Anda di halaman 1dari 12

1

AKHLAK TERHADAP BANGSA & NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Selama ini Rasulullah SAW lebih banyak diteladani pada sisi pribadi beliau sebagai
individu. Sementara akhlak atau tuntunan beliau untuk menjalankan kehidupan berbangsa
dan bernegara dengan aturan Islam, tidak sering dibahas. Dalam setiap peringatan Maulid
Nabi Saw, kita sering mendengar berbagai seruan untuk meneladani akhlak Rasulullah. Dari
mulai musholah kecil di pinggir kampung hingga istana negara di ibukota negara menyerukan
hal yang sama pula. Namun yang diserukan masihlah terbatas untuk meneladani akhlak
Rasulullah sebagai pribadi atau dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rumah tangga. Namun
posisi beliau sebagai pemimpin negara/kepala pemerintahan yang menerapkan syariat Islam
secara total dalam kehidupan masyarakat, justru jarang disinggung. Padahal dalam separuh
episode kerasulannya, beliau mencontohkan dan mempraktekkan bagaimana memimpin
sebuah negara dengan aturan Islam. Apakah perilaku Rasulullah pemimpin negara Madinah
tidak perlu diteladani? Tentu tidak, kita harus mengambil yang dicontohkan oleh Rasulullah
untuk kita teladani. Dan sudah selayaknya bagi kaum muslimin untuk lebih total meneladani
Rasulullah. Meneladani bagaimana Rasulullah menjalani kehidupan pribadi, bermasyarakat
dan bernegara dengan aturan Islam. Dan bagi para penguasa dan calon pemimpin negeri ini,
janganlah menyampaikan akhlak Rasul hanya sebagai alat kampanye untuk meraup massa
saja. Tapi contohlah dengan penuh kesungguhan bagaimana Rasulullah memimpin untuk
memimpin bangsa ini. Yang terjadi saat ini justru para penguasa tetap menjalankan hukum-
hukum yang bersumber dari ideologi kapitalisme, dan sebaliknya enggan menerapkan
hukum-hukum Islam. Di sejumlah negeri Islam, para penguasa muslim justru berusaha keras
memerangi siapa saja yang berjuang untuk menerapkan syariah Islam secara total dalam
negara. Para penguasa ini layaknya Abu Lahab, paman Rasulullah yang bergembira atas
kelahiran Muhammad SAW. Namun pada akhirnya, dia menjadi orang yang paling
membenci, memusuhi dan selalu menghalang-halangi dakwah Nabi SAW yang berupaya
menyebarluaskan risalah Allah sekaligus menegakkan syariah-Nya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara Rasulullah dalam menyelesaikan persoalan negara
2. Bagaimana menegakkan keadilan dalam negara
3. Bagaimana hubungan pemimpin dengan yang dipimpin
4. Bagaimana perilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari dengan kedudukannya
sebagai pemimpin ummat

C. MANFAAT DAN TUJUAN


Dengan makalah ini kita dapat mengetahui bagaimana ahklak bernegara itu, dan
bagaimana Rasulullah mencontohkannya, bagaimana meneggakan keadilan, serta bagaimana
seharusnya hubungan pemimpin dengan yang dipimpin seperti yang dicontohkan Rasulullah.
Dan maksud tujuan penulisan makalah individu ini guna untuk menambah nilai mata kuliah
Akhlak.

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


2

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENTINGNYA MUSYAWARAH DALAM NEGARA


Secara etimologis, musyawarah (musyawarah) berasal dari kata syawara yang pada
mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang,
sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain,
termasuk pendapat.Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu.
Kata musyawarah padadasarnya hanya digunakan pada hal-hal yang baik, sejalan dengan
makna dasarnya.1
Karena kata musyawarah adalah bentuk mashdar dari kata kerja syawara yang dari
segi jenisnya termasuk kata kerja mufa’alah (perbuatan yang dilakukan timbal balik), maka
musyawarah harus bersifat dialogis, bukan monologis. Semua anggota musyawarah bebas
mengeluarkan pendapatnya. Dengan kebebasan berdialog itulah diharapkan dapat diketahui
kelemahan pendapat yang dikemukakan, sehingga keputusan yang dihasilkan tidak lagi
mengandung kelemahan.
1. ARTI PENTING MUSYAWARAH
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan
didalam masyarakat manapun. Setiap negara maju yang menginginkan keamanan,
ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip
musyawarah ini. Tidak aneh jika islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini. Islam
menanamkan salah satu surat dalam Al-Qur’an dengan Asy-Syura, di dalamnya dibicarakan
tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain, bahwa kehidupan mereka itu berdsarkan atas
musyawarah, bahkan segalaurusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah diantara
mereka. Sesuatu hal yangmenunjukan betapa pentingnya musyawarah adalah bahwa aat
tentang musyawarah itu dihubungkan dengan kewajiban sholat dan menjauhi perbuatan keji.2
Allah SWt berfirman, Q.S 42/Asy-Syura : 37 - 38

Terjemahnya : “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-
perbuatan keji, dan apabila mereka marahmereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang kami berikan kepada mereka.
Dalam ayat diatas, Syura’ atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat
Islam dituturkan sesudah Iman dan sholat. Menurut Taufik Asy-Syawi, hal ini memberi
pengertian bahwa musyawarah mempunyai martabat sesudah ibadah terpenting, yaitu sholat,
sekaligus memberikan pengertian bahwa Musyawarah merupan salah satu ibadah yang
tingkatannya sama dengan sholat Dan Zakat. Maka masyarakat mengabaikannya dianggap
suatau masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah.3
2. LAPANGAN MUSYAWARAH
Berbeda dengan teori Demokrasi pada umumnya, di mana segala sesuatu bisa dan
harus dimusyawarahkan supaya terwujud kehendak mayoritas dalam rangka menegakkan
kedaulatan rakyat, maka isalam memberi batasan hal-hal apa saja yang boleh
dimusyawarahkan. Karena musyawarah adalah pendapat orang, maka apa-apa yang sudah
ditetapkan ole nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah) tidak boleh dimusyawarahkan, sebab
pendapat orang tidak bolehmengungguli Wahyu ( Al-Qur’an dan As-Sunnah) jadi
musyawarah Hanyalah terbatas pada halhal yang bersifat Ijtihadiyah. Para sahabat pun jika
dimintakan pebdapat tentang suatu hal,terlebih dahulu ereka menanyakannya kepada
Rasulullah Saw, apakah masalah yang dibicarakantelah diwahyukan oleh allah atau meruakan
ijtihad Nabi, maka mereka mengemukakan pendapat.

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


3

1. TATA CARA MUSYAWARAH


Tentang tatacara musyawarah serta keharusan mengikuti tatacara itu, tidak ada nash
Al-Quran dan As-Sunnah yang menerangkannya, juga tidak ada nas yang mengharuskan
ditetapkannya jumlah anggota majlis permusyawaratan dan cara menghadirkan para anggota.
Tatacara musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah ternyata sangat bervariasi ; (1)
Kadangkala seseorang memberikan pertimbangan kepada beliau, lalu beliau melihat pendapat
itu benar, maka beliau mengamalkannya. Seperti pendapat Al-Hubab ibn al-Mundzir tentang
pemilihan tempat yang strategis dalam perang Badar dan pendapat Salman al-Farisi tentang
penggalian parik pertahanan dalam perang Khandak; (2) Kadan-kadang beliau
bermusyawarah dengan dua atau tiga orang saja. Kebanyakan dengan Abu Bakar dan Umar;
(3) kadang kala beliau bermusyawarah dengan seluruh massa dan melalui cara perwakilan,
seperti yang terjadi setelah perang Hunain tentang rampasan perang dan permohonan bantuan
melalui utusan Hawazin. 4
Dari beberapa peristiwa bervariasi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa tata cara
musyawarah, anggota Musyawarah, bisa selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan zaman, tetapi hakekat musyawarah harus selalu tegak ditengah
masyarakat dan negara.Ada hal-hal yang harus dimusyawarahkan dengan seluruh ummat,
baik langsung maupunlewat perwakilan, dan ada hal-hal yang cukup dimusyawarahkan
dengan pemimpin (ulil amri), ulama, cendikiawan dan pihak-pihak yang berkompeten
lainnya, tetapi tetap dan tidak bolehtidak harus dengan semangat dan kejujuran , buka dengan
semangat kepentingan danketidakjujuran. Yang dicari dalam musyawarah adalah kebenaran,
bukan kemenangan.
2. BEBERAPA SIKAP BERMUSYAWARAH
Supaya musyawarah berjalan dengan lancar dan penuh persahabatan, Allah
berfirman ; (Q.S 3/Ali-Imran : 159)

Terjemahnya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut
terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Allah SWT mengisyaratkan ada beberapa sikap yang harus dilakukan dalam
bermusyawarah,yaitu sikap lemah lembut, pemaaf dan memohon ampuna Allah SWT.
1. Lemah lembut
Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi sebagai pemimpin, harus menghindari tutur
kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, mitra musyawarah
akan bertebaran pergi.
2.Pemaaf
Setip orang yang bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia memberi
maaf. Karena mungkin saja ketika bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau keluar
kalimat-kalimat yang menyinggung pihak lain. Dan bila hal itu masuk kedalam hati, akan
mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi akan mengubah musyawarah menjadi pertengkaran.
3. Mohon ampunan Allah SWT
Untuk mencapai hasil yang terbaik ketika musyawarah, hubungan dengan tuhan pun harus
harmonis. Oleh sebab itu semua anggota musyawarah harus senantiasa selalu membersihkan
diri dengan cara memohon ampun kepada Allah SWT baik untuk diri sendiri maupun untuk
anggota musyawarah yang lainnya.5

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


4

B. MENEGAKKAN KEADILAN
Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (bahasa arab), yang mempunyai arti antara lain sama
dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi sama
banyak, atau meberikan hak yang sama kepada orang-orang atau kelompok dengan status
yang sama. Misalnya semua pegawai dengan kompetensi akademis dan pengalama kerja yang
sama berhak mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Semua warga negara sekalipun
dengan status sosial-ekonomi-politik- yang berbeda ±beda harus tetap mendapatkan
perlakuan yang sama dimata hukum.Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan
memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya orang tua yang adil akan membiayai pendidikan anak-anaknya
sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing sekalipun secara normal masing-masing
anak tidak mendapatkan jumlah yang sama.Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki
ditetapkan oleh Al-Qur’an (Q.S An-Nisa’ 4:11)mendapatkan warisan dua kali bagian anak
perempuan. Hal itu karena laki-laki setelah berkeluarga menanggung keluarga karena
kewajiban menghidupi isteri dan anak-anaknya,sementara anak perempuan setelah
berkeluarga dibiayai oleh suaminya.
A.PERINTAH BERLAKU ADIL
Di dalam Al-qur’an terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia berlaku
adildalam menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum ada yang bersifat
khususdalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya :

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamudapat mengambil pelajaran.
( Q.S An-Nahl 16:90)
Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (Q.S
An- Nisa 58); adil terhadap musuh (Q.S Al-maidah : 8) ; adil dalam rumah tangga (Q.S An-
Nisa : 3dan 129); dan adil dalam berkata (Q.S Al-An’am : 152).
B. KEADILAN HUKUM
Islam mengajarkan bahwa semua semua orang mendapat perlakuan yang sama dan
derajatyang sama dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan hukum,
status sosial,ekonomi, politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruhkamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allahmemberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. ( Q.S
An-Nissa ; 58).
Keadilan hukum harus ditegakkan walau terhadap diri sendiri, atau terhadap keluarga
danorang-orang yang dicintai. Tatkala seorang sahabat yang dekat dengan Rasulullah saw
meminta “keistimewaan” hukum untuk seorang wanita bangsawan yang mencuri, Rasulullah
menolaknyadengan tegas :
“apakah anda hendak meminta keistimewaan dalam pelaksanaan hukum allah?
Sesungguhnyakehancuran ummat yang terdahulu karena mereka menghukum pencuri yang
lemah, danmembiarkan pencuri yang elit.
Demi allah yang memelihara jiwa saya, kalaulah Fatimah binti Muhammad mencuri, pastilah
aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (H.R Ahmad,Muslim dan Nasa’i)
C. KEADILAN DALAM SEGALA HAL
Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada ummat manusia, terutamaorang-
orang yang beriman untuk bersifat adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadapdiri, dan

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


5

keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada musuh sekalipunseorang
musuh harus tetap berlaku adil. Mari kita perhatikan beberapa nash berikut ini:
- Adil terhadap diri sendiri

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena inginmenyimpang dari kebenaran.
(Q.S An-Nisa’ 4:135)
- Adil terhadap isteri dan anak-anak
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja. (Q.S An-Nisa’
4:3)
Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah diantara anak-anakmu. (H.R Muslim)
- Adil dalam mendamaikan perselisihan
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antarakeduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlahantara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Q.A Al-
Hujurat 49:9)
- Adil dalam berkata dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (Q.S Al-An’am6:152)
- Adil terhadap musuh sekalipun
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. danbertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( Q.S Al-Maidah5:8).
Tentu masih banyak nash Al-Qur’an dan Sunnah tentang keadilan dalam seluruh
aspek kehidupan, dan dari ayat-ayat diatas cukuplah kita dapat menyimpulkan bahwa
Islammengingatkan keadilan yang komprehensif, yang mencakup kadilan politik, ekonomi,
sosialdan lain-lainnya.

D. HUBUNGAN PEMIMPIN DENGAN YANG DIPIMPIN


Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemimpin bagi orang-orang yang beriman:

Allah peminpin orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya(iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah
syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka
itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S Al-Baqarah 2:257).
Azh-Zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol segala kekufuran,
kemusyrikan,kefasikan dan kemaksiyatan. Atau dalam bahasa sekarang Azh-zhulumat adalah
bermacam-macam ideologi atau isme-isme yang bertentangan dengan ajaran islam seperti
komunisme,sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme, hedonisme dan lain
sebagainya. Sedangkan An-nur adalah simbol dari kehidupan, keimanan, ketaatan dan segala
kebaikan lainnya.
At-thaghut adalah sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah swt dan dia
sukadipertuhan tersebut. Menurut Sayyid kutub, adalah sesuatu yang menentang da

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


6

melanggar batasyang telah digariskan oleh Allah swt kepada hamba-hambanya. Dan dia
berbentuk pandanganhidup, peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah
SWT.Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh Rasul SAW,
dansepeninggalan beliau kepemimpinan itu diteruskan oleh orang-orang yang beriman. Hal
itudinyatakan didalam Al-Qur’an :

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman,
yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
(Q.S Al-Maidah 5:55).

A. KRITERIA PEMIMPIN
Pemimpin ummat atau dalam ayat diatas diistilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain
(Q.SAn-Nisa’ 4:59) disebut dengan ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW
setelah beliau meninggal dunia. Sebagai Nabi dan Rasul, nabi Muhammad Saw tidak bisa
digantikan,tapi sebagai kepala negara, pemimpin ummat, ulil amri tugas beliau dapat
digantikan.Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal
harusmemenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 55 diatas.
1. Beriman kepada Allah Swt
Karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah Saw, sedangkan Rasul
sendiriadalah pelaksana kepemimpinan Allah Swt, maka tentu saja yang pertama sekali harus
dimiliki adalah keimanan (iman kepada Allah Swt,kepada Rasulullah dan rukun imanyang
lainnya). Tanpa keimanan kepada Allah Swt dan Rasulnya bagaimana mungkin diadapat
diharapkan memimpin ummat menempuh jalan Allah Swt diatas permukaan bumiini.
2. Mendirikan Sholat
Sholat adalah ibadah vertikal langsung kepada Allah Swt. Seorang pemimpin
yangmendirikan sholat diharapkan memiliki hubungan yang baik dengan Allah
Swt.Diharapkan nilai-nilai kemulian dan kebaikan yang terdapat dalam sholat dapat
tercermindalam kepemimpinannya. Misalnya nilai Kejujuran.
3. Membayarkan Zakat
Zakat adalah ibadah Mahdhah yang merupakan simbol kesuciaan dan kepedulian
sosial.Seorang pemimpin yang bezakat diharapkan selalu mensucikan hati dan hartanya.
Diatidak akan mencari dan menikmati harta dari jalan yang tidak halal( misalnya
dengankorupsi, kolusi dan nepotisme).dan lebih dari apada itu dia mempunyai kepedulian
sosialyang tinggi terhadap kaum dhu’afa dan mustadh’afin. Dia akan menjadi pembela orang-
orang yang lemah.
4. Selalu Tunduk Patuh Kepada Allah Swt
Dalam ayat diatas disebutkan pemimpin itu haruslah orang-orang yang selalu Ruku’. Ruku’
adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah dan Rasulnya, yang secarakongkret
dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kafah(total), baik dalamaspek
akidah, ibadah, akhlak maupun muamalat.

B. KEPATUHAN KEPADA PEMIMPIN


Kepemimpinan Allah Swt dan Rasulnya adalah kepemimpinan yang mutlak diikuti
dandipatuhi. Sedangkan kepemimpinan orang-orang yang beriman adalah kepemimpinan
yangnisbi(relatif). Kepatuhan kepadanya tergantungan dengan paling kurang dua faktor : (1)
faktor kualitas dan integritas pemimpin tersebut; (2) faktor arah dan corak kepemimpinannya.
Kemanaummat yang dipimpinnya akan dibawah, apakah untuk menegakkan Dinullah atau
tidak.Perbedaan kepatuhan itu telah di isyaratkan di dalam Firmannya:

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


7

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara
kamu.... (Q.S An- Nisa 4:59).
Perintah taat kepada Rasul disebutkan secara eksplisit seperti perintah taat kepada Allah,
sementara perintah taat kepada ulil amri hanya diikutkan kepada perintah sebelumnya.
Artinyakepatuhan kepada ulil amri itu sendiri tergantung kepatuhan Ulil amri itu kepada
Allah danrasulnya.Untuk hal-hal yang sudah diatur dan diterapkan oleh Al-Quran dan Al-
Hadis, sikap pemimpin dan yang dipimpin sudah jelas, harus sama-sama tunduk pada hukum
Allah. Tetapidalam hal-hal yang bersifat ijtihadi, ditetapkan secara musyawarah dengan
mekanisme yangtelah disepakati bersama. Akan tetapi, apabila terjadi perbedaan pendapat
yang tidak dapatdisepakati antara pemimpin dan yang dipimpin, maka yang diikuti adalah
pemimpin. Yangdipimpin kemudian tidak boleh menolaknya dnegan alasan pendapatnya
tidak dapat diterima.
C. PERSAUDARAAN PEMIMPIN DENGAN YANG DIPIMPIN
Sekalipun dalam struktur bernegara (dan juga pada level dibawahnya) ada hirarki
kepemimpinan yang mengharuskan ummat atau rakyat patuh pada pemimpinnya, tetapi
dalahubungan sehari-hari hubungan pemimpin dan yang dipimpintetaplah dilandaskan pada
prinsipukhuwah-ukhuwah islamiyah, buka prinsip atasan dengan bawahan, atau majikan
dengan buruh,,tetapi prinsip sahabat dengan sahabat.demikianlah yang dicontohkan oleh
Rasulullah Saw.Kaum muslimin yang ada disekitar beliau waktu itu dipanggil dengan
sebutan sahabat-sahabat, suatu panggilan yang menunjukkan hubungan yang horisontal,
sekalipun ada kewajibanuntuk patuh sepenunya kepada beliau sebagai seorang Nabi dan
Rasul. Hubungan persaudaraanseperi itu dalam praktiknya tidaklah melemahkan
kepemimpinan Rasulullah saw, tetapi malahsemakin kokoh karena tidak hanya didasari
hubungan formal, tetapi juga didasari denganhubungan hati yang penuh dengan kasih sayang.
6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam bernegara kita seharusnya bisa menjalankan aturan-aturan sebagaimana yang
ditawarkanoleh Rasulullah yaitu Akhlak bernegara seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw
dalamkepemimpinannya. Dan salah satu yang diajarkan Rasul dalam bernegara, yaitu
menyelesaikan persoalan negara dengan Musyawarah guna untuk mendapatkan sebuah
Mufakat, karena persoalan negara tidak bisa hanya diselesaikan oleh individu, makanya
dibutuhkan musyawarah.Tapi perlu kita pahami dalam musyawarahpun ada aturan-aturan
main yang harus dijalankan.Yang kedua Dalam kepemimpinan disebuah negara dibutuhkan
sebuah sifat adil, keadilan sangatdiperlukan karena dalam Al-Quran sendiri keadilan harus
dijalankan dalam kepemimpinannegara bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya
itu, bahkan terhadap musuhpun kitadianjurkan untuk adil. Yang ketiga sebagai orang yang
dipimpin, kita mau menjalankan apa sajayang diperintahkan oleh pemimpin, selama apa yang
diperintahkan tidak melanggar hukumsyariat.
B. SARAN
Mari kita siapkan diri untuk bersegera meneladani Rasulullah SAW secara total,
denganmenerapkan syariah Islam di seluruh aspek kehidupan bangsa ini secara total. Pilih
pemimpinyang memiliki tekad kuat untuk meneladani Rasulullah dalam setiap aspek
kehidupan. Pilih pemimpin yang hanya akan menerapkan aturan Islam secara total dalam
bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta : Pustaka pelajar offset
M. Quraish Shihab. 1996 . Wawasan Al-Qur’an, tafsir maudhu’I atas pelbagai persoalan ummat.
Bandung : Mizan.

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


8

Muhammad Abdul Kadir. 1987. hakekat sistem politik islam. Yogyakarta : Pustaka Setia
Taufik Asy-Syawi. 1997. Syura bukan demokrasi,terjemahan Djamaluddin Z.S. Jakarta : Gemainsani
Press.
Prof. Dr. H. Rachmat Djatnika. 1996. Etika Berkuasa. Jakarta : Pustaka Panjimas.

Similar to Makalah Ahlak Bernegara

1. M.Quraish Shihab, wawasan alquran, tafsir maudhui atas pelbagai persoalan


Ummat (bandung, Mizan, 1996) hal. 469.
2. Muhammad abdul kadir, hakekat sistem politik islam (Yogyakarta, 1987) . hlm 98-99.
3. Taufik Asy-syawi, syura bukan demokrasi, terjemahan Djamaluddin Z.S (jakarta,
gema insani press, 1997) . hlm. 68.
4. Muhammad Abdul kadir, hakekat sistem politik islam, Hlm.110.
5. M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Hlm. 473 – 475
6. Prof. Dr. H. Rachmat Jatnika : Etika berkuasa,.Hlm 7

(Q.S Asy-Syura 42:37-38)


       
       
      
37. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan
apabila mereka marah mereka memberi maaf. 38. Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada
mereka.
(Q.S Ali-Imran 3:159)
           
         
           

159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila
kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya. [246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan
politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
(Q.S An-Nisa’ 4:11)
           
           
          
            
            
          
         
11. Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua[273], Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


9

orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[272] bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah Karena kewajiban laki-laki lebih berat dari
perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (lihat surat An Nisaa ayat
34). [273] lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan nabi.
( Q.S An-Nahl 16:90)
         
        
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.
(Q.S An- Nisa’ 58)
          
            
    
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
(Q.S Al-Maidah 5 : 8)
         
         
          
8. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
(Q.S An-Nisa’: 3dan 129)
          
         
         
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang
saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.
[265] berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan
lain-lain yang bersifat lahiriyah.[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.
sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi
Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
         
        
     
129. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


10

cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
(Q.S 6/Al-An’am : 152).
          
         
           
       
152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan
beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka
hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520].
yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
[519] maksudnya mengatakan yang Sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri. [520]
maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.
( Q.S An-Nissa ; 58).
          
            
    
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.
(Q.S An-Nisa’ 4:135)
         
          
           
        
135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena
Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari
kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah
Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
[361] Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.
(Q.S An-Nisa’ 4:3)
          
         
         
3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
[265] berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang
bersifat lahiriyah.
[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan
pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat
orang saja.
(Q.A Al-Hujurat 49:9)
        
         

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


11

          


   
9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!
tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi
sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
(Q.S Al-An’am6:152)
          
         
           
       
152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan
beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka
hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520].
yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
[519] maksudnya mengatakan yang Sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri. [520]
maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.

AKHLAK TERHADAP BANGSA & NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk
individu, manusiamempunyai tugas menjadi hamba yang selalu beribadah kepada Allah.
Sedangkan sebagaimakhluk sosial, manusia harus berinteraksi dengan orang lain, baik dalam
lingkup masyarakt bahkan sampai pada lingkup berbangsa dan bernegara.Kewajiban
membela Negara merupakan kewajiban seluruh warga Negara yang ada di negeri ini,dalam
rangka menyelamatkan Negara dari berbagai ancaman, tantangan maupun gangguanterhadap
kadaulatan Negara.B. Rumusan Masalah1. Bagaimana akhlak terhadap bangsa dan negara?2.
Bagaimana akhlak seorang warga negara terhadap pemimpin atau pemerintah?3. Bagaimana
Ajaran Islam tentang tuntutan membangun bangsa dan negara?C. Tujuan1. Untuk mengetahui
akhlak terhadap bangsa dan negara2. Untuk mengetahui akhlak seorang warga negara
terhadap pemimpin atau pemerintah3. Untuk mengetahui ajaran Islam tentang tuntutan
membangun bangsa dan negaraBAB IIPEMBAHASANA. Akhlak Terhadap Bangsa Dan
Negara1. Kewajiban Membela NegaraKewajiban membela Negara merupakan kewajiban
seluruh warga Negara yang ada di negeri ini,dalam rangka menyelamatkan Negara dari
berbagai ancaman, tantangan maupun gangguanterhadap kadaulatan Negara.Dalam tuntunan
Islam, membela Negara itu hukumnya wajib. Sebagai contoh, pada zamanRasulullah hampir
seluruh penduduk negeri Madinah aktif berjuang dimedan perang untuk membela Negara dari
rongrongan musuh yang dating dari luar yaitu dari serangan kaun kafir Quraisy. Ketika itu
Negara Madinah sedang menghadapi ancaman yang besar dari dari tentaraQuraisy, maka saat
itu Rasulullah mengobarkan semangat berperang untuk membela NegaraMadinah.Dalam hal
ini, Allah memberikan perintah agar kaum muslimin berjuang keras untuk memerangikaum
musyrikin, karena kaum musyrikin itu berbuat dzalim (aniaya) terhadap umat islam.Perintah

Akhlak terhadap Bangsa & Negara


12

untuk menggerakkan tentara tentara Islam ini di jelaskan dalam al-Qur’an surat Al-Anfal ayat
65“Hai Nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang
yangsabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan
jika ada

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I :PENDAHULUAN
LATARBELAKANG
RUMUSAN MASALAH
MANFAAT DAN TUJUAN
BAB II: PEMBAHASAN
PENTINGNYA MUSYAWARAH DALAM NEGARA
MENEGAKKAN KEADILAN
HUBUNGAN PEMIMPIN DENGAN YANG DIPIMPIN
BAB III: PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Akhlak terhadap Bangsa & Negara

Anda mungkin juga menyukai