SUPARDI,S.Pd.I
DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:
1. WAHYU ANANDA
2. IRSA MAULDYA
SAFIRAH
3. ALFIANSYAH
4. MUH.GILANG
PRADANA
5. MOH.ROHIM
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb… Syukur Alhamudulillah, kami telah menyelesaikan
makalah ini dengan judul Kajian Al-Qur’an Surat Asy-Syura {42} : 38 tentang Musyawarah. Hal
ini didasari juga karena tugas kelompok dan dengan mengucapkan Hamdallah makalah ini pun
selesai.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu, saran dan
kritik yang konstruktif serta masukkan berharga bagi penyempurnaan makalah ini sangat kami
harapkan terutama masukkan dari Guru pembimbing.
Akhirnya, semoga makalah ini memberikan banyak manfaat atau mashlat, dan
hanya kepada Allah SWT kami memohon agar meridhoi upaya kita bersama.Amiin ya rabbal
‘alamain
A. PENDAHULUAN
DESKRIPSI MATERI
Kata musyawarah menurut bahasa berasal dari kata arab, Saawara yang artinya
berunding, atau mengatakan dan menunjukkan sesuatu. Sedang, menurut istilah, musyawarah
adalah perundingan antara dua orang atau lebih untuk memutuskan masalah secara bersama-
sama sesuai dengan yang diperintahkan Allah dalam QS. Asy-Syura{42} : 38 istilah lain dalam
tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan
sebutan syuro,rembug desa,kerapan nagari bahkan demokrasi . Musyawarah hanya untuk
urusan duniawi . jadi dikatakan Musyawarah adalah merupakan suatu upaya untuk memecahkan
persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyeselaian atau
pemecahan maslah yang menyangkut urusan keduniawian.
Dalam sirah Nabi Muhammad SAW di jelaskan, bahwa beliau selalu berpegang
kepada hasil musyawarah dengan kaum muslimin, seperti musyawarah yang dilakukan
Rasulullah SAW bersama sahabatnya ketika menentukan strategi perang Badar dan penentuan
sikap kaum muslimin terhadap 70 tawanan perang Badar.
B. PEMBAHASAN
Mereka juga melakukan melakukan musyawarah dalam memutuskan urusan mereka. Allah Swt.
berfirman: wa amruhum syûrâ baynahum (urusan mereka [diputuskan] dengan musyawarah di
antara mereka). Kata syûrâ merupakan bentuk mashdar dari kata syâwara. Dikemukakan oleh
Raghib al-Asfhani, at-tasâwur wa al-musyâwarah wa al-masyûrah berarti mengeluarkan
pendapat dengan cara, sebagian orang meminta pedapat atau nasihat kepada sebagian lainnya.
Pengertian tersebut diambil dari ucapan mereka, “Syurtu al-‘asl,” ketika engkau mengambil dan
mengeluarkan madu dari tempatnya.
Pengertian lebih spesifik dikemukakan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabahani. Suatu pengambilan
pendapat (akhdz al-ra’yi) baru bisa disebut sebagai syûrâ jika dilakukan oleh khalifah, amir, atau
pemilik otoritas, seperti ketua, komandan, atau penanggung jawab kepada orang yang
dipimpinnya. Bisa juga dilakukan antara suami-istri. Ketika hendak melakukan penyapihan anak
sebelum dua tahun, mereka diperintahkan untuk memusyawarahkannya (lihat QS al-Baqarah [2]:
233). Adapun menyampaikan pendapat (ibdâ’ al-ra’y) kepada pemilik otoritas, baik penguasa,
komandan, atau pemimpin, maka itu disebut sebagai nasihat; suatu aktivitas yang juga
diperintahkan oleh syariah. Nasihat disampaikan kepada para pemimpin kaum Muslim dan kaum
Muslim secara umum.
orang yang mengamalkan syûrâ termasuk mendapatkan janji kebaikan. Rasulullah saw.
sebagai uswah hasanah telah memberikan teladan tentang hal itu. Abu Hurairah ra. berkata,
“Tidak ada seorang pun yang aku lihat paling banyak melakukan musyarawah melebihi
Rasulullah saw. terhadap Sahabatnya.” (HR al-Baihaqi). Kendati demikian, hukum
melakukan syûrâ adalah mandûb (sunnah).
Rangkuman
Musyawarah merupakan suatu keharusan dan termasuk salah satu tanda orang yang
mematuhi seruan Allah SWT. Adapun hal-hal yang harus di musyawarahkan hanya menyangkut
persoalan duniawi seperti urusan rumah tangga, ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya.
Sedang persoalan Agama bersifat mutlak, ketentuannya termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW.