Butuh kesabaran lebih saat mengajar di kelas yang satu ini. Saat jam
istirahat setelah 4 jam pelajaran atau disaat pergantian jam pelajaran, guru-
guru yang keluar dari kelas ini saling curhat, berbagi cerita tentang kegalauan
dan gundah gulana yang dirasakannya disaat berlangsung proses belajar
mengajar di kelas ini.
Raut wajah kesal tampak jelas dari ekspresinya, setiap ada masalah
ujung-ujungnya dia yang selalu menjadi orang tertuduh, pembuat onar, dan
pengacau. Dia protes karena situasi tidak pernah berpihak kepadanya. Meski
Angga sudah berusaha meyakinkan Bu Ratih kalau yang memulai duluan
adalah Danu, tetap saja alasannya tidak diterima.
Entah angin apa yang berhembus hari ini, Danu “Si tukang usil “,
memulai aksinya lebih duluan. Tabiat dan kebiasaannya yang banyak bicara,
kadang membuat Angga bosan, ada saja hal-hal yang di komentarinya.
Nyinyir seperti emak-emak kata Angga. Danu mengoceh tak henti,
menggerutu, tidak jelas apa yang diucapkannya. Angga tidak
mempedulikannya. Dia asyik membolak-balik buku catatannya, membaca
sepintas paragraf demi paragaraf teks naratif yang ada di buku paket.
Bersiap dan waspada jika sewaktu-waktu ada pertanyaan dari Bu Ratih, dia
bias menjawabnya.
Tak sengaja ada tulisan nama ibunya yang dilukis sudah cukup lama,
tampak dan dibaca oleh Danu. “Cieee…Anisah…ehmm” kata Danu. Itu ibuku
kata Angga. Danu balik menggoda. Ibu atau? Angga mulai terpancing
emosinya. Iya ibuku. Sama dengan emakmu sipenjual gorengan itu. Merasa
profesi ibunya dilecehkan, Danu tersinggung, meski ibunya seorang penjual
gorengan tapi ibunya adalah wanita hebat yang sangat dikagumi dan
dibanggakannya. Jika ada yang mencoba menghina atau menyakiti perasaan
ibunya dia tidak akan tinggal diam.
Danu beraksi. Dia menginjak kuat kaki Angga di bawah meja agar
tidak ketahuan oleh Bu Ratih. Angga meringis menahan sakit, karena
injakkannya tepat mengenai kaki yang sakit saat main bola kemarin. Spontan
Angga langsung berdiri dan mendaratkan tinjunya kebagian wajah Danu.
Perkelahian tak dapat dihindarkan lagi. Mereka lupa kalau saat ini sedang
berlangsung proses belajar mengajar bersama guru.
Tekad Angga untuk suatu hari ingin sukses, perlu diapresiasi dan
dimotovasi untuk terus tumbuh dan berkembang, baik oleh guru di sekolah,
maupun orangtua dan lingkungan. Sambil terus melakukan bimbingan untuk
menanamkan kebiasaan berperilaku yang lebih terkendali. Untuk senantiasa
mampu berdamai dengan konfilk.
Mengapa siswa sulit sekali untuk bisa fokus, apakah siswa dalam
kondisi baik-baik saja? Bisa jadi ada hal lain yang membuat kesungguhan
belajarnya hilang dan tidak bergairah dalam belajar. Mungkin saja ada
masalah dalam keluarganya yang terjadi saat itu, siswa merasa sendirian,
terabaikan, dan banyak persoalan lainnya yang merusak suasana hati yang
berujung pada pengendalian diri yang kurang baik. Sehingga siswa mudah
terpancing emosinya. Kondisi seperti ini perlu dipahami secara baik oleh guru
dengan multi perannya sebagai pendidik, menjadi moitivator, sebagaii figure
teladan sekaligus orang tua di sekolah.
Dari kisah Angga dan Danu di atas, yang terlibat dalam konflik emosi
yang tidak terkendali, perlu ditelusuri penyebab yang memicu terjadinya hal
tersebut. Sebenarnya, tradisi dan pola tingkah siswa dari zaman ke zaman
menyebut nama orang tua sebagai bahan bercanda, bukanlah sesuatu yang
baru. Banyak siswa yang merespon santai candaan tersebut, sekedar
menyebut nama orang tua sakitnya dimana? Tidak perlu diperpanjang. Jika
ditanggapi dengan diam dan sedikit senyum persoalan selesai. Candaan
berakhir sampai disitu tidak perlu ada duel. Itu untuk siswa yang memiliki
pengendalian emosi yang baik, yang mampu berdamai dengan konflik. Hidup
terasa nyaman. Tidak demikian halnya untuk siswa yang mudah terpancing
emosinya. Candaan ini bias memicu amarahnya, menyakitkan, bahkan
sampai menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Selain itu, penting sekali untuk mengenal siswanya dengan baik. Guru
harus memahami kepribadian, minat, dan kebutuhan agar dapat memberikan
bimbingan dan dukungan yang tepat