Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TAFSIR AYAT-AYAT MANAJEMEN

“PRINSIP MUSYAWARAH”

Dosen Pengampu: Fathurrazak,M.sy

Disusun Oleh:

MUH. ARYA SURYAWAN

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN KOMUNIKASI

MENEJEMEN DAKWAH

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT tuhan semesta alam,Shalawat dan
salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

Alhamdulillah wa syukurillah,berkat rahmat dan anugrah-Nya sehingga saya dapat


menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah TAFSIF AYAT-AYAT
MANAJEMEN. Saya menyadari sepenuhnya di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu saya mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaan
makalah ini.

Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
membantu penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua
dan khususnya bisa bermanfaat bagi penyusun dan dapat menambah wawasan kita dalam
mempelajari TAFSIF AYAT-AYAT MANAJEMEN

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam menafsiri berbagai syari’at Islam, kebanyakan kaum muslim sendiri lebih menekankan
syari’at tersebut hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat spritual saja tanpa memperhatikan
adanya bentuk syariat yang mengedepankan bentuk hubungan sosial yang baik dalam
masyarakat. Bahwa kewajiban terwujudnya hubungan sosial yang baik tersebut tidak boleh
ditinggalkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat baik sesama muslim maupun nonmuslim,
salah satunya yaitu adanya konsep musyawarah.

Konsep musyawarah merupakan salah satu pesan syari’at yang sangat ditekankan di dalam
al-Qur’an keberadaannya dalam berbagai bentuk pola kehidupan manusia, baik dalam suatu
rumah kecil yakni rumah tangga yang terdiri anggota kecil keluarga, dan dalam bentuk rumah
besar yakni sebuah negara yang terdiri dari pemimpin dan rakyat , konsep Musyawarah
merupakan suatu landasan tegaknya kesamaan hak dan kewajiban dalam kehidupan manusia, di
mana antara pemimpin dan rakyat memilki hak yang sama membuat aturan yang mengikat
dalam lingkup kehidupan bermasyarakat.

Dalam tulisan ini akan membahas pentingnya konsep musyawarah yang sangat di tekankan
dalam al-Qur’an bahwa konsep Musyawarah tersebut merupakan tradisi umat muslim pada
masa nabi yang harus terus dilestarikan dalam tatanan kehidupan sekaligus merupakan perintah
Allah yang disampaikan kepada nabi sebagai salah satu landasan syari’ah yang harus tetap
ditegakan. terutama dalam kehidpan moderen saat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Prinsip musyawarah.
2. Prinsip Musyawarah dalam QS Ali- Imron: 195
3. Prinsip Musyawarah dalam Surat Asy Syuura ayat 36-38

BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Musyawarah
Pendapat yang baik, di sertai dengan menaggapi dengan baik pula pendapat tersebut. Akar kata
musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia tersebut adalah‫ شور‬yang berarti menampakan
sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. Musyawarah bararti menampakan sesuatu yang
semula tersimpan atau mengeluarkan pendapat yang baik kepada pihak lain. Sedangkan secara
istilah Syura berasal dari kata syawwara-yusyawwiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau
mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata kerja ini adalah asyara (memberi isyarat),
tasyawara, (berunding saling tukar pendapat), Syawir ( minta pendapat) musyawarah dan mustasyir
( minta pendapat orang lain). jadi Syura adalah menjelaskan, menyatakan atau mengajukan

Pengertian ini terdapat pada dua tempat dalam al-Qur’an yakni dalam surat Ali- Imron: 195, dan
dalam surat Asy-Syura ayat 38.

B. QS. Ali- Imron: 195.

‫َفِبَم ا َر ْح َم ٍة ِّم َن ِهّللا ِلنَت َلُهْم َو َلْو ُك نَت َفّظًا َغ ِليَظ اْلَقْلِب َالنَفُّض وْا ِم ْن َح ْو ِل َك َف اْعُف َع ْنُهْم َو اْس َتْغ ِفْر َلُهْم َو َش اِوْر ُهْم ِفي اَألْم ِر َف ِإَذ ا َع َز ْم َت‬
١٥٩﴿ ‫﴾َفَتَو َّك ْل َع َلى ِهّللا ِإَّن َهّللا ُيِح ُّب اْلُم َتَو ِّك ِليَن‬
Yang artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.”

Pembahasan mengenai musyawarah yaitu QS Ali Imran (3): 159, turun setelah peristiwa
perang uhud. Sebelum perang dilakukan, nabi mengajak para sahabatnya untuk musyawarah
tentang bagaimana menghadapi musuh. Pada musyawarah tersebut, nabi mengikuti pendapat
mayoritas sahabat, meskipun ternyata hasilnya sungguh sangat menyedihkan karena berakhir
dengan kekalahan kaum muslimin. Setelah kejadian itulah nabi memutuskan untuk menghapus
musyawarah. Namun dengan turunnya ayat ini, Allah berpesan kepada nabi bahwa tradisi
musyawarah tetap harus dipertahankan dan dilanjutkan meski terbukti hasil keputusannya
( kadang ) keliru.
Dari ayat tersebut, dapat diambil empat sikap ideal ketika dan setelah melakukan musyawarah:
1. Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi pemimpin harus
menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
2. Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Sikap ini harus dimiliki peserta musyawarah, sebab
tidak akan berjalan baik, kalau peserta masih diliputi kekeruhan hati apalagi dendam
3. Memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan yang dalam ayat itu dijelaskan dengan
permohonan ampunan kepada- Nya. Itulah sebabnya yang harus mengiringi musyawarah adalah
permohonan maghfiroh dan ampunan Ilahi, sebagai mana ditegaskan oleh pesan ‫َو اْسَتْغ ِفْر َلُهْم‬

Setelah selesai semuanya harus diserahkan kepada Allah, yaitu tawakkal.


Beberapa sikap tersebut ideal namun sekaligus berat. Fakhrudin Ar-Razi menangkap
beberapa sikap positif dalam musyawarah.

1. Musyawarah merupakan bentuk penghargaan terhadap orang lain dan karenanya


menghilangkan anggapan paternalistik bahwa orang lain itu rendah.

2. Meskipun nabi adalah pribadi sempurna dan cerdas, namun sebagai manusia ia memiliki
kemampuan yang terbatas. Karenanya beliau sendiri menganjurkan dalam sabdanya” tidak ada satu
kaum yang bermusyawarah yang tidak ditunjuki kearah penyelesaian terbaik perkara mereka.
3. Menghilangkan buruk sangka. Dengan musyawarah prasangka terhadap orang lain menjadi
tereliminasi.
4. Mengeliminasi beban psikologis kesalahan. Kesalahan mayoritas dari sebuah hasil musyawarah
menjadi tanggung jawab bersama dan lebih bisa ditoleransi dari pada kesalahan keputusan individu.

 Tafsir
a. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

Maka Allah mengabulkan doa-doa mereka dan bahwasanya Dia tidak menyia-nyiakan usaha
orang yang mengerjakan amal shalih dari mereka,baik lelaki maupun perempuan. Dan mereka dalam
hubungan persaudaraan agama dan diterimanya amal serta pembalasannya setara. Maka orang-
orang yang berhijrah karena mengharapkan keridhaan Allah , dan di usir dari kampung halaman
mereka, serta menghadapi gangguan dalam taat kepada tuhan mereka dan beribadah kepadaNYA,
dan berperang serta terbunuh di jalanNYA demi meninggikan kalimatNYA, pastilah Allah akan
menutupi bagi mereka apa yang telah mereka pernuat dari maksiat-maksiat,sebagaimana DIA telah
menutupinya atas mereka di dunia. Maka Dia tidak mengadakan perhitugan dengan mereka atasnya,
dan DIA benar-benar akan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawah
istana-istana dan pepohonannya sungai-sungai sebagai balasan pahala dari sisi Allah. Dan Allah pada
sisiNYA terdapat balasan pahala yang baik.

b. Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan


Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah

195. Kemudian Allah mengabulkan doa orang-orang yang berdoa tersebut: “Aku tidak akan
menyia-nyiakan usaha orang yang beramal shalih, baik itu dia seorang laki-laki maupun perempuan,
sebab laki-laki dari seorang perempuan dan perempuan dari seorang laki-laki, mereka semua
bersaudara, saling tolong menolong.

Adapun orang-orang yang berhijrah meninggalkan negerinya dan diusir orang-orang kafir dari
rumahnya, mendapatkan gangguan dari mereka karena berjuang di jalan-Ku, memerangi musuh-
musuh-Ku dan terbunuh di jalan-Ku akan Aku hapus dosa-dosa mereka dan akan Aku masukkan
mereka ke surga-surga yang di bawah pepohonannya mengalir sungai-sungai yang tawar airnya, ini
merupakan balasan yang mulia dari karunia Allah. Hanya Allah yang memiliki sebaik-baik balasan
berupa surga.

c. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin
Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
195. Kemudian Rabb mereka menjawab doa mereka dengan mengatakan, “Sesungguhnya Aku
tidak akan menyia-nyiakan pahala amal perbuatan kalian, sedikit atau banyak. Baik dilakukan oleh
laki-laki maupun wanita. Karena hukum untuk kalian dalam agama adalah satu (berlaku untuk
semua). Sehingga pahala laki-laki tidak akan ditambah dan pahala wanita tidak akan dikurangi. Maka
orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, diusir dari rumahnya oleh orang-orang kafir, merasakan
penderitaan dalam rangka mempertahankan ketaatannya kepada Rabb, serta berperang di jalan
Allah dan terbunuh dalam rangka menjunjung tinggi kalimah Allah, sungguh Aku benar-benar akan
mengampuni keburukan-keburukannya kelak di hari Kiamat. Aku akan memaafkan kesalahan-
kesalahan mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang di bawah istana-istananya
mengalir sungai-sungai, sebagai balasan dari Allah. Dan Allah memiliki balasan terbaik yang tiada
banding.”

d. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris
tafsir Universitas Islam Madinah

-195. ‫( َفاْسَتَج اَب َلُهْم‬Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya)

Yakni doa mereka dikabulkan sebagaimana yang dijanjikan.

‫( َأِّنى آَل ُأِض يُع َع َم َل ٰع ِمٍل ِّم نُك‬Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu)

Yakni dengan tidak memberi pahala.

‫( ۖ ِّم ن َذ َك ٍر َأْو ُأنَثٰى‬baik laki-laki atau perempuan)

Allah menyebutkan para wanita untuk membungahkan hati mereka. Karena seandainya tanpa
disebutkan pun mereka akan masuk dalam cakupan kalimat orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh. dan bagian dari maksud ayat ini adalah sebagai penyemangat bagi para wanita agar ikut
dalam berdakwah dan apa yang mungkin menjadi konsekuensinya seperti berhijrah dan berjihad.

‫( ۖ َبْعُض ُك م ِّم ۢن َبْع ٍض‬sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain)
Yakni laki-laki dari kalian sebagaimana perempuan dari kalian dalam ketaatan, begitu pula
perempuan dari kalian sebagaimana laki-laki dari kalian dalam hal tersebut, karena keduanya berasal
dari satu keturunan, keduanya berasal dari keturunan Adam dan Hawa, dan kedua jenis itu sama-
sama mempunyai tanggungan untuk beribadah.

‫( َفاَّلِذ يَن َهاَج ُرو۟ا‬Maka orang-orang yang berhijrah)

Dari jenis laki-laki dan perempuan berhijrah dari negeri mereka menuju Rasulullah.

‫( َو ُأْخ ِرُجو۟ا ِم ن ِد ٰي ِرِهْم‬yang diusir dari kampung halamannya)


Disebabkan ketaatannya kepada Allah.
‫( َو ُأوُذ و۟ا ِفى َس ِبيِلى‬yang disakiti pada jalan-Ku)

Yakni siksaan yang mereka dapatkan dari kaum musyrik disebabkan keimanan meraka kepada Allah
untuk mengeluarkan mereka dari agama mereka, namun hal tersebut tidak menambah mereka
kecuali keteguhan diatas agama mereka.

Ayat ini juga mencakup setiap orang yang mendapat siksaan karena keteguhannya dalam berpegang
dengan agama Allah.

‫( َو ٰق َتُلو۟ا‬yang berperang)

Yakni melawan musuh-musuh Allah.

‫(َو ُقِتُلو۟ا‬dan yang dibunuh)

Yakni sebagian mereka yang dibunuh di jalan Allah.

‫( ُأَلَك ِّفَر َّن َع ْنُهْم َس ِّئَـاِتِهْم‬pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka)


Karena berhijrah di jalan Allah menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Begitu juga berjihad di jalan
Allah dan mati syahid di jalan-Nya menghapus segala dosa, sebagaimana disebutkan dalam hadist,
kecuali hutang.

‫( َو ُهللا ِع نَد ۥُه ُحْسُن الَّثَو اِب‬Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik)
Yakni pahala yang baik. Dan yang dimaksud dengan pahala adalah balasan yang kembali kepada
pelaku atas apa yang dilakukannya.

e. Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas) / Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya
Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam
Madinah

Allah berfirman, (Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya) yaitu Tuhan mereka
memperkenankan permohonan mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:

Dalam perpisahan, dia memanggil, “Wahai yang menjawab seruan” “Lalu dia tidak menjawabnya
saat itu”

Diriwayatkan dari Salamah, seorang lelaki dari keluarga Ummu Salamah, dia berkata,”Ummu
Salamah berkata,”Wahai Rasulullah, kami tidak mendengar bahwa Allah menyebutkan perempuan
sedikitpundalam perkara hijrah”. Lalu Allah SWT menurunkan ayat, (Maka Tuhan mereka
memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan
amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan...) sampai akhir ayat.
Kemudian kaum Anshar berkata,”dia merupakan perempuan pertama yang melakukan perjalanan
sampai kepada kami” Ini diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab “Al-Mustadrak”nya dari hadits
Sufyan bin 'Uyainah, kemudian dia berkata bahwa hadits ini shahih menurut syarat Imam Bukhari,
tetapi dia tidak mengeluarkannya. Ibnu Abu Najih meriwayatkan dari Mujahid dari Ummu Salamah,
dia berkata bagian terakhir dari ayat ini (Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya
(dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan...) sampai akhir ayat. Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih
dari Mujahid, Makna dari ayat ini adalah ketika orang-orang mukmin yang memiliki akal bertanya
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka Tuhan mereka menjawab mereka. Dengan diikuti fa’
ta’qib, sebagaimana Allah SWT berfirman, (Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran (186)) [Surah Al-Baqarah]

Firman Allah SWT: (Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal
di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan) Ini adalah penjelasan terkait jawaban, yaitu Allah
berfirman sebagai jawaban kepada mereka bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amal yang telah
dilakukan oleh setiap orang di antara kalian, bahkan Dia akan memberi balasan yang adil kepada
orang yang beramal baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah: (sebagian kamu adalah dari
sebagian yang lain) artinya, semua kalian akan mendapatkan pahala yang sama di sisiKu. (Maka
orang-orang yang berhijrah) yaitu mereka yang meninggalkan negeri yang penuh kemusyrikan
menuju ke negeri yang penuh keimanan, dan meninggalkan orang-orang yang dicintai, saudara,
sahabat, dan tetangga. (yang diusir dari kampung halamannya) yaitu orang-orang musyrik terus
menekan mereka dengan celaan yang menyakitkan sehingga memaksa mereka untuk keluar dari
rumah mereka dan dari kampung halaman mereka. Oleh karena itu Allah SWT berfirman: (yang
disakiti pada jalan-Ku) artinya, dosa mereka menurut orang-orang adalah hanya karena mereka telah
beriman kepada Allah semata, sebagaimana Allah berfirman: (mereka mengusir Rasul dan
(mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu) (Surah Al-Mumtahanah: 1), ((Dan
mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman
kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji (8)) (Surah Al-Buruj). Firman Allah SWT: (yang
berperang dan yang dibunuh) Ini adalah kedudukan yang paling mulia, yaitu berperang di jalan Allah
dengan rela berkorban dan tunduk hanya kepadaNya dengan darah dan tanah mereka.

Telah disebutkan dalam hadits shahih Bukhari Muslim bahwa seorang lelaki bertanya kepada
Rasulullah SAW . “Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku mati di jalan Allah dalam keadaan sabar,
mengharapkan pahala, tanpa melarikan diri? Apakah Allah akan menghapus kesalahan-
kesalahanku?' Rasulullah SAW menjawab, “Ya.” Kemudian beliau bertanya, “Apa yang kamu
tanyakan tadi?“ alu dia mengulangi apa yang dia katakana, lalu Rasulullah SAW menjawab, “Ya,
kecuali hutang, sesaat yang lalu Jibril mengatakan hal itu kepadaku” Oleh karena itu Allah SWT
berfirman : (pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan
mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya) yaitu mengalir di antaranya
sungai-sungai yang airnya berasal dari berbagai macam minuman seperti susu, madu, khamr, dan air
yang tidak berubah rasanya. Selain itu, terdapat hal lain yang belum pernah dilihat oleh mata,
didengar oleh telinga, dan dibayangkan oleh hati manusia.

Firman Allah SWT: (sebagai pahala di sisi Allah) kata ini ditambahkan dan dikaitkan
kepadaNya untuk menunjukkan bahwa pahala tersebut adalah sangat agung, karena Dzat yang
Maha Agung dan Maha Mulia tidak memberi kecuali pahala berlimpah dan banyak. Sebagaimana
yang dikatakan oleh seorang penyair:

“Jika Dia menghukum dengan keras, itu adalah tanda cintaNya, Dan jika Dia memberi pahala, itu
tidak mengherankan baginya"

Firman Allah (Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik), yaitu di sisiNya terdapat balasan
yang baik bagi orang yang beramal shalih.
C. Qs. Asy Syuura ayat 36-38
Surah Asy-Syura Ayat 36

‫َفَم ٓا ُأوِتيُتم ِّم ن َشۡى ٍء َفَم َٰت ُع ٱۡل َح َيٰو ِة ٱلُّد ۡن َيا َوَم ا ِع نَد ٱِهَّلل َخ ۡي ٌر َو َأۡب َقٰى ِلَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا َو َع َلٰى َر ِّبِهۡم َيَتَو َّكُلوَن‬

Terjemahan: “Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di
dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan
hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.

 Tafsir
a. Tafsir Jalalain:

‫( َفَم ٓا ُأوِتيُتم‬Maka apa yang diberikan kepada kalian) khithab ayat ini ditujukan kepada orang-orang
mukmin dan lain-lainnya ‫( ِّم ن َشۡى ٍء‬berupa sesuatu) dari perhiasan duniawi ‫( َفَم َٰت ُع ٱۡل َح َيٰو ِة ٱلُّد ۡن َيا‬itu adalah
kenikmatan hidup di dunia) untuk dinikmati kemudian lenyap sesudah itu ‫( َوَم ا ِع نَد ٱِهَّلل‬dan yang ada
pada sisi Allah) berupa pahala ‫( َخ ۡي ٌر َو َأۡب َقٰى ِلَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا َو َع َلٰى َر ِّبِهۡم َيَتَو َّكُل وَن‬lebih baik dan lebih kekal bagi
orang-orang yang beriman dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakal) kemudian
di’athafkan kepadanya ayat berikut ini, yaitu:.

b. Tafsir Ibnu Katsir:

Allah berfirman, merendahkan kehidupan dunia dan perhiasannya serta keindahannya dan
kenikmatan fana yang terdapat di dalamnya dengan firman-Nya: ‫“( َفَم ٓا ُأوِتيُتم ِّم ن َشۡى ٍء َفَم َٰت ُع ٱۡل َح َيٰو ِة ٱلُّد ۡن َيا‬maka
sesuatu apa pun yang diberkan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia.”) yakni apa saja
yang kalian raih dan kalian kumpulkan, maka janganlah kalian tertipu, karena semua itu hanyalah
nikmat kehidupan dunia. Dunia adalah tempat tinggal yang rendah, fana dan pasti akan binasa.

‫“( َوَم ا ِع نَد ٱِهَّلل َخ ۡي ٌر َو َأۡب َقٰى‬dan yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal.”) yakni pahala di sisi
Allah lebih baik daripada dunia, karena dia adalah kekal selama-lamanya. Maka janganlah
mendahulukan sesuatu yang fana atas sesuatu yang kekal.

Untuk itu Allah berfirman: ‫“( ِلَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا‬Bagi orang-orang yang beriman.”) yaitu bagi orang-
orang yang sabar dalam meninggalkan kelezatan dunia. ‫“( َو َع َلٰى َر ِّبِهۡم َيَتَو َّكُلوَن‬Dan hanya kepada Rabb
mereka, mereka bertawakal”) yakni guna menolong mereka bersikap sabar dalam menunaikan
berbagai kewajiban dan meninggalkan berbagai larangan.

c. Tafsir Kemenag:

Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa kesenangan hidup manusia baik berupa kekayaan,
rezeki harta yang bertumpuk, maupun keturunan dan lain-lain adalah kesenangan yang tidak berarti
dan kurang bernilai karena bagaimana pun menumpuknya harta, waktu untuk memilikinya terbatas.
Pada waktunya nanti akan berpisah karena kalau bukan manusia yang meninggalkannya,
maka benda-benda itu sendiri yang akan meninggalkan manusia, sedangkan pahala dan nikmat yang
ada pada sisi Allah jauh lebih baik dibandingkan dengan kesenangan dan kemegahan dunia itu,
karena apa yang ada di sisi Allah kekal dan abadi, sedangkan kesenangan dunia semuanya fana dan
akan lenyap.

Ayat ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa kesenangan yang kekal dan abadi itu hanya
untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, orang-orang yang bertawakal dan
berserah diri kepada Tuhan yang telah memelihara dan berbuat baik kepada mereka.

d. Al-Qurthubi

Dalam tafsirnya menukil riwayat dari ‘Ali yang mengatakan bahwa ketika Abu Bakar
mengumpulkan harta dari Bani Murrah beliau mendermakan seluruh uang tersebut untuk kebaikan
karena mengharapkan keridaan Allah. Perbuatannya tersebut dicela oleh orang-orang musyrikin
sedangkan orang-orang kafir menyalahkan tindakannya, maka turunlah ayat 36 dan 37 surah ini.

D. Qs Asy- Syuraa ayat 37

‫َو ٱَّلِذ يَن َيۡج َتِنُبوَن َك َٰٓبِئَر ٱِإۡل ۡث ِم َو ٱۡل َفَٰو ِح َش َوِإَذ ا َم ا َغ ِض ُبوْا ُهۡم َيۡغ ِفُروَن‬

Terjemahan: “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan
keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.

 Tafsir
a. Tafsir Jalalain:

‫( َو ٱَّل ِذ يَن َيۡج َتِنُب وَن َك َٰٓبِئ َر ٱِإۡل ۡث ِم َو ٱۡل َف َٰو ِحَش‬Dan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan-perbuatan keji) yang mengharuskan pelakunya menjalani hukuman Hadd; lafal ayat ini
merupakan ‘Athful Ba’dh ‘Alal Kull ‫( َوِإَذ ا َم ا َغ ِض ُبوْا ُهۡم َيۡغ ِفُروَن‬dan apabila mereka marah mereka memberi
maaf) maksudnya, mereka selalu bersikap maaf.

b. Tafsir Ibnu Katsir:

Kemudian Allah berfirman: ‫“( َو ٱَّلِذ يَن َيۡج َتِنُبوَن َك َٰٓبِئَر ٱِإۡل ۡث ِم َو ٱۡل َفَٰو ِحَش‬Dan [bagi] orang-orang yang menjauhi
dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji.”) pembicaraan tentang dosa-dosa besar dan
perbuatan-perbuatan keji telah dijelaskan dalam surah al-A’raaf.

‫“( َوِإَذ ا َم ا َغ ِض ُبوْا ُهۡم َيۡغ ِفُروَن‬Dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf.”) yakni tabiat mereka
menyebabkan mereka berlapang dada dan memaafkan manusia, bukan mendendam manusia.

c. Tafsir Kemenag:

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa yang akan memperoleh kesenangan yang abadi di
akhirat nanti ialah orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar seperti membunuh, berzina dan
mencuri, serta menghindarkan hal-hal yang tidak dibenarkan syarak, akal sehat, dan akhlak mulia
baik berupa ucapan maupun berupa perbuatan.

Begitu juga orang-orang yang apabila amarahnya timbul, mereka diam menahan amarahnya,
memaafkan orang yang menyebabkan kemarahannya dan tidak ada dalam batinnya sedikit pun rasa
dendam.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw tidak pernah membela kepentingan dirinya kecuali apabila
hukum-hukum Allah dilanggar dan dihinakan. Sifat pemaaf adalah sifat yang dekat kepada takwa dan
memang diperintah Allah.

d. Tafsir Quraish Shihab:

Juga bagi orang-orang yang menjauhkan diri dari dosa-dosa besar dan segala perbuatan buruk
yang dilarang oleh Allah. Hanya mereka yang, apabila mendapatkan perlakuan buruk di dunia, cepat-
cepat memaafkan sehingga perlakuannya itu menjadi penyelesaian yang baik.

E. Qs Asy- Syuraa ayat 38

‫َو ٱَّلِذ يَن ٱۡس َتَج اُبوْا ِلَر ِّبِهۡم َو َأَقاُم وْا ٱلَّص َلٰو َة َو َأۡم ُر ُهۡم ُش وَر ٰى َبۡي َنُهۡم َوِمَّم ا َر َز ۡق َٰن ُهۡم ُينِفُقوَن‬
Terjemahan: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

 Tafsir
a. Tafsir Jalalain:
‫( ٱَّلِذ يَن ٱۡس َتَج اُبوْا ِلَر ِّبِهۡم‬Dan bagi orang-orang yang menerima seruan Rabbnya) yang mematuhi apa
yang diserukan Rabbnya yaitu, mentauhidkan-Nya dan menyembah-Nya ‫( َو َأَقاُم وْا ٱلَّص َلٰو َة‬dan
mendirikan salat) memeliharanya ‫( َو َأۡم ُر ُهۡم‬sedangkan urusan mereka) yang berkenaan dengan
diri mereka ‫( ُش وَر ٰى َبۡي َنُهۡم‬mereka putuskan di antara mereka dengan musyawarah)
memutuskannya secara musyawarah dan tidak tergesa-gesa dalam memutuskannya.
‫( َوِمَّم ا َر َز ۡق َٰن ُهۡم‬dan sebagian dari apa yang Kami rezekikan kepada mereka) atau sebagian dari
apa yang Kami berikan kepada mereka ‫( ُينِفُقوَن‬mereka menafkahkannya) untuk jalan ketaatan
kepada Allah. Dan orang-orang yang telah disebutkan tadi merupakan suatu golongan
kemudian golongan yang lainnya

b. Tafsir Ibnu Katsir:

Firman Allah:

‫“( َو ٱَّلِذ يَن ٱۡس َتَج اُبوْا ِل َر ِّبِهۡم‬dan [bagi] orang-orang yang menerima [mematuhi] seruah Rabbnya.”) yakni
mengikuti Rasul-Nya, mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. ‫“( َو َأَق اُم وْا ٱلَّص َلٰو َة‬dan
mendirikan shalat.”) dan shalat merupakan ibadah terbesar kepada Allah.

‫“( َو َأۡم ُر ُهۡم ُش وَر ٰى َبۡي َنُهۡم‬sedang urusan mereka [diputuskan] dengan musyawarah antara mereka.”) yaitu,
mereka tidak menunaikan satu urusan hingga mereka bermusyawarah agar mereka saling
mendukung dengan pendapat mereka, seperti dalam peperangan dan urusan sejenisnya,
sebagaimana firman Allah: (“dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan ini.”)(Ali Imraan:
159)

Untuk itu Rasulullah saw. bermusyawarah dengan para shahabat dalam menentukan
peperangan dan urusan sejenisnya, agar hati mereka menjadi baik. Demikian pula ketika Umar bin
al-Khaththab menjelang wafat setelah ditusuk oleh seseorang, dijadikan masalah sesudahnya
berdasarkan musyawarah enam orang shahabat, yaitu Utsman, ‘Ali, Thalhah, az-Zubair, Sa’ad dan
‘Abdurrahman bin ‘Auf, maka para shahabat bermufakat untuk mengangkat Utsman.

‫“( َوِمَّم ا َر َز ۡق َٰن ُهۡم ُينِفُقوَن‬dan mereka menafkahkan sebagian dari rizky yang Kami berikan kepada mereka.”)
hal itu dilakukan dengan berbuat baik kepada para makhluk Allah, dari mulai kerabat dan orang-
orang terdekat setelahnya.

c. Tafsir Kemenag:

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang menyambut baik panggilan Allah kepada
agama-Nya seperti mengesakan dan menyucikan Zat-Nya dari penyembahan selain Dia, mendirikan
salat fardu pada waktunya dengan sempurna untuk membersihkan hati dari iktikad batil dan
menjauhkan diri dari perbuatan mungkar, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, selalu
bermusyawarah untuk menentukan sikap di dalam menghadapi hal-hal yang pelik dan penting,
kesemuanya akan mendapatkan kesenangan yang kekal di akhirat .

Dalam ayat yang serupa, Allah berfirman: Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
(Ali ‘Imran/3: 159) Demikian pula menginfakkan rezeki di jalan Allah, membelanjakannya di jalan
yang berguna dan bermanfaat bagi pribadi, masyarakat, nusa, dan bangsa.

Mereka juga akan mendapatkan kesenangan yang kekal di akhirat. Dalam ayat lain Allah berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan
kepadamu. (al-Baqarah/2: 254) Dan firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (al-Baqarah/2: 267).

d. Tafsir Quraish Shihab:

Juga bagi orang-orang yang memenuhi seruan Sang Pencipta dan Pemelihara mereka, selalu
mengerjakan salat, selalu menyelesaikan urusan mereka dengan jalan musyawarah demi tegaknya
keadilan di tengah masyarakat dan menghindari otoritas pribadi atau kelompok, dan
membelanjakan sebagian harta yang dikaruniakan oleh Allah di jalan kebaikan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendapat yang baik, di sertai dengan menaggapi dengan baik pula pendapat tersebut. Akar
kata musyawarah yang sudah menjadi bahasa Indonesia tersebut adalah‫ور‬000‫ ش‬yang berarti
menampakan sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. Musyawarah bararti
menampakan sesuatu yang semula tersimpan atau mengeluarkan pendapat yang baik kepada pihak
lain. Sedangkan secara istilah Syura berasal dari kata syawwara-yusyawwiru yang berarti
menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata kerja ini
adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara, (berunding saling tukar pendapat), Syawir ( minta
pendapat) musyawarah dan mustasyir ( minta pendapat orang lain). jadi Syura adalah menjelaskan,
menyatakan atau mengajukan.

Perilaku yang mencerminkan sikap dari bermusyawarah ini, antara lain :

a.Tidakmerendahkan orang lain.

b.Senantiasaberperilaku santun dan bertutur sopan.

c. Berdakwahatau menyiarkan agama tidak menggunakan paksaan dan kekerasan,


melainkanmenggunakan keindahan akhlak untuk menarik simpati dan empati manusia ke
dalamagama Islam.

d.Tidak bersikap sewenang-wenang kepada orang lain.

e.Senantiasa memaafkan segala kesalahan orang lain seberat apapunitu.

f. Merumuskan segala permasalahan dengan cara bermusyawarah untukkemaslahatan umat


yang lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Al Iman Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al Mahalli, Tafsir Jalaluddin jilid ,
(Surabaya : Pustaka Elba,2010)

Alamah Sayid Muhammad Hus[1] Q.S Al-Baqarah ayat 233

Q.S Ali Imran ayat 159

Q.S Asy Syuura ayat 36-38

Allamah Sayid Muhammad Husaain, Terjemah Ilyas Hasan,(Lebanon, Ismailiyan,1981


Ahmad Mustafa Al-Maraghi,Tafsir Al –Maraghi,( Semarang: cv Toha Putra,1987

Anda mungkin juga menyukai