SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL MAKASSAR
NOMOR : 070 /A.1/SKK/RSIF/VIII/ 2023
TENTANG
MEMUTUSKAN
Ketiga Pasien Yang Beresiko gizi harus dilakukan hal sebagai berikut :
1. Pasien yang pada asessement awal beresiko gizi
harus mendapat terapi gizi
2. Untuk merencanakan, dan memberikan serta memonitor
terapi gizi perlu ditetapkan dalam satu kerjasama tim
3. Mencatat respon pasien terhadap terapi gizi dan dicatat
dalam rekammedik
TEMBUSAN:
1. Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Faisal Makassar
2. Dewan Pengawas Rumah Sakit Islam Faisal Makassar
3. Para manajer Rumah Sakit Islam Faisal Makassar
4. Arsip
Lampiran : Surat Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Faisal
Nomor : 070 /A.1/SKK/VIII/RSIF/2023
Tanggal : 15 Agustus 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata gizi berasal dan bahasa Arab “ Ghizai” yang berarti makanan
yang menyehatkan. Gizi merupakan terjemahan resmi Bahasa Indonesia dari
kata Nutrition (Soekirman, 2000). Ilmu gizi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari proses makanan sejak masuk mulut sampai dicerna oleh organ-
organ pencernaan, dan diolah dalam suatu sistem metabolisme menjadi zat-zat
kehidupan (zat gizi dan zat non gizi) dalam darah dan sel-sel tubuh
membentuk jaringan dan organ tubuh dengan fungsinya masing-masing dalam
suatu sistem, sehingga menghasilkan pertumbuhan (fisik) dan perkembangan
(mental), kecerdasan dan produktifitas sebagai syarat dicapainya kehidupan
sehat, bugar dan sejahtera (Soekirman, 2000).
Gizi berperan penting dalam mencapai dan mempertahankan
kesehatan, lebih luas lagi ilmu gizi digunakan sebagai terapi pendukung
penyembuhan penyakit. Berbagai macam jenis penyakit bahkan sangat
tergantung pada tata laksana asuhan gizi. Misalnya pada penyakit
degenerative, penyakit kritis dan keadaan malnutrisi.
Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar adalah
rangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan institusi kesehatan
(rumah sakit), untuk memenuhi kebutuhan gizi klien I pasien. Pelayanan Gizi
merupakan upaya, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka
meningkatkan kesehatan pasien.
Gizi mempengaruhi penyembuhan penyakit pada pasien di rumah
sakit. Malnutrisi (gizi kurang) berdampak pada lamanya perawatan, terjadinya
komplikasi penyakit, meningkatnya biaya pengobatan dan kematian. Kondisi
tersebut disebabkan karena ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan
kalori dan zat gizi. OIeh karenanya pemenuhan kebutuhan gizi yang tepat
merupakan dasar utama untuk mencegah hal tersebut diatas.
Masalah Gizi Klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara
individual mengenal apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya
ditanggulangi secara individu. Demikian pula masalah gizi pada berbagai
keadaan sakit yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
proses penyembuhan. Adanya kecenderungan peningkatan kasus penyakit
yang terkait dengan gizi, Nutrition Related Disease pada semua kelompok
rentan dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Semakin
dirasakan perlunya penanganan khusus. Semua ml memerlukan pelayanan gizi
yang bermutu untuk mempertahankan status gizi yang optimal, sehingga tidak
tejadi kurang gizi dan untuk mempercepat penyembuhan.
Terapi gizi yang menjadi salah satu faktor penunjang utama
penyembuhan tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak melebihi
kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme. Terapi gizi
harus selalu disesuaikan seiring dengan perubahan fungsi organ selama proses
penyembuhan. Dengan kata lain pemberian diet pasien harus dievaluasi dan
diperbaiki sesuai dengan pembahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium.
Salah satu pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit adalah
pelayanan gizi yang terkait dengan keenam fungsi dasar Rumah Sakit yaitu
peningkatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, pendidikan dan
penelitian. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) adalah kegiatan pelayanan
gizi di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit
yang disesuaikan dengan keadaan individu dan berdasarkan keadaan klinis,
status gizi dan status metabolisme tubuh baik rawat inap maupun rawat jalan.
Keadaan gizi seseorang sangat berpengaruh pada proses penyembuhan
penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap
keadaan gizi seseorang. Sering terjadi kondisi pasien semakin buruk karena
tidak diperhatikan keadaan gizinya.
Instalasi Gizi adalah satu unit kerja dan merupakan unsur pelaksana
utama dalam organisasi RS yang berperan sebagai penyelenggara kegiatan
pelayanan gizi di Rumah Sakit yang juga merupakan fasilitas untuk
melakukan kegiatan pengelolaan makanan, penyuluhan, konsultasi dan terapi
gizi.
PGRS merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan kesehatan paripuma.
Pada hakekatnya pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) adalah penerapan dan
ilmu gizi membantu manusia memperoleh/memilih makanannya dengan
maksud utama yaitu memenuhi kebutuhan gizi tubuhnya.
Untuk mengatasi terjadinya Hospital Malnutrition Maka Dietisien
(Ahli Gizi) pada melakukan Asuhan Gizi yang merupakan rangkaian kegiatan
assessment (pengkajian) pada pasien yang berisiko malnutrisi setelah
dilakukan screening oleh perawat. Dalam Asuhan Gizi dilakukan juga
pendekatan mutlidisiplin oleh Tim dukungan Gizi / panitia Asuhan Gizi
Nutrition support Team (NST) pada pasien berisiko tinggi malnutrisi yang
disesuaikan dengan kebijakan Rumah Sakit. Dietisien harus memberikan
pelayanan berkualitas, yang dimaksud adalah pemberian intervensi gizi harus
benar, tepat waktu, tepat sasaran sesuai penyakitnya dengan cara yang tepat
yang disebut Medical Nutrition Therapy (MNT). Untuk pemberian Asuhan
Gizi yang tepat, urutan tahapan kegiatan yang hams dilalui yaitu assessmen
(pengkajian gizi), Nutrition Assessment, diagnosis gizi (Nutrition Diagnosis),
Intervensi Gizi (Nutrition Intervention).yang didalamnya diuraikan mengenal
rencana terapi gizi, implementasi, edukasi dan konseling gizi. Terapi gizi yang
diberikan harus dilihat dampaknya terhadap perubahan yang terjadi pada
pasien sesuai tujuan yang hendak dicapai, oleh karena itu tahapan berikutnya
adalah monitoring dan evaluasi.
Pada pelaksanaan intervensi gizi, bagian produksi makanan berperan
penting dalam menyediakan makanan sesuai diet, jumlah zat gizi yang
dibutuhkan, dan mendistribusikan sesuai jadwal yang berkolaborasi dengan
dietisien ruangan untuk kelas perawatan tertentu, jenis penyakit dan menu
yang disediakan bervariasi dan mempunyai siklus 10 hari. Makanan yang
disajikan selain bernilai gizi sesuai dengan kebutuhan pasien juga harus aman
dan bahaya secara biologi, fisik dan kimia. Pengelolaan makanan di RSIF
Makassar dilaksanakan oleh bagian Produksi Makanan Instafasi Gizi dengan
tugas pokoknya adalah menyelenggarakan kegiatan perencanaan, penerimaan
dan penyimpanan, persiapan bahan, pengolahan dan pendistribusian makanan.
Langkah-langkah proses asuhan gizi diatas sudah terstandar di
Indonesia berdasarkan referensi dari American Dietetic Association (ADA,
2003) yang sudah diadopsi oleh Asosiasi Dietisien Indonesia (ADl) sejak
tahun 2007 dan menjadi acuan asuhan gizi di rumah sakit, bertujuan agar
dietisien dapat memberikan intervensi gizi yang berkualitas tinggi, aman,
efektif serta hasil yang dicapai dapat mendukung perbaikan kesehatan pasien.
Intervensi gizi disesuaikan dengan preskripsi diet awal yang diorder oleh
dokter sesuai kondisi pasien dan penyakit yang menyertainya. Setiap pasien
menerima makanan yang berbeda terdiri dari bentuk makanan, jenis diet,
jumlah makanan yang dikonsumsi, jadwal pemberian makan, makanan yang
dianjurkan dan yang dibatasi diatur dengan baik, agar dapat diterima. Bentuk
makanan bisa padat, lunak, saring maupun cair/enteral. Jenis diet dan
kebutuhan zat gizi tergantung pada penyakit pasien, cara pemberian dapat
secara oral atau enteral via naso gastric (NGT) atau parenteral. Jadwal
pemberian oral atau enteral disesuaikan dengan kondisi pasien biasanya 5 - 6
kali pemberian.
Pemberian Intervensi gizi pada pasien dapat berubah setiap saat
disesuaikan dengan diagnosis gizi (masalah gizi), kondisi yang ditemukan
pada pasien, sehingga preskripsi diet definitive ditetapkan berdasarkan
kolaborasi antara Dietisien dengan Dokter Penanggung jawab pasien/Dokter
residen / Dokter Jaga. Intervensi gizi dalam asuhan gizi diberikan pada pasien
yang berisiko malnutrisi, malnutrisi dan kondisi khusus. Pada pasien yang
tidak berisiko apabila setelah di skrining ulang dinyatakan berisiko maka
pasien mendapatkan assessmen gizi, diagnosis gizi, intervensi kemudian
monitoring dan dievaluasi pemberiannya sampai tujuan tercapai, yang disebut
Asuhan Gizi.
Pelaksanaan pelayanan gizi di Rumah Sakit memerlukan sebuah
pedoman sebagai acuan untuk pelayanan yang bermutu yang dapat
mempercepat proses penyembuhan pasien, memperpendek lama hari rawat,
serta menghemat biaya perawatan. Semoga buku pedoman ini dapat
digunakan dan bermanfaat bagi tenaga kesehatan yang membacanya.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pelayanan Gizi oleh Dietisien di RSIF Makassar meliputi:
1. Skrining Pelayanan Asuhan Gizi Rawat Inap
2. Pelayanan Asuhan Gizi Rawat Jalan
3. Konseling dan Edukasi Gizi
4. Penyelenggaraan Makanan
5. Penelitian Gizi
6. Pengembangan Gizi Terapan
C. Tujuan Pedoman
Tujuan Buku Pedoman Pelayanan Gizi ini adalah memberikan
informasi tentang pelayanan gizi di RSIF Makassar. Bagi tenaga gizi Dietisien
serta profesi lain yang terkait, agar dapat berkolaborasi memberikan pelayanan
gizi yang bermutu.
D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No 17 Tahun 2023, Tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
A. Pengertian
., r
., , ~ ,
Step 5
Management Guidelines
0
l Medium 2 or more
Low Risk
Risk Observe High risk
Routine Clinical care
)- Dokumeut Dietary intake for 3 days if Treat
subject in hospital or care borne Y Refer to dictisieo., Nutritional Support
:»- If Improved or adequate intake - little Team or Implement local Policy
Repeat Screening clinical concern; if no improvement :> Improve nod lncrease overall Nutritional
Hospital clinical concern- follow local policy intake
We.:kly CareHomes )- Repeat screening hospital-weekly care > Monitor and Review care plan hospital -
Monthly Community home - at least monthly community - weekly, Care home - monthly,
Annually for special groups at least every 2 -3 months community- monthly
Eg those >75 yrs > Unless detrimental or oo benefit is
expected from ntritional support e.g
imminent death
Source" The Malnutrition Universal Screening Tool ( MUST) is reproduced here with the kind
permission of BAPEN ( British Association For Parenteral and Nutrition
2. Preskripsi Diet/Order Diet
Preskripsi diet/order diet awal adalah pemesanan diet pasien yang
ditulis oleh dokter dalam waktu 1 x 24 jam terdiri dan bentuk makanan dan
jenis diet. Untuk pasien dengan kondisi khusus dicantumkan anjuran
kebutuhan energi dan zat gizi lain. Preskripsi diet definitif/lanjutan ditetapkan
oleh dokter bekerja sama dengan Dietisien dalam menentukan bentuk
makanan dan kebutuhan zat gizi, jadwal dan jenis diet yang lebih tepat sesuai
dengan kondisi pasien. Preskripsi diet definitif dituliskan kembali dalam
dokumen medik oleh Dokter dan Dietisien. Dalam kondisi tertentu Dietisien
dapat menetapkan preskripsi awal dan mengusulkan perubahan diet,
penambahan preskripsi diet definitif. Dietisien akan berkomunikasi dan
kolaborasi dengan dokter.
3. Asesmen Gizi
a. Asesmen Gizi Awal
Asesmen gizi adalah kegiatan mengumpulkan dan mengkaji
data terkait gizi yang relevan untuk mengidentifikasi masalah gizi dan
penyebabnya. Pasien baru yang berisiko malnutrisi, malnutrisi dan atau
kondisi khusus dikunjungi oleh dietisien dalam waktu 2 x 24 jam.
Data yang dikumpulkan meliputi:
1) Data antropometri untuk menentukan status gizi: BB (kg), TB (cm),
apabila pasien tidak dapat ditimbang, diukur LILA dan tinggi lutut
untuk memperkirakan berat badan dan tinggi badan. Kemudian
penentuan status gizi berdasarkan IMT atau LILA.
2) Data Riwayat gizi : pola makan, asupan zat gizi sehari, makanan
suplemen, kecukupan gizi dibanding kebutuhan.
3) Data laboratorium yang terkait gizi : albumin, hemoglobin, gula darah,
ureum, kreatinin, dan data laboratorium lain berkaitan.
4) Data klinis I fisik yang berkaitan dengan defisiensi gizi kondisi kulit,
mata, rambut, kehilangan massa otot, kehilangan lemak, fungsi
menelan dan data lain yang berkaitan
5) Riwayat personal : riwayat penyakit pasien dan keluarga, tingkat sosial
ekonomi, aktifitas fisik, kebiasaan minum obat/jamu, pengobatan
alternatif, dan data lain yang berkaitan.
Data yang dikumpulkan disesuaikan dengan jenis penyakit yang
biasanya lebih spesifik.
Tujuan asesmen gizi yaitu untuk mengetahui masalah gizi pasien dan
penyebabnya, berdasarkan hal tersebut selanjutnya Dietisien membuat
perencanaan intervensi (terapi gizi) dan pemberian makanan yang sesuai
dengan kebutuhan gizi pasien dan preskripsi dokter. Tahapan kunjungan
awal adalah:
1) Dietisien mendapat informasi mengenai adanya pasien baru
berdasarkan laporan perawat/kartu OSB/buku makanan/administrasi
pasien masuk rawat inap.
2) Dietisien mengunjungi semua pasien baru dan melihat dokumen medik
untuk mengetahui risiko malnutrisi dan kondisi khusus serta preskripsi
diet.
3) Dietisien melakukan anamnesis terkait gizi pada pasien berisiko
malnutrisi dan kondisi khusus. Data yang dikumpulkan meliputi :
antropometri, biokimia, klinis, riwayat gizi, serta riwayat personal dan
mengkaji data-data tersebut untuk menentukan diagnosis gizi/masalah
gizi.
4) Selanjutnya Dietisien membuat rencana intervensi gizi / pemberian
suplemen makanan sesuai dengan kondisi pasien dan preskripsi diet
dokter.
5) Hasil asesmen gizi ditulis dalam formulir Asuhan Gizi Awal dengan
format ADIME (Asesmen, Diagnosis, Intervensi, Monitoring,
Evaluasi)
6) Berdasarkan hasil berat ringannya risiko malnutrisi pasien, Dietisien
akan melakukan asesmen ulang untuk mengevaluasi efektifitas
intervensi gizi.
Asesmen gizi dalam rangka asuhan gizi I konseling gizi pada
pelayanan one day care atau pasien pulang < 48 jam dilakukan di
rawatjalan bila diperlukan.
b. Asesmen I Pengkajian Ulang
Asesmen / pengkajian ulang adalah kegiatan mengumpulkan data
terkait masalah gizi pasien mendapat intervensi gizi. Data yang
dikumpulkan antara lain: Asupan makanan, perubahan berat badan, dan
perubahan hasil laboratorium terkait gizi. Asesmen ulang dilakukan
dengan tujuan mengetahui perkembangan status gizi pasien selama dirawat
dan mengetahui efektifitas dan intervensi gizi yang diberikan terhadap
penyelesaian masalah gizi.
Asesmen lanjut dilakukan pada kondisi sebagai berikut:
1) Pasien dengan risiko tinggi malnutrisi, asesmen gizi lanjut dilakukan
setiap hari.
2) Pasien dengan risiko sedang malnutrisi, asesmen gizi ulang dilakukan
setiap 3 hari dan apabila asupan cukup asesmen dilakukan selang 7
hari.
3) Pasien dengan risiko ringan malnutrisi, dilakukan skrining kembali
setelah 7 hari rawat dan apabila ada perubahan risiko maka dilakukan
asesmen sesuai dengan kondisi terkini.
Tahapan dan asesmen ulang:
1) Dietisien mengunjungi pasien menurut tingkat risiko malnutrisi, yaitu
setiap hari untuk pasien berisiko tinggi malnutrisi, setiap 3 hari untuk
pasien berisiko malnutrisi sedang atau setiap 7 hari untuk pasien
berisiko rendah malnutrisi/tidak berisiko.
2) Dietisine memonitor tingkat asupan makan pasien, perubahan berat
badan dan hasil laboratonum.
3) Dietisien mencatat perubahan asupan makan dan status gizi pasien
dengan format ADIME dan pada Formulir Catatan Perkembangan
Terintegrasi
4) Apabila setelah diberikan intervensi gizi tidak ada perbaikan seperti:
asupan makan pasien selama lima hari sangat kurang pada pasien
berisiko tinggi, maka dietisien menyampaikan ke dokter DPJP untuk
dipertimbangkan dibicarakan dalam pertemuan Tim Asuhan Gizi/Tim
dukungan gizi/Tim Kasus sulit dan malnutrisi untuk mencari solusi
pemecahan masalah gizi pasien.
4. Diagnosis Gizi
Penentuan diagnosis gizi adalah kegiatan identifikasi masalah
gizi/diagosis gizi berdasarkan hasil asesmen gizi yang ditulis dengan format
kalimat yang terdiri dan problem, etiologi, dan tanda/gejala. Diagnosis gizi
merupakan langkah kritis yang menghubungkan antara asesmen gizi dengan
intervensi gizi. Diagnosis gizi ditentukan untuk mengidentifikasi masalah gizi
yang aktual/terbaru agar dapat memberikan intervensi gizi yang tepat.
Langkah-langkah penentuan diagnosis gizi adalah:
1) Dietisien melakukan pengumpulan data terkait gizi (data antropometri,
biokimia, klinis/fisik, riwayat gizi dan riwayat personal);
2) Dietisien menghitung kebutuhan gizi pasien;
3) Dietisien melakukan pengkajian gizi dengan cara membandingkan data
yang didapat dengan standar dan anjuran zat gizi sesuai kondisi penyakit
pasien;
4) Kesenjangan yang timbul merupakan Diagnosis Gizi/Masalah
Gizi/Problem Gizi;
5) Dietisien menganalisis penyebab masalah berdasarkan hasil Pengkajian
Gizi yang telah dilakukan;
6) Dietisien menentukan Tanda dan Gejala berdasarkan Pengkajian yang
dilakukan;
7) Dietisien menuliskan Diagnosis Gizi dengan format: Problem (P), Etiologi
(E), Sign/Symptom (S) yang biasa disingkat PES;
8) Diagnosis/Problem Gizi dapat dikelompokkan menjadi 3 Domain Intake
(Asupan), Domain Kilnis/Fisik, dan Domain Perilaku;
9) Berdasarkan Diagnosis Gizi dibuat tujuan dan target intervensi yang
terukur.
5. Intervensi Gizi
Intervensi Gizi adalah serangkaian aktifitas spesifik yang berkaitan
dengan penggunaan bahan makanan untuk menanggulangi masalah gizi.
Intervensi gizi merupakan tindakan yang terencana secara khusus dengan
tujuan untuk mengatasi)menanggulangi masalah gizi terkait perilaku makan,
kondisi lingkungan atau status kesehatan pasien. Selama pemberian intervensi
Dietisien bekerjasama dengan pasien, keluarga dan pengasuh. Komponen
intervensi adalah perencanaan terapi gizi, implementasi/pemberian diet,
edukasi dan konseling gizi.
Dietisien harus menetapkan tujuan intervensi gizi. Intervensi gizi
mempertimbangkan preskripsi diet awal dari dokter penanggung jawab pasien
yang baru masuk. Selanjutnya Dietisien merencanakan terapi gizi berdasarkan
masalah gizi pasien, berupa merencanakan kebutuhan zat gizi, bentuk
makanan, jadwal, frekuensi pemberian makanan sesuai dengan kondisi
penyakit dan kemampuan makan pasien.
Dietisien berkolaborasi dan berkomunikasi dengan Dokter mengenal
preskripsi diet definitif terutama apabila terdapat ketidaksesuaian antara
preskripsi diet dari Dokter dengan perencanaan diet yang dibuat Dietisien.
Implementasi pemberian diet pada pasien rawat inap dapat berupa intervensi
pemberian makanan baik oral, enteral maupun parenteral. Dalam hal
implementasi ini dietisien berkolaborasi dengan unit produksi makanan yang
secara khusus menyelenggarakan makanan yang akan dibahas dalam prosedur
penyelenggaraan makanan di lembar berikutnya.
Berdasarkan preskripsi diet pasien, Dietisien membuat permintaan
makan ke Unit Produksi Makanan. Apabila pasien membutuhkan makanan
tambahan/suplemen yaitu makanan di luar standar, Dietisien
membuat/menyusun diet khusus dalam lembar formulir diet khusus.
Konseling gizi diberikan kepada pasien rawat inap seat dirawat dan sebelum
pulang atau saat kontrol di rawat jalan. Konseling gizi diberikan pada pasien
yang berdiet, yang berisiko malnutrisi, sudah malnutrisi atau dengan kondisi
khusus. Kondisi khusus yang dimaksud adalah pasien penyakit ginjal kronik
dengan hemodialisis, geriatri, pasien dengan penurunan imunitas, pasien
dengan kemoterapi, pasien dengan penyakit keganasan, pasien dengan
gangguan metabolik DM, penyakit ginjal kronik, pasien dengan transplantasi,
pasien stroke, dan sirosis hepatis, dll.
Apabila diperlukan Dietisien merujuk ke Dietisien yang lebih, aril, atau
anggota Tim untuk membantu dalam merawat atau mengelola masalah yang
berkaitan dengan gizi.
a. Konseling dan Edukasi Gizi Pasien/Keluarga Rawat map
Kegiatan edukasi dan konseling gizi kepada pasien dewasa atau anak dan
keluarga yang mendapat diet tertentu selama dirawat ataupun sebelum
pulang dan rumah sakit dengan menggunakan brosur/flyer diet yang ditulis
Dietisien. Tujuan diberikan konseling dan edukasi gizi adalah untuk
memberikan pengetahuan dan membantu pasien dalam melaksanakan diet
sesuai penyakit dan kebutuhannya selama dirawat dan di rumah setelah
pulang rawat. Langkah-langkahnya antara lain:
1) Dietisien membaca dokumen medik untuk mengetahui kondisi pasien
dan preskripsi diet pasien yang dibuat oleh dokter.
2) Dietisien memberikan edukasi dan konseling sesuai dengan masalah
yang didapat dan hasil pengkajian gizi.
3) Edukasi dan konseling menggunakan media leaflet diet sesuai dengan
jenis diet yang dibutuhkan dan alat peraga food models.
4) Edukasi dan konseling dilakukan di ruang rawat inap dan
mengikutsertakan keluarga.
5) Dietisien menyiapkan dan mengisi leaflet diet sesuai penyakit dan
kebutuhan gizi pasien serta menjelaskan tentang jadwal, jenis, jumlah
(porsi) bahan makanan sehari menggunakan alat peraga food models,
menjelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan,
cara pemasakan dll yang disesuaikan dengan pola makan dan
keinginan serta kemampuan pasien.
6) Dietisien memotivasi pasien untuk menjalankan anjuran diet.
7) Dietisien memberikan edukasi dan konseling gizi ulang pada saat
pasien akan pulang dan rawat inap dengan media leaflet/brosur/flyer
diet sesuai jenis diet yang harus dijalani di rumah.
8) Dietisien menganjurkan pasien untuk konsul ulang ke ruang layanan
gizi rawat jalan 2-4 minggu berikutnya.
9) Pencatatan hasil konseling gizi ditulis di formulir Catatan Terintegrasi
dam formulir edukasi terintegrasi serta formulir Permintaan Konseling
Gizi dan dimasukkan ke dalam rekam medik pasien
10) Pasien menandatangani formulir apabila sudah
mendapatkan edukasi/konseling gizi.
b. Konseling dan Edukasi Pasien/Keluarga Rawat Jalan
1) Pasien datang ke ruang konseling gizi dengan membawa surat rujukan
dokter dan poliklinik yang ada di RSWS atau dari luar RSWS.
2) Dietisien melakukan pendaftaran menggunakan program „Teknologi
Informasi‟ dan mencatat data pasien dalam buku registrasi.
3) Dietisien melakukan pengukuran antropometri pada pasien dewasa
yang belum ada data BB dan TB.
4) Dietisien melakukan asesmen gizi.
5) Dietisien menetapkan diagnosis gizi.
6) Dietisien memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling
dengan langkah menyiapkan dan mengisi leaflet/flyer/brosur diet
sesuai penyakit dan kebutuhan gizi pasien serta menjelaskan tentang
jadwal, jenis, jumlah bahan makanan sehari menggunakan alat peraga
food models, menjelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan, cara pemasakan dan lain-lain, yang disesuaikan dengan
pola makan dan keinginan serta kemampuan pasien.
7) Pencatatan hasil konseling gizi dengan format ADIME (Asesmen,
Diagnosis, Intervensi, Monitoring & Evaluasi) dimasukkan ke dalam
rekam medik pasien atau disampaikan ke dokter melalui pasien untuk
pasien di luar RSIF dan diarsip di ruang konseling.
8) Dietisien menganjurkan pasien untuk kunjungan ulang I bulan yang
akan datang.
c. Penyuluhan Gizi
1) Persiapan penyuluhan
Pengumuman jadwal dan tempat penyuluhan.
Persiapan ruangan dan alat bantu/media yang dibutuhkan.
2) Pelaksanaan penyuluhan
Peserta mengisi daftar hadir (absensi).
Dietisien menyampaikan materi penyuluhan
Tanya jawab.
d. Edukasi Gizi bagi Keluarga Pasien yang Membawa Makanan dari Luar
Rumah Sakit
Penjelasan yang diberikan kepada pasien dan keluarga apabila ingin
membawa makanan dari luar rumah sakit. Penjelasan mengenai
makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan kepada pasien
sehubungan dengan diet serta penyakitnya. Tujuannya adalah untuk
memberikan kesempatan kepada pasien yang berdiet untuk menukar
makanan rumah sakit dengan yang diinginkan dari luar rumah sakit,
tanpa menyalahi
jumlah/takaran, jenis makanan, bentuk dan prinsip diet serta
memperhatikan higiene makanan. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
1) Pada saat kunjungan awal pasien baru, Dietisien menginformasikan
apabila pasien ingin mendapat makanan/membawa makanan dari
luar rumah sakit agar menginformasikan kepada Dietisien jenis
makanan yang akan diberikan kepada pasien.
2) Dietisien akan menilai makanan yang dibawa dari luar, apakah
dapat diberikan kepada pasien.
3) Dietisien memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai
makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi sesuai dengan
prinsip diet, bahari makanan penukar dan higiene makanan serta
tetap memotivasi untuk memprioritaskan makanan dari rumah
sakit.
7. Distribusi Makanan
Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran
makanan sesuai jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani
(makanan biasa dan makanan khusus). Tujuan pendistribusian makanan ialah
agar konsumen mendapat makanan sesuai diet dan ketentuan yang berilaku.
Prasyarat pendistribusian makanan meliputi : adanya standar pemberian
makanan rumah sakit, tersedianya standar porsi, peraturan pengambilan
makanan, bon permintaan bahan makanan, tersedianya makanan sesuai
dengan ketentuan diet pasien / kebutuhan konsumen. Tersedianya peralatan
makan, sarana pendistribusian makanan, tersedianya tenaga pramusaji dan
adanya jadwal pendistribusian makanan didapur utama.
Sistem penyaluran makanan yang umumnya dilaksanakan di rumah
sakit ada 3 sistem yaitu:
a. Sistem penyaluran makanan yang dipusatkan (sentralisasi)
b. Sistem penyaluran makanan yang tidak dipusatkan (desentralisasi)
c. Sistem penyaluran makanan kombinasi antara sentralisasi dengan
desentralisasi.
o Perangkat Pendukung:
a. SPO Penyaluran Makanan di Unit Produksi Makanan
b. SPO Distribusi Makanan Secara Sentralisasi
c. SPO Distribusi Makanan Secara Desentralisasi
d. SPO Pendistribusian Makanan di Ruang Rawat inap
B. Bagian Penunjang
1. Mencatat penerimaan bahan makanan
2. Mencatat pemakaian bahan makanan
3. Melakukan Inventafisasi alat & perlengkapan
4. Pencatatan Stok bahan makanan
KETETAPAN-KETETAPAN
B. Bagian Logistrik
1. Mencatat penerimaan bahan makanan
2. Mencatat pemakaian bahan makanan
3. Melakukan inventarisasi alat & perlengkapan
3. Pencatatan Stok bahan Makanan
2. Pengawasan Harga
1) Tetapkan policy/kebijakan keuangan yang ingin dicapai
2) Buat format isian pelaksanaan pencatatan pelaporan yang baku untuk
pengawasan
a. Pencatatan pemasukan, penerimaan bahan makanan harian tiap putaran
menu, bulanan, triwulan dan tahunan.
b. Kalkulasi harga pemasukan bahan makanan, harga pemakaian bahan
makanan untuk setiap putaran menu, bulanan, triwulan dan tahunan.
c. Perhitungan stock bahan makanan akhir.
d. Kumpulkan data klien harian, satu putaran menu, bulanan, triwulan
dan tahunan.
e. Biaya overhead dicatat harian, setiap putaran menu, bulanan, triwulan
dan tahunan.
3) Kalkulasi pemasukan dan pengeluaran bahan makanan berikut nilai
rupiahnya setiap saat dan pada periode tertentu yang telah ditentukan.
4) Hitung biaya per porsi atau biaya per orang per hari.
B. Perencanaan Menu
1. Penyusunan menu dilakukan oleh tim Instalasi Gizi yang diketuai oleh
Kepala Instalasi Gizi.
2. Penyusunan menu disesuaikan dengan biaya yang tersedia dan kelas
perawatan pasien serta musim.
3. Menu disusun dengan siklus menu 10 hari, dan disesuaikan dengan kelas
perawatan dan jenis penyakit pasien.
4. Menu yang disusun terdiri dari:
a. Menu makanan biasa
b. Menu makanan lunak
c. Menu makanan Diet / Khusus
d. Menu makanan Formula
e. Menu pilihan
5. Formula diet untuk makanan enteral terdiri dan Formula Rumah Sakit
(FRS), dan Formula Komersial (FK). Standar ditetapkan oleh Instalasi
Gizi sesuai dengan kebutuhan dan kelas perawatan serta harga produk
komersial.
6. Standar porsi makanan ditetapkan sesuai dengan jenis bahan dan jenis
masakannya dan sesuai dengan kelas perawatan
7. Perencanaan kebutuhan bahan makanan dihitung berdasarkan menu.
jumlah pasien dan standar porsi yang telah ditetapkan.
8. Standar diet yang digunakan mengacu pada Buku Penuntun Diet Edisi
Baru tahun 2004. Evaluasi menu dilakukan minimal setiap 6 bulan atau
sesuai dengan kebutuhan jika ada masalah yang mendesak.
C. Evaluasi Diet
1. Aktivitas utama dan proses evaluasi pelayanan gizi pasien adalah
memantau pemberian makanan secara berkesinambungan untuk menilai
proses penyembuhan dan status gizi pasien.
2. Pemantauan tersebut mencakup antara lain:
a. Perubahan diet
b. Bentuk makanan
c. Asupan makanan
d. Toleransi terhadap makanan yang diberikan
e. Mual, muntah, keadaan klinis defekasi (diare atau konstipasi)
f. Hasil laboratorium
3. Tindak lanjut dilaksanakan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan hasil
evaluasi pelayanan gizi antara lain perubahan diet yang dilakukan dengan
mengubah preskripsi diet sesuai kondisi pasien. Apabila bila dilakukan
kunjungan ulang atau kunjungan rumah.
4. Untuk pasien yang dirawat walaupun tidak memerlukan diet khusus tetapi
tetap perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi “Hospital Malnutrition “
terutama pada pasien-pasien yang mempunyai masalah dalam asupan
makanan seperti adanya mual, muntah, nafsu makan rendah dan lain
sebagainya.
5. Pemantauan berat badan dan status gizi perlu dilakukan secara rutin, sesuai
dengan kebutuhan dan kondisinya. Pada pasien anak pemantauan berat
badan sebaiknya dilakukan setiap hari.
B. Kontrol Air
a. Air bersih yang digunakan harus diperiksa minimal setiap 6 bulan sekali.
b. Sumber air bersih di Instalasi Gizi harus berasal dari PDAM
c. Semua kran air dan saluran air yang ada di Instalasi Gizi harus dalam
keadaan baik, kalau ada yang rusak harus segera diperbaiki.
1. Skrining Gizi lanjut dilakukan oleh Ahli Gizi/ Dietisien Ruangan Rawat Inap/
Rawat Jalan
2. Tulis data identitas pasien mencakup : nama, tanggal lahir, nomor rekam
medik
3. Tulis diagnosis medis berdasarkan hasil pengkajian dokter pada pengkajian
awal rawat inap
4. Lakukan pengukuran BB(Kg) dan TB (cm)
5. Kalau pasien tidak bias diukur BB dan TB maka dilakukan pengukuran LILA
atau tinggi lutut untuk mengetahui status gizi pasien (Beri tanda garis datar
pada pengukuran yang tidak dilakukan)
6. Untuk pasien dewasa hitung IMT dengan menggunakan rumus : BB (kg)
dibagi tinggi badan ( dalam meter) dikuadratkan. Rumusnya : BB (kg)/ TB
2
(m ) dengan standar : 18,5-22,9 adalah normal.
7. Klasifikasi status gizi untuk anak berdasarkan standar grafik CDC : (BB
menurut TB)
a. Ukur dan timbang anak tersebut untuk mendapatkan data tinggi serta berat
badan actual
b. Setelah kita dapatkan kedua data tersebut, plotkanlah ke dalam kurva
NCHS-CDC 2000, sesuai dengan jenis kelamin anak tersebut
c. Carilah berat badan menurut height-agenya, dengan cara menarik garis
lurus horizontal dari tinggi badan anak tersebut menuju kepersentilenya -
50, kemudian tarik lurus vertikel ke bawah menuju persentile -50 berat
badan untuk tinggi tersebut
d. Itulah yang disebut BERAT BADAN IDEAL. Height age juga digunakan
untuk menentukan RDA kelompok umur yang dipakai.
8. Skor kehilangan berat badan yang tidak direncanakan 3-6 terakhir dengan
membandingkan BB biasanya dengan berat badan actual dengan menghitung
: Perubahan % berat badan = (Berat badan biasanya – BB actual)/ Berat
badan biasanyax 100%
9. Skor efek penyakit akut apabila pasien dating dengan penyakit akut dan tidak
bias mengkonsumsi makanan lebih dari 5 hari, lakukan anamnesa gizi untuk
menilai asupan dengan menggunakan Form anamnesa gizi, asupan kurang
50%
10. Cara pengukuran LILA adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran dilakukan pada lengan sebelah kiri, bagi yang kidal
pengukuran dilakukan pada lengan sebelah kanan
o
b. Siku dibengkokkan dengan sudut 90 C, diambil titik tengah dan diberi
tanda luruskan lengan kiri.
c. Lakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas pada titik pertengahan yang
sudah ditandai
d. Alat ukuryang digunakan adalah pita antropometrik, saat pengukuran
lengan dalam keadaan bebas. Pita pengukur harus menempel erat pada
permukaan kulit, tetapi tidak ada tekanan.
e. Hasil pengukuran LILA <23 cm atau dibagian merah pita LILA berarti
resiko KEK untuk wanita.
11. Setelah semua dilakukan assessment dituliskan jumlah skor keseluruhan :
a. Beresiko rendah (0) : monitoring setelah 7 hari perawatan
b. Resiko menengah (1) : monitoring asupan selama 3 hari
c. Resiko Tinggi (2) : Bekerjasama dengan TIM Dukungan Gizi/ Panitia
Asuhan Gizi
Setelah diisi formulir skrining lanjut ditulis tanggal sesuai waktu
pelaksanaan skrining lanjut dan nama serta ditanda tangani oleh ahli gizi/ dietisien
yang melakukan skrining lanjut