Dosen pengampu:
Tellys Corliana
Disusun oleh:
Muhammad Barmawi 044636204
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya penulis
bisa menyelesaikan makalah Multukuralisme di era Globalisasi dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial
dan Budaya Dasar yang mana merupakan tugas individu dari salah satu
komponen yang harus dipenuhi pada perkuliahan semester I di Universitas
Terbuka Banjarmasin.
Selain daripada melaksanakan tugas makalah, pada hakikatnya penulis
belajar serta menambah wawasan akan pengetahuan Bahasa Indonesia yang bisa
memberikan manfaat dan turut memperkaya wawasan materi para pembaca.
Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan sehingga
penulis mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sehingga pada
penulisan selanjutnya bisa lebih sempurna.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Multikultural dapat dipahami sebagai pandangan dimana dikenal dengan ragam kehidupan
dunia dan juga kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap banyak
keragaman dan berbagai macam kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Masyarakat
multikultural menganggap bahwa sejumlah perbedaan yang ada dalam satu masyarakat
plural dan heterogen tersebut merupakan bagian dari identitasnya. Konsep multikultural
mengakui adanya perbedaan-perbedaan dalam identitas yang juga berbeda (intra cultural
differentiation).
2
BAB II
PEMBAHASAN
Globalisasi tidak hanya terbatas hanya pada fenomena perdagangan dan aliran keuangan
yang berkembang karena adanya kecenderungan lain yang didorong oleh kemampuan
teknologi
yang memfasilitasi perubahan keuangan. Globalisasi ini dapat dilihat sebagai kompresi
ruang dan waktu dalam hubungan sosial. Globalisasi dilihat sebuah proses integrasi yang
terjadi secara internasional yang disebabkan adanya pertukaran pandangan secara
menyeluruh seperti pemikiran, pandangan dunia, produk, dan berbagai aspek kebudayaan
lainnya.
Waters mendefinisikan globalisasi dengan sebuah proses sosial dimana batas geografis
tidak berpengaruh penting terhadap kondisi sosial budaya dimana ini berpengaruh kepada
kesadaran seseorang.
Upaya penyebarluasan ideologi ini dalam masyarakat Indonesia harus bergandengan tangan
dengan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan yang seimbang, sehingga
masyarakat Indonesia nantinya akan mempunyai kesadaran sebagai warga negara Indonesia
dan akan mampu untuk menolak diskriminasi dan perlakuan sewenang-wenang oleh
kelompok masyarakat yang dominan. Multikulturalisme ini lebih menekankan relasi antar
kebudayaan dengan keberadaan suatu budaya harus mempertimbangkan keberadaan
1
kebudayaan lainnya.
Dikatakan oleh Haviland, multikultural diartikan sebagai pluralitas kebudayaan dan agama,
dimana jika kita memelihara pluralitas ini keita akan mencapai kehidupan yang ramah dan
menciptakan kebudayaan. Pluralisme kebudayaan multikulturalisme berarti penolakan akan
kefanatikan, purbasangka, rasialisme dan menerima secara inklusif keberagaman yang ada
(Haviland, 1988).
Selain dari itu, Azyumardi Azra juga berpendapat bahwa multikulturalisme merupakan
suatu paradigma kehidupan bermasyarakat yang berdasar atas persatuan dan
mengesampingkan perbedaan untuk mengantisipasi konflik sosial. Kesepakatan yang
dibentuk mengenai keberagaman perbedaan seperti kebiasaan dalam masyarakat serta adat
istiadat.
Dikatakan oleh Bikhu Parekh (2001), bahwa multikultultural mengandung tiga komponen,
yakni, pertama, konsep ini berkaitan dengan kebudayaan; kedua, konsep ini mengacu
kepada pluralitas kebudayaan; dan ketiga, konsep ini mengandung cara tertentu untuk
merespons pluralitas itu. Oleh sebab itu, multikulturalisme bukanlah sebuah doktrin politik
pragmatik melainkan bagaimana cara pandang atau ideologi dalam kehidupan sehari - hari.
Multikulturalisme adalah suatu ideologi jalan keluar dari persoalan mundurnya kekuatan
integrasi dan kesadaran nasionalisme suatu bangsa dikarenakan akibat dari perubahan di
tingkat global. Indonesia mengalami perubahan tersebut Setidaknya kekhawatiran
terjadinya kemunduran dalam kesadaran nasionalisme telah terbukti.
Contoh yang paling nyata adalah semakin meningkatnya keinginan beberapa daerah
tertentu untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, meskipun begitu
jauh pemerintah masih mampu meredam kehendak tersebut sehingga perceraian daerah-
daerah tersebut belum terwujud pada saat ini. Konflik-konflik yang terjadi akibat
ketidaksetaraan sosial dan ekonomi juga meningkat pada awal abad keduapuluh satu ini.
Sebagian besar kebudayaan multikultural di dunia dapat digolongkan kedalam tiga model.
Pertama, model yang mengedepankan nasionalitas, dimana ini adalah sosok baru yang
dibangun bersama tanpa memperhatikan keanekaragaman suku bangsa, agama, dan bahasa,
serta nasionalitas ini bekerja sebagai perekat integrasi. Model ini memandang setiap orang
berhak untuk dilindungi negara. Model kebijakan multikulturalisme ini rentan terjatuh ke
2
dalam kekuasaan otoritarian karena kekuasaan untuk menentukan unsur integrasi nasional
tersebut berada di tangan suatu kelompok tertentu yang menguasai negara. Nasionalitas dan
nasionalisme menjadi tameng bagi para elite untuk mencapai tujuannya.
Kedua, model nasionalitas etnik yang berdasarkan kesadaran kolektif yang kuat sebagai
landasannya adalah hubungan darah dan kekerabatan dengan para founders. Selain itu,
kesatuan bahasa juga merupakan ciri nasionalitas etnik ini. Model ini dianggap sebagai
model tertutup karena orang luar yang tidak memiliki sangkut paut hubungan darah dengan
etnis pendiri bangsa, akan tersingkir menjadi orang luar dan diperlakukan sebagai orang
asing.
Ketiga, model multikultural etnik yang mengakui eksistensi dan hak-hak warga etnik secara
kolektif. Dalam model ini keanekaragaman menjadi realitas yang harus diakui negara, dan
identitas serta asal-usul warga negara diperhatikan.
1
Indonesia memiliki pancasila sebagai ideologi bangsa dan dimana pancasila adalah sebuah
kenyataan sejarah yang tidak dapat dipungkiri telah berkontribusi besar terhadap
keberlangsungan hidup bangsa. Oleh karenanya, pancasila diharapkan mampu menjadi
jalan tengah yang sekaligus menjembatani perbedaan yang ada dan mengakomodasikan
seluruh kepentingan kelompok sosial yang beragam.
Bikhu Parek menjelaskan bahwa perlakuan yang berbeda terhadap individu dan kelompok
dianggap setara jika mencerminkan cara untuk mewujudkan hak - hak yang sama,
kesempatan yang sama, dan perlakuan yang sama. Penerapan kesetaraan memang rentan
terhadap tuduhan diskriminasi terhadap kelompok khusus. Kesetaraan memerlukan
kesetaraan hak dan kewajiban dimana pemenuhan hak spili, politik, ekonomi, serta sosial
budaya juga harus diperhatikan. Struktur politik masyarakat multikultural perlu dibangun
untuk menciptakan persatuan dan kebersamaan antara kebijakan desentralisasi yang
berkeadilan.
BAB III
PENUTUP
Multikulturalisme ini adalah keadaan masyarakat yang terdiri atas beberapa elemen
kelompok yang berbeda antara ras, adat, kebiasaan, dan juga kebudayaan yang akan tetap
hidup tanpa adanya pembauran satu sama lain sehingga multikultural disini adalah
masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih masyarakat yang secara kultur yang akan
mengalami fragmentasi dan mempunyai struktur sosial kelembagaan yang beda satu sama
lain. Multikulturalisme ini cenderung terjadi karena adanya paksaan di masyarakar karena
harus menerima apa yang ada masyarakat dan juga multikulturalisme ini juga rentan terjadi
konflik di dalamnya. Banyak keanekaragaman ras yang menunjukkan pengelompokan
manusia serta keberagaman lainnya yang terdiri atas beberapa kelompok kecil sehingga
tidak ada posisi yang dominan dalam aspek kehidupan bermasyarakat.
1
DAFTAR PUSTAKA
Lyman, P.N. 2000. Globalization and the Demands of Governance. Georgetown Journal of
International Affairs (Winter/Spring). Premier Issue
2
Cambridge, Mass.: Harvard University Press.
Rastari, Raena. (2020). Globalisasi dan Ancaman Terhadap Multikulturalisme.
https://madrasahdigital.co/opini/globalisasi-dan-ancaman-terhadap-multikulturalisme/
Waters, M. 1995. Globalization. 2nd Edition. Taylor and Francis Group. London.