Anda di halaman 1dari 3

BAB 2

Tinjauan Teoritis

Pengertian desentralisasi Fiskal


Desentralisasi Fiskal adalah penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada
pemerintahan daerah.
Desentralisasi merupakan pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan
kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi.
Pada sistem pemerintahan yang desentralisasi diwujudkan dengan sistem otonomi daerah
yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat
kini dapat diputuskan di tingkat pemerintahan daerah. Kelebihan sistem ini adalah sebagian
besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa
adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem
desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana
wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta
digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit
untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, khususnya
dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih baik dan menciptakan proses
pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Desentralisasi dapat diwujudkan
dengan pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan di bawahnya untuk melakukan
pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak (taxing power), terbentuknya Dewan
yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam
bentuk transfer dari Pemerintah Pusat.
Desentralisasi tidaklah mudah untuk didefinisikan, karena menyangkut berbagai bentuk dan
dimensi yang beragam, terutama menyangkut aspek fiskal, politik, perubahan administrasi
dan sistem pemerintahan dan pembangunan sosial dan ekonomi. Secara umum, desentralisasi
mencakup aspek-aspek politik (political decentralization); administratif (administrative
decentralization); fiskal (fiscal decentralization); dan ekonomi (economic or market
decentralization).
Pengaturan hubungan keuangan pusat-daerah didasarkan atas 4 prinsip
Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi di
biayai dari dan atas beban APBN.
Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai
dari dan atas beban APBD.
Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, yang
dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan,dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban
APBN atau pemerintah daerah tingkat atasnyaa beban APBD-nya sebagai pihak yang
menugaskan.
Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah
memberikan sejumlah sumbangan.

Manfaat adanya desentralisasi fiskal


Dengan adanya desentralisasi maka munculah otonomi bagi suatu pemerintahandaerah.
Munculnya daerah otonom tersebut dapat memberikan keuntungan pada daerahtersebut yaitu
pemberian kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, mungkindalam hal
membuat keputusan yang terbaik bagi masyarakatnya dan nantinya dapatmelahirkan
masyarakat yang inofatif dan kreatif tanpa ada kekurangan dari pemerintah pusat.
Adapun keuntungan lainnya dari desentralisasi yang ditinjau dari sisi ekonomi yaitu
peningkatan efisiensi dalam penyediaan jasa dan barang publik yang dibutuhkan
masyarakatsetempat. Hal ini tentu perlu dilakukan pada aspek pemerataan yang menghindari
timbulnyakegagalan pasar, mengurangi biaya dan meningkatkan output yang lebih efektif
dalam peningkatan sumber daya. Sedangkan ditinjau dari segi politis desentralisasi
dapatmemperkuat akuntabilitas, kemampuan politik dan integrasi nasional.
Desentralisasi menurut berbagai pakar memiliki segi positif,diantaranya : secara ekonomi,
meningkatkan efisiensi dalam penyediaan jasa dan barang publik yang dibutuhkan
masyarakat setempat, megurangibiaya, meningkatkan output dan lebih efektif dalam
penggunaan sumberdaya manusia. Secara politis, desentralisasi dianggap
memperkuatakuntabilitas, political skills dan integrasi nasional. Desentralisasi
lebihmendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya,memberikan/menyediakan layanan
lebih baik, mengembangkankebebasan, persamaan dan kesejahteraan

Sejarah Desentralisasi fiskal di Indonesia


Pelaksanaan desentralisasi fiskal di era Reformasi secara resmi dimulai sejak 1 Januari 2001.
Proses tersebut diawali dengan pengesahan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (PKPD). Hingga kini, kedua regulasi tersebut
sudah mengalami beberapa kali revisi hingga yang terakhir UU Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Awalnya, pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ditujukan untuk menciptakan aspek
kemandirian di daerah. Sebagai konsekuensinya, daerah kemudian menerima pelimpahan
kewenangan di segala bidang, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal serta keagamaan. Pelimpahan kewenangan
tersebut juga diikuti dengan penyerahan sumber-sumber pendanaan berupa penyerahan basis-
basis perpajakan maupun bantuan pendanaan melalui mekanisme Transfer ke Daerah sesuai
asas money follows function. Masih adanya mekanisme Transfer ke Daerah didasarkan
kepada pertimbangan mengurangi ketimpangan yang mungkin terjadi baik antar daerah
(horisontal imbalances) maupun antara pemerintah pusat dan daerah (vertical imbalances).
Meskipun dianggap terlalu terburu-buru, banyak pihak kemudian mengapresiasi pelaksanaan
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia tersebut. Menurut mereka, dengan
segala keterbatasan dan kendala yang ada, pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi
daerah di Indonesia dapat dijadikan salah satu best practice terbaik di dunia, mengingat
luasnya wilayah serta besarnya jumlah penduduk dengan berbagai ragam karakteristiknya.
Satu hal yang perlu diingat bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia adalah
desentralisasi dari sisi belanja (expenditure) bukan dari sisi pendapatan (revenue).
Bermula dari Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan;
serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dilanjutkan dengan 7 Mei 1999, lahir UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah selanjutnya UU No. 25/1999 yang mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah,
menggantikan UU No. 5/1974 yang sentralistik. Kedua undang-undang ini mengatur
wewenang otonomi yang diberikan luas kepada pemerintah tingkat kabupaten dan kota.
Bupati dan walikota pun dinyatakan bukan lagi sebagai aparat pemerintah yang hierarkis di
bawah gubernur. Jabatan tertinggi di kabupaten dan kota itu merupakan satu-satunya kepala
daerah di tingkat lokal, tanpa bergantung pada gubernur. Setiap bupati dan walikota memiliki
kewenangan penuh untuk mengelola daerah kekuasaannya. Keleluasaan atas kekuasaan yang
diberikan kepada bupati/walikota dibarengi dengan mekanisme kontrol (checks and balances)
yang memadai antara eksekutif dan legislatif. Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah
kekuatan politik riil yang baru. Lembaga legislatif ini secara merdeka dapat melakukan
sendiri pemilihan gubernur dan bupati/walikota tanpa intervensi kepentingan dan pengaruh
politik pemerintah pusat. Kebijakan di daerah juga dapat ditentukan sendiri di tingkat daerah
atas kesepakatan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD). Undang-
undang yang baru juga mengatur bahwa setiap peraturan daerah dapat langsung dinyatakan
berlaku setelah disepakati sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
lebih tinggi tingkatannya. Hal ini kontras berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang
mensyaratkan adanya persetujuan dari penguasa pemerintahan yang lebih tinggi bagi setiap
perda yang akan diberlakukan.

Sumber :

Kumorotomo, Wahyudi, Desentralisasi Fiskal : Politik dan Perubahan Kebijakan 1974-2004

Undang-undang Republik Indoesia Nomor 28 tahun 2009

https://www.scribd.com/doc/24937181/Dampak-Desentralisasi-Keuntungan-Dan-
Kerugiannya-Farlian-s-Nugroho
http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/desentralisasi-fiskal-seutuhnya
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-desentralisasi-fiskal.html

Anda mungkin juga menyukai