Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA SMP N 7 KOTA

TERNATE PADA PEMBELAJARAN IPA FISIKA KONSEP


GETARAN DAN GELOMBANG DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
Sani S. Sain1), Mardia Hi. Rahman2), dan Rahim Achmad3)
1)
Mahasiswa prodi pendidikan fisika, jurusan pendidikan MIPA FKIP Universitas Khairun
2) 3)
Dosen prodi pedidikan fisika, jurusan pendidikan MIPA FKIP Universitas Khairun
sanisain05@gmail.com)

Abstract
This research was conducted with the aim of knowing the scientific literacy ability of class VIII students of
SMP Negeri 7 Ternate City on the subject of vibrations and waves. This research is a quantitative
descriptive study using a test instrument. The data analysis technique used is the assessment technique.
Based on research data on scientific literacy abilities, it was found that 10 students out of 24 students
scored very high, 11 out of 24 students scored high, and 3 out of 24 students scored moderately. While the
data analysis per aspect, it was obtained that for the competence aspect it was 68% (enough), the context
aspect was 80% (good), and the content aspect was 70% (enough).

Keywords: scientific literacy ability

Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa kelas VIII SMP
Negeri 7 Kota Ternate pada pokok bahasan getaran dan gelombang. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kuantitatif dengan menggunakan instrumen tes. Adapun teknik analisis data yang digunakan
yaitu teknik penilaian. Berdasarkan data penelitian kemampuan literasi sains, diperoleh bahwa siswa
sebanyak 10 orang dari 24 siswa memperoleh nilai yang sangat tinggi, 11 orang dari 24 siswa memperoleh
nilai tinggi, dan 3 orang dari 24 siswa memperoleh nilai sedang. Sedangkan analisis data per aspek
diperoleh bahwa untuk aspek kompetensi sebesar 68% (cukup), aspek konteks sebesar 80% (baik), dan
aspek konten sebesar 70% (cukup)

Kata kunci : Kemampuan literasi sains


Sani S. Sain1, Mardia Hi. Rahman2, Rahim Achmad3 ISBN: XXXXXXXXXX

Pendahuluan
Berdasarkan tuntutan kurikulum 2013 pada pembelajaran fisika siswa dituntut
memiliki kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Fisika bukan hanya
kumpulan penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah.
Fisika sebagai proses penyelidikan, meliputi cara berpikir, sikap, dan langkah-langkah
kegiatan saintis untuk memperoleh produk-produk ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya
observasi pengetahuan, merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data,
bereksperimen dan prediksi. Fisika diharapkan menjadi wadah bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri, alam sekitar, serta pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
Semua itu akan terasa lebih mudah jika dalam pembelajaran fisika dikaitkan dengan
lingkungan sekitar siswa (Putri N.W. dkk,2020 :185)
Literasi sains merupakan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep ilmiah dan
proses yang diperlukan bagi seseorang untuk menemukan atau menentukan jawaban
pertanyaan dari rasa ingin tahu tentang pengalaman sehari-hari. Literasi saintifik berarti
tindakan memahami dan mengaplikasikannya dalam lingkungan. (Lendri A, dkk 2019 :
259)
Survey yang dilakukan Political And Economi Risk Consultant PERC 2015
menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Maluku utara berada pada urutan ke 29 dari 33
provinsi data tersebut menunjukan belum baik pendidikan di Maluku utara. Rendahnya
pendidikan di Maluku utara tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
internal maupun eksternal. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu
pendidikan adalah literasi membaca. Rendahnya literasi siswa dapat berpengaruh buruk
terhadp kualitas pendidikan. Kemampuan literasi siswa dapat ditingkatkan memalui
proses belajar mengajar disekolah dengan menggunakan model pembelajaran yang
efektif (Alkatiri N,dkk 2019 : 33)
Penelitian yang dilaksanakan oleh programme for Internasional Student Asessment
(PISA) tahun 2012, kemampuan literasi sains pesarta didik di Indonesia yang
mendapatkan peringkat ke 64 dari 65 negara peserta ( OECD, 2013). Tahun 2015 literasi
sains peserta didik Indonesian berada mendapatkan peringkat 62 dari 70 negara peserta
(OECD,2018). Hasil survey terakhir yaitu pada tahun 2018 literasi sains peserta didik
indonesia berada pada peringkat 70 dari 78 negara peserta (OECD, 2019). Berdasarkan
data tersebut menunjukan bahwa kemampuan literasi sains siswa di Indonesia dari
berbagai tahun masih rendah dibandingkan kemampuan literasi sains negara lain didunia.
Hal ini dikarenakan siswa di Indonesia belum menerapkan konsep IPA dalam
kehidupannya sehari-hari (Millenia S.H dkk 2022 : 1052)
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk dapat
meningkatkan kemampuan literasi sains. Salah satu alternatif solusinya adalah dengan
menerapkan model discovery learning dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan model
discovery learning ini dipilih karena pada dasarnya menjadikan peserta didik memiliki
kemampuan untuk bertanya, mengobservasi, mengumpulkan informasi, mengolah
informasi dan menarik kesimpulan. (Sutrisna N. 2021 : 86)

4 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA


ISSN: XXXXXXXXX Analisis Kemampuan Literasi Sains

Discovery learning adalah model pembelajaran yang bias digunakan untuk


melatihkan dan mengembangkan cara belajar peserta didik yang aktif. Discovery learning
menuntut peran aktif peserta didik untuk berpartisipasi secara langsung dalam
menemukan konsep pengetahuannya. Selain itu, peserta didik dapat berlatih berpikir
analitis serta mencoba untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Menurut (Aprilia I.N dkk 2021: 241) penggunaan model belajar discovery learning
dapat menghasilkan dampak yang baik dengan meningkatkan kemampuan literasi sains
peserta didik. Salah satunya yaitu melatihkan peserta didik untuk memahami konsep dan
prinsip dari suatu materi secara langsung berdasarkan pengalaman belajarnya sehingga
beberapa indikator literasi sains dapat terpenuhi. Discovery learning membimbing peserta
didik untuk mengidentifikasi terhadap apa yang ingin diketahuinya secara mandiri,
selanjutnya peserta didik akan mengorganisasi dan mengkonstruksikan informasi yang
diperoleh dandipahami ke dalam bentuk lain dan menghasilkan konsep akhir (Aprilia I.N
dkk 2021 : 241)
Hasil Penelitian Angraini menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains peserta
didik Kelas X SMA di Kota Solokmasih tergolong rendah yang disebabkan oleh materi
yang diujikan belum pernah dipelajari,peserta didik tidak terbiasa mengerjakan soal yang
menggunakan wacana, dan proses pembelajaran yang kurang mendukung peserta didik
dalam mengembangkan kemampuan literasi sains. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Rizkita bahwa kemampuan literasi sains peserta didik SMA Kota Malang masih rendah.
Rendahnya kemampuan literasi sains ini disebabkan karena proses pembelajaran yang
belum melibatkan proses sains. Selain itu, hasil penelitian Diana menyimpulkan bahwa
kemampuan literasi sains peserta didik Kelas X SMA di Kota Bandung masih tergolong
rendah yang disebabkan oleh perbedaan target pembelajaran yang diterapkan di sekolah
dengan tuntutan PISA (Sutrisna N 2021 :84)

Review Literatur

Untuk mengetahui kenyataan di lapangan dilakukan observasi ke SMAN 5 Solok


Selatan. Observasi dilakukan peneliti dengan memberikan angket kepada peserta didik
kelas X MIPA SMAN 5 Solok Selatan. Angket yang disebar memuat analisis
karakteristik peserta didik, analisis kurikulum, analisis tugas, dan analisis materi. Analisis
pertama yaitu analisis karakteristik peserta didik. Hasil dari analisis ini didapatkan
sebanyak 69% peserta didik tidak membaca materi pada buku cetak sebelum masuk
pembelajaran fisika, 63% peserta didik kesulitan memahami materi yang ada dalam buku
cetak yang disediakan oleh sekolah dan hanya 37% peserta didik yang membuat catatan
atau ringkasan materi sebelum mempelajari di sekolah. Hal ini menunjukan bahwa
literasi yang diterapkan di sekolah masih terbatas dan belum terlaksana dengan baik.
Literasi yang diterapkan sekolah hanya sebatas literasi fungsional saja yaitu membaca
dan menulis.(Putri W.N dkk 2020 :186)

Analisis kedua yaitu analisis kurikulum. Hasil dari analisis ini bahan ajar yang digunakan
guru hanya buku yang disusun oleh penerbit. Hal ini menyebabkan 63% peserta didik
kesulitan memahami materi yang ada dalam buku cetak, sehingga peserta didik lebih
menyukai mendengarkan penjelasan dari guru dari pada membaca materi yang ada pada

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA 5


Sani S. Sain1, Mardia Hi. Rahman2, Rahim Achmad3 ISBN: XXXXXXXXXX

buku cetak dan jika peserta didik tidak paham lebih memilih untuk melihat pekerjaan
teman. (Putri W.N dkk 2020 :186)

Hasil dari analisis ketiga pada analisis tugas, didapatkan bahwa 58 % siswa menyatakan
soal- soal yang ada dalam buku cetak sulit dipahami. Pada analisis tugas ini terlihat
bahwa rendahnya kemampuan peserta didik dalam mengerjakan soal-soal. (Putri W.N
dkk 2020 :186)

Berdasarkan pada analisis keempat yaitu analisis materi, ditemukan bahwa 67% peserta
didik yang mengatakan juga kesulitan dalam menyelesaikan soal yang memuat cerita,
grafik, dan gambar yang ada dalam buku cetak, padahal 93% peserta didik menyatakan
bahwa guru selalu mengajak peserta didik berpikir kritis, logis sistematis, dan kreatif
dalam belajar. Serta 48% peserta didik juga kesulitan mengingat dan memahami
persamaan dan rumus yang terdapat pada materi gerak. Berdasarkan hasil angket analisis
materi yang diberikan kepada peserta didik didapatkan bahwa kemampuan peserta didik
dalam memahami materi fisika tergolong masih rendah. (Putri W.N dkk 2020 :186-187)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru pada salah satu SMP di
Lembang, diperoleh fakta bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas belum
memfasilitasi siswa dalam mengembangkan literasi sains. Belum terfasilitasinya siswa
dalam mengembangkan literasi sains dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama,
pembelajaran IPA yang dilaksanakan di sekolah tidak berangkat dari fenomena-fenomena
ilmiah yang familiar dengan siswa. Kedua, pembelajaran IPA kurang dibelajarkan
melalui penyelidikan ilmiah berupa kegiatan eksperimen yang bermakna. Kegiatan
eksperimen yang dilakukan selama ini cenderung berupa eksperimen verifikasi. Siswa
tidak dilatih dalam merancang percobaan yang akan dilakukan dan mengidentifikasi
variabel-variabel dalam eksperimen. Siswa cenderung melakukan kegiatan eksperimen
yang bersifat verifikatif sesuai dengan LKS yang diberikan guru. Ketiga, pembelajaran
IPA cenderung menekankan aspek pemahaman berdasarkan ingatan. Masih sangat jarang
pembelajaran IPA yang dilakukan untuk membangun kemampuan analisis berupa
kemampuan menerjemahkan, menghubungkan, menjelaskan, dan menerapkan informasi
berdasarkan sumber data ilmiah. Berdasarkan hal tersebut, hampir dipastikan tidak terjadi
pembelajaran yang bernuansa proses, yangdidalamnya siswa dilatih memformulasikan
pertanyaan ilmiah untuk penyelidikan, menggunakan pengetahuan yang diajarkan untuk
menerangkan fenomena alam, serta menarik kesimpulan berbasis fakta-fakta yang
diamati. Keempat, siswa kurang terlatih dalam mengerjakan soal yang mengedepankan
kemampuan literasi sains.(Arief M.K 2015 : 168)

Survey yang dilakukan Political And Economi Risk Consultant PERC 2015
menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Maluku utara berada pada urutan ke 29 dari 33
provinsi data tersebut belum menunjukan belum baik pendidikan di Maluku utara.
Rendahnya pendidikan di Maluku utara tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik faktor internal maupun eksternal. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
mutu pendidikan adalah literasi membaca. Rendahnya literasi siswa dapat berpengaruh
buruk terhadp kualitas pendidikan. Kemampuan literasi siswa dapat ditingkatkan

6 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA


ISSN: XXXXXXXXX Analisis Kemampuan Literasi Sains

memalui proses proses belajar mengajar disekolah dengan menggunakan model


pembelajaran yang efektif.(Alkatiri N, dkk 2019 : 33)

Berdasarkan hasil observasi yang terkait dengan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran fisika pembelajaran fisika yang dilaksanakan di kelas X pada semester Ganjil
SMK Negeri 2 Negara memperoleh hasil tes awal yang dilakukan Peneliti nilai rata-rata
yang dicapai siswa rendah/dibawah KKM yaitu: 72,4 dengan ketuntasan belajar mencapai
47 %. Pada pembelajaran fisika, sering dijumpai pembelajaran tidak dilakukan sesuai
dengan hakikatnya, pembelajaran fisika dilakukan dengan hanya sekedar berlatih
mengerjakan soal dan sekumpulan angka dengan rumus tertentu, tanpa mengetahui apa
makna sebenarnya dibalik rumus dan angka-angka itu. Kondisi demikian akan membuat
daya tangkap dan kemampuan siswa dalam memaknai konsep materi fisika menjadi
rendah sehingga hasil belajar yang dicapai siswa juga rendah. Kondsisi demikian perlu
segera diatasi. Untuk itu melalui Penelitian Tindakan Kelas ini Peneliti berupaya
melakukan perbaikan-perbaikan agar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pada
tingkat yang lebih baik melalui penerapan model pembelajaran Discovery Learning .
(Arief M.K 2015 : 168)

Menurut OECD pada sebuah program (PISA) 2018 kemampuan literasi sains anak
Indonesia bisa dikatakan tertinggal dari negara lain. Pada PISA 2018, negara Indonesia
menduduki posisi yang cukup rendah yaitu posisi ke-74 dari 79. Indonesia menempati
urutan ke-6 terbawah dengan perolehan nilai 371. Padahal pada PISA 2015 Indonesia
mendapat peringkat ke-64. Pada tingkat ini kemampuan siswa hanya cenderung pada
kemampuan mengingat fakta, definisi, hukum dan penggunaan pengetahuan sains secara
umum dalam mengambil maupun mengevaluasi kesimpulan.
Ada beberapa indikasi yang menyebabkan rendahnya kecakapan literasi sains siswa di
Indonesia. Fakta yang peneliti temui di lapangan pada proses pembelajaran yang kurang
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dan kurang bervariasinya sumber
belajar. Selaras dengan hal tersebut, (Fatmawati & Utari) dalam penelitiannya
mengemukakan 3 indikasi yang menyebabkan rendahnya literasi sains siswa. Pertama,
siswa tidak mampu memahami fenomena ilmiah dalam kehidupan sehari-hari. Kedua,
proses pembelajaran cenderung bersifat konvensional. Ketiga, kemampuan
menyimpulkan siswa yang tidak menyesuaikan dengan data dan fakta. Berdasarkan
berbagai faktor tersebut peneliti memilih untuk melakukan penelitian terhadap bahan ajar
yang dipakai karena bahan dan sumber belajar merupakan suatu hal yang bersinggungan
langsung dengan kegiatan belajar.(Lutfia F.A, dkk 2021 : 107)
Hasil observasi disekolah SMPN 7, SMPN 6, dan SMPN 2 Kota Ternate
menunjukkan bahwa masih terdapat siswa yang memiliki nilai rendah dibawah KKM
sebesar 10% walaupun sudah dilakukan remedial dan pengayaan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru mata pelajaran fisika peneliti mendapati bahwa pembelajaran
literasi sudah diterapkan selama 5 tahun. Pengembangan perangkat pembelajaran sudah
berbasis literasi, proses pembelajaran guru lebih banyak menggunakan metode ceramah
dan penggunaan model pembelajaran belum efektif sehingga berakibat kurangnya siswa
dalam literasi khususnya literasi sains.(La Nade L.E dkk 2021 : 31)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA 7


Sani S. Sain1, Mardia Hi. Rahman2, Rahim Achmad3 ISBN: XXXXXXXXXX

Metode
Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif berarti
peneliti menganalisa data yang dikumpulkan dapat berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dan
video.Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Kota
Ternate yang berjumlah 200 siswa yang terbagi dalam 11 kelas. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah teknik tes dimana hanya satu kelas yang dijadikan
sampel. Maka yang dijadikan sampel penelitian ini adalah kelas VIII K dengan jumlah
siswa 24 orang.

Data, diskusi, dan hasil/temuan


Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 7 Kota Ternate, pada siswa kelas VIII K
yang berjumlah 24 siswa, pada hari Senin 18 April 2022. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu tes sebanyak 9 butir soal uraian, sebelum soal digunakan untuk
mengambil data, soal di uji coba terlebih dahulu pada kelas VIII J sebanyak 26 siswa
untuk mengetahui reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Setelah dilakukakan
analisis reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda, setelah di uji coba soal terdapat
soal yang layak dipakai untuk mengambil data seperti yang ada di tabel berikut yaitu soal
nomor 3, 4, 5, 7, 8, 11, 13, 15, dan 16.
Hasil analisis penelitian yang diperoleh yaitu seperti tabel berikut ini, menunjukan
nilai kemampuan literasi sains siswa dengan kriteria yang berbeda.

Tabel 1. Capaian Literasi Sains Siswa

No Kriteria Jumlah Siswa Nilai

1 Sangat tinggi 10 80-100

2 Tinggi 11 66-79

3 Sedang 3 56-65

4 Rendah 0 40-55

5 Sangat rendah 0 0-39

Jumlah 24

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa siswa sebanyak 10 orang dari 24
siswa memperoleh nilai yang sangat tinggi, 11 orang dari 24 siswa memperoleh nilai
tinggi , 3 orang dari 24 siswa memperoleh nilai sedang.

Hasil analisis kemampuan literasi sains siswa per indikator ditujukan dalam tabel
berikut.

Tabel 2. Persen Kemampuan Literasi Sains

8 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA


ISSN: XXXXXXXXX Analisis Kemampuan Literasi Sains

No Aspek Jumlah Jumlah Persentase Kualifikasi


literasi sains (%)
skor skor

peroleh maksimal

1 Aspek 343 504 68% Cukup

Kompetensi

2 Aspek 173 216 80% Baik

Konteks

3 Aspek 84 120 70% Cukup

Konten

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui persentase kualitatif kemampuan literasi


sains siswa untuk indikator menggunakan aspek kompetensi sebesar 68% (cukup),
indikator aspek konteks sebesar 80% (baik), dan aspek konten sebesar 70% (cukup).

1. Aspek Kompetensi

Aspek kompetensi merujuk pada proses mental yang terlibat saat menjawab atau
memecahkan suatu masalah, kemampuan literasi sains siswa pada aspek kompetensi
berada pada kualifikasi cukup, walaupun demikian ini belum menunjukan bahwa siswa
memahami konsep yang ada pada soal secara tepat, hal ini dapat dilihat pada penerapan
konsep getaran dalam memecahkan masalah dimana siswa masih keliru dalam
menentukan rumus yang akan digunakan dalam menyelesaikan soa. Gambar berikut
menujukan pemilihan aspek kompetensi pada nomor 7 dan 3

Gambar 1. aspek kompetensi pemecahan masalah

Berdasarkan gambar diatas terdapat siswa yang belum bisa memecahkan masalah
dalam hal menentukan penyelesaian soal apa yang hendak dicari, ini berarti pemahaman
siswa dalam aspek kompetensi dalam indikator menjelaskan fenomena secara alamiah

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA 9


Sani S. Sain1, Mardia Hi. Rahman2, Rahim Achmad3 ISBN: XXXXXXXXXX

yang menunjukan kemampuan siswa dalam menerapkan kemampuan sains yang telah
mereka pahami dalam memecahkan soal literasi sains masih terbilang cukup rendah, dan
adanya tuntutan terselesaikannya materioleh guru sesuai terget kurikulummemaksa siswa
harus memahami konsep-konsep IPA yang mungkin belum sepenuhnya dipahami oleh
siswa. akibatnya pada presentase aspek kompetensi ini hanya sebesar 68% dengan
kategori cukup.

2. Aspek Konteks

Kemampuan literasi sains pada aspek konteks yang mengandung pengertian


situasi yang ada hubungannya dengan penerapan sains dalam kehidupan sehari-hari
memiliki kualifikasi baik, ini menunjukan pada aspek konteks siswa sudah mampu
memahami konsep pada soal dan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar 2. Aspek Konteks

Pada gambar diatas kita dapat melihat bahwa siswa dapat menjawab soal karena
soal tersebut erat kaitannya dengan hal-hal yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga presentasi pada aspek konteks ini dikategorikan baik.

3. Aspek Konten

Kemampuan literasi sains Pengetahuan sains merujuk pada konsep-konsep dasar


dari sains yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang
dilakukan terhadap alam melalui kegiatan manusia, ini memiliki kualifikasi cukup.
Walaupun berada pada kualifikasi cukup masih ada siswa yang belum memahami aspek
konten dengan baik

Gambar 3. Aspek Konten

Berdasarkan gambar diatas, siswa belum bisa memahami konsep-konsep dasar dari
sains dan mengaitkannya dengan fenomena alam yang disajikan pada soal, salah satunya

10 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA


ISSN: XXXXXXXXX Analisis Kemampuan Literasi Sains

menentukan fenomena alam tentang jenis gelombang yang terbentuk pada permukaan air.
Cukupnya capaian literasi sains siswa pada aspek konten menunjukan bahwa siswa belum
sepenuhnya mampu menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam konteks yang
relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis data dengan dan pembahasan
mengenai kemampuan literasi sains siswa, maka dapat disimpulkan, bahwa siswa
sebanyak 10 orang dari 24 siswa memperoleh nilai yang sangat tinggi, 11, orang dari 24
siswa memperoleh nilai tinggi, 3 oarang dari 24 memperoleh nilai sedang.
Analisis data kemampuan literasi sains siswa per aspek diperoleh , bahwa pada
aspek kompetensi mengrepresentasikan konsep sebesar 68% (cukup), aspek konteks
mengrepresentasikan sebesar 80% (baik), dan aspek konten sebesar 70% (cukup)

Daftar Pustaka
Alkatiri N, Herullah A, Tolangara A.R. (2019). Literasi Dalam Belajaran Biologi Dengan
Model Pembelajaran Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (Pbmp) Dipadu
Think Paire Share (Tps). Edukasi - Jurnal Pendidikan, 32 - 43.
Annisa Lendri, Asrizal (2019). Pengaruh Bahan Belajar Fisika Bermuatan Literasi
Sainstifik Dan Hots Dalam Model Pembelajaran Penemuan Materi Fluida
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas Xi Sma N 10padang. Pillar Of Physics
Education, 257 - 263.
Aprilia I.N. (2021). Validitas Modul 1 Berbasis Discovery Learning Untuk Melatihkan
Keterampilan Literasi Sains Pada Materi Virus Kelas X Sam. Berkala Alamiah
Pendidikan Biologi, 240-249.
Arief M.K (2015) Penerapan Levels Of Inquiry Pada Pembelajaran Ipa Tema Pemanasan
Global Untuk Meningkatkan Literasi Sains. Jurnal Ilmu Pendidikan Dan
Pengajaran,166-176
La Nade L.K, Balulu N, Masrifah (2021) Analisis Kompetensi Pedagogik Dan
Profesional Guru IPA SMP Kota Ternate Dalam Pembelajaran Literasi Sains.
Jurnal Pendidikan MIPA, 31-36
Lutfia A.F , Radika, Yuliana Y (2021) Analisis Bahan Ajar Fisika Man Kelas X
Berdasarkan Kategori Literasi Sains Di Kabupaten Kuningan. Edu Cendekia, 106-
112
Millenia S.H, Sunarti T (2022) Analisis Riset Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing Berbasis Literasi Sains Dalam Pembelajaran Fisika.Edukatif Jurnal
Ilmu Pendidikan, 1052-1064
Nana Sutrisna. (2021). Analisis Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik Sma Di Kota
Sungai Penuh. 2683 - 2692.
Putri W.N, Hidayati, Afrizon R. (2020). Analisis Validasi Model Fisika Bermuatan
Literasi Sainstifik Pada Materi Gerak Lurus Dan Gerak Para Bla. Pillar Of
Physics Education, 185-192.
Wibowo A (2021) Analisis Literasi Sains Siswa Sekolah Dasar Pada Kasus Pandemi
Covid-19. Jurnal Educatio, 515-519

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA 11


Sani S. Sain1, Mardia Hi. Rahman2, Rahim Achmad3 ISBN: XXXXXXXXXX

Ucapan Terima Kasih


Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan
serta petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr.Hj. Mardia Hi. Rahman, S.Pd., M.Pd selaku ketua program studi pendidikan
fisika FKIP
2. Ibu Dr.Hj. Mardia Hi. Rahman, S.Pd., M.Pd selaku Pembimbing I dan Dr. Rahim
Achmad, S.Si., M.Si selaku Pembimbing II terima kasih atas segala bantuan dan
bimbingannya dalam pengarahan penulis hingga terselesainya penyusunan skripsi
ini. Tak lupa pula kepada Dr. Saprudin S.Pd, M.Pd., selaku penguji I, Drs. Nurdin A.
Rahman, M.Pd selaku penguji II, dan Ibu Fatma Hamid , S.Pd., M. Pd., Si selaku
penguji III
3. Bapak Dr. Rahim Achmad, S.Si., M.Si, selaku penasehat akademik yang telah
memberikan nasehat, motivasi, dan bimbingan selama perkuliahan
4. Seluruh dosen dan tata usaha di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Khairun.

12 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan MIPA

Anda mungkin juga menyukai