Anda di halaman 1dari 31

Salah satu strategi dalam perusahaan/ bisnis dalam memperbaiki sumber daya

yang dimiki seperti manajemen, proses dan lain-lain adalah dengan


melakukan Benchmarking. Pada dasarnya Benchmarking dilakukan untuk
mendapat suatu informasi baru untuk kepentingan organisasi.

A. Pengertian Benchmarking

Benchmarking adalah suatu proses Studi Banding dan mengukur suatu


kegiatan perusahaan/organisasi terhadap proses operasi yang terbaik
dikelasnya sebagai inspirasi dalam meningkatkan kinerja (performance)
perusahaan/organisasi.Selain itu, benchmarking di sebut juga Patok Duga
yang dapat mendorong perusahaan/ organisasi untuk menyiapkan suatu dasar
untuk membangun rencana operasional praktek terbaik perusahaan dan
menganjurkan meningkatkan perbaikan bagi seluruh komponen lingkungan
perusahaan/organisasi.

Benchmarking dapat diartikan sebagai metode sistematis untuk


mengidentifikasi, memahami, dan secara kreatif mengembangkan proses,
produk, layanan, untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Merurut Gregory H. Watson, Bencmarking adalah pencarian secara


berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih
baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul.

B. Tujuan Benchmarking

Penerapan benchmarking mempunyai tujuan untuk meningkatkan keunggulan


kompetitif dengan memperbaiki kinerja usaha, meningkatkan produktivitas,
memperbaiki mutu produk dan pelayanan dan sebagainya, dengan
menggunakan kinerja pesaing utama atau perusahaan terkenal lainnya
sebagai pembanding.

C. Klasifikasi Benchmarking

1. Menurut Subjeknya

a. Benchmarking internal

Benchmarking internal adalah benchmarking yang dilakukan di dalam suatu


organisasi. Biasanya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki cabang atau
anak perusahaan.

b. Benchmarking eksternal

Benchmarking eksternal adalah benchmarking yang dilakukan dengan


membandingkan perusahaan sendiri dengan perusahaan lain yang sama atau
serupa.
Benchmarking eksternal ini dibagi menjadi dua:

1. Competitive benchmarking, artinya perusahaan sendiri dibandingkan


dengan pesaing utama perusahaan.

2. Non-competitive benchmarking, yang terdiri dari dua:


Functional : membandingkan fungsi yang sama dari organisasi yang berbeda
pada berbagai industri.
Generic : melakukan perbandingan proses bisnis dasar yang cenderung sama
pada setiap industri.

2. Menurut Objek yang ingin diamati


 Strategic Benchmarking, yaitu Benchmarking yang mengamati
bagaimana orang atau organisasi lain mengungguli persaingannya.
 Process Benchmarking, yaitu Benchmarking yang membandingkan
proses-proses kerja.
 Functional Benchmarking, yaitu Benchmarking yang melakukan
perbandingan pada Fungsional kerja tertentu untuk meningkatkan operasional
pada fungsional tersebut.
 Performance Benchmarking, yaitu Benchmarking yang membandingkan
kinerja pada produk atau jasa.
 Product Benchmarking, yaitu Benchmarking yang membandingkan
produk pesaing dengan produk sendiri untuk mengetahui letak kekuatan
(Strength) dan kelemahan (Weakness) produknya.
 Financial Benchmarking, yaitu Benchmarking yang membandingkan
kekuatan finansial untuk mengetahui daya saingnya.

D. Manfaat Benchmarking

Ada beberapa manfaat dari penerapan Benchmarking yaitu:

1. Perubahan Budaya

Benchmarking memungkinkan organisasi untuk mengatur realistis, perketat


target kinerja baru, dan proses ini membantu meyakinkan masyarakat tentang
kredibilitas target ini. Ini membantu orang untuk memahami bahwa ada
organisasi lain yang tahu dan melakukan pekerjaan yang lebih baik dari
organisasi mereka sendiri.

2. Peningkatan Kinerja

Benchmarking memungkinkan organisasi untuk menentukan kesenjangan


tertentu dalam kinerja dan untuk memilih proses untuk meningkatkan.
Kesenjangan ini memberikan tujuan dan rencana aksi untuk perbaikan di
semua tingkat organisasi dan mempromosikan peningkatan kinerja bagi
peserta individu dan kelompok.
3. Sumber Daya Manusia

Benchmarking menyediakan dasar untuk pelatihan. Karyawan mulai melihat


kesenjangan antara apa yang mereka lakukan dan apa yang terbaik di kelas
lakukan. Menutup kesenjangan poin keluar kebutuhan personil yang akan
dilatih untuk mempelajari teknik pemecahan masalah dan perbaikan proses.

Organisasi yang dijadikan patokan untuk mengadaptasi proses agar sesuai


dengan kebutuhan dan budaya mereka sendiri. Meskipun sejumlah langkah
dalam proses dapat bervariasi dari satu organisasi ke organisasi lain. Enam
langkah berikut ini berisi teknik inti:

a. Putuskan apa yang harus dijadikan patokan.


b. Memahami kinerja organisasi Anda.
c. Lakukan perencanaan yang tepat tentang apa, bagaimana dan kapan
pembandingan usaha.
d. Studi lain juga (praktek atau sistem yang ingin Anda benchmark)
e. Mengumpulkan data dan belajar dari itu.
f. Gunakan temuan.

E. Proses Benchmarking

Proses benchmarking biasanya terdiri dari enam langkah yaitu:

1. Menentukan Apa yang Akan Di-benchmark

Hampir segala hal dapat di-benchmark: suatu proses lama yang memerlukan
perbaikan; suatu permasalahan yang memerlukan solusi; suatu perancangan
proses baru; suatu proses yang upaya-upaya perbaikannya selama ini belum
berhasil. Perlu dibentuk suatu Tim Peningkatan Mutu yang akan menyelidiki
proses dan permasalahannya. Tim ini akan mendefinisikan proses yang
menjadi target, batas-batasnya, operasi-operasi yang dicakup dan urutannya,
dan masukan (input) serta keluarannya (output).

2. Menentukan Apa yang Akan Diukur

Ukuran atau standar yang dipilih untuk dilakukan benchmark-nya harus yang
paling kritis dan besar kontribusinya terhadap perbaikan dan peningkatan
mutu. Tim yang bertugas me-review elemen-elemen dalam proses dalam
suatu bagan alir dan melakukan diskusi tentang ukuran dan standar yang
menjadi fokus. Contoh-contoh ukuran adalah misalnya durasi waktu
penyelesaian, waktu penyelesaian untuk setiap elemen kerja, waktu untuk
setiap titik pengambilan keputusan, variasi-variasi waktu, jumlah aliran balik
atau pengulangan, dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan pada
setiap elemennya. Jika memang ada pihak lain (internal dan eksternal) yang
berkepentingan terhadap proses ini maka tuntutan atau kebutuhan
(requirements) mereka harus dimasukkan atau diakomodasikan dalam tahap
ini.
Tim yang bertugas dapat pula melakukan wawancara dengan pihak yang
berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang sebagai
pelanggan) tentang tuntutan dan kebutuhan mereka dan menghubungkan
atau mengkaitkan tuntutan tersebut kepada ukuran dan standar kinerja
proses. Tim kemudian menentukan ukuran-ukuran atau standar yang paling
kritis yang akan secara signifikan meningkatkan mutu proses dan hasilnya.
Juga dipilih informasi seperti apa yang diperlukan dalam proses benchmarking
ini dari organisasi lain yang menjadi tujuan benchmarking.

3. Menentukan kepada Siapa akan Dilakukan Benchmark

Tim Peningkatan Mutu kemudian menentukan organisasi yang akan menjadi


tujuan benchmarking ini. Pertimbangan yang perlu adalah tentunya memilih
organisasi lain tersebut yang memang dipandang mempunyai reputasi baik
bahkan terbaik dalam kategori ini.

4. Pengumpulan Data/Kunjungan

Tim Peningkatan Mutu mengumpulkan data tentang ukuran dan yang telah
dipilih terhadap organisasi yang akan di-benchmark. Pencarian informasi ini
dapat dimulai dengan yang telah dipublikasikan: misalkan hasil-hasil studi,
survei pasar, survei pelanggan, jurnal, majalah dan lain-lain. Barangkali juga
ada lembaga yang menyediakan bank data tentang benchmarking untuk
beberapa aspek dan kategori tertentu. Tim dapat juga merancang dan
mengirimkan kuesioner kepada lembaga yang akan di-benchmark, baik itu
merupakan satu-satunya cara mendapatkan data dan informasi atau sebagai
pendahuluan sebelum nantinya dilakukan kunjungan langsung.

Pada saat kunjungan langsung (site visit), tim benchmarking mengamati


proses yang menggunakan ukuran dan standar yang berkaitan dengan data
internal yang telah diidentifikasi dan dikumpulkan sebelumnya. Tentu akan
lebih baik jika ada beberapa obyek atau proses yang dikunjungi sehingga
informasi yang didapat akan lebih lengkap. Asumsi yang perlu diketahui adalah
bahwa organisasi atau lembaga yang dikunjungi mempunyai keinginan yang
sama untuk mendapatkan informasi yang sejenis dari lembaga yang
mengunjunginya yaitu adanya keinginan timbal balik untuk saling mem-
benchmark.

Para pelaku benchmarking telah dapat menyimpulkan bahwa kunjungan


langsung kepada organisasi dengan praktik terbaik dapat menghasilkan
pandangan dan pemahaman yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan cara-
cara pengumpulan data yang manapun. Kunjungan ini memungkinkan kita
untuk secara langsung berhubungan dengan “pemilik proses” yaitu orang-
orang yang benar-benar menjalankan atau mengelola proses tersebut.

5. Analisis Data
Tim Peningkatan Mutu kemudian membandingkan data yang diperoleh dari
proses yang di-benchmark dengan data proses yang dimiliki (internal) untuk
menentukan adanya kesenjangan (gap) di antara mereka. Tentu juga perlu
membandingkan situasi kualitatif misalnya tentang sistem, prosedur,
organisasi, dan sikap. Tim mengindentifikasi mengapa terjadi kesenjangan
(perbedaan) dan apa saja yang dapat dipelajari dari situasi ini. Satu hal yang
sangat penting adalah menghindari sikap penolakan; jika memang ada
perbedaan yang nyata maka kenyataan itu harus dapat diterima dan kemudian
disadari bahwa harus ada hal-hal yang diperbaiki.

6. Merumuskan Tujuan dan Rencana Tindakan

Tim Peningkatan Mutu menentukan target perbaikan terhadap proses. Target-


target ini harus dapat dicapai dan realistis dalam pengertian waktu, sumber
daya, dan kemampuan yang ada saat ini; juga sebaiknya terukur, spesifik, dan
didukung oleh manajemen dan orang-orang yang bekerja dalam proses
tersebut. Kemudian tim dapat diperluas dengan melibatkan multidisiplin yang
akan memecahkan persoalan dan mengembangkan suatu rencana untuk
memantapkan tindakan spesifik yang akan diambil, tahapan-tahapan
waktunya, dan siapa-siapa yang harus bertanggung jawab.

Hasil ini akan diserahkan kepada para pelaksana penjaminan mutu (executive)
untuk kemudian memantau kemajuan dan mengidentifikasi persoalan-
persoalan yang timbul. Ukuran dan standar dievaluasi secara bertahap,
barangkali diperlukan penyesuaian-penyesuaian terhadap rencana untuk
dapat mengatasi halangan dan persoalan yang muncul. Juga para pelaksana
memerlukan umpan balik dari mereka yang berkepentingan terhadap proses
dan hasilnya (stakeholders).

Kesenjangan standar mungkin saja tidak dapat dihilangkan karena target


organisasi terus saja berkembang dan memperbaiki diri. Yang lebih penting
dari semata-mata mengejar kesenjangan adalah menjadikan benchmarking
sebagai suatu kebiasaan, yang akan mendorong untuk terus memperbaiki diri.
Jika perlu bahkan dapat dibuat atau dibentuk suatu departemen atau divisi
tersendiri yang bertanggung jawab melaksanakan benchmarking secara terus
menerus (berkelanjutan).

Proses benchmarking ini mempunyai banyak keuntungan. Benchmarking


mendorong terciptanya suatu budaya perbaikan terus menerus, menghargai
orang lain dan prestasinya dan membangun indera dan intuisi akan pentingnya
perbaikan yang dijalankan terus menerus tersebut. Jika suatu jaringan dan
kemitraan dalam benchmarking telah terbentuk maka berbagai praktik baik
dan terbaik dapat saling dibagi di antara mereka.

STUDI KASUS

A. Bechmarking Samsung terhadap produk Apple (Iphone 4)


Tahun 2013 Samsung mengeluarkan produk baru yaitu Samsung Galaxy ace.
Namun, terdapat isu pelanggaran hak paten kepada Samsung karena
produknya tersebut dianggap menjiplak produk Apple yaitu Iphone 4 karena
terdapat kemiripan disisi keunggulan dan fitur namun disertai harga yang lebih
terjangkau.

Benchmarking Samsung terhadap Iphone

Iphone 4 lebih dulu di luncurkan sebelum Samsung galaxy ace, dari


pelanggaran paten, pihak pengadilan memang tidak memutuskan bahwa
seluruhnya dilanggar oleh Samsung. Beberapa yang tidak dianggap melanggar
antara lain adalah bagian desainnya yang jauh berbeda. Banyak pihak juga
yang mengatakan bahwa Samsung telah melakukan penjiplakan terhadap
produk Apple. Karena memang sudah terbukti Samsung telah melanggar hak
paten dan meniru iphone. Disini sudah jelas bahwa Samsung yang melakukan
benchmarking (product bechmarking) terhadap iphone. Sehingga
keuntungannya, Samsung bisa lebih menguasai pasar karna memiliki harga
yang sangat terjangkau oleh kalangan luas.

Hal mengejutkan juga datang dari pemberitaan di Amerika Serikat ditahun


2014, terungkap bahwa Galaxy S4 mampu mengalahkan penjualan iPhone 5.
Tentu ini rekor pertama kali Samsung mampu mengalahkan Apple di pasar
kandang sendiri. Dikutip dari GSMarena, Samsung menempati posisi teratas
pada penjualan Mei 2013 lalu di AS, Bila di AS saja Samsung mampu
mengalahkan Apple, bagaimana dengan pasar di Indonesia dan negara-negara
Asia lainnya. Itu sangat menguntungkan sekali bagi Samsung.

Kerugian nya untuk iphone mengalami penurunan, dan dapat dikalahkan oleh
Samsung. Dari segi harga maupun kecanggihan nya. Sebenanrnya mereka
pernah bekerja sama dalam hal LCD, flash memory, dan prosesor dari
Samsung, dan Apple merupakan pelanggan terbesar Samsung. Beberapa
perangkat penting iPad dan iPhone, diproduksi oleh Samsung.

B. Bechmarking Ford

Ford Taurus yang sangat sukses diperkenalkan sejak permulaan tahun 1980-
an juga merupakan hasil dari benchmarking. Ford mula-mula membuat
identifikasi 400 ciri dianggap paling penting bagi pembeli mobil di Amerika
Serikat, kemudian mengidentifikasi mobil pesaing (sebagian besar mobil
Jepang) yang mempunyai ciri-ciri tersebut, dan akhirnya membuat mobil
(Taurus) yang mengabungkan ciri-ciri tersebut dengan harga yang kompetitif
dengan meniru metode produksi yang dilakukan pesaingnya.

Taurus yang didesain ulang pada tahun 1992, sekali lagi didasarkan pada
Benchmarking. Pegangan pintu dan bensin irit Ford merupakan hasil
benchmarking dari Chevy Lumina, lampu depan halogen dan roda miring hasil
benchmarking dengan Honda Accord, bola lampu belakang yang mudah
diganti dan control jendela hasil benchmarking dengan Nissan’s Maxima, dan
control radio jarak jauh hasil benchmarking dari Pontiac Grand Prix.

C. Benchmarking yang dilakukan Honda (Beat) terhadap Yamaha


(Mio)

Yamaha mio adalah pelopor motor jenis matik di Indonesia yang mulanya
diperuntukan untuk wanita. Karena produknya yang sangat populer disertai
permintaan yang sangat tinggi, tidak lama kemudian Honda melakukan
benchmarking lalu meluncurkan Honda Beat dengan jenis yang sama namun
memiliki keunggulan yang berbeda. Hingga saat ini Honda Beat mampu
menyaingi penjualan Yamaha mio.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bechmarking penting dilakukan guna mengetahui kekuatan dan kelemahan


yang ada dalam perusahaan dalam berbagai aspek dengan cara
membandingkannya dengan internal perusahaan (cabang/bagian lain) atau
perusahaan lain dalam industri serupa/pesaing.

Benchmarking harus melibatkan penelitian dan pemahaman tentang prosedur


kerja internal sendiri, kemudian mencari ”praktik terbaik” pada organisasi atau
lembaga lain, kemudian mencocokkannya dengan yang telah diidentifikasi dan
akhirnya mengadaptasi praktik-praktik itu dalam organisasinya sendiri untuk
meningkatkan kinerjanya. Pada dasarnya, benchmarking adalah suatu cara
belajar dari orang (organisasi) lain secara sistematis demi memperbaiki
kelemahan dan memperkuat/ mempertahankan kekuatan yang ada atau
mendapatkan strategi baru yang diadaptasi dari orang/organisasi lain
tersebut.

Contoh penerapan benchmarking yang berhasil adalah yang dilakukan


Samsung terhadap Apple ditahun 2013, dimana Samsung dengan produknya
Samsung Galaxy ace mampu mengalahkan penjualan iphone 4 dan iphone 5.
Yang dilakukan Samsung adalah meniru fitur-fitur yang ada dalam produk
Apple namun mengatasi kelemahannya yaitu membuat produk yang lebih
terjangkau. Namun dampak negative yang diperoleh Samsung dalam
melakukan bechmarking ini adalah mendapat isu pelanggaran hak paten
karena Samsung meniru produk Apple terlalu persis.

B. Saran

Dalam melakukan bechmarking hendaknya suatu perusahaan tetap berpegang


teguh terhadap visi, misi, tujuannya sendiri serta mempertahankan ciri khas
yang ada. Selain itu dalam meniru sesuatu jangan terlalu mirip, yang
berdampak perusahaan tersebut mendapat pelanggaran hak paten atau
plagiat.
Continuous improvement adalah usaha-usaha berkelanjutan yang dilakukan untuk mengembangkan
dan memperbaiki produk, pelayanan, ataupun proses. Usaha-usaha tersebut bertujuan untuk
mencari dan mendapatkan “bentuk terbaik” dari improvement yang dihasilkan, yang memberikan
solusi terbaik bagi masalah yang ada, yang hasilnya akan terus bertahan dan bahkan berkembang
menjadi lebih baik lagi.

Salah satu tool yang digunakan untuk menjalankan misi Continuous Improvement adalah
“pemodelan kualitas empat langkah” yang disebut PDCA (Plan-Do-Check-Act) atau Siklus Deming
atau Siklus Shewhart.

PDCA terdiri dari 4 tahapan yaitu

Plan:
Tahap dilakukannya identifikasi peluang untuk perubahan dan rencana bentuk perubahan yang akan
dilakukan.

Do:
Implementasi perubahan dalam skala kecil.

Check:
Menggunakan data untuk menganalisa hasil dari perubahan dan menentukan apakah perubahan yang
dilakukan telah / akan mendatangkan perbedaan yang berarti.

Act:
Jika perubahan dianggap sukses, implementasikan perubahan tersebut dalam skala yang lebih besar
dan pertahankan hasilnya. Jika perubahan belum mendatangkan perbedaan yang berarti, ulangi
kembali siklus PDCA.

Metode lain yang sangat populer untuk Continuous Improvement, seperti Lean, Six Sigma, atau TQM
(Total Quality Management), mendorong keterlibatan karyawan dan membutuhkan kemampuan
teamwork yang baik. Metode tersebut mendorong perusahaan untuk mengukur dan melakukan
sistematisasi proses, mengurangi variasi, mengurangi cacat (defect), dan memperpendek cycle
time.

Continuous atau Continual?

Continuous dan continual improvement adalah dua istilah yang sering digunakan secara
bersilangan. Namun beberapa praktisi quality berpendapat bahwa keduanya memiliki makna yang
berbeda.

Berikut perbedaannya:

Continual Improvement:
adalah istilah yang lebih luas, yang digunakan oleh W. Edwards Deming untuk merujuk kepada
proses improvement yang sifatnya umum (luas) dan meliputi improvement yang “terputus”.
Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dan meliputi bidang-bidang yang berbeda pula.

Continuous Improvement:
adalah bagian tersendiri dari continual improvement, dengan fokus yang spesifik merujuk kepada
improvement yang linear dan terus berkembang untuk diterapkan pada proses yang telah ada.
Beberapa praktisi juga mengaitkan continuous improvement dengan teknik-teknik proses kontrol
yang akrab dengan utilisasi ilmu statistik.

Continuous Improvement (CI) merupakan sebuah filosofi dasar mengenai bagaimana mencapai
standar kualitas yang optimal melalui beberapa langkah perbaikan yang sistematis dan dilaksanakan
secara berkesinambungan. CI lebih menekankan pada beberapa tindakan perbaikan yang sederhana
namun dilakukan secara terus menerus yang kemudian akan menumbuhkan banyak ide atau inovasi
sebagai sebuah solusi atas masalah yang timbul.

Tindakan tersebut tidak hanya dilakukan untuk satu tahun atau merupakan aktivitas bulanan,
melainkan secara berkesinambungan dan dilakukan oleh setiap pribadi dalam organisasi mulai dari
manajemen puncak hingga ke pegawai dasar. Sebagai contoh di perusahaan Jepang, seperti Toyota
dan Canon, setiap pegawai memberikan 60-70 saran perbaikan yang ditulis, kemudian
dipresentasikan serta didiskusikan, dan kemudian diimplementasikan.

Filosofi Continuous Improvement merupakan transformasi dari konsep "Kaizen", yang memperbaiki
setiap kesalahan yang muncul dalam proses produksi secara bertahap dan dimulai dengan
memperbaiki kesalahan yang besar hingga ke yang kecil sampai tidak ditemukan lagi kesalahan
dalam proses produksi (zero defect).

Untuk menerapkan Continuous Improvement perlu ditempuh empat tahap dasar, yaitu:
Perusahaan harus mampu mendefinisikan proses manajemen yang bermanfaat dan berguna yang
bukan hanya generic, melainkan juga mampu menjelaskan aliran pekerjaan yang jelas, deskripsi
kerja langkah demi langkah, pedoman & identifikasi yang jelas, sumberdaya, informasi, metode
yang akan digunakan, dan mekanisme saling membantu satu sama lain;

Perlunya persamaan persepsi antara Unit IT dan Unit Pengguna dengan berkolaborasi dalam
menentukan teknologi yang bukan hanya mutakhir namun juga dapat diadopsi oleh unit pengguna;
Menggunakan sumber daya yang sudah ada dalam organisasi dengan mengekplorasi lebih dalam dan
membagi pengetahuan tersebut kepada seluruh personal;
Memaafkan kesalahan manusia karena dapat ditingkatkan melalui manajemen, coaching, training,
dan pengalaman yang berkesinambungan dalam dunia kerja.

Setelah keempat tahap dasar tersebut dilalui, maka proses Continuous Improvement dapat
diterapkan dengan baik sehingga tidak ditemukan lagi kesalahan (zero defect) dalam proses
produksi. Dengan demikian mengharapkan suatu hasil tanpa kesalahan (zero defect) tanpa melalui
proses Continuous Improvement hanya akan menjadi angan-angan. Penerapan Continuous
Improvement secara umum, akan bermanfaat untuk menurunkan biaya dan meningkatkan kinerja
yang dimungkinkan dalam suatu penciptaan lingkungan kerja yang lebih baik.
Peta Kendali atau Control Chart merupakan suatu teknik yang dikenal sebagai metode
grafik yang digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses berada dalam pengendalian
kualitas secara statistik atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan
perbaikan kualitas. Metode ini dapat membantu perusahaan dalam mengontrol proses
produksinya dengan memberikan informasi dalam bentuk grafik.

Tujuan dari perancangan program aplikasi control chart ini adalah untuk melihat sejauh
mana tingkat keberhasilan suatu proses produksi sehingga bisa dijadikan pedoman dalam
mengarahkan perusahaan ke arah pemenuhan spesifikasi konsumen.

Peta kendali (Control Chart) merupakan alat SPC (Statistical Process Control) yang
paling penting yang digunakan untuk mendeteksi ketika proses dalam keadaan tidak terkendali
(out of control).

JENIS-JENIS CONTROL CHART/ PETA KENDALI

Pengelompokkan jenis-jenis peta kendali tergantung pada tipe datanya. Gaspersz


(1998) menjelaskan bahwa konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu
:

1. Data variable, merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh
dari data variable karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu,
berat semen dalam kantong, dll.
2. Data atribut, merupakan data kualitatif yang dapat di hitung untuk pencatatan dan
analisa. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada
kemasan produk, kesalahan proses administrasi, banyaknya jenis cacat pada produk,
banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll.

Berdasarkan kedua tipe data tersebut, maka jenis-jenis peta kendali terbagi atas peta
kendali untuk data variabel dan peta kendali untuk data atribut. Beberapa peta kendali untuk
data variable adalah peta kendali Xbar-R Chart , Xbar-S Chart dan I-MR Chart. Dan peta
kendali untuk data atribut adalah peta–P, peta–C, peta –U dll.

Pada dasarnya peta-peta kendali dipergunakan untuk :

1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal? Dengan


demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara
statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan range dari subgrup contoh berada dalam
batas-batas pengendalian (Control Limits). Oleh sebab itu variasi penyebab khusus
menjadi tidak ada lagi didalam proses.

2. Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara
statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.

3. Menentukan kemampuan proses (Process Capability). Setelah proses berada dalam


batas pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.

4. MANFAAT CONTROL CHART

Control chart digunakan untuk mengadakan perbaikan kualitas proses, membantu


menentukan spesifikasi-spesifikasi yang efektif, menentukan kapan proses dijalankan dan
kapan dibuat penyesuaiannya, dan menemukan penyebab dari tidak diterimanya standar
kualitas tersebut (produk). Control chart ini digunakan apabila dalam pengukuran ternyata
ada kecenderungan hasil pengukurannya semakin naik atau semakin menurun. Control
chart ini juga berperan sebagai pengontrol kualitas produk agar sesuai dengan keinginan
konsumen atau pelanggan.
SISTEM PRODUKSI TEPAT
WAKTU (JUST IN TIME-JIT)
Posted on 31 January 2015 by ardhipamungkas under Uncategorized
A. Pengertian Just In Time (JIT)
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau
sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-
perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis
barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan
oleh konsumen.

Konsep just in time adalah suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan
untuk aktivitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada
waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi , sehingga akan sangat
menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan
barang / stocking cost.

Just In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk menghilangkan


pemborosan waktu dalam total prosesnya mulai dari proses pembelian
sampai proses distribusi. Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan
(waste) sebagai: ” Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum
atas peralatan, bahan, komponen, tempat dan waktu kerja yang mutlak
diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian diperoleh
rumusan yang lebih sederhana, pengertian pemborosan: ” Kalau sesuatu tidak
memberi nilai tambah itulah pemborosan.

7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena:

– Over produksi
– Waktu menunggu
– Transportasi
– Pemrosesan
– Tingkat persediaan barang
– Gerak
– Cacat Produksi

B. Konsep Dasar Just In Time


Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan
perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat
menghasilkan produk ynag diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi
dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu
pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses
manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan
jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya
memasok suku cadang pada proses berikutnya.

Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just
In Time (JIT):

1. Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan


hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi merupaka suatu unit pengendalian cacat secara otomatis
yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah
pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan.
4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan.
Guna mencapai empat konsep ini maka diterapkan sistem dan metode
sebagai berikut:

 Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time (JIT).


 Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan permintaan.
 Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan
produksi.
 Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja
yang fleksibel.
 Aktivitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk
meningkatkan moril tenaga kerja.
 Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian
mutu ke seluruh bagian perusahaan.
1. Elemen-elemen Just In Time
 Pengurangan waktu set up
 Aliran produksi lancar (layout)
 Produksi tanpa kerusakan mesin
 Produksi tanpa cacat
 Peranan operator
 Hubungan yang harmonis dengan pemasok
 Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
 Sistem kanban
Pengurangan waktu set up dan ukuran lot

a. Pemilihan kegiatan set up


Kegiatan set up bisa dipilih menjadi :

1. Kegiatan eksternal set up: Persiapan cetakan dan alat bantu,


pemindahan cetakan dll.
2. Kegiatan internal set up: Bongkar pasang pada mesin, penyetelan
mesin dll.
1. Langkah mengurangi waktu set up:
1. Memisahkan pekerjaan set up yang harus diselesaikan selagi mesin
berhenti (internal set up) terhadap pekerjaan yang dapat dikerjakan
selagi mesin beroprasi (eksternal set up).
2. Mengurangi internal set up dengan mengerjakan lebih banyak eksternal
set up, contohnya: Persiapan cetakan, pemindahan cetakan, peralatan
dll.
3. Mengurangi internal set up dengan mengurangi kegiatan penyesuaian
(adjustment), menyederhanakan alat bantu dan kegiatan bongkar
pasang, menambah personil pembantu dll.
4. Mengurangi total waktu untuk seluruh pekerjaan set up, baik internal
maupun eksternal.
Contoh:

 Jika set up mesin lamanya 1 jam (60 menit), bisa disingkat menjadi 6
menit. Andaikata lot yang harus dibuat banyaknya 3000 buah yang
setiap unitnya memakan waktu 1 menit, maka waktu produksinya =1
jam + (3000 x 1 menit)= 3060 menit= 51 jam.
 Setelan waktu set up dikurangi menjadi 6 menit, maka waktu
produksinya menjadi= 6 menit + (3000 x 1 menit)= 3006 menit.
 Namun, dengan waktu yang sama (3060 menit) dapat dibuat lot
sebanyak 300 buah dari berbagai jenis yang diulang sebanyak 10 kali,
yaitu: (6 menit + (300 x 1 menit) x 10= 3060 menit= 51 jam.
 Hal ini berarti sistem produksi lebih tanggap terhadap perubahan.
Aliran produksi lancar (layout)

1. Pemborosan yang berkaitan dengan proses Layout


Pada layout proses ditemukan berbagai pemborosan, yaitu:
2. Kesulitan koordinasi dan jadwal produksi
3. Pemborosan transportasi dan material handling
4. Akumulasi persediaan dalam proses
5. Penanganan material berganda bahkan beberapa kali
6. Lead time produksi yang sangat panjang
7. Kesulitan mengenali penyebab cacat produksi
8. Arus material dan prosedur kerja sulit dibakukan
9. Sulitnya perbaikan kerja karena tidak ada standardisasi
10. Menuju ke Product Layout
c. Aliran produksi
 Proses layout. Waktu simpan komponen lama, tingkat persediaan
tinggi dan prioritas kerja sulit ditentukan.
 Ketidakseimbangan jalur. Jika proses tidak terkoordinir maka
komponen akan terakumulasi sebagai persediaan dan pengaturan kerja
akan sulit dilakukan
 Set up/ penggantian alat yang makan waktu. Persediaan komponen
akan menumpuk, sementara proses berikutnya akan tertunda
 Kerusakan dan gangguan mesin. Jalur akan berhenti dan akan terjadi
penumpukan barang dalam proses
 Masalah kualitas. Kalau cacat produksi ditemukan, maka proses
selanjutnya akan berhenti dan persediaan akan menumpuk
 Absensi. Jika seorang operator ada yang berhalangan kerja dan
penggantinya sulit ditemukan, maka jalur produksi akan terhenti.
Produksi tanpa kerusakan mesin

a. Preventive Maintenance

1. Pendekatan untuk mencegah kerusakan dan gangguan mesin


2. Faktor penyebab gangguan mesin
3. Gangguan mesin dan penanggulannya
4. Total Productive Maintenance
5. Belajar bagaimana melakukan pemeliharaan rutin mesin, misalnya:
Pelumasan, pengencangan baut dan sebagainya. Guna mencegah
penurunan daya kerja mesin
6. Melaksanakan petunjuk penggunaan mesin secara wajar
7. Mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tanda-tanda
awal penurunan kemampuan mesin, dengan melakukan perawatan
yang mudah, pembersihan, penyetelan dll
Sementara karyawan bagian pemeliharaan, bisa melakukan antara lain:
1. Membantu operator produksi mempelajari kegiatan perawatan yang
dapat dilakukan sendiri
2. Memperbaiki penurunan kemampuan peralatan melalui inspeksi
berkala, bongkar pasang dan penyesuaian/penyetelan kembali
3. Menentukan kelemahan dalam rancang bangun mesin, merencanakan
dan melakukan tindakan perbaikan, menentukan kondisi wajar operasi
mesin
4. Membantu operator menaikkan kemampuan perawatan dll
Six Sigma
Pengertian Six Sigma

 Six Sigma adalah sebuah proses bisnis yang secara drastis meningkatkan kinerja dengan cara
mendesain dan memonitor kegiatan bisnis setiap hari untuk mengurangi cacat dan sumber daya
sementara kepuasan konsumen tetap terjaga.

 Istilah six sigma merujuk pada sebuah program TQM dengan kemampuan proses yang sangat
tinggi (mencapai keakuratan 99,9997%). Istilah six sigma ini dipopulerkan oleh Motorola,
Honeywell, dan General Electric.

 Six Sigma, berbagai didefinisikan sebagai suatu filosofi perbaikan terus-menerus, ukuran variasi
atau, paling umum, sebuah proses metrik kinerja, adalah sebuah metodologi untuk mengurangi
biaya bisnis proses dan limbah, meningkatkan kualitas dan kinerja pengiriman, dan memastikan
bahwa kebutuhan klien lebih baik dipahami dan ditemui oleh manajemen dan staf. Tidak peduli
apa fungsi suatu organisasi adalah, manajemen mutu sangat penting: bukan hanya manajemen
kualitas, tetapi kualitas manajemen. Meskipun berbagai proses Manajemen Mutu tersedia, tidak
memberikan proses yang lebih akurat kinerja statistik metrik dari Anda akan mampu menghasilkan
dengan menggunakan metode yang disediakan oleh Six Sigma Pelatihan.

Istilah dalam Konsep Six Sigma

1. Black Belts

Merupakan pemimpin tim yang bertanggung jawab untuk pengukuran, analisis, peningkatan, dan
pengendalian proses-proses kunci yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dan/atau
pertumbuhan produktivitas.

2. Green Belts

Serupa dengan Black Belts, tetapi posisinya tidak penuh waktu.

3. Master Black Belts

Guru yang melatih Black Belts, sekaligus merupakan konsultan proyek Six Sigma yang sedang
ditangani oleh Black Belts. Kriteria pemilihan dari Master Black Belts adalah ketrampilan analisis
kuantitaif, kemampuan mengajar dan memberikan konsultasi tentang manajemen proyek yang
berhasil. Master Black Belts merupakan posisi penuh waktu.

4. Champion

Dalam struktur Six Sigma, Champion merupakan individu yang berada pada manajemen atas yang
memahami Six Sigma dan bertanggung jawab untuk keberhasilan dari Six Sigma itu.

5. Critical to Quality

Merupakan bagian dari suatu produk. Proses atau praktek-praktek yang berdampak langsung
pada kepuasan pelanggan.
6. Defect

Kegagalan memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan.

7. Defect Per Million Opportunities (DPMO)

Ukuran kegagalan dalam Six Sigma yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan.
Pemahaman terhadap DPMO ini sangat penting dalam pengukuran keberhasilan aplikasi program
Six Sigma.

8. Process Capability

Suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan kemampuanmenghasilkan output sesuai dengan
spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi
pelanggan.

9. Variation

Proses yang pelanggan lihat dan rasakan pada saat terjadi transaksi antara pemasok dan
pelanggan itu. Semakin sedikit variasi akan semakin disukai, karena menunjukkan konsistensi
dalam kualitas. Variasi mengukur suatu perubahan dalam proses atau praktek-praktek bisnis yang
mungkin mempengaruhi hasil yang diharapkan.

10. Stable Operation

Proses-proses yang dapat diperkirakan dan dikendalikan guna meningkatkan ekspektasi


pelanggan.

11. Design For Six Sigma (DFSS)

Merupakan suatu metodologi sistematik yang menggunakan peralatan, pelatihan dan pengukuran
untuk memungkinkan pemasok mendesain produk yang memenuhi ekspektasi dan kebutuhan
pelanggan serta dapat diproduksi dan dioperasikan pada tingkat kualitas Six Sigma.

12. Define, Measure, Analyze, Improve and Control (DMAIC)

Merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target Six Sigma.

Konsep Six Sigma

Terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep Six Sigma yaitu :

1. Identifikasi pelanggan anda.

2. Identifikasi produk anda.

3. Identifikasi kebutuhan anda dalam memproduksi produk untuk pelanggan anda.

4. Definisikan proses anda.

5. Hindarkan kesalahan dalam proses anda dan hilangkan semua pemborosan yang ada.

6. Meningkatkan proses anda secara terus-menerus menuju target Six Sigma.


Langkah-Langkah Implementasi Proyek Peningkatan Kualitas Six Sigma

Proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus melibatkan secara intensif antara manajemen dari
tingkat atas sampai tingkat bawah dan akan ditangani langsung oleh Black Belts sebagai
pemimpin tim manajemen proyek. Implementasi proyek peningkatan kualitas Six Sigma mengikuti
empat tahap :

1.Identifikasi

Tujuan dari tahap identifikasi adalah mengidentifikasi bisnis-bisnis kunci dari perusahaan.
Tanggung jawab dari tahap ini berada pada manajemen dan Master Black Belts. Tahap identifikasi
terdiri dari dua langkah :

a.Recognize (Pengenalan)

Identifikasi proses dari bisnis-bisnis kunci yang berkaitan langsung dengan pelanggan yang
dilakukan oleh manajemen dan Master Black Belts. Fungsi dari tahap ini adalah memudahkan
perusahaan untuk mengetahui bagaimana proses-proses bisnis kunci itu mempengaruhi
profitabilitas dan kemudian mendefinisikan apa yang menjadi Critical to Business Process.

b.Define (Mendefinisikan)

Untuk mendefinisikan rencana-rencana yang harus dilakukan guna melaksanakan


peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci itu. Tanggung jawab dari definisi proses bisnis
kunci berada pada manajemen dan Master Black Belts.

2.Karakterisasi

Tujuan dari tahap karakterisasi adalah membantu menetapkan tujuan-tujuan yang harus
dicapai oleh perusahaan melalui proyek peningkatan kualitas Six Sigma. Tahap karakterisasi
terdiri dari dua langkah yaitu :

a.Measure (Pengukuran)

1) Memilih Karakteristik Critical to Quality, kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan
pelanggan.

2) Mendefinisikan standar-standar pengukuran.

3) Melakukan validasi terhadap sistem pengukuran.

b.Analyze (Menganalisis)

1) Menetapkan kapabilitas proses.

2) Mendefinisikan target-target kinerja.

3) Mengidentifikasi sumber-sumber variasi.

3.Optimasi
Tujuan dari tahap optimasi adalah mengidentifikasi langkah-langkah yang dibutuhkan
untuk dilaksanakan dalam meningkatkan suatu proses dan menurunkan sumber-sumber utama
penyebab variasi.

Pada umumnya, Black Belts akan memeriksa variabel-variabel yang terkait dengan prinsip 7M.
7M terdiri dari :

a. Manpower (Tenaga Kerja) : berkaitan dengan ketrampilan kerja.

b. Machine (Mesin-Mesin) : berkaitan dengan sistem perawatan preventif terhadap mesin-mesin


produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain.

c. Method (Metode Kerja) : berkaitan dengan metode kerja yang benar, mengikuti prosedur-prosedur
kerja yang ditetapkan.

d. Material (Bahan Baku dan Bahan Penolong) : berkaitan dengan kualifikasi dan keseragaman bahan
baku dan bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi, serta penanganan terhadap
bahan baku dan bahan penolong tersebut.

e. Media : berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang memperhatikan aspek-aspek kebersihan,
kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan kerja yang kondusif.

f. Motivation (Motivasi) : berkaitan dengan sikap kerja yang benar dan profesional (kreatif, proaktif,
mampu bekerja sama dalam tim, dll) yang dalam hal ini akan sangat tergantung pada sistem balas
jasa dan penghargaan terhadap tenaga kerja.

g. Money (Uang) : berkaitan dengan dukungan keuangan yang mantap guna memperlancar proyek
peningkatan kualitas Six Sigma yang akan diterapkan.

Tahap optimasi terdiri dari dua langkah :

a.Improve (Memperbaiki)

Dalam langkah ini Black Belts sebagai penanggung jawab harus kreatif dalam mencari cara-
cara baru untuk meningkatkan proses agar menjadi lebih baik, lebih efisien, dan lebih cepat.
Dengan kata lain, improve akan meningkatkan bagian-bagian sistem mencapai sasaran kerja.
Dalam langkah improve terdapat tiga hal pokok yang harus dikerjakan:

1)Mengetahui penyebab potensial yang menyebabkan variasi proses.

2)Menemukan hubungan variabel-variabel kunci penyebab variasi.

3)Menetapkan batas-batas toleransi operasional.

b.Control (Pengendalian)

Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam langkah pengendalian yaitu :

1.Melakukan validasi terhadap sistem pengukuran.

2.Menentukan kapabilitas proses yang telah tercapai sekarang.

3.Menerapkan rencana-rencana pengendalian proses.


4.Institusionalisasi

Tahap institusionalisasi merupakan tanggung jawab manajemen dan Master Black Belts. Tahap
ini terdiri dari dua langkah yaitu :

a.Standarisasi

Tujuan dari tahap ini adalah menstandarisasi sistem yang telah terbukti terbaik dalam bisnis kelas
dunia.

b.Integrate (Mengintegrasikan)

Tujuan dari langkah integrate adalah mengintegrasikan metode-metode standar dan proses
ke dalam siklus desain, di mana salah satu prinsip dari Design For Six Sigma (DFSS) adalah
bahwa proses desain harus menggunakan komponen-komponen yang ada, proses-proses dan
praktek-praktek yang telah terbukti terbaik dalam kelasnya.

Alat Analisis untuk Six Sigma dan Peningkatan Berkelanjutan

1. Diagram alir : digunakan untuk menggambarkan langkah-langkah sebagai bagian dari analisis
SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer). SIPOC pada intinya disusun oleh model
input-output untuk menggambarkan langkah suatu proyek.

2. Tabel berjalan : membantu memahami pentingnya suatu masalah dengan menggambarkannya


dalam tabel menurut tingkatannya.

3. Tabel Pareto : tabel ini membantu memecahkan masalah dengan mengelompokkan masalah ke
dalam batasan tertentu.

4. Checksheets : bentuk dasar yang membantu menstandarisasi pengumpulan data.

5. Diagram sebab-akibat : diagram yang menunjukkan hubungan penyebab potensial dengan


masalah yang dihadapi.

6. Digaram alir kesempatan : diagram yang digunakan untuk memisahkan nilai tambah dengan yang
bukan nilai tambah dalam suatu proses.

7. Tabel pengendalian : tabel hubungan waktu yang menunjukkan statistik nilai rata-rata sebuah batas
kendali.

 Six Sigma adalah usaha yang terus menerus untuk mengurangi pemborosan, menurunkan
variansi dan mencegah cacat. Six sigma merupakan sebuah konsep bisnis yang berusaha untuk
menjawab permintaan pelanggan terhadap kualitas yang terbaik dan proses bisnis yang tanpa
cacat. Kepuasan pelanggan dan peningkatannya menjadi prioritas tertinggi, dan Six sigma
berusaha menghilangkan ketidakpastian pencapaian tujuan bisnis. Untuk lebih mudahnya,

 Six sigma dapat dijelaskan dalam dua perspektif, yaitu perspektif statistik dan perspektif
metodologi. Perspektif Statistik, sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang
menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan
pada suatu rentang yang disepakati. rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper
Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit) proses yang terjadi
diluar rentang disebut cacat (defect).

 Proses Six Sigma adalah proses yang hanya menghasilkan DPMO (defect permillion opportunity).
Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan
proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). DMAIC merupakan
jantung analisis six sigma yang menjamin voice of costumer berjalan dalam keseluruhan proses
sehingga produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan.

- Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan,


mengetahui CTQ (Critical to Quality). Fase ini tidak banyak menggunakan statistik, tools statistik
yang sering dipakai pada fase ini adalah diagram cause & effect dan diagram pareto. kedua tool
statistik tersebut digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan prioritas masalah.

- Measure adalah fase mengukur tingkat kecacatan pelanggan (Y). Fase mengukur tingkat kinerja
saat ini, sebelum mengukur tingkat kinerja biasanya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap
sistem pengukuran yang digunakan.

- Analyze adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab masalah/cacat (X). Masalah-masalah


yang timbul terkadang sangat kompleks sehingga membuat kita bingung mana yang akan kita
selesaikan. * Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor
penyebab cacat. Pada fase improve banyak melibatkan uji Design of Experiment (DoE). DoE
merupakan suatu uji dengan mengubah-ubah variabel faktor sehingga penyebab perubahan pada
variabel respon diketahui.

- Control adalah fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul. Tool yang
umum digunakan adalah diagram kontrol. fungsi umum diagram kontrol adalah sebagai berikut :

1) Membantu mengurangi variabilitas b.

2) Memonitor kinerja setiap saat c.

3) Memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan


Taguchi Methods adalah sebuah metode statistik yang dikembangkan oleh
Genichi Taguchi untuk meningkatkan kualitas dari hasil produksi
manufaktur, engineering, biotechnology, marketing, dan edvertising.

Filosofi

 Kualitas harus didesain di dalam produk, bukan diperiksa di dalam produk


 Kualitas terbaik dapat dicapai dengan meminimalisir penyimpangan dari target.
Produk tersebut harus didesain agar tahan terhadap faktor lingkungan yang tidak
dapat dikendalikan
 Cost dari suatu kualitas harus diukur sebagai fungsi penyimpangan dari standard
dan kerugian harus diukur dari keseluruhan sistem
Taguchi Methods melibatkan reduksi variasi dari proses melalui desain robust dari
eksperimen. Tujuan utama dari metode ini adalah memproduksi produk yang high
quality dengan cost yang sangat rendah. Taguchi mengembangkan sebuah metode
untuk mendesain eksperimen agar dapat menginvestigasi seberapa besar pengaruh dari
parameter yang berbeda terhadap mean (rata-rata) dan variansi dari karakteristik
performansi proses yang menentukan seberapa baik proses tersebut berfungsi. Desain
ekperimental yang diperkenalkan oleh Taguchi ini melibatkan orthogonal arrays untuk
mengorganisir parameter-parameter yang memberikan efek pada proses dan tingkatan-
tingkatan yang perlu diberi variasi. Taguchi Methods tidak menguji semua kombinasi
yang memungkinkan tetapi cukup menguji beberapa kombinasi saja. Pengujian ini akan
menghasilkan kumpulan dari data yang penting dapat menentukan faktor apa saja
paling memberikan efek kepada kualitas produk dengan eksperimentasi yang minimum
sehingga dapat menghemat waktu dan uang.

Langkah umum dalam Taguchi Methods adalah sebagai berikut :


1. Menentukan tujuan dari proses atau lebih khususnya lagi target value untuk
pengukuran performansi dari suatu proses.
2. Menentukan parameter desain yang memberikan efek terhadap proses
3. Membuat orthogonal arrays untuk desain parameter yang mengindikasikan jumlah
dan kondisi dari masing-masing eksperimen
4. Menghubungan eksperimen yang diindikasi pada array yang sudah selesai untuk
mengumpulkan data pada efek dari pengukuran performansi
5. Melengkapi data analysis untuk menentukan efek dari berbagai parameter
berbeda pada pengukuran performansi.
Salah satu contoh yang paling terkenal penerapan Metode Taguchi adalah dari Perusahaan
Jepang Ina Tile pada tahun 1950-an. Perusahaan ini telah memproduksi ubin di luar
spesifikasi dimensi dalam jumlah yang sangat banyak. Tim menemukan bahwa suhu
pembakaran yang digunakan untuk membakar ubin bervariasi, menyebabkan ukuran ubin
yang tidak seragam. Mereka tidak bisa menghilangkan variasi suhu tersebut karena
membangun pembakaran baru akan menghabiskan biaya yang cukup besar. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa suhu merupakan noise factor. Dengan menggunakan
rancangan Metode Taguchi, tim menemukan bahwa dengan meningkatkan faktor kontrol
yang berupa peningkatan kadar tanah liat dan kapur, ubin menjadi lebih tahan dengan
variasi suhu pada pembakaran.
Pengertian Quality Control
Quality Control adalah suatu kegiatan meneliti, mengembangkan, merancang dan
memenuhi kepuasan konsumen, memberi pelayanan yang baik dimana pelaksananya
melibatkan seluruh kegiatan dalam perusahaan mulai dari pimpinan teratas sampai
karyawan pelaksana (Dr. K. Ishikawa).
Quality Control adalah suatu sistem yang efektif untuk mengintegrasikan kegiatan
– kegiatan pemeliharaan dan pengambangan mutu dalam suatu organisasi sehingga dapat
diperoleh produksi dan servis dalam tingkat yang paling ekonomis dan memuaskan
konsumen (Feightboum).
Quality Control adalah akrivitas memelihara dan memperbaiki produk dan service
yang ditawarkan kepada perusahaan, quality control bukan hanya menjadi tanggung
jawab begian quality control saja, tetapi seluruh karyawan atau pihak menjadi satu
kesatuan memecahkan masalah ini (Ishita Nobuyuki).

1.3 TQC (Total Quality Control)


TQC (Total Quality Control) adalah sistem manajemen yang dinamis yang mengikut
sertakan seluruh anggota organisasi dengan penerapan konsep dan teknik pengendalian
kualitas untuk tercapainya kepuasan pelanggan dan yang mengerjakannya.
Konsep dasar TQC :
1. Kepuasan pemakai (Orientasi pemakai bukan orientasi Standard)
2. Kualitas artinya mutu segala macam pekerjaan
3. Kualitas adalah urusan setiap karyawan (bekerja sekali jadi dan benar)
Pengertian dari TQC :
1. Total Quality Control adalah rangkaian kegiatan yang terus menerus
dari Plan – Do – Check – Action (PDCA)
2. Total Quality Control diselenggarakan tidak pada hasilnya, tetapi
selama proses sampai dengan hasilnya
3. Jangan menyalahkan siapapun juga
4. Bicara dengan data/fakta dan unsur – unsur yang terukur
5. Setiap kegiatan harus punya segi kegiatan perbaikan dan pencegahan

1.4 Tujuan Quality Control


Quality Control berarti memenuhi keinginan costumer terhadap produk dan service,
maka tujuan quality control berdasarkan pengertian tersebut adalah :
1. Quality adalah Kualitas produk dan kegiatan ( aktifitas kerja )
2. Cost adalah Biaya
3. Delivery adalah Penyampaian ( ketepatan dan cara )
4. Safety adalah Keselamatan
5. Environment adalah Ramah Lingkungan
Membuat keseimbangan antara quality dan cost. Kualitas dicapai secara ekonomis
dan efisien hanya bila tiap proses dapat memberi jaminan kualitas pekerjaannya pada
proses – proses berikutnya. Aktivitas QC circle ( berkesinambungan ), operasional ZD (
Zero Defect )

1.5 Keuntungan dan Faktor Kegagalan Penerapan Quality Control


Keuntungan Penerapan Quality Control meliputi :
1. Pembinaan/pengembangan personel
2. Membina rasa kebersamaan
3. Perbaikan Kualitas
4. Pengurangan Biaya
5. Perbaikan Sikap Mental
6. Membangun Team yang tangguh
7. Membangun kata sepakat dan motivasi
8. Menumbuhkan sikap kreatif dalam memecahkan masalah
9. Penghargaan terhadap karyawan
Kegagalan dalam penerapan Quality Control dapat disebabkan oleh :
1. Meremehkan anggota team yang lain
2. Tidak mendengarkan
3. Suka interupsi
4. Menggurui
5. Rendah diri
6. Mengabaikan kemampuan yang positif
7. Tidak mengikut sertakan
8. Menomor satukan orang lain
9. Gagal berbicara
10. Gagal berpraktek
11. Seakan dirinya tidak terpakai
12. Seakan dirinya nomor satu
13. Menyembunyikan belang

1.6 Sejarah Quality Control


Sejarah Quality Control setelah Perang Dunia II ( 1939-1945) pada saat kekalahan
Jepang atas Amerika :
1. Tahun 1945, Jepang mengalami kekelahan perang dengan Amerika.
Penyebabnya adalah Amerika negara yang besar dan mempunyai kemampuan
yang lebih dibandingkan dengan Jepang, demikian juga untuk kualitas peralatan
perangnya, amerika menghasilkan peralatan yang kualitasnya baik.
2. Deming, W. Edwards ( 1900-1993), orang statistik dan tenaga ahli manajemen
berkwalitas yang bertindak sebagai seorang guru, penasehat, dan konsultan bagi
sejumlah korporasi penting, para pemimpin bisnis, dan tenaga ahli pengendalian
mutu. Deming revitalize dibantu ekonom Jepang yang mengikuti Perang Dunia II (
1939-1945) dan mengadakan revolusi praktek bisnis dari banyak perusahaan di
(dalam) Amerika Serikat sepanjang 1980s
3. Tahun 1950, Pada perang Amerika dengan Korea Utara, Jepang menjadi basis
militer Amerika terutama untuk memperbaiki peralatan tempur Amerika, disinilah
awalnya Jepang kemudian belajar mengenai Quality Control.
4. Tahun 1954, E. Deming ( Seorang Ilmuan dari Amerika ) diundang datang ke
Jepang untuk memberi kuliah mengenai Quality Control.
5. Tahun 1960, Jepang mulai mengadopsi dan menerapkan Quality Control pada
industri – industrinya.

1.7 Prinsip Dasar Quality Control

1. Qualitas adalah memenuhi keinginan sesuai yang diharapkan oleh pelanggan, yaitu
dengan memberikan barang serta service yang memuaskan.
2. Quality control adalah dari Top Managemen sampai dengan seluruh karyawan benar
– benar merasakan dan menyadari bahwa Quality adalah jiwa dari perusahaan.
3. Langkah – langkah yang dilakukan dalam Quality Control adalah Plan – Do – Action
( Deming Circle ).

1.8 Quality Control, sekarang dan Dunia generasi ke-3


QC TQC
TQM
(Generasi (Generasi
(Generasi Ketiga)
Pertama ) Kedua)
Industri dan Kekuatan Kekuatan
Ekstensi dihargai
Organisasi Manufactur kompetisi produk

Qualitas Produksi
Obyek Qualitas Produksi Qualitas Manajemen
dan Service

Lingkup Hubungan antar


Produk Perusahaan, Group
Aktivitas manusia

Cocok dengan Memuaskan Memuaskan stock


Tujuan QC
permintaan Costumer holder

Cara Pemikiran
Jaminan Produk Out Market in Society in
Kualitas

Qualitas Barang Produk Q Produk QCD Gabungan ( Quality )

Sasaran
Product Proses Sistem Manajemen
Manajemen

Cara Pemikiran Pengandalian dan Manajemen dan


Strategi Manajemen
Manajemen Kontrol Operasional

Pemeliharaan Pengutamaan
Rentang Kontrol Kaizen stop
kaizen reformasi

Lingkup Perbaikan Perbaikan sebelum


Pencegahan
Perawatan Sementara berhenti

Tabel 4 : Quality Control, sekarang dan Dunia generasi ke-3

1.9 Langkah – Langkah dalam Quality Control


1. Langkah pertama dalam quality control adalah benar – benar mengerti dan
memahami keadaan ( kelemahan maupun kelebihan ) yang ada pada diri sendiri.
2. Selanjutnya adalah mampu mengurangi kesalahan pada diri sendiri.
3. Setelah menemukan penyebab masalahnya, ambil penyebab nomor 1 dan 2 ,
buang penyebab nomor 3,4, dan seterusnya.
4. Jangan hanya melihat hasilnya tetapi check satu – persatu prosesnya.
5. Check dan yakinkan fakta yang ada di lapangan, dengan produk dan data.
6. Lakukan pengamatan pada nilai rata – rata dari hasil data, karena bisa saja
terjadi ketidak seimbangan nilai rata – rata.
7. Jangan hanya melakukan penyelidikan, tetapi dari hasil penyelidikan di check
satu persatu prosesnya.
8. Cara bekerja serta urutan bekerja jangan hanya disampaikan secara lisan tetapi
sampaikanlah dalam bentuk tulisann.
9. Kalau melihat sesuatu yang abnormal, segera lakukan action,stop mesin,
hubungi maintenance, segera cari penyebabnya dan lakukan tindakan perbaikan.
10. Jangan sampai kesalahan yang sama terulang kembali.

1.10 Penerapan Quality Control


Berikut ini adalah contoh perbandingan penerapan dari teori quality control dari
dua buah perusahaan yang dari perbandingan tersebut dapat kita analisa perusahaan
manakah yang dapat bertahan hidup ?
Perusahaan A Perusahaan B
Riwayat Perusahaan Lama Baru
Biaya Pengolahan Mahal Murah
Daerah ( Kurang
Lokasi Kota ( Strategis )
Strategis )
Cara Pemikiran
Manerima apa saja Menerima yang bisa saja
Bekerja
Jumlah Karyawan Banyak Sedikit
% Produk NG 2~3% Di bawah 1 %
Tabel 5 : Contoh penerapan quality control

Anda mungkin juga menyukai