggunakan Hasil uji statistik Chi Square Desain Penelitian,

Sutrisno dan Fitria metode analisis komparasi diperoleh p value = 0,000 artinya Populasi, Waktu

Siswi Utami/2015/ dengan desain kohort ada penelitian, Tempat

Ketersediaan Ruang retrospektif. Populasi dalam pengaruh ketersediaan ruang penelitian, teknik

Menyusui Terhadap penelitian ini adalah ibu menyusui terhadap pemberian ASI sampling

ASI Eksklusif Pada Ib menyusui yang memiliki bayi eksklusif.

Bekerja di Sleman usia > 6 bulan sampai 12 Ketersediaan ruang menyusui

Yogyakarta bulan menggunakan memperkuat pemberian ASI

teknik pengambilan sampel eksklusif pada ibu

yaitu Simple Randon bekerja di Sleman, Yogyakarta

Sampling. Pemberian ASI Tahun 2015

eksklusif oleh ibu bekerja di

13
tempat yang tersedia ruang

menyusui mayoritas

memberikan ASI sebanyak 37

ibu (69,82%). Ibu bekerja di

tempat yang tidak

tersedia ruang menyusui

mayoritas tidak memberikan

ASI eksklusif sebanyak 34

ibu (64,15%).

3. Jurnal/ Is Jenis penelitian yang Hasil Uji chi Desain Penelitian,

Susiloningtyas dan digunakan adalah explanatory square faktor usia dengan Populasi, Waktu

Dewi Ratnawati/2017/ research, yaitu bertujuan untuk pemanfaatan Ruang Laktasi penelitian, Tempat

Faktor-faktor Yang menguji suatu hipotesis dari didapatkan nilai p value 0,06 penelitian, teknik

Mempengaruhi hubungan sehingga tidak sampling

Pemanfaatan Ruang antara variabel. Adapun ada hubungan antara faktor usia

14
Laktasi di Puskesmas pendekatannya menggunakan dengan pemanfaatan Ruang

Gunung Pati, rancangan cross sectional Laktasi sedangkan hasil uji chi

Semarang dengan sampel square

penelitian 99 orang. Analisa faktor pendidikan, persepsi dan

data menggunakan analisis motivasi dengan pemanfaatan

univariabel dan bivariabel. Ruang Laktasi didapatkan nilai p

Jenis Metode penelitian : value

menggunakan metode survei 0,05 sehingga ada hubungan

analitik. antara faktor pendidikan, persepsi

Populasi pada penelitian ini dan motivasi dengan pemanfaatan

adalah Bidan yang berada di Ruang Laktasi. Sarannya adalah

wilayah kerja Puskesmas melakukan sosialisasi

Sruwohrejo, Kecamatan Butuh, pemanfaatan ruang laktasi.

Kabupaten Purworejo

sebanyak 14 responden.

15
16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASI EKSKLUSIF

1. Definisi ASI EKSKLUSIF

Air Susu Ibu ( ASI ) merupakan bahan makanan utama bayi yang

disekresikan oleh kelenjar payudara ibu yang berupa suatu emulsi

lemak dalam larutan protein , laktosa dan garam-garam organik

(Soetjiningsih, 1997). ASI juga dapat dimengerti sebagai minuman alami

yang sangat

diperlukan bayi dalam masa awal hidupnya utamanya dalam beberapa

bulan

di awal kehidupannya (Nelson dan Kliegman , 2008). Kemudian Sunardi

(2008) juga mengemukakan bahwa ASI merupakan suatu bahan

makanan

bagi bayi selama dua tahun pertama kehidupannya yang Allah ciptakan

bahan makanan tersebut keluar melalui payudara seorang ibu.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa ASI

merupakan suatu bahan makanan alami bagi seorang bayi dan

mengandung

banyak zat gizi yang yang diciptakan Allah melalui perantara seorang

ibu,

17
dimana bahan makanan tersebut dikeluarkan melalui payudara ibu dan

berguna untuk menunjang kehidupan si bayi hingga dua tahun pertama

kehidupannya terutama pada beberapa bulan awal masa kehidupannya.

2. Komponen ASI

ASI merupakan suatu bahan makanan alami namun sangat kaya akan

zat gizi, bahkan meskipun dalam 6 bulan pertama kehidupan bayi hanya

diberikan ASI saja tanpa zat tambahan lainnya, kecukupan nutrisinya

sudah sangat terpenuhi dan memberikan efek positif untuk kehidupannya

dimasa datang. Bahkan hal tersebut tidak dapat ditandingi oleh susu

formula atau susu botol semahal dan sebagus apapun.

Pembagian ASI Menurut Stadium Laktasi

a. Kolostrum

Merupakan cairan yang pertama kali disekresikan oleh kelenjar

payudara dan diterima bayi yang bersifatkental, berwarna

kekuningan, dan lengket. Biasanya kolostrum muncul hingga hari

ketiga atau hari keempat setelah bayi lahir. Kolostrum mengandung

tinggi protein (imunoglobulin), laktosa, lemak, mineral, vitamin, dan

zat lainnya. Kandungan imunoglobulin (IgA, IgG dan IgM) kolostrum

merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan ASI transisi dan

ASI Matur, sehingga memberikan efek proteksi dari antibodi yang

paling tinggi. Selain itu, efek menguntungkan lainnya dari kolostrum

adalah sebagai pembersih usus bayi dari mekonium dan membantu

18
agar saluran pencernaan bayi lebih siap dalam menghadapi bahan

makanan selanjutnya (Dewi dan Sunarsih, 2011)

b. ASI Transisi atau Peralihan

Merupakan cairan ASI yang keluar setelah kolostrum, yakni kira-kira

pada hari ke empat sampai sepuluh. Pada fase ini, protein akan

menurun, namun karbohidrat dan lemak akan meningkat jumlahnya.

Semakin berjalannya waktu , maka volume ASI pun semakin

meningkat (Dewi dan Sunarsih, 2011)

c. ASI Matur

Merupakan cairan ASI yang berwarna putih kekuningan dikarenakan

mengandung Ca-caseinat, riboflavin dan karoten dan disekresikan

mulai hari ke sepuluh hingga seterusnya. Kandungan dalam ASI

matur relatif konstan dan semakin menyesuaikan dengan kondisi

bayi, dimana semakin tinggi akan laktosa , lemakdan nutrisi

sehingga membuat bayi menjadi lebih cepat kenyang. Faktor-faktor

antimikroba juga teradapat didalamnya misalnya selsel limfosit,

protein, komplemen, enzim-enzim dan lain-lain (Dewi dan Sunarsih

2011).

19
3. Manfaat ASI

ASI memiliki banyak manfaat yang tidak hanya dirasakan oleh si bayi

namun juga oleh orang tuanya. Manfaat ASI akan semakin optimal jika

pemberiannya dilakukan secara eksklusif, diantaranya yaitu ( Roesli,

2000):

a. Sebagai nutrisi

ASI yang dihasilkan oleh ibu terdiri dari tiga jenis yakni kolostrum,

ASI transisi dan ASI matur atau matang. Setiap jenis dari ASI ini

sudah ciptakan Allah SWT sesuai dengan tahap pertumbuhan

kembang bayi. Oleh karena itu meskipun bayi hanya diberi ASI saja

maka kebutuhan gizi nya sudah akan tercukupi

b. Meningkatkan daya tahan tubuh

Kekebalan tubuh yang dimiliki oleh bayi pada saat fase pertama

kehidupannya, masih didapatkan dari bawaan ibunya. Namun,

kekebelan tersebut semakin lama semakin berkurang. Padahal, bayi

baru bisa memproduksi kekebalan tubuhnya sendirri kira - kira

setelah berusia sembilan bulan. Oleh karena itu, dengan adanya

asupan ASI, maka dapat mendukung ketahanan tubuh bayi.

c. Meningkatkan kecerdasan

20
Kecerdasan dipengaruhi oleh du faktor yakni genetik dan faktor

lingkungan. ASI bertindak sebagai salah satu komponen dalam

faktor lingkungan yakni aspek asuh yang nutrisinya berguna untuk

menunjang pertumbuha otak bayi misalnya taurin, laktosa, DHA,

AA, omega – 3 dan omega – 6, dimana zat-zat ini hanya terdapat

dalam jumlah sedikit pada susu sapi. Memperkuat jalinan kasih

sayang Ketika ibu menyusui si bayi, maka ibu dan bayinya berada

dalam keadaan yang sangat intim atau dekat karena bayi dapat

merasakan kontak kulit, berada dalam dekapan ibu dan juga dapat

mendengar suara detak jantung ibu

d. Klasifikasi menyusui

Ketika berbicara mengenai ASI, maka hal tersebut tidak bisa

dipisahkan dari menyusui. Berikut ini terdapat tiga jenis variasi

dalam proses menyusui dibedakan atas dasar ada atau tidaknya zat

tambahan makanan atau minuman lain serta substansinya yang

diberikan ke bayi selama proses menyusui , diantaranya yaitu:

1) Menyusui Eksklusif

Merupakan suatu kondisi dimana bayi hanya diberikan asupan

ASI saja tanpa disertai bahan tambahan lainnya kecuali obat,

vitamin atau mineral (WHO, 2006). Lebih jelasnya lagi, yaitu

selama 24 jam pertama bayi hanya diberi ASI saja tanpa

tambahan yang lain (Riskesdas ( 2010) dalam Kemenkes RI ,

21
2014)

2) Menyusui Predominan

Menurut Riskesdas (2010) dalam Kemenkes RI (2014)

Merupakan suatu kondisi dimana bayi masih disusui namun

selama 24 jam pertama sejak kelahiran pernah diberikan zat

tambahan lain selain ASI, misal air putih atau teh.

3) Menyusui Parsial

Merupakan suatu kondisi dimana bayi tetap diberi ASI namun

juga diberikan makanan buatan selain ASI pada saat usianya

sebelum enam bulan, baik secara terus menerus atau tidak

(Riskesda, 2010 dalam Kemenkes RI , 2014).

4. Pemberian ASI Eksklusif

Pengertian ASI ekslusif menurut PP RI No 33 Tahun 2012 Tentang

Pemberian ASI eksklusif yaitu bayi hanya diberikan ASI saja mulai dari

sejak dilahirkan hingga berusia enam bulan tanpa tambahan atau

mengganti dengan makanan atau minuman lain (Kemenkes RI, 2012) .

Adapun durasi pemberian ASI ekslusif yang di rekomendasikan oleh

WHO dan Pemerintah RI yakni selama enam bulan pertama semenjak

bayi dilahirkan, kemudian pemberian ASI bisa diteruskan hingga anak

berusia dua tahun. Rekomendasi tersebut diambil berdasarkan

keefektifan yang dimiliki oleh ASI eksklusif dalam menangkal penyakit-

penyakit terutama untuk bayi (Kemenkes RI, 2014) . Para ahli

22
mengemukakan bahwa hingga enam bulan pertama manfaat ASI terus

meningkat, sehingga akan sangat baik jika ASI saja yang diberikan pada

bayi pada periode tersebut dan bayi yang sehat kebutuhan asupannya

sudah dapat tercukupi meskipun dengan diberikan ASI saja (Roesli,

2000).

Mengingat begitu pentingnya ASI ekslusif ini, maka Pemerintah

Indonesia pun sangat mendukung penuh akan hal ini. Agar ibu merasa

terlindungi dan aman untuk memberikan ASI ekslusifnya kepada bayi,

Pemerintah Indonesia membentuk beberapa peraturan untuk

mendukung dan menunjang kelancaran proses pemberian ASI ekslusif

oleh ibu, diantaranya yaitu :

a. Undang Undang No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan

b. PP RI No 33 tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif

c. Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air

Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia

Pemberian ASI ekslusif merupakan suatu perilaku kesehatan yang

dilakukan oleh seorang ibu, dimana terdapat faktor–faktor yang dapat

mempengaruhinya. Menurut Lawrence Green (1980) dalam

Notoadmodjo (2003), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi manusia

dalam melakukan suatu perilaku diantaranya yaitu :

a. Faktor predisposisi (predisposing faktor)

Faktor ini merupakan faktor yang dapat mendasari atau memotivasi

23
seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Faktor predisposisi ini

meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai. Pengetahuan tidak

selalu mutlak dapat memberikan perubahan perilaku, namun

hubungan positif diantara keduanya sudah terbukti dalam beberapa

penelitian. Tidak hanya itu saja, umur, tingkat pendidikan dan

keterpaparan informasi termasuk dalam faktor predisposisi

(Abdulah , 2012). Misalnya, seorang ibu memiliki pengetahuan

tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi, maka besar

kemungkinan ia akan tergerak untuk memberikan ASI eksklusif untuk

bayinya. Terlebih lagi Haryani (2014), menambahkan bawa faktor

pekerjaan, paritas, nilai sosial budaya, persepsi dan kebiasaan

termasuk dalam faktor predisposisi.

b. Faktor pemungkin ( enabling faktor)

Faktor ini meliputi keterampilan dan ketersediaan sarana dan

prasarana yang diperlukan untuk menunjang terjadinya suatu

perilaku kesehatan. Keterampilan yang dimaksud yakni misalnya

keterampilan tenaga kesehatan, sedangkan untuk sarana dan

prasarana misalnya fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan

biaya dan jarak untuk mengakses fasilitas pelayanan kesehatan

tersebut, jam operasional pelayanan kesehatan, ketersediaan

fasilitas menyususi di tempat bekerja, lama meninggalkan bayi dan

lain-lain (Abdulah, 2012).

24
c. Faktor penguat ( reinforcing faktor)

Faktor ini merupakan faktor yang menitikberatkan pada umpan balik

atau feedback yang biasanya dari pihak sekitar ibu, yang dapat

berupa penilaian positif atau negatif dan kemudian nantinya dapat

menentukan bahwa perilaku kesehatan ini mendapat dukungan atau

tidak. Pihak penguat yang dimaksud misalnya dari pihak keluarga,

petugas kesehatan, masyarakat , dukungan dari tempat bekerja, dan

lain-lain.

5. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) Untuk

mewujudkan keberhasilan dalam menyusui ASI ekslusif, maka terdapat

beberapa hal yang perlu diperhatikan utamanya oleh ibu dan tenaga

kesehatan yang tertuang dalam sepuluh langkah menuju keberhasilan

menyusui yakni ( IDAI, 2013):

a. Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan tentang

penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan

melarang promosi PASI

b. Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri

atau lainnya

c. Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah

keberhasilan menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita

infeksi HIV positif

d. Melakukan kontak dan menyusui dini bayi yang baru lahir ( ½ - 1

25
jam setelah lahir)

e. Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi

peletakkan tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara)

f. Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman pralaktal sejak bayi

lahir

g. Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi

h. Melaksanakan pemberian ASI sesering dan semau bayi

i. Tidak memberikan dot/ kempeng

j. Menindak lanjuti ibu – bayi setelah pulang dari sarana pelayanan

kesehatan

6. Status Pekerjaan Ibu

Menurut KBBI (2008), kerja merupakan sesuatu yang dilakukan untuk

mendapatkan nafkah, kemudian pengertian bekerja menurut BPS

(2016), bekerja adalah suatu kegiatan ekonomi yang dilkukan dengan

tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau pendapatan dan dilakukan

minimal 1 jam dalam seminggu yang lalu . Selain itu juga ada yang

disebut dengan status pekerjaan, yaitu kedudukan yang dimiliki oleh

seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan atau suatu unit usaha.

(Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi DIY,

2011).

a. Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja

1) Definisi Ibu Bekerja dan Ibu Tidak bekerja

26
Ketika seseorang menjadi ibu, maka sudah menjadi tugasnya

untuk dapat merawat serta mengurus keluarganya. Meskipun

demikian, hal tersebut bukanlah perkara mudah apalagi jika ibu

tersebut juga memiliki pekerjaan atau karir di luar rumah.

Menurut Santrock ( 2007) dalam Imaniah ( 2013), ibu bekerja

adalah seorang ibu yang melakukan aktifitas bukan di rumah

dalam rangka mendapatkan tambahan nafkah serta agar dapat

mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dan dapat membangun

hubungan sosial di lingkungan bekerjanya. Adapun durasi atau

lama waktu bekerja yang telah diatur pemerintah bagi pekerja

atau buruh dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13

Tahun 2003 yaitu tujuh jam dalam satu hari dan empat puluh jam

dalam seminggu ( jika waktu efektif bekerja enam hari dalam

seminggu) atau delapan jam dalam satu hari dan empat puluh

jam dalam seminggu ( jika waktu efektif bekerja lima hari dalam

seminggu.) Ibu tidak bekerja adalah ibu yang tidak memiliki

keterikatan dengan pekerjan diluar rumah dan hanya

menjalankan tugasnya untuk mengatur rumah tangga serta

memiliki keleluasaan waktu dan kesempatan untuk merawat dan

memberikan ASI secara optimal kepada anaknya

(Juliastuti,2001).

2) Alasan Ibu Bekerja

27
Menurut Hoffman ( 1984) dalam Mufida (2008), terdapat

beberapa hal yang menyebabkan seorang ibu memutuskan

untuk bekerja, diantaranya yaitu :

a) Kebutuhan ekonomi

Hal ini lebih didasarkan pada pendapatan suami yang masih

kurang, sehingga sang istri (ibu) memutuskan untuk bekeja

agar mendapatkan tambahan penghasilan. Selain itu juga

bisa agar ibu mendapatkan penghasilan tambahan sehingga

ia bisa membeli keinginan pribadi tehadap barang berharga

atau mahal

misalnya.

b) Mengatasi rasa bosan atau jenuh Terkadang ada perasaan

dimana pekerjaan rumah tangga yang lama kelamaan

menjadi membosankan dan tidak membutuhkan keterampilan

khusus, sehingga ibu memutuskan untuk bekerja untuk

mengatasi hal

tersebut.

c) Kepribadian

Maksud dari hal ini yaitu adanya keinginan unuk bisa

mengaplikasikan ilmu atau potensi yang dimiliki untuk

lingkungan sekitar, ingin berprestasi, ingin status sosial di

masyarakat semakin tinggi , dan lain-lain.

28
3) Status Pekerjaan Ibu dan Pemberian ASI Eksklusif

Seorang ibu yang bekerja di luar rumah, maka akan memiliki

waktu yang lebih sedikit untuk merawat serta mengurus

anaknya, hal tersebut sedikit banyak juga mempengaruhi dalam

pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, dibandingkan dengan

ibu yang tidak bekerja, ibu bekerja lebih memiliki banyak

keterbatasan yakni utamanya dari segi waktu dan tempat untuk

memberikan ASI eksusif pada anaknya. Lain hal nya dengan ibu

yang tidak bekerja, yang cenderung memiliki lebih banyak

kesempatan dan lebih fleksibel, sehingga berpeluang lebih tinggi

untuk dapat memenuhi kebutuhan ASI ekslusif bagi anaknya

( Juliastuti, 2011). Hal yang demikian ini, cenderung

menyebabkan rendahnya pencapaian pemberian ASI ekslusif

oleh ibu bekerja dibandingkan dengan yang tidak bekerja.

Fenomena ini diperkuat dengan adanya penelitian multilevel

analysis yang dilakukan oleh Senareth et al (2010) di lima

negara Asia tenggara, dimana Indonesia termasuk didalamnya

yang mengemukakan bahwa faktor status pekerjaan ibu menjadi

salah satu faktor yang cukup bermakna dalam mempengaruhi

terjadinya pemberian ASI non eksklusif. Dari hasil penelitian

tersebut didapatkan bahwa pada ibu yang bekerja cenderung

berisiko 1.45 kali lebih besar untuk memberikan ASI tidak eklusif

29
dibandingkan dengan yang tidak bekerja. Hasil penelitian lain

yang mendukung hal tersebut yakni penelitian yang dilakukan

oleh Okawary (2015) yang berlokasi di Wilayah Kerja

Puskesmas Seyegan Yogyakarta, dimana status pekerjaan

merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi pemberian ASI

eksklusif. Status ibu yang tidak bekerja memberikan persentasi

ASI ekslusif yang lebih besar dibandingkan yang bekerja. Dari 30

responden yang tidak bekerja, 28 orang diantaranya

memberikan ASI eksklusif dan sebaliknya pada ibu bekerja yang

terdiri dari 24 responden dimana lebih dari setengahnya ( 14

orang) tidak memberikan ASI eksklusif. Adapun alasan ibu

bekerja ini tidak memberikan ASI ekslusif, diantaranya karena

ingin praktis, mudah dan hemat waktu sehingga memberikan

susu formula atau susu botol.

Penelitian lainnya yang juga mendukung hal ini yaitu penelitian

yang dilakukan oleh Juliastuty ( 2011) , dimana penelitian yang

dilakukan di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan kabupaten

Mojokerto menunjukkan hasil bahwa ibu yang tidak bekerja

berpeluang untuk memberikan ASI eksklusif sebesar 3,7 kali

lebih besar daripada ibu yang bekerja dengan p value sebesar

0,033 ( p < 0,05).

Tidak tercapainya keberhasilan untuk menyusui secara eksklusif

30
pada ibu bekerja dapat disebabkan oleh pendeknya massa cuti

kerja, dukungan tempat bekerja yang kurang, singkatnya waktu

istirahat bekerja sehingga tidak cukup untuk dapat memerah

ASI, kurangnya fasilitas ruangan untuk memerah ASI dan

adanya konflik atau pertentangan batin dalam diri ibu antara

ingin mempertahankan prestasi kerja atau tetap memproduksi

ASI (IDAI, 2013). Sebagaimana yang telah disingung

sebelumnya bahwa massa cuti kerja menjadi salah satu faktor

yang dapat menghambat keberhasilan menyusui secara

eksklusif. Masa cuti bekerja yang diterapkan di Indonesia untuk

perempuan yang hamil dan akan melahirkan berdasarkan UU RI

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 82 yaitu 1,5

bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

Menurut Cheatteriji dan Frick (2005) dalam Okawary (2015)

mengemukakan bahwa kembali bekerjanya seorang ibu dalam

kurun waktu tiga bulan pertama paska melahirkan dapat

mengurangi durasi menyusui hingga 4-5 minggu dan

mengurangi 16-18 % untuk memulai menyusui. Terlebih lagi

menurut Ong et al (2005), apabila masa cuti kerja ibu bekerja

diperpanjang menjadi enam bulan, maka hal itu dapat

memungkinkan ibu untuk memberikan ASI secara ekslusif

kepada anaknya. Terkait dengan faktor dukungan tempat

31
bekerja dalam menunjang praktik pemberian ASI ekslusif,

sebenarnya pemerintah telah membuat peraturan yang berguna

agar ibu tetap merasa aman dan terlindungi dalam memberikan

ASI eksklusif kepada anaknya. Berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 33 Tahun dan 2 yang mengatur bahwa tempat

kerja dan sarana umum harus mendukung program ASI ekslusif

dan menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan atau

memerah ASI, jika tidak makan akan dikenakan sanksi. Tidak

hanya itu saja pasal 34 juga mengatur bahwa pengurus kerja

wajib memberikan kesempatan pada ibu bekerja untuk

memberikan ASI eksklusif atau memerah ASI selama waktu

kerja ditempat kerja , dan jika tidak maka akan dikenakan sanksi

( AIMI, 2013). Menanggapi peraturan – peraturan tersebut, maka

seharusnya pihak tempat bekerja memberikan fasilitas yang

sesuai dan waktu atau kesempatan untuk dapat menunjang

praktik menyusui secara eksklusif. Namun, pada realitanya di

masyarakat hal ini belum sepenuhnya terimplementasi dengan

baik. Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan

oleh Kusumastuti ( 2014) di Kudus, Jawa Tengah dimana di

dalam penelitiannya 53,3 % merupakan responden ibu yang

bekerja dan sebanyak 51% diantaranya tidak memberikan ASI

ekslusif.

32
Sebagian besar responden yang bekerja ini merupakan

karyawan pabrik rokok, dimana tempat bekerjanya in tidak

mengijinkan untuk membawa bayi selama bekerja dan tidak

terdapat pojok ASI.

Kondisi fisik dan psikis ibu akibat faktor pekerjaan juga dapat

membuat seorang ibu tidak memberikan ASI eksklusif untuk

anaknya. Contoh dari hal ini misalnya adanya rasa kelelahan

dari ibu setelah seharian bekerja dan juga akibat stress psikis

dari beban pekerjaan dan sebagainya, dimana hal ini dapat

mempengaruhi produksi ASI yang tidak lancar hingga akhirnya

ibu memutuskan untuk beralih ke penggunaan susu formula.

Tidak hanya itu , tidak jarang juga ibu merasa enggan untuk

direpotkan dengan kegiatan memompa ASI sehingga ibu

memilih susu formula sebagai alternatif untuk pengganti ASI

(Riskiandini, 2014).

Masalah atau hambatan lainnya yang dialami ibu bekerja untuk

dapat menyusui secara eksklusif yaitu jarak rumah yang jauh,

kurangnya dukungan dari keluarga pasangan dan keluarga,

serta budaya yang kurang mendukung adanya praktik pemberian

ASI eksklusif ( Rejeki, 2008). Sikap ibu yang kurang mendukung

juga dapat mempengaruhi kegagalan dalam pemberian ASI

ekslusif. Ibu yang memiliki persepsi merasa bahwa memberikan

33
ASI itu merupakan sesuatu hal yang sulit dilakukan ketika sudah

kembali lagi bekerja selepas masa cuti kerja. Ibu yang memiliki

sikap mendukung terhadap pemberian ASI eksklusif berpeluang

lima kali lebih besar untuk memberi ASI ekslusif pada anaknya

dibanding yang kurang mendukung ( Abdullah dan Ayubi, 2013)

B. Laktasi

1. Definisi Laktasi

Laktasi adalah bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan

makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik

dan psikologik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Air susu ibu(ASI)

merupakan makanan yang ideal bagi pertumbuhan neonatus (Nugroho,

2011, p.3).

Komponen yang terkandung didalam ASI sebagai sumber nutrisi untuk

pertumbuhan dan perlindungan pertama terhadap infeksi. Proses

pembentukan air susu merupakan suatu proses yang kompleks

melibatkan hipotalamus, dan payudara yang telah dimulai saat fetus

sampai pada paska persalinan.

34
ASI yang dihasilkan memiliki komponen yang tidak sama,dengan

terjadinya kehamilan pada wanita akan berdampak pada pertumbuhan

payudara dan proses pembentukan air susu (Laktasi).

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui,mulai dari ASI di produksi

sampai bayi manghisap dan menelan (Prasetyono, 2009, p.61).

Laktasi adalah suatu seni yang harus di pelajari kembali tanpa

diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang diperlukan

adalah kesabaran, waktu, pengetahuan tentang menyusui dan

dukungan dari berbagai pihak khususnya suami (Roesli, 2005, p.1).

Menyusui terbaik untuk bayi karena ASI mudah di cerna dan

memberikan gizi dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan bayi,

Menyusui lebih nyaman dan lebih murah dari pada susu formula, dan

ASI selalu siap pada suhu yang stabil dengan temperatur tubuh

(Proverawati, 2010, p.33).

2. Manajemen Laktasi

a. Pengertian

Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan

untuk membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui

bayinya. Usaha ini dilakukan terhadap ibu dalam 3 tahap,yaitu:

1) pada masa kehamilan(antenatal),

2) sewaktu ibu dalam persalinan sampai keluar rumah sakit

(perinatal), dan

35
3) pada masa menyusui selanjutnya sampai anak berumur 2

tahun(postnatal)

(Perinasia, 2007, p.1).

Manajemen laktasi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh ibu,

ayah dan keluarga untuk menunjang keberhasilan menyusui

(Prasetyono, 2009, p.61) . Dan ruang lingkup manajemen laktasi

dimulai pada masa kehamilan,setelah persalinan,dan masa

menyusui bayi.

b. Periode Manajemen laktasi

1) Masa kehamilan (Antenatal)

Hal yang perlu diperhatikan dalam menejemen laktasi sebelum

kelahiran adalah:

a) Ibu mencari informasi tentang keunggulan ASi, manfaat

menyusui bagi ibu dan bayi, serta dampak negative

pemberian susu formula.

b) Ibu memeriksakan kesehatan tubuh pada saat kehamilan

kondisi puting payudara,dan memantau kenaikan berat

badan saat hamil.

c) Ibu melakukan perawatan payudara sejak kehamilan

berumur 6 bulan hingga ibu siap untuk menyusui, ini

36
bermaksut agar ibu mampu memproduksi dan

memberikan ASI yang mencukupi kebutuhan bayi.

d) Ibu senantiasa mencari informasi tentang gisi dan

makanan tambahan sejak kehamilan trimester ke-

2.makanan tambahan saat hamil sebanyak 1 1/3 kali dari

makanan yang dikonsumsi sebelum hamil (Prasetyono,

2009, p.62).

2) Masa Persalinan (Perinatal)

Hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen laktasi saat

kelahiran adalah :

a) Masa persaliinan merupakan masa yang paling penting

dalam kehidupan bayi selanjutnya,bayi harus menyusui

yang baik dan benar baik posisi maupun cara melekatkan

bayi pada payudara ibu.

b) Membantu ibu kontak langsung dengan bayi selama 24 jam

agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.

c) Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 IU)

dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan (Prasetyono,

2009, p.62).

37
3) Masa Menyusui (Postnatal)

Hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen laktasi setelah

kelahiran adalah:

a) Setelah bayi mendapatkan ASI pada minggu pertama

kelahiran,ibu harus menyusui bayi secara eksklusif selama

4 bulan pertama setelah bayi lahir dan saat itu bayi hanya di

beri ASI tanpa makanan tambahan.

b) Ibu mencari informasi yang tentang gisi makanan ketika

masa menyusui agar bayi tumbuh sehat.

c) Ibu harus cukup istirahat untuk menjaga kesehatannya dan

menenangkan pikiran serta menghindarkan diri dari

kelelahan yang berlebihan agar produksi ASI tidak

terhambat.

d) Ibu selalu mengikuti petunjuk petugas kesehatan(merujuk

posyandu atau puskesmas). Bila ada masalah dalam proses

menyusui.

e) Ibu tetap memperhatikan gisi/makanan anak,terutama pada

bayi usia 4 bulan

(Prasetyono, 2009, p.63).

c. Manfaat menyusui

Jika seorang ibu memberikan air susu ibu(ASI) kepada bayinya,hal

38
ini dapat menguntungkan baik bagi bayinya maupun ibu,antara lain:

1) Manfaat ASI bagi bayi:

a) Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua

kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia 6 bulan.

b) Meningkatkan daya tahan tubuh karena mengandung

berbagai zat anti kekebalan sehingga akan lebih jarang

sakit.

c) Melindungi anak dari serangan alergi.

d) Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk

pertumbuhan otak sehingga bayi lebih pandai.

e) Meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian berbicara.

f) Membantu pembentukan rahang yang bagus.

g) Menunjang perkembangan motorik sehiingga bayi akan

cepat bias berjalan (Roesli, 2005, p.6).

2) Manfaat ASI bagi ibu:

a) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan.

b) Mengurangi terjadinya anemia

c) Menjarangkan kehamilan

d) Mengecilkan rahim

e) bu lebih cepat mengalami penurunan berat badan

39
f) Mengurangi kemungkinan menderita kanker

g) Lebih ekonomis dan murah

h) Tidak merepotkan dan hemat waktu

i) Lebih praktis dan portable

j) Memberi kepuasan bagi ibu tersendiri (Roesli, 2005, p.7) .

3) Manfaat ASI bagi Lingkungan:

a) Mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di dunia

b) Tidak menambah polusi udara karena pabrik-pabrik

yang mengeluarkan asap.

4) Manfaat ASI bagi Negara:

a) Penghemat devisa untuk membeli susu formula dan

perlengkapan menyusui

b) Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah-

muntah, mencret dan sakit saluran nafas

c) Penghematan obat-obatan,tenaga dan sarana kesehatan.

d) Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan

berkualitas untuk membangun Negara.

5) Manfaat ASI bagi keluarga

a) Aspek ekonomi: ASi tidak perlu dibeli dan membuat bayi

jarang sakit sehingga dapat mengurangi biaya berobat

40
b) Aspek psikologis: menjarangkan kelahiran,dan

mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.

c) Aspek kemudahan : Sangat praktis sehingga dapat di

berikan dimana saja dan kapan saja dan tidak merepotkan

orang lain.

d. Manajemen laktasi pada ibu bekerja

Manajemen laktasi pada ibu bekerja adalah upaya yang dilakukan

ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya khususnya

pada ibu yang bekerja.

1) Tehnik yang dianjurkan antara lain:

a) Sebelum berangkat kerja ibu tetap menyusui bayinya

b) ASI yang berlebihan dapat diperas atau di pompa, kemudian

disimpan dilemari pendingin untuk diberikan pada bayi saat

ibu bekerja

c) Selama ibu bekerja ASi dapat diperas atau di pompa dan di

simpan di lemari pendingin di tempat kerja,atau diantar

pulang.

d) Bayi dapat di titipkan ke tempat penitipan bayi apabila kantor

atau instansi menyediakan tempat.

e) Setelah ibu di rumah, perbanyak menyusui yaitu saat malam

hari Perawat bayi dapat membawa bayi ketempat ibu bekerja

bila memungkinkan.

41
f) Ibu dianjurkan untuk istirahat, minum cukup,makan dengan

gizi cukup untuk menambah produksi ASI

(Taufan, 2011, p.65).

e. ASI Perah

ASI perah adalah ASI yang diambil dengan cara diperas dari

payudara untuk kemudian disimpan dan nantinya akan diberikan

untuk bayi.

Cara memerah ASI dengan tangan/jari secara manual adalah

1) Cara yang pertama ibu dianjurkan untuk mengambil sebuah

mangkuk atau gelas yang bersih dan diisi dengan air

mendidih kedalamnya, lalu biarkan tertutup selama beberapa

menit, setelah itu ditiriskan.

2) Mencuci tangan ibu dengan air dan sabun

3) Ibu dianjurkan untuk duduk dan berdiri di tempat yang terang

dan nyaman dan dekatkan mangkok ke payudara ibu

4) Memegang payudara dengan meletakkan ibu jari diatas

areola sampai putting susu, dan jari telunjuk tepat di

bawahnya.

5) Menekan dengan lembut payudara diantara ibu jari dan jari

telunjuk ke belakang kearah tulang dada

6) Diteruskan dengan menekan ibu jari dan jari telunjuk serta

melepaskannya secara bergantian,setelah dilakukan

42
berulang- ulang ASI akan mulai mengalir.

f. Cara penyimpanan ASI

ASI adalah cairan hidup, selain makanan ASI mengandung zat anti

infeksi, cara penyimpanan ASI perah akan menentukan kualitas

anti- infeksi dan makanan yang di kandungnya.

1) Anti infeksi yang terkandung dalam ASI membantu ASI tetap

segar dalam waktu yang lebih lama karena akan

menghambat pertumbuhan bakteri jahat dalam ASI perah

yang disimpan.

2) Setelah di cairkan ASI harus habis dalam waktu 1 jam, dan

sisa ASI tidak boleh dimasukkan lagi dalam lemari es.

3) Tulis jam, hari dan tanggal saat diperah

g. Lama Penyimpanan ASI

1) Dalam ruangan dengan suhu 27-32 oC kolostrum dapat

disimpan selama 12 jam

2) ASI bisa bertahan pada suhu ruangan atau di udara luar

selama 6-8 jam

3) ASI bisa bertahan dalam termos es selama 24 jam

4) ASI dapat bertahan 6 bulan pada freezer

43
(Roesli, 2005, p.83)

h. Cara memberikan ASI perah dengan gelas ataupun sendok adalah:

1) Pangku bayi dengan posisi setengah duduk di pangkuan ibu

2) Tempelkan tepi cangkir/sendok kecil berisi ASI perah, pada

bibir bawah bayi sehingga ASI menyentuh bibir bayi dan akan

meminum dengan dorongan lidahnya.

3) Jangan menuangkan ASI kedalam mulut bayi, pegang saja

cangkir atau sendok diatas bibir bayi dan biarkan bayi

meminumnya sendiri

4) Jika bayi merasa cukup kenyang ia akan menutup mulutnya .

i. Cara Memberikan ASI yang sudah didinginkan pada bayi

1) ASI dipanaskan dengan cara membiarkan botol di aliri air

panas yang bukan mendidih yang keluar dari keran.

2) Merendam botol di dalam baskom atau mangkok yang berisi

air panas atau bukan mendidih Ibu tidak boleh memanaskan

botol dengan cara mendidihkannya dalam panci atau alat

pemanas lainnya kecuali menggunakan alat khusus untuk

memanaskan botol berisi simpanan ASI.

3) Susu yang sudah di panaskan tidak bisa di simpan lagi.

C. Ruang Laktasi

1. Definisi

44
Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian air susu

ibu eksklusif, pada pasal 30 ayat 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai

tatacara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI

sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dengan Peraturan Menteri.

Pengurus Tempat Kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus

mendukung program ASI Eksklusif.

Ketentuan mengenai dukungan program ASI eksklusif di Tempat Kerja

sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perusahaan antara pengusaha dan pekerja/buruh, atau melalui perjanjian

kerja bersama antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.

Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus

menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI

sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.

Tempat sarana umum sebagaimana dimaksud terdiri atas:

1. Fasilitas pelayanan kesehatan;

2. Hotel dan penginapan;

3. Tempat rekreasi;

4. Terminal angkutan darat;

5. Stasiun kereta api;

6. Bandar udara;

45
7. Pelabuhan laut;

8. Pusat pusat perbelanjaan;

9. Gedung olahraga;

10. Lokasi penampungan pengungsi;dan

11. Tempat sarana umum lainnya.

Sedangkan tempat kerja sebagaimana yang dimaksud oleh Peraturan

Pemerintah no 33 tahun 2012 tentang Asi Eksklusif adalah :

1. Perusahaan; dan

2. Perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Swasta.

Penyelenggara tempat sarana umum berupa Fasilitas Pelayanan

Kesehatan harus mendukung keberhasilan program pemberian ASI

Eksklusif dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju

keberhasilan menyusui sebagai berikut :

1. Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan

kepada semua staf pelayanan kesehatan;

2. Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan

46
kebijakan menyusui tersebut;

3. Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan

manajemen menyusui;

4. Membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit

pertama persalinan;

5. Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui

meskipun ibu dipisah dari bayinya;

6. Memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir kecuali ada indikasi

medis;

7. Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24

(dua puluh empat) jam;

8. Menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;

9. Tidak memberi dot kepada Bayi; dan mendorong pembentukan

kelompok

10. Pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut

setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

2. Kantor Pelayanan Publik

Kantor pelayanan publik merupakan kantor yang diberikan pemerintah

sebagai penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi

kebutuhan dari masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian, berdasarkan uraian diatas dapat di simpukan bahwa

47
pelayanan publik adalah proses pemenuhan keinginan dan kebutuhan

masyarakat yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintah pusat,

daerah, BUMN dan BUMD.

Pada prinsipnya fasilitas yang baik dikaitkan dengan setiap kebutuhan

dan kepentingan masyarakat penerima layanan dengan takaran kualitas

tertentu. setiap jenis fasilitas publik yang diselenggarakan oleh instansi

instansi pemerintahan memiliki kritaria kualitas tersendiri dalam

pelayanannya. Hal ini tentu terkait erat dengan atribut pada masing-

masing jenis pelayanan. Ciri-ciri yang ada dalam kualitas pelayanan

tersebut menurut Tjiptono adalah:

1) Sejak saat pengajuan pemohonan sampai dengan penyelesaian

pelayanan termasuk pengaduan.

2) Biaya pelayanan, yaitu biaya pelayanan yang termasuk

rinciannya dititipkan dalam proses pemberian pelayanan.

3) Produk pelayanan, yaitu hasil pelayanan yang akan diterima

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4) Sarana dan prasarana, yakni tersedianya sarana dan prasarana yang

memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. Dari paparan diatas

dapat disimpulkan bahwa standar pelayanan dapat meningkatkan

mutu pelayanan karena dapat membantu unit-unit penyedia jasa

pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi

masyarakat sebagai penerima pelayanan. Dan masyarakat sebagai

48
pengguna jasa pelayan juga dapat mengetahui dengan pasti hak dan

kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk

mendapatkan suatu jasa pelayanan, serta standar pelayanan yang

dapat membantu meningkatkan transparasi dan akuntabilitas kinerja

suatu unit pelayanan.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013

Menurut Peraturan menteri kesehatan republik indonesia Nomor 15 tahun

2013 Tentang Tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui Dan/atau

memerah air susu ibu Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara

Tempat Sarana Umum harus mendukung program ASI Eksklusif.

Dukungan tersebut dilakukan melalui:

1) penyediaan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI;

2) pemberian kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan

ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di

Tempat Kerja;

3) pembuatan peraturan internal yang mendukung keberhasilan

program

pemberian ASI Eksklusif; dan penyediaan Tenaga Terlatih Pemberian

ASI

(Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara

Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu BAB

II Pasal 3 ayat 2).

49
Dalam menyediakan Ruang ASI, Pengurus Tempat Kerja dan

Penyelenggara Tempat Sarana Umum harus memperhatikan unsur-

unsur:

1) Perencanaan

2) Sarana dan prasarana;

3) Ketenagaan ; dan

4) Pendanaan

Ruang laktasi diselenggarakan pada bangunan yang permanen, dapat

merupakan ruang tersendiri atau merupakan bagian dari tempat

pelayanan kesehatan yang ada di Tempat Kerja dan Tempat Sarana

umum. Setiap tempat kerja dan tempat Sarana tempat Umum harus

menyediakan sarana dan prasarana ruang laktasi sesuai dengan standar

minimal dan sesuai kebutuhan. Persyaratan kesehatan ruang laktasi

sebagaimana dimaksud paling sedikit meliputi:

1) Tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m

dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang

sedang menyusui.

2) Ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup;

3) Lantai keramik/semen/karpet

4) memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup;

5) bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi;

6) lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan;

50
7) penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan;

8) kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan

9) tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan

mencuci peralatan.

Penyediaan Ruang ASI di Tempat Sarana Umum harus sesuai standar

untuk Ruang ASI. Standar untuk Ruang ASI sebagaimana dimaksud

sekurang kurangnya meliputi:

1) kursi dan meja;

2) wastafel; dan

3) sabun cuci tangan

Setiap Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara Tempat Sarana

Umum dapat menyediakan Tenaga Terlatih Pemberian ASI untuk

memberikan konseling menyusui kepada pekerja/buruh di Ruang ASI.

Tenaga Terlatih Pemberian ASI sebagaimana dimaksud harus telah

mengikuti pelatihan konseling menyusui yang diselenggarakan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pelatihan konseling

menyusui sebagaimana dimaksud harus telah tersertifikasi mengenai

modul maupun tenaga pengajarnya.

Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan ruang ASI

dapat dilakukan oleh Menteri, Menteri terkait, Kepala lembaga

Pemerintah non kementerian, Gubernur dan Bupati atau Walikota sesuai

dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Pembinaan dan

51
pengawasan ditujukan untuk meningkatkan peran dan dukungan

pengurus tempat kerja dan penyelenggara sarana umum untuk

keberhasilan progran pemberian ASI Eksklusif. Pembinaan dan

pengawasan dilaksanakan melalui advokasi, sosialisasi, dan bimbingan

teknis peningkatan pemberian ASI Eksklusif , dan monitoring serta

evaluasi.

Pendanaan untuk ruang lakatasi di tempat umum maupun di tempat

kerja bisa bersumber dari tempat umum dan tempat kerja itu sendiri atau

dari sumber lain yang tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan

perundang undangan. Tetapi dilarang bersumber dari produsen atau

distributor susu formula bayi dan atau produk bayi lainnya.

D. Kerangka Teori

Kerangka Teori atau kerangka pikir adalah kesimpulan dari tinjauan pustaka

yang berisi tenyang konsep-konsep teori yang digunakan atau berhubungan

dengan penelitian yang akan dilaksanakan (Suparyanto, 2009, p. 33).

Skema 2.1 Kerangka Teori

52
Faktor Internal

Pendidikan
Pekerjaan
Umur

Pengetahuan

Faktor Eksternal

Lingkungan
Sosial Budaya

kalau pengetahuan mjd karakteristik berarti judul hrs masuk pengetahuan

sebagai penilaian

Keterangan :

: diteliti

---------- : Tidak diteliti

Sumber: Wawan (2010)

E. Kerangka Konsep

Adalah hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur atau di amati

melalui penelitian yang akan di lakukan.

53
Skema 2.2 Kerangka Konsep

VARIABEL VARIABEL

INDEPENDEN DEPENDENT

KEBERHASILAN ASI PEMANFAATAN

EKSKLUSIF RUANG LAKTASI

Sesuaikan dgn kerangka teori

54
F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu

variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifiksikan kegiatan,

ataupun memberikan suatu opersaional yang diperlukan untuk mengukur

variabel tersebut. Definisi operasional yang dibuat dapat berbentuk definisi

operasional yang diukur, ataupun definisi operasional eksperimental (Pinton

dkk, 2020).

Tabel 2.1 Definisi Operasional

VARIABEL DEFINISI ALAT KRITERIA SKALA


OPERASIONAL UKUR
1 2 3 4 5

Variabel Dapat dilihat Kuisioner a. berhasil, bila Ordinal


Independent dari pemberian Skor jawaban
: asi eksklusif ≥ median
Keberhasilan tanpa b. tidak berhasil,
ASI eksklusif tambahan bila skor
lainnya dari jawaban <
bayi usi 0-6 median
bulan
Variabel Dimanfaatkan Kuisioner a. Ya, bila Ordinal
Dependent : ruang laktasi memafaatkan
yang sudah di ruang laktasi
Pemanfaata sediakan atau b. Tidak, bila
n Ruang tidak tidak
laktasi memafaatkan
ruang laktasi

G. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ha : Ada pengaruh pemanfaatan ruang laktasi terhadap pemberian ASI

eksklusif pada ibu menyusui di Puskesmas Sentani

2. Ho : Tidak ada Ada pengaruh pemanfaatan ruang laktasi terhadap

pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di Puskesmas Sentani

55
H. Hipotesis

Adalah Pernyataan atau teori sementara yang perlu di uji kebenarannya

(Riyanto, 2010, p.84).

1. Adanya hubungan pemanfaatan ruang laktasi pada ibu menyusi dalam

pemberian asi eksklusif

2. Ada hubungan pengetahuan dan pendidikan ibu terhadap pemanfaatan

ruang laktasi dalam pemberian asi eksklusif

56
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif observasional

dengan pendekatan cross sectional study, yaitu suatu pendekatan yang

sifatnya sesaat dengan pada suatu waktu dan tidak diikuti terus-menerus

dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengumpulan

data terhadap variabel dependen dan independen.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian rencananya akan dilaksanakan di Puskesmas Sentani.

Subjek penelitian ini adalah ibu menyusui yang memiliki anak usia 6-24

bulan.

2. Waktu Penelitian

Adapun waktu yang direncanakan dalam penelitian ini adalah pada

bulan Februari-Maret 2021.

57
C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Sugiyono(2015:117) menyatakan bahwa, Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri subyek/obyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang,

tetapi juga obyek dan benda- benda alam yang lain. Populasi juga

bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek dan obyek

yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki

oleh subyek atau obyek itu.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah

keseluruhan subyek penelitian yang digeneralisasi. Dalam penelitian

ini populasinya adalah seluruh ibu menyusui di Puskesmas Sentani

berjumlah 119 orang.

2. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2015:118), “Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sampel penelitian

adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian

sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil

penelitian sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

yaitu menggunakan teknik simple random sampling yaitu teknik

pengambil sampel secara acak tanpa memperhatikan strata dalam

58
populasi tersebut. Rumus pengambilan sampel menurut Slovin dalam

Notoatmodjo sebagai berikut :

N
n= 2
1+ N ( d)

Keterangan

N : Besar populasi

n : Besar sampel

d : Tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0.1)

Sehingga populasi ibu menyusui eksklusif di puskesmas sentani

ada 109 orang. Dengan rumus yang digunakan maka menghasilkan

sampel penelitian yang dibutuhkan 54,3 dibulatkan 55 orang. Dalam

penelitian pengambilan sempel dengan cara accidental.

D. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen pengumpulan data untuk pelaksanaan penelitian

yang akan dilakukan di Puskesmas Sentani dengan menggunakan angket

secara langsung kepada responden. Untuk angket tersebutakan dilakukan

validasi data sebelum disebarkan kepada populasi ibu menyusi tersebut.

59
E. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

responden dengan menggunakan angket.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari institusi yang telah

mengumpulkan datanya dan data sudah ada. Data sekunder yaitu data

yang diambil dari data jumlah seluruh ibu Menyusui di Puskesmas

Sentani.

F. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh akan diolah menggunakan program SPSS versi

21. Langkah-langkah pengolahan data yaitu :

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori.

3. Data Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

ke dalam master tabel atau database komputer.

60
4. Tabulasi

Tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban- jawaban yang

telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Langkah

terakhir dari penelitian ini adalah melakukan analisa data.

G. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik variabel

dependen dan variabel independen.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang digunakan adalah chi – square untuk melihat

hubungan antara variabel indepen dan variabel dependen

menggunakan software SPSS. Dikatakan berhubungan jika nilai ρ <

0,05 value, dikatakan tidak berhubungan jika nilai ρ value ≥ 0,05.

60
Definisi operasionalnya mana? Blm ada ya

61

Anda mungkin juga menyukai