Anda di halaman 1dari 3

1.

Menyambung7 Rambut Mazhab Maliki mengatakan bahwa menyambung rambut dengan rambut asli
dan rambut binatang itu dilarang, sedangakan dengan rambut tiruan itu boleh. Mazhab Syafii mengatakan
bahwa menyambung rambut dengan rambut asli, tiruan, dan binatang (atas izin suami) itu boleh. Mazhab
Hanafi mengatakan bahwa menyambung rambut dengan rambut asli dan tiruan itu boleh, sedangkan
dengan rambut binatang itu dilarang. Mazhab Hanbali mengatakan bahwa menyambung rambut dengan
rambut asli dan rambut binatang itu dilarang, sedangkan dengan rambut tiruan itu boleh. Menyambung
rambut dengan rambut yang berasal dari makhluk hidup hukumnya haram. Sedangkan untuk rambut
tiruan (sintetis) hukumnya makruh (boleh). 2. Mengecat Rambut dengan Warna Hitam Pendapat Ulama:
Ulama Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah mengatakan kalau hukum cat rambut warna hitam hukumnya
makruh kecuali bagi orang yang akan berperang. Karena ada ijma yang membolehkannya.
Dibolehkannya menyemir dengan warna hitam, dengan tujuan untuk menakuti musuh karena musih
mengira tentara islam masih muda-muda lantaran rambutnya berwarna hitam semua. Padahal ada juga
yang sudah tua dan mulai ubanan rambutnya. Abu Yusuf dari Ulama Hanafiyah Abu Yusuf membolehkan
mengecat rambut dengan warna hitam.

2. Operasi Plastik Imam Abu hanifah mengatakan bahwa operasi plastik hukumnya haram jika bertujuan
untuk mempercantik diri, hukumnya boleh jika bertujuan untuk pengobatan. Bahwa tidak mengapa jika
kita berobat menggunakan jarum suntik (yang berhubungan dengan operasi), dengan alasan untuk
berobat, karena berobat itu dibolehkan hukumnya Ibn Mas ud Ra, mengatakan bahwa operasi plastik
hukumnya haram, apapun tujuannya. Walau bagaimanapun Allah SWT menurunkan penawar yang halal.
Karena tidak mungkin Allah mengharamkan yang telah diharamkan kemudian diciptakan untuk dijadikan
obat, pasti masih ada jalan lain yang lebih halal Operasi plastik dengan tujuan untuk pengobatan yang
ada di badan hukumnya boleh. Sedangkan operasi plastik dengan tujuan untuk mempercantik diri
hukumnya haram.

3. Bayi Tabung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan
suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sedangkan bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak
berasal dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya haram. Karena statusnya sama dengan hubungan
kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina. Namun, dilarang penggunaan teknologi
bayi tabung dari pasangan suamiistri yang dititipkan di rahim perempuan lain. Itu hukumnya haram.
Karena di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram.
Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam hal kewarisan," Nahdlatul Ulama (NU) Apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke
dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya
haram. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram,
serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh). Majelis
Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hukum inseminasi buatan seperti itu (menitipkan sperma dan ovum
suamiistri di rahim perempuan lain) termasuk yang dilarang. Inseminasi itu dilakukan di luar kandungan
antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain, hal itu dilarang menurut
hukum Syara.

4. Merokok Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Merokok haram hukumnya berdasarkan
makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar.
Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk
pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang
mengandung kemudharatan. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rokok haram karena di dalamnya ada
racun. Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan
bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat. Keharaman rokok tidak
berdasarkan pada sebuah larangan yang disebutkan secara ekplisit dalam nash Al-Quran atau hadis.
Keharaman rokok itu disimpulkan oleh para ulama di masa ini setelah dipastikannya temuan bahwa
setiap batang rokok itu mengandung lebih dari 4000 jenis racun berbahaya.
5.penentuan I Syawal, disini para ulama berkumpul untuk berdiskusi
mengeluarkan argumen masing-masing untuk menentukan 1 Syawal, juga penentuan
awal Ramadhan. Masing-masing ulama memiliki dasar hukum dan cara dalam
penghitungannya, bila telah ketemu kesepakatan ditentukanlah 1 Syawal itu.

6. Pidota Abu Bakar itu punya konsekuensi logis bahwa jika ada orang atau kelompok tidak taat pada
Allah dan Rasul-Nya, sang khalifah akan menindaknya dengan tegas. Pernyataannya itu terbukti ketika di
awal pemerintahannya terjadi sejumlah kekacauan dan pemberontakan. Muncul orang-orang murtad,
orang yang mengaku sebagai nabi, dan para pembangkang dalam membayar zakat.Terhadap semua
bentuk pembangkangan itu, Abu Bakar bertindak tegas, memutuskan untuk menumpasnya. Ia
membentuk sebelas pasukan yang masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti
Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah.Dalam buku
Ensiklopedi Islam disebutkan, ijtihad politik Abu Bakar tersebut membawa dampak positif bagi umat
Islam. Di satu sisi, keberhasilan pasukan Islam menumpas semua jenis pembangkangan menumbuhkan
kesadaran musuh-musuh Islam bahwa kekuatan militer umat Islam telah mapan. Bahkan, banyak suku
Arab yang dengan sukarela mengintegrasikan diri dengan Islam. Dan di sisi yang lain, secara internal,
menguatkan jalinan ukhuwah para sahabat setelah perselisihan akibat perbedaan pandangan politik
dalam penentuan khalifah pertama.Setelah mampu menyelesaikan masalah internal umat, Abu Bakar
memandang perlu membentengi teritori Islam dari ancaman dua negara adikuasa, Persia dan Bezantium.
Abu Bakar berinisiatif menaklukkan Irak dan Suriah. Penaklukan Irak di bawah pimpinan Khalid bin Walid.
Dan penaklukan Suriah di bawah pimpinan tiga panglima, yaitu Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan, dan
Syurahbil bin Hasanah

7. para musyawwirin pertama kalinya mencoba menggali hukum transaksi jual beli barang dan
kebutuhan akad nikah via elektronik seperti media telepon, email dan media siber yang lain. Jawaban
dari permasalahan ini ternyata memutuskan bahwa hukum transaksi jual beli melalui media
elektronik adalah dipandang sah apabila sebelum transaksi kedua belah pihak penjual dan pembeli
“sudah melihat” mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik “sifat” maupun
“jenis” mabi’ serta memenuhi syarat-syarat dan rukun jual belinya. Pertanyaan kedua dari soal yang
sama mencoba mengungkap hukum sah atau tidaknya akad jual beli pada majelis terpisah. Hasil
keputusan sidang menyebutkan bahwa hukumnya tetap sah melakukan transaksi jual-beli meskipun
berada di majelis yang berbeda. Jawaban dari kedua persoalan di atas ternyata tidak berlaku sama
untuk kasus akad nikah. Alasannya tidak akan disampaikan oleh penulis, karena kita fokus pada
konsepsi majelis transaksi jual beli yang merupakan landasan perbankan syariah yang sedang kita
dalami ini. Pertanyaan ketiga, majelis musyawwirin Bahtsul Masail mencoba mengungkap hukum
akad/transaksi wakalah dari seorang calon pengantin kepada seseorang yang hadir di majelis.
Jawaban musyawwirin terkait dengan masalah tersebut ternyata juga memandang sah mewakilkan
melalui SMS dengan batasan syarat yaitu aman dan sesuai dengan nafsu al-amri (sesuai kenyataan).
Keputusan hasil sidang Bahtsul Masail muktamar dalam memandang konsepsi sahnya transaksi di
atas, didasarkan pada teks rujukan beberapa kitab, antara lain Kitab Nihayatul Muhtaj: 11/280,
Hasyiyah al-Bujairamy ‘ala al-Khathib: 2/403 dan 10/148, Hasyiyatul Jamal: 4/301, Syarah Al-
Yaquuti al-Nafiis: 2/22, Al Syarwany Syarah Tuhfatul Muhtaj: 4/221.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/84854/ijtihad-untuk-perbankan-syariah-pada-kasus-baiu-
hukmi-dan-qabdlu-hukmi
8. Suatu peristiwa yang pernah terjadi di zaman Khalifah Umar bin Khattab, yang mana pada
saat itu para pedagang muslim mengajukan suatu pertanyaan kepada Khalifah yakni berapa besar
cukai yang wajib dikenakan kepada para pedagang asing yang melakukan perdagangan di
wilayah Khalifah.

9. Tentang besaran cukai yang dipertanyakan oleh pedagang muslim pada zaman Khalifah Umar bin
Khattab. Pada saat itu belum ditetapkan berapa besaran cukai yang wajib dikenakan oleh pedagang asli
yang sedang melakukan perdagangan di wilayah mereka. Sayangnya jawaban dari pertanyaan tersebut
belum ada dalam Alquran dan hadist sehingga Khalifah Umar bin Khattab melakukan ijtihad untuk
menetapkan bahwa besaran cukai yang dibayarkan oleh pedagang, disamakan dengan tariff yang juga
dikenakan kepada pedangan muslim.

10. Tentang besaran cukai yang dipertanyakan oleh pedagang muslim pada zaman Khalifah Umar bin
Khattab. Pada saat itu belum ditetapkan berapa besaran cukai yang wajib dikenakan oleh pedagang asli
yang sedang melakukan perdagangan di wilayah mereka. Sayangnya jawaban dari pertanyaan tersebut
belum ada dalam Alquran dan hadist sehingga Khalifah Umar bin Khattab melakukan ijtihad untuk
menetapkan bahwa besaran cukai yang dibayarkan oleh pedagang, disamakan dengan tariff yang juga
dikenakan kepada pedangan muslim.

Anda mungkin juga menyukai