Pendahuluan
Benchmarking mulai muncul pada 1980-an, menjadi tren manajemen pada awal 1990-an. Ini
melibatkan dua organisasi yang setuju untuk saling berbagi informasi tentang proses atau
operasi mereka untuk saling menguntungkan. Tidak termasuk penjiplakan atau spionase
karena dilakukan dengan kesepakatan formal. Berbeda dengan analisis persaingan yang
hanya membandingkan produk, benchmarking mencakup aspek lain seperti rekayasa, cara
produksi, dan distribusi.
Konsep Benchmarking
1. Gregory H. Watson
Benchmarking sebagai pencarian secara bersinambung dan penerapan secara nyata
praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif yang unggul.
2. Robert Camp
Benchmarking adalah proses pengukuran yang kontinyu menyangkut produk, jasa dan
praktik praktik terhadap kompetitor terbaik.
3. David Kearns (CEO dari XEROX)
Benchmarking adalah suatu proses pengukuran terus-menerus atas produk, jasa. dan tata
cara terhadap pesaing yang terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai yang
terbaik.
4. IBM
Benchmarking merupakan proses terus menerus untuk menganalisis tata cara terbaik di
dunia dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi
kelas dunia.
5. Teddy Pawitra
Benchmarking adalah suatu proses belajar yang berlangsung secara sistematik dan terus
menerus dimana setiap bagian dari suatu perusahaan yang terbaik atau pesaing yang
paling unggul.
6. Goetsch dan Davis
Benchmarking adalah suatu proses pembandingan dan pengukuran operasi atau proses
internal organisasi terhadap mereka yang terbaik di kelasnya baik di dalam maupun di
luar industri.
7. Mc. Nair dan Kathleen H.J Leibfried
Benchmarking adalah sebuah proses yang berfokus pada kondisi eksternal yang dilakukan
dalam sebuah aktivitas internal, fungsi-fungsi, atau operasi agar dapat mencapai sebuah
perbaikan yang kontinyu atau terus-menerus.
Dari beberapa definisi yang ada diatas merupakan beberapa kesimpulan mengenai asas
benchmarking, yaitu :
1. Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagaimana cara dan mengapa
suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-
tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan lainnya.
2. Fokus benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahaan lainnya dan
dilakukan secara terus menerus dan siklikal.
3. Benchmarking harus berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik
manajemen lainnya.
4. Kegiatan benchmarking perlu melibatkan dari semua pihak yang berkepentingan,
pemilihan yang tepat, tentang apa yang akan di benchmarking, pemahaman dari
organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok, dan kemampuan untuk melaksanakan
apa yang ditemukan dalam praktik bisnis.
Bergantung pada objek analisis, benchmarking biasanya dibagi menjadi tiga jenis sebagai
berikut :
Beberapa alasan mengapa benchmarking penting dan menjadi dorongan bagi perusahaan :
1. Kepuasan Pelanggan.
Benchmarking didorong oleh kepuasan pelanggan. Peningkatan persaingan di pasar telah
membuat pelanggan lebih sadar akan standar produk dan pelayanan yang lebih baik.
Dengan membandingkan kinerja dan praktik bisnis dengan perusahaan lain, perusahaan
dapat mencari cara untuk memenuhi dan bahkan melebihi harapan pelanggan.
2. Kompetitivitas Pemasok.
Adanya pemasok yang semakin kompetitif mempengaruhi perusahaan untuk
meningkatkan standar dan kualitas produknya. Dalam konteks ini, benchmarking
membantu perusahaan memahami praktik terbaik yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan kinerja mereka.
3. Menghindari Pengasingan Diri.
Benchmarking menawarkan alternatif untuk menghindari pengasingan diri dalam
mengembangkan proses baru. Jika suatu proses yang diinginkan sudah ada di perusahaan
lain, maka benchmarking memungkinkan perusahaan untuk mempelajari dan menerapkan
proses tersebut tanpa harus mengalami risiko dan biaya besar dalam mengembangkannya
dari awal.
4. Meningkatkan Efisiensi dan Strategi.
Tujuan utama dari benchmarking adalah untuk meningkatkan efisiensi dan strategi
perusahaan. Dengan memahami dan mengadopsi praktik terbaik dari perusahaan lain,
perusahaan dapat mencapai perbaikan kinerja yang nyata dengan cara yang lebih cepat
dan efisien.
Secara keseluruhan, benchmarking memberikan peluang bagi perusahaan untuk belajar dari
yang terbaik di industri mereka dan mencapai perbaikan kinerja yang signifikan. Dorongan
untuk melakukan benchmarking banyak ditentukan oleh kepuasan pelanggan. Adanya
pemasok yang semakin kompetitif telah membuat pelanggan mengetahui dan meminta
standar produk dan pelayanan yang berbeda dan lebih baik. Salah satu dasar pemikiran
perlunya benchmarking adalah bahwa tidak ada gunanya pengasingan diri di dalam suatu
laboratorium untuk menemukan proses baru untuk peningkatan kualitas dan efisiensi biaya
apabila proses itu sendiri sudah ada. Benchmarking dimaksudkan untuk secara langsung
meningkatkan efisiensi dan strategik perusahaan. Benchmarking menawarkan jalan tercepat
untuk mencapai perbaikan kinerja yang nyata.
5. Laba.
Pertimbangan finansial seperti laba juga dapat menjadi faktor pendorong untuk
melakukan benchmarking. Perusahaan mungkin tertarik untuk memahami bagaimana
perusahaan lain berhasil mencapai keuntungan yang lebih tinggi dan mencari cara untuk
meningkatkan profitabilitas mereka.
Secara keseluruhan, benchmarking menjadi alat yang berguna bagi perusahaan yang ingin
meningkatkan kualitas, efisiensi, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas mereka dengan
belajar dari praktik terbaik yang telah berhasil diterapkan oleh perusahaan lain.
Benchmarking dan perbaikan bersinambung memiliki hubungan yang sangat erat dan saling
terkait. Hubungan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perubahan Budaya
Benchmarking memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan target kinerja baru yang
realistis dan keyakinan setiap orang akan kredibilitas target yang ingin dicapai.
2. Perbaikan Kinerja
Benchmarking memungkinkan perusahaan untuk mengetahui gap yang ada dalam suatu
kinerja serta proses yang perlu diperbaiki.
3. Peningkatan Kemampuan SDM
Benchmarking memberikan dasar bagi pelatihan. Para karyawan mulai menyadari bahwa
ada gap antara apa yang mereka kerjakan dan apa yang dikerjakan oleh karyawan di
perusahaan yang terbaik di kelasnya. Usaha mengurangi gap memerlukan keterlibatan
karyawan dalam setiap teknik pemecahan masalah dan perbaikan proses.
Proses Benchmarking
Proses benchmarking yang dijelaskan dalam teks tersebut cukup sederhana dan terdiri dari
beberapa langkah :
1. Perencanaan.
Manajer senior menentukan bagian dari bisnis yang perlu ditingkatkan strateginya.
Langkah ini melibatkan identifikasi dan penentuan tujuan benchmarking yang jelas.
2. Analisis.
Setelah bagian bisnis yang akan ditingkatkan strateginya ditentukan, langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan atau
organisasi-organisasi lain yang memiliki kinerja terbaik dalam fungsi tersebut.
3. Integrasi.
Setelah perusahaan atau organisasi dengan kinerja terbaik telah diidentifikasi, data dan
informasi tentang kinerja mereka dikumpulkan dan diintegrasikan. Ini melibatkan
pemahaman mendalam tentang praktik dan proses yang menghasilkan hasil yang unggul.
4. Implementasi.
Setelah data dan informasi terkumpul, rencana strategis disusun dengan memasukkan
elemen-elemen yang paling efektif dari perusahaan referensi tersebut. Selanjutnya,
rencana ini diimplementasikan dalam bisnis perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya.
5. Fase Kematangan.
Langkah terakhir dalam proses benchmarking adalah fase kematangan, di mana
perusahaan terus memantau dan mengevaluasi hasil dari perubahan strategi yang telah
diimplementasikan. Fase ini penting untuk memastikan bahwa perusahaan mencapai
perbaikan berkelanjutan dan hasil yang diharapkan.
Secara keseluruhan, proses benchmarking adalah alat yang efektif untuk belajar dari
perusahaan atau organisasi lain yang memiliki kinerja terbaik dalam fungsi tertentu dan
mengadopsi praktik-praktik terbaik mereka untuk meningkatkan kinerja bisnis sendiri.
Contoh yang disebutkan dalam teks adalah kalau perusahaan ingin mempelajari strategi
periklanan produk, mereka dapat memeriksa Coca Cola sebagai referensi karena Coca Cola
dianggap kuat dalam hal itu. Begitu juga, jika ingin mempelajari sistem piutang, perusahaan
dapat melihat sistem yang diterapkan oleh American Express sebagai referensi. Secara
keseluruhan, benchmarking adalah proses yang memungkinkan perusahaan untuk belajar dari
perusahaan lain yang memiliki kinerja terbaik dalam area tertentu dan mengadopsi praktik-
praktik terbaik mereka untuk meningkatkan kinerja mereka sendiri.
Berikut adalah tiga cara yang umum dalam melakukan proses benchmarking :
1. Riset in-house.
Metode ini melibatkan penelitian dan analisis internal yang dilakukan oleh tim atau
departemen di dalam perusahaan untuk membandingkan kinerja berbagai fungsi atau
proses bisnis yang ada di dalam organisasi. Tim in-house akan mengumpulkan data dan
informasi dari berbagai bagian perusahaan dan membandingkannya untuk
mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.
Dalam metode ini, perusahaan menggunakan jasa pihak ketiga atau konsultan untuk
melakukan penelitian dan analisis benchmarking. Pihak ketiga tersebut akan mencari
perusahaan atau organisasi lain di luar perusahaan yang memiliki kinerja terbaik dalam
fungsi atau proses tertentu. Informasi dan data akan dikumpulkan oleh pihak ketiga untuk
dijadikan referensi dalam perbaikan kinerja perusahaan.
3. Pertukaran langsung.
Cara ini melibatkan komunikasi dan kolaborasi langsung antara perusahaan dengan
perusahaan lain yang dianggap memiliki kinerja terbaik dalam area yang ingin
ditingkatkan. Melalui pertukaran langsung, perusahaan dapat berbagi informasi,
pengalaman, dan praktik terbaik untuk saling belajar dan meningkatkan kinerja mereka
bersama-sama.
Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri, dan perusahaan dapat
memilih cara yang paling sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia. Tujuan
utama dari proses benchmarking adalah untuk mengidentifikasi praktik terbaik dan
memperoleh wawasan yang akan membantu perusahaan meningkatkan kinerjanya.
1. Apa masalahnya?.
2. Di mana posisi kita sekarang?.
3. Apa yang akan di benchmark?.
4. Apa yang menjadi dasar benchmark?.
5. Apa yang akan terjadi sebagai akibat benchmark?.
6. Bagaimana kita mempertahankan benchmark?.
7. Apa masalah berikutnya yang perlu di benchmark?
Agar jawaban pertanyaan ini semua dapat diidentifikasikan dan didefinisikan secara jelas,
perusahaan dapat memberikan tanggung jawab pada tim khusus atau individu untuk
menanganinya. Langkah ini adalah metodologi yang tepat untuk proses evaluasi dan
perbaikan sebagai bagian dari program Continuous Quality Improvement secara keseluruhan
Pentingnya pemilihan instrumen manajemen kualitas yang tepat untuk mencapai perbaikan
proses dalam sebuah perusahaan. Benchmarking menjadi salah satu strategi yang efektif
dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi perusahaan dengan fokus pada proses dan produk.
Beberapa poin penting yang dapat diambil dari teks tersebut adalah:
1. Pemilihan instrumen manajemen kualitas yang tepat sangat berkontribusi pada perbaikan
proses dalam perusahaan.
2. Benchmarking merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data tentang
kinerja perusahaan unggul dan membandingkannya dengan standar, proses, dan saran.
3. Kepuasan pelanggan menjadi aspek yang kompleks dalam persaingan global, dan
perusahaan dituntut untuk memiliki keunggulan dalam hal kualitas produk.
Dengan menggunakan benchmarking secara tepat, perusahaan dapat terus berkembang dan
menghadapi persaingan dengan lebih baik melalui peningkatan kualitas dan efisiensi bisnis.
Prasyarat Benchmarking
Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi perusahaan sebelum melakukan benchmarking
antara lain sebagai berikut :
1. Kemauan dan komitmen.
Tanpa kemauan dan komitmen untuk benchmark, sebuah organisasi tidak dapat
diteruskan. Jangan membuang waktu atau waktu mitra benchmarking dengan tidak
adanya komitmen dan kemauan untuk patokan pada bagian dari manajemen puncak
perusahaan.
7. Proses Dokumentasi.
Hal ini tidak cukup untuk memahami proses. Mereka harus benarbenar didokumentasikan
dengan tiga alasan sebagai berikut :
a. Semua orang yang terkait dengan proses tersebut harus memiliki pemahaman yang
sama tentang itu, dan yang hanya berasal dari dokumentasi.
b. Sebuah titik awal yang terdokumentasi diperlukan untuk mengukur peningkatan
kinerja setelah perubahan benchmarking telah dilaksanakan.
c. Organisasi Anda akan berhadapan dengan orang-orang (para mitra) yang tidak akrab
dengan proses Anda. dokumentasi proses akan membantu mitra memahami proses
organisasi Anda. Perlu dipahami bahwa organisasi benchmarking merupakan mitra
yang akan lebih mampu untuk membantu.
1. Internal Benchmarking.
Pendekatan ini melibatkan perbandingan dan analisis kinerja berbagai departemen atau
unit dalam satu perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi praktik terbaik
yang ada di dalam perusahaan itu sendiri dan menerapkannya pada bagian-bagian lain
yang memiliki kesamaan dalam fungsi atau proses.
2. Competitive Benchmarking.
Pendekatan ini melibatkan perbandingan kinerja perusahaan dengan pesaing langsung di
pasar. Perusahaan akan mencari informasi tentang praktik terbaik yang dilakukan oleh
pesaing dan berusaha untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat bersaing lebih efektif.
3. Functional Benchmarking.
Pendekatan ini melibatkan perbandingan kinerja dalam fungsi atau proses tertentu dengan
perusahaan atau organisasi di luar industri yang memiliki kesamaan dalam fungsi
tersebut. Dalam hal ini, perusahaan mencari inspirasi dari praktik terbaik yang dilakukan
di industri lain untuk diterapkan dalam bisnis mereka.
4. Generic Benchmarking.
Pendekatan ini melibatkan perbandingan kinerja dengan organisasi atau perusahaan di
luar industri yang tidak memiliki kesamaan fungsi atau proses. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan wawasan dan pemahaman yang luas dari praktik terbaik di berbagai industri
untuk diterapkan dalam perusahaan.
Proses Benchmarking :
Proses Benchmarking merupakan proses yang melihat keluar (produk lain, organisasi lain,
sistem lain) untuk mengetahui bagaimana orang lain mencapai tingkat kinerja mereka dan
memahami proses kerja yang mereka gunakan.
Benchmarking di Xerox Pada akhir 1970, Xerox telah kehilangan pangsa pasarnya pada
pesaing dari Jepang. Bukan hanya karena produk Jepang sempurna, tetapi juga karena
kecemasan Xerox, harga produksi Xerox lebih besar dibandingkan harga jual produk mereka.
Xerox juga menemukan bahwa mereka memiliki pemasok sembilan kali lebih banyak
dibandingkan perusahaan Jepang, dan mengalami cacat manufaktur tujuh kali lebih banyak.
Lead time untuk produk baru dua kali lebih lama dan waktu produksi lima kali lebih lama
dibandingkan dengan pesaing. 17 Xerox mulai memperkenalkan benchmarking pada tahun
1980. Proses dan praktik dari Xerox melakukan benchmarking pada perusahaan pesaing yang
terbaik di industri tersebut. Dari situlah, Xerox bisa menyelamatkan dirinya sendiri, dan hari
ini Xerox merupakan salah satu perusahaan berkelas dunia di industrinya, dan sudah mampu
berdiri sendiri dengan memiliki teknologi tersendiri, harga, pelayanan, dan kepuasan
pelanggan.
Model kepemimpinan PDCA dalam piramida TQM terdiri dari beberapa tahap :
1. Tahap pertama adalah fase check, yang melibatkan pengecekan situasi saat ini dan
pemahaman terhadap perbaikan yang dibutuhkan.
2. Tahap selanjutnya model kepemimpinan adalah act, yang mencakup motivasi dan nasihat
untuk mendorong peningkatan kualitas.
3. Tahap rencana melibatkan penetapan tujuan kualitas dan desain rencana mutu. Rancangan
rencana rinci untuk perbaikan kualitas dimulai dengan keputusan manajemen puncak
yang mana sebuah daerah harus memiliki prioritas tertinggi untuk perbaikan tahun
selanjutnya.
4. Tahap terakhir adalah fase do, di mana rencana kualitas dikomunikasikan dan pendidikan
diberikan kepada karyawan. Selain itu, pendidikan juga diperlukan dalam memotivasi
manusia. Jika tahap-tahap sebelumnya dilaksanakan dengan baik melalui partisipasi
karyawan, tahap do akan dilakukan oleh tim yang diarahkan oleh pemimpin mereka.
Baik di tingkat manajemen puncak dan juga di tingkat divisi atau departemen mungkin
membantu dalam mengklasifikasi rencana untuk perbaikan kualitas ke dalam delapan
kategori berikut :
Selain kebutuhan untuk mendidik karyawan dalam penggunaan kualitas alat ada juga
kebutuhan untuk mendidik dan melatih semua karyawan dalam memotivasi manusia yaitu
teori dan praktek.
Orang-orang merupakan kunci untuk mencapai kualitas total dalam organisasi. Motivasi dan
partisipasi yang baik dari semua karyawan penting untuk mencapai tujuan kualitas bersama.
Manajemen harus membangun hubungan dan struktur organisasi yang mendukung karyawan.
Motivasi kualitas adalah hal yang krusial karena orang-oranglah yang menciptakan kualitas.
Sebagian besar masalah terkait kualitas berasal dari cara orang-orang diorganisasi dan diatur
dalam organisasi. Oleh karena itu, perhatian pada manajemen dan struktur organisasi penting
untuk mencapai kualitas yang lebih baik. Berikut ini adalah contoh manajemen yang buruk :
1. Ketika orang tidak diberi pelatihan yang tepat untuk melakukan pekerjaan dan harus
belajar mengenai pekerjaan yang lain.
2. Ketika pekerjaan itu sendiri tidak didefinisikan secara tepat mereka melakukannya harus
‘membuat itu’ saat mereka pergi bersama.
3. Bila dokumen tidak akurat.
4. Bila sistem tidak mencerminkan pekerjaan yang benar-benar terjadi atau tidak dirancang
untuk membantu melakukan pekerjaan itu.
Peran manajer :
Kegiatan utama manajer adalah untuk mengelola perubahan organisasi. Kebanyakan dari
mereka mengalami revolusi kualitas modern yang pada gilirannya telah menciptakan harapan
kualitas produk dan jasa yang lebih tinggi pada pelanggan.
Metode Perampingan :
Metode untuk menghilangkan proses pekerjaan yang tidak perlu duplikasi beban kerja dan
ekstra lintas-fungsional kerjasama. Metode ini dapat memunculkan sikap negatif: hilangnya
antusiasme hilang, hilangnya kreativitas dan motivasi.
Kepemimpinan merupakan awal dari proses peningkatan kualitas, dimulai dari visi, misi,
nilai-nilai, kebijakan, strategi, dan konsep total quality management. Kepemimpinan yang
baik dapat menghasilkan keunggulan dalam bisnis dan mencapai kepuasan pelanggan,
kepuasan orang-orang, dan dampak positif pada masyarakat.
Aspek kepemimpinan penting dalam keberhasilan Total Quality Management (TQM). Untuk
mencapai ini, sistematisasi tugas-tugas utama para pemimpin diperlukan menggunakan siklus
PDCA (Plan, Do, Check, Act) sebagai kerangka acuan. Tahap rencana dan komunikasi
mencerminkan penyebaran pada perusahaan, sedangkan pendidikan dan pelatihan
mencerminkan pemberdayaan. Dalam model kepemimpinan PDCA, fase Plan, Do, dan
Check mencerminkan kepemimpinan top-down, sementara tahap Act mencerminkan prinsip
bottom-up. Pemimpin harus mendukung tenaga kerja dalam mencapai rencana yang telah
dibuat. Kepuasan tenaga kerja dalam TQM bergantung pada motivasi dan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam perbaikan terus-menerus melalui pendidikan dan pelatihan. Negara-
negara Asia Timur (seperti Taiwan, Korea, dan Jepang) menunjukkan tingkat aktivitas
tertinggi dalam motivasi berkualitas, terutama melalui gugus kendali mutu. Namun, motivasi
saja tidak cukup untuk menciptakan budaya TQM. Metode yang berbeda digunakan di
negara-negara Asia Timur, terutama dalam kaitannya dengan konsep standardisasi, yang
mencerminkan komitmen kepemimpinan untuk mengintegrasikan tenaga kerja dalam proses
kualitas. Negara-negara Asia Timur dapat menjadi tolok ukur bagi negara lain dalam
menerapkan TQM.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa Teori Motivasi Maslow bukanlah jawaban akhir
dalam motivasi kerja, tetapi memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami
beragam kebutuhan karyawan di tempat kerja. Kebutuhan tingkat sosial dan aktualisasi
diri menjadi penting dalam motivasi kerja. Namun, penelitian kontemporer juga
menunjukkan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) atau perampingan dapat
mengurangi kekhawatiran karyawan terkait kebutuhan tingkat dasar seperti keamanan.
Organisasi yang ingin mengurangi dampak emosional dari PHK dapat melalui program
pembayaran pesangon dan layanan outplacement untuk karyawan yang diberhentikan,
sehingga dapat membantu mereka yang tetap bekerja di perusahaan.
b. Ketidakpuasan :
Kebijakan perusahaan.
Ketidakpuasan yang timbul akibat kebijakan atau aturan organisasi yang dianggap
tidak adil atau tidak mendukung kebutuhan karyawan.
Pengawasan.
Ketidakpuasan karena karyawan merasa diawasi secara ketat dan kurang
mendapatkan kepercayaan dari atasan.
Kondisi kerja.
Merujuk pada aspek fisik lingkungan kerja, seperti suhu, kebisingan, dan fasilitas,
yang dapat mempengaruhi kenyamanan kerja dan kesehatan karyawan.
Hubungan dengan yang lain.
Ketidakpuasan yang muncul akibat konflik atau masalah hubungan sosial antara
karyawan, rekan kerja, atau atasan.
Gaji.
Kepuasan finansial menjadi salah satu faktor yang penting bagi karyawan.
Ketidakpuasan bisa timbul jika gaji dianggap tidak sesuai dengan kontribusi atau
pekerjaan yang dilakukan.
Status.
Ketidakpuasan yang muncul karena perasaan tidak adanya pengakuan atau status
sosial yang diinginkan di tempat kerja.
Keamanan kerja.
Kepuasan tentang stabilitas pekerjaan dan ketidakpuasan timbul ketika karyawan
merasa khawatir tentang kemungkinan kehilangan pekerjaan.
Kehidupan pribadi.
Ketidakpuasan dapat timbul jika pekerjaan mengganggu keseimbangan kehidupan
pribadi karyawan, seperti waktu bersama keluarga dan waktu luang.
Herzberg menggunakan istilah „hygiene‟ yang memiliki arti bahwa adanya fungsi yang
bertujuan untuk menghilangkan berbagai resiko di lingkungan kerja (Andjarwati, 2015).
Dengan adanya berbagai resiko dalam lingkungan kerja maka dapat mempengaruhi
kinerja karyawannya. Lingkungan kerja yang sehat dapat mencegah ketidakpuasan kerja,
tetapi lingkungan yang sehat juga tidak menjamin penyesuaian diri seseorang dapat
mempengaruhi adanya ketidakpuasan (Andjarwati, 2015). Oleh karena itu teori ini
menjelaskan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu
salah satunya adanya istilah hygiene yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Maka
dari itu lingkungan kerja sangat penting dalam sebuah organisasi yang nantinya akan
mempengaruhi kinerja karyawan.
Studi Kasus
Pengaruh kebijakan insentif dan motivasi kerja terhadap loyalitas karyawan (Studi Kasus
Pekerja Daily Worker Sheraton Hotel Kuta Bandung)
Pendahuluan
Dalam upaya untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, pihak
manajemen hotel melaksanakan berbagai kebijakan yang diharapkan mampu memotivasi
karyawan. Misalnya mengadakan program pelatihan dan pengembangan karier, memberikan
penghargaan bagi karyawan yang berprestasi, serta mengadakan kegiatan khusus. Tujuannya
yaitu untuk mendorong atau meningkatkan moral, meningkatkan produktivitas kerja,
mempertahankan kestabilan perusahaan, meningkatkan kedisiplinan, mengefektifkan
pengadaan karyawan, dan terutama meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan.
1. Terjadi kesenjangan Kebijakan insentif yang dirasakan antar karyawan pada Sheraton
Hotel Kuta.
2. Kurangnya motivasi untuk bekerja lebih inistiatif dan loyal dari beberapa karyawan.
Hasil :
1. Pengaruh motivasi :
Memotivasi karyawan yang tinggi dapat meningkatkan loyalitas karyawan DW Sheraton
hotel kuta.
2. Pengaruh kebijakan insentif :
Kebijakan insentif berpengaruh secara simultan terhadap loyalitas karyawan.
Kesimpulan :
1. Pada Hotel Sheraton kuta, pemberian kebijakan insentif kepada seluruh karyawan DW di
perusahaan tersebut masih dianggap kurang baik.
2. Motivasi karyawan DW untuk melakukan pekerjaan pada perusahaan tersebut masih
dapat dikatakan rendah belum sepenuhnya karyawan termotivasi dalam bekerja.
3. Baik motivasi maupun kebijakan insentif keduanya berpengaruh positif terhadap loyalitas
karyawan.
Saran :
Upaya yang harus dilakukan oleh Hotel Sheraton Kuta agar loyalitas dari para karyawan DW
dapat meningkat dengan memperhatikan kebijakan insentif dan motivasi kerja pada
perusahaan.