Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MULTUKURALISME DALAM ERA GLOBALISASI


diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

Dosen pengampu:
Tellys Corliana

Disusun oleh:
Muhammad Barmawi 044636204

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS TERBUKA BANJARMASIN
2022/202
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya penulis
bisa menyelesaikan makalah Multukuralisme di era Globalisasi dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial
dan Budaya Dasar yang mana merupakan tugas individu dari salah satu
komponen yang harus dipenuhi pada perkuliahan semester I di Universitas
Terbuka Banjarmasin.
Selain daripada melaksanakan tugas makalah, pada hakikatnya penulis
belajar serta menambah wawasan akan pengetahuan Bahasa Indonesia yang bisa
memberikan manfaat dan turut memperkaya wawasan materi para pembaca.
Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan sehingga
penulis mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sehingga pada
penulisan selanjutnya bisa lebih sempurna.

Balangan, 14 November 2022

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman akan budaya, serta


memiliki wilayah yang sangat luas. Dimana, wilayah yang sangat luas ini menyebabkan
terjadinya interaksi dan integrasi ekonomi sulit merata antar masyarakat sehingga terjadi
tumpang tindih akan kesejahteraan masyarakat. dan dimana Indonesia bisa disebut dengan
negara multikultural.

Multikultural dapat dipahami sebagai pandangan dimana dikenal dengan ragam kehidupan
dunia dan juga kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap banyak
keragaman dan berbagai macam kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Masyarakat
multikultural menganggap bahwa sejumlah perbedaan yang ada dalam satu masyarakat
plural dan heterogen tersebut merupakan bagian dari identitasnya. Konsep multikultural
mengakui adanya perbedaan-perbedaan dalam identitas yang juga berbeda (intra cultural
differentiation).

2
BAB II
PEMBAHASAN

Globalisasi merupakan perkembangan yang mempengaruhi terhadap munculnya


berbagai perubahan tatanan dunia. Pengaruh dalam globalisasi ini dapat menyebabkan
berbagai hambatan dan dimana globalisasi mencetuskan konsep “Dunia Tanpa Batas” yang
menjadi realita dan berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan budaya.
Globalisasi ini mengacu kepada seluruh kegiatan masyarakat dunia dimana intensifikasi
hubungan sosial di seluruh dunia dihubungkan ke daerah terpencil dengan berbagai cara.

Globalisasi tidak hanya terbatas hanya pada fenomena perdagangan dan aliran keuangan
yang berkembang karena adanya kecenderungan lain yang didorong oleh kemampuan
teknologi
yang memfasilitasi perubahan keuangan. Globalisasi ini dapat dilihat sebagai kompresi
ruang dan waktu dalam hubungan sosial. Globalisasi dilihat sebuah proses integrasi yang
terjadi secara internasional yang disebabkan adanya pertukaran pandangan secara
menyeluruh seperti pemikiran, pandangan dunia, produk, dan berbagai aspek kebudayaan
lainnya.

Waters mendefinisikan globalisasi dengan sebuah proses sosial dimana batas geografis
tidak berpengaruh penting terhadap kondisi sosial budaya dimana ini berpengaruh kepada
kesadaran seseorang.

Multikulturalisme adalah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada


kesederajatan perbedaan kebudayaan yang ada. Ideologi ini bergandengan dan saling
mendukung dalam proses demokratisasi yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku
secara individual yang terikat dalam Hak Asasi Manusia dalam berhadapan dengan
kekerasan dan komunitas atau masyarakat setempat.

Upaya penyebarluasan ideologi ini dalam masyarakat Indonesia harus bergandengan tangan
dengan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan yang seimbang, sehingga
masyarakat Indonesia nantinya akan mempunyai kesadaran sebagai warga negara Indonesia
dan akan mampu untuk menolak diskriminasi dan perlakuan sewenang-wenang oleh
kelompok masyarakat yang dominan. Multikulturalisme ini lebih menekankan relasi antar
kebudayaan dengan keberadaan suatu budaya harus mempertimbangkan keberadaan

1
kebudayaan lainnya.

Dikatakan oleh Haviland, multikultural diartikan sebagai pluralitas kebudayaan dan agama,
dimana jika kita memelihara pluralitas ini keita akan mencapai kehidupan yang ramah dan
menciptakan kebudayaan. Pluralisme kebudayaan multikulturalisme berarti penolakan akan
kefanatikan, purbasangka, rasialisme dan menerima secara inklusif keberagaman yang ada
(Haviland, 1988).

Selain dari itu, Azyumardi Azra juga berpendapat bahwa multikulturalisme merupakan
suatu paradigma kehidupan bermasyarakat yang berdasar atas persatuan dan
mengesampingkan perbedaan untuk mengantisipasi konflik sosial. Kesepakatan yang
dibentuk mengenai keberagaman perbedaan seperti kebiasaan dalam masyarakat serta adat
istiadat.
Dikatakan oleh Bikhu Parekh (2001), bahwa multikultultural mengandung tiga komponen,
yakni, pertama, konsep ini berkaitan dengan kebudayaan; kedua, konsep ini mengacu
kepada pluralitas kebudayaan; dan ketiga, konsep ini mengandung cara tertentu untuk
merespons pluralitas itu. Oleh sebab itu, multikulturalisme bukanlah sebuah doktrin politik
pragmatik melainkan bagaimana cara pandang atau ideologi dalam kehidupan sehari - hari.

Multikulturalisme adalah suatu ideologi jalan keluar dari persoalan mundurnya kekuatan
integrasi dan kesadaran nasionalisme suatu bangsa dikarenakan akibat dari perubahan di
tingkat global. Indonesia mengalami perubahan tersebut Setidaknya kekhawatiran
terjadinya kemunduran dalam kesadaran nasionalisme telah terbukti.

Contoh yang paling nyata adalah semakin meningkatnya keinginan beberapa daerah
tertentu untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, meskipun begitu
jauh pemerintah masih mampu meredam kehendak tersebut sehingga perceraian daerah-
daerah tersebut belum terwujud pada saat ini. Konflik-konflik yang terjadi akibat
ketidaksetaraan sosial dan ekonomi juga meningkat pada awal abad keduapuluh satu ini.

Sebagian besar kebudayaan multikultural di dunia dapat digolongkan kedalam tiga model.
Pertama, model yang mengedepankan nasionalitas, dimana ini adalah sosok baru yang
dibangun bersama tanpa memperhatikan keanekaragaman suku bangsa, agama, dan bahasa,
serta nasionalitas ini bekerja sebagai perekat integrasi. Model ini memandang setiap orang
berhak untuk dilindungi negara. Model kebijakan multikulturalisme ini rentan terjatuh ke
2
dalam kekuasaan otoritarian karena kekuasaan untuk menentukan unsur integrasi nasional
tersebut berada di tangan suatu kelompok tertentu yang menguasai negara. Nasionalitas dan
nasionalisme menjadi tameng bagi para elite untuk mencapai tujuannya.

Kedua, model nasionalitas etnik yang berdasarkan kesadaran kolektif yang kuat sebagai
landasannya adalah hubungan darah dan kekerabatan dengan para founders. Selain itu,
kesatuan bahasa juga merupakan ciri nasionalitas etnik ini. Model ini dianggap sebagai
model tertutup karena orang luar yang tidak memiliki sangkut paut hubungan darah dengan
etnis pendiri bangsa, akan tersingkir menjadi orang luar dan diperlakukan sebagai orang
asing.
Ketiga, model multikultural etnik yang mengakui eksistensi dan hak-hak warga etnik secara
kolektif. Dalam model ini keanekaragaman menjadi realitas yang harus diakui negara, dan
identitas serta asal-usul warga negara diperhatikan.

Globalisasi merombak kehidupan secara besar-besaran dan juga mempengaruhi kehidupan


sehari-hari. Globalisasi ini tidak hanya menarik ke atas melainkan juga mendorong ke
bawah dan menciptakan tekanan baru bagi ekonomi lokal dan globalisasi ini juga menjadi
alasan bangkitnya kembali identitas budaya lokal di belahan dunia. Menurut Giddens
(1999), globalisasi ini menciptakan zona ekonomi baru dan budaya baru di dalam dan antar
bangsa.

H. A. R. Tilaar mengungkapkan bahwa globalisasi dapat melahirkan kebudayaan yang


bersifat monoisme kebudayaan atau monokulturalisme dimana menyebabkan imperialisme
kebudayaan barat dan ini menjadi nilai - nilai intrinsik dan nilai instrumental dalam
masyarakat yang semakin terkikis sejalan dengan arus globalisasi.

Multikulturalisme yang ada di Indonesia sangatlah membutuhkan solidaritas antar sesama


manusia demi terciptanya solidaritas antar masyarakat. Menurut Emile Durkheim yang
dikutip oleh Robert M.Z Lawang (1985:63), bahwa solidaritas sosial adalah keadaan saling
percaya antar anggota kelompok atau komunitas. Adanya solidaritas yang kuat dan selalu
berpegang teguh terhadap nilai gotong-royong, menjadikan Indonesia tetap aman dan kuat.
Akibat arus globalisasi yang masuk dengan tidak seimbang dan ketidakmampuan dalam
memfilter budaya yang masuk dari luar akan menjadi salah satu faktor penyebab
pudarnya jati diri masyarakat.

1
Indonesia memiliki pancasila sebagai ideologi bangsa dan dimana pancasila adalah sebuah
kenyataan sejarah yang tidak dapat dipungkiri telah berkontribusi besar terhadap
keberlangsungan hidup bangsa. Oleh karenanya, pancasila diharapkan mampu menjadi
jalan tengah yang sekaligus menjembatani perbedaan yang ada dan mengakomodasikan
seluruh kepentingan kelompok sosial yang beragam.

Memperhatikan kondisi bangsa untuk mengantisipasi terjadinya disintegrasi bangsa yang


tampaknya dapat memperkuat multikulturalisme yang halnya adalah sebuah sesuatu yang
mendesak. Memperkuat multikulturalisme ini harus berjalan efektif dan berdaya guna
dengan berlandaskan pada lima pilar, seperti berpegang pada kebenaran dan
memperjuangkan,
melakukan tugas dan kewajiban dengan orientasi kepentingan masyarakat, menyebarkan
rasa damai yang bersumber dari kesadaran masyarakat, memupuk cinta kasih murni tanpa
ego, dan cinta damai serta anti kekerasan.

Bikhu Parek menjelaskan bahwa perlakuan yang berbeda terhadap individu dan kelompok
dianggap setara jika mencerminkan cara untuk mewujudkan hak - hak yang sama,
kesempatan yang sama, dan perlakuan yang sama. Penerapan kesetaraan memang rentan
terhadap tuduhan diskriminasi terhadap kelompok khusus. Kesetaraan memerlukan
kesetaraan hak dan kewajiban dimana pemenuhan hak spili, politik, ekonomi, serta sosial
budaya juga harus diperhatikan. Struktur politik masyarakat multikultural perlu dibangun
untuk menciptakan persatuan dan kebersamaan antara kebijakan desentralisasi yang
berkeadilan.

Dalam konteks kehidupan multikultural, pemahaman berdimensi multikultural harus ada


untuk memperluas wacana pemikiran manusia yang masih mempertahankan egoisme
terhadap kebudayaan, agama, dan kelompok. Memelihara kebudayaan dan keberagaman
budaya merupakan interaksi sosial dan politik antara orang yang berbeda cara hidup dan
berpikirnya dalam satu masyarakat. Secara ideal, multikulturalisme berarti penolakan
terhadap kefanatikan dan menerima secara inklusif keanekaragaman yang ada.

Seperti kita ketahui, masyarakat multikultural di Bali sangat menerima perbedaan


kebudayaan yang ada serta keberagaman lainnya yang sangat berbeda dari kebudayaan
yang dimilikinya. Selain itu, toleransi kehidupan beragama juga dalam masyarakat dapat
2
mempererat hubungan dan kesatuan dalam bernegara. Tidak menyinggung ciri khas dari ras
yang ada dalam masyarakat juga merupakan toleransi atas multikulturalisme di Indonesia
sendiri dan menyadari akan keberagaman budaya milik bangsa lain dengan
mempertahankan budaya sendiri sebagai identitas nasional.

BAB III
PENUTUP

Multikulturalisme ini adalah keadaan masyarakat yang terdiri atas beberapa elemen
kelompok yang berbeda antara ras, adat, kebiasaan, dan juga kebudayaan yang akan tetap
hidup tanpa adanya pembauran satu sama lain sehingga multikultural disini adalah
masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih masyarakat yang secara kultur yang akan
mengalami fragmentasi dan mempunyai struktur sosial kelembagaan yang beda satu sama
lain. Multikulturalisme ini cenderung terjadi karena adanya paksaan di masyarakar karena
harus menerima apa yang ada masyarakat dan juga multikulturalisme ini juga rentan terjadi
konflik di dalamnya. Banyak keanekaragaman ras yang menunjukkan pengelompokan
manusia serta keberagaman lainnya yang terdiri atas beberapa kelompok kecil sehingga
tidak ada posisi yang dominan dalam aspek kehidupan bermasyarakat.

1
DAFTAR PUSTAKA

Aliya, Sidqin L. (2020). Jati Diri Multikulturalisme di Era Globalisasi Indonesia,


https://www.kompasiana.com/aliyalisa/5e807f64d541df29707424b3/jati-diri-
multikultu ralisme-di-era-globalisasi-indonesia

Cellin Pfeifer Ocvianny. (2015). Multikulturalisme


Indonesia",
https://www.kompasiana.com/cpfocvianny/56657fc45fafbdd5094bc78f/multikulturali
s me-indonesia.

Giri Wiloso, P. Multikulturalisme dalam perspektif antropologi.

Hanum, F. (2009, December). Pendidikan Multikultural sebagai Sarana Pembentuk


Karakter Bangsa (Dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan). In Makalah disampaikan
pada Seminar Regional DIY-Jateng dan sekitarnya yang diselenggarakan Himpunan
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal (Vol. 14).

Irianto, A. M. (2008). Pencarian Identitas dan Integrasi Kebudayaan pada Masyarakat


Multikultural.

Lyman, P.N. 2000. Globalization and the Demands of Governance. Georgetown Journal of
International Affairs (Winter/Spring). Premier Issue

Najmina, N. (2018). Pendidikan Multikultural Dalam Membentuk Karakter Bangsa


Indonesia. JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10(1), 52-56.

Parekh, B. (1997) National Culture and Multiculturalism. In Kenneth Thompson (ed.)


Media and Cultural Regulation. London-Thousand Oaks, Calif.: Sage Publications in
association with the Open University.

Parekh, B. (2001) Rethinking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political Theory.

2
Cambridge, Mass.: Harvard University Press.
Rastari, Raena. (2020). Globalisasi dan Ancaman Terhadap Multikulturalisme.
https://madrasahdigital.co/opini/globalisasi-dan-ancaman-terhadap-multikulturalisme/

Syaifuddin, A. F. (2006). Membumikan multikulturalisme di Indonesia. Jurnal Antropologi


Sosial Budaya ETNOVISI, 2(1), 3-10.

Suparlan, P. (2004). Masyarakat majemuk, masyarakat multikultural, dan minoritas:


Memperjuangkan hak-hak minoritas. In Makalah dalam Workshop Yayasan
Interseksi, Hak-hak Minoritas dalam Landscape Multikultural, Mungkinkah di
Indonesia.

Susilo, Bembeng Je. (2014). Multikulturalisme


Indonesia,
https://www.kompasiana.com/bambangjes/54f43164745513a22b6c862b/multikultural
is me-indonesia

Waters, M. 1995. Globalization. 2nd Edition. Taylor and Francis Group. London.

Anda mungkin juga menyukai