Qowaid al Fiqhiyyah
-1-
I. KAIDAH-KAIDAH UTAMA
KAIDAH I
A. LANDASAN KAIDAH
Alloh berfirman:
‚Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya. barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami
berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami
berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi Balasan kepada
Qs al-syura: 20
Rosululloh bersabda:
bersabda: "Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya, bagi setiap orang apa
yang mereka niatkan. Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya, barangsiapa yang hijrahnya untuk
-2-
mendapatkan bagian dari dunia atau agar mendapat wanita untuk dinikahi, maka
B. PENJELASAN KAIDAH
Kaidah ini dimaksudkan bahwa hukum syar'i yang berkaitan dengan aktivitas
manusia dalam kehidupannya berkisar pada maksud atau niat mereka dalam
mengerjakan perbuatan itu. Karena bisa jadi ada dua orang yang melakukan
perbuatan yang sama, akan tetapi memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.
Seperti dua orang yang membunuh orang lain misalnya, orang yang pertama
terkena hukum qishas dan yang kedua tidak terkena qishas, akan tetapi ia harus
memerdekakan budak dan membayar diyat.2 Dan oleh karena niat itulah, para
sahabat heran ketika dalam satu kesempatan Nabi bersabda, ‘Jika dua orang
dan orang yang dibunuh di neraka.’ Dan seketika itu juga para sahabat
mengatakan, ‘kalau orang yang membunuh, maka jelas bagi kami mengapa ia
C. PENERAPAN KAIDAH
Kaidah ini dapat diterapkan dalam banyak masalah fiqih, karena hadits yang
menjadi landasan kaidah ini merupakan hadits yang sangat bermanfaat dan
masuk ke berbagai cabang ilmu. Bahkan para ulama seperti Imam Syafi’i, Imam
Ahmad, Ibnu Mahdi, Ibnu Madini, Abu Daud, dan Imam Daruquthni sepakat
bahwa hadits niat ini mencakup sepertiga dari ilmu. Yang maksudnya dijelaskan
oleh Imam Baihaqi bahwa upaya seorang hamba dapat terjadi dengan tiga hal;
dengan hatinya, lisannya dan anggota badan yang lainnya. Dan niat merupakan
bagian terpenting dari tiga sisi itu, karena niat itu sendiri bisa jadi merupakan
ibadah yang terpisah, akan tetapi ibadah yang lain sangat bergantung
-3-
terhadapnya.4 Di samping itu para ulama juga menyatakan bahwa hadis niat ini
merupakan salah satu dari tiga hadis yang menjadi tempat kembalinya seluruh
hukum Islam. Adapun kedua hadis lainnya yang menjadi sumber dalam hukum
adalah:
‚Sesungguhnya yang halal telah jelas dan yang harampun telah jelas. Dan
diantara keduanya adalah hal-hal yang masih meragukan yang banyak manusia
gembalaan akan masuk ke sana. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki tanah
yang dibatasi; ketahuilah bahwa batasan Alloh adalah hal-hal yang Ia haramkan;
ketahuilah bahwa dalam jasad manusia ada segumpal darah, yang jika ia baik
maka akan baiklah seluruh jasad, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh
Bahkan Imam Syafi’i juga menyatakan bahwa hadits ini mencakup tujuh
-4-
Diantara contoh penerapan kaidah ini adalah dalam masalah-masalah berikut:
yang ia nikahi.
hilang tanpa ada campur tangannya. Akan tetapi pada kondisi kedua
kehilangan barang itu. Baik barang itu rusak karena ulahnya atau
terbunuh atau tidak. Jika dia tidak bermaksud untuk membunuh atau
5. Hal yang mubah dalam syari'at; contohnya: ketika ada salah seorang
burung yang terjerat oleh jaring tersebut. Jika sang pemilik jaring ini
-5-
dibentangkan, maka burung tadi boleh diambil oleh siapa saja. Akan
Dan ketika ada orang lain yang mengambil burung yang terjerat
CATATAN:
maksud atau sekedar meniatkan sesuatu yang tidak diikuti dengan perbuatan
nyata dalam sebuah permasalahan didunia ini tidak akan terkena hukum-
hukum syar'i dalam masalah tersebut. Contohnya, ketika ada orang yang
atas aktivitas manusia dilihat dari niat dan maksud orang tersebut, maka
pernikahan; sedang dalam Islam nikah merupakan suatu hal yang sangat
dengan wanita baik-baik sebanyak dua, tiga atau empat; atau ketika khawatir
tidak mampu berlaku adil, maka dianjurkan untuk menikah dengan satu
6Karena dalam hal ini ada kaidah yang mengatakan "man sabaqa ilā al-mubāhāt fahuwa ahaqqun bihā"
(barangsiapa yang terlebih dahulu mengambil sesuatu yang dibolehkan, maka ia lebih berhak atas
barang tersebut). Dan hal ini didasarkan pada sebuah hadis Rosululloh yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhori (Dari Malik, dari Nafi’) dari Ibnu Umar bahwa Nabi bersabda: ‚Janganlah
seseorang meminta seseorang yang duduk untuk berdiri, lalu dia duduk di tempatnya.‛
7 Walaupun hukum nikah itu akan berubah sesuai dengan kondisi masing-masing orang yang hendak
menikah itu. Bisa wajib, sunnah, haram, makruh dan boleh. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
madzhab hanabilah (pengikut madzhab Imam Ahmad Ibn Hanbal ), karena para ulama berbeda
pendapat tentang hukum nikah itu sendiri.
-6-
wanita saja; diakhir ayat itu Alloh memberikan alasan yang patut kita
perhatikan -yang telah dijelaskan oleh jumhur ahli tafsir- yaitu agar kalian
3. CABANG-CABANG KAIDAH
Kaidah umum di atas memiliki banyak cabang yang pada dasarnya tercakup
a. Al-wasāil lahā ahkām al-maqāsid (sarana yang digunakan untuk meraih sesuatu
memiliki hukum sama dengan sesuatu yang ingin diraih). Karena kata
"wasāil" bisa diartikan sebagai cara, sebab, konsekuensi dan syarat untuk
mencapai sesuatu. Contohnya, ketika telah masuk waktu sholat maka para
ulama mengatakan wajibnya bagi orang yang saat itu tidak mendapatkan air
di sana. Jadi hukum mencari air pada saat itu menjadi wajib, karena waktu
sholat yang membuat satu sholat diwajibkan untuk dikerjakan telah tiba. Hal
itu terkait wudhu yang menjadi syarat sahnya sholat, sedangkan wudhu tidak
b. Mā lā yatimmu al-wājib illā bihi fahuwa wājib (jika sesuatu yang wajib tidak bisa
terwujud kecuali dengan adanya sesuatu, maka hukum "sesuatu" ini menjadi
melakukan sesuatu, maka termasuk hal yang diperintahkan adalah kita juga
sering dikemukakan dalam hal ini adalah ketika Alloh memerintahkan kita
sholat adalah wajib, karena ia merupakan syarat sahnya sholat yang hendak
ia kerjakan.
Contoh semacam ini kurang tepat karena sebagaimana yang ditulis oleh Dr.
Abdul Karim Zaidan bahwa yang dimaksud dalam hal ini adalah sesuatu
-7-
yang tidak memiliki landasan dalil langsung. Beliau berkata: ‚Sesuatu yang
ke dalam dua hal; yaitu: sesuatu yang berada di luar kemampuan mukallaf
dan sesuatu yang dapat dilakukan oleh mukallaf. Sesuatu yang berada di luar
sesuatu yang dapat dilakukan oleh seorang mukallaf dapat kita kategorikan
lagi ke dalam dua sisi; yaitu: sesuatu yang memiliki dalil wajib tersendiri dan
sesuatu yang tidak memiliki dalil khusus atas kewajibannya. Dan sisi kedua
inilah yang dimaksudkan di sini. Contoh untuk sisi pertama adalah apa yang
tertera di atas sedangkan untuk sisi kedua contohnya adalah ibadah haji yang
c. Kullu mubāhin tawassala bihi ilā tarki wājib au fi'li muharram fahuwa muharram
mengerjakan sesuatu yang haram, maka sesuatu yang asalnya boleh berubah
membuat dia lalai dari kewajibannya untuk menunaikan sholat lima waktu
atau bahkan televisi itu digunakan untuk menonton film-film blue, maka
d. Al ‘Ibrotu fil ‘Uqūd lil maqōsid wal ma’āni lā lil alfādzi wal mabāni (yang dianggap
dalam setiap akad adalah maksud dan makna, bukan lafadz dan bentuk
perkataan). Contohnya, jika ada dua orang yang sedang bertransaksi di pasar,
lalu salah seorang memberikan barang, maka transaksi atau akad ini
dipandang sebagai jual beli. Karena itulah yang merupakan maksud dari
9 al-Wajiz fii Ushulil Fiqhi, Dr. Abdul Karim Zaidan, penerbit ar Risalah, hal. 237.
10 Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih, Drs. H. Abdul Mudjib, penerbit Kalam mulia, hal. 18-19.
-8-
KAIDAH II
A. LANDASAN KAIDAH
apakah telah keluar sesuatu dari perutnya atau tidak; maka janganlah ia
B. PENJELASAN KAIDAH
"syak" adalah: keraguan seseorang atas terjadi atau tidaknya sesuatu. Jadi,
kaidah ini berarti bahwa sesuatu yang yakin adanya tidak bisa dihilangkan
dengan keraguan yang timbul tiba-tiba, akan tetapi keyakinan itu akan hilang
dengan keyakinan yang semisalnya atau yang lebih kuat bukan dengan
merupakan masalah pokok dalam Islam dan merupakan kaidah yang besar
sekali dari kaidah-kaidah fiqh, bahwa segala sesuatu akan dihukumi tetap
11 H.R Muslim.
-9-
berseberangan dengannya, dan tidak akan memberikan pengaruh ketika
"Hadits ini merupakan ibu dari kaidah-kaidah yang ada, dimana hukum-
hukum fiqh akan berporos pada kaidah ini. Bahkan telah dikatakan bahwa
berkaitan dengannya yang sampai pada tiga perempat (3/4) dari ilmu fiqh."13
asalnya adalah tidak ada dan segala sesuatu yang kita ragukan jumlahnya,
maka kita mengambil jumlah yang paling kecil. Karena itulah yang yakin
bersabda:
‚Jika salah seorang dari kalian ragu dalam sholatnya, sehingga ia tidak tahu
apakah ia telah sholat tiga rokaat atau empat rokaat; maka buanglah
yakini. Lalu bersujud dua kali sebelum salam. Jika ternyata ia sholat 5 rokaat,
Dan lebih rinci lagi apa yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam
- 11 -
Abdurrohman bin ‘Auf , dia berkata, ‘Saya mendengar Rosululloh
bersabda:
‚Jika salah seorang diantara kalian lalai dalam sholatnya, hingga ia tidak
mengetahui apakah dia sudah sholat satu rokaat atau dua rokaat; maka
hitunglah bilangan rokaat sholatnya baru satu. Jika dia tidak yakin apakah dia
telah sholat dua rokaat atau tiga, maka hitunglah bilangan rokaat sholatnya
dua. Jika dia tidak tahu sudah sholat tiga rokaat atau empat, maka hitunglah
bilangan rokaat sholatnya tiga; lalu sujud dua kali sebelum salam.‛
C. PENERAPAN KAIDAH
1. Dalam thaharah. Barangsiapa yang yakin bahwa dia telah bersuci (thaharah),
lalu ia ragu apakah thaharah yang ia lakukan sudah batal atau belum, maka ia
dihukumi bahwa ia masih dalam kondisi suci. Demikian juga sebaliknya, jika
ia belum bersuci atau ia telah batal dari bersucinya, lalu ia ragu apakah ia
ragu atas sedikit banyaknya perbuatannya tadi, maka orang ini dihukumi
telah melakukan perbuatan yang paling sedikit, karena yang paling sedikit
inilah yang diyakini telah dilakukan olehnya. Dan dalam shalat misalnya
seseorang ragu tentang jumlah raka'at yang telah ia kerjakan, maka Nabi
telah memberikan solusi sebagai berikut: "Jika salah seorang diantara kalian
lupa dalam shalatnya dan tidak ingat sudah berapa raka'at ia shalat satu atau
dua, maka anggaplah ia baru shalat satu raka'at. Kalau ia tidak ingat sudah
shalat dua raka'at atau tiga, maka anggaplah ia telah shalat dua raka'at. Kalau
- 11 -
ia tidak ingat apakah dia telah shalat tiga raka'at atau empat, maka anggaplah
ia baru shalat tiga raka'at. Lalu bersujudlah dua kali sebelum melakukan
salam."15
keraguan dalam jiwa apakah ia sudah membayar hutang tersebut atau belum,
selama ia sendiri belum membayarnya atau belum ada orang lain yang
membayar hutang tersebut untuknya atau dia tidak memiliki bukti atas
alaihi.16
keduanya tidak bisa terputus kecuali dengan sesuatu yang yakin terjadi.
apakah kata cerai telah ia ungkapkan atau belum, maka hubungan suami istri
5. Dalam shaum. Barangsiapa yang makan sahur diakhir waktu dan ia ragu akan
terbitnya fajar, maka puasanya akan tetap sah karena hukum asalnya adalah
D. CABANG-CABANG KAIDAH
1. Al-ashlu baqāu mā kāna 'alā mā kāna (menetapkan hukum sesuatu yang telah
ada sebelum ada yang merubahnya). Contohnya, jika seorang suami telah
istrinya sudah selesai masa iddah (menunggu) nya atau belum, maka hukum
adalah haram). Contohnya, jika seseorang memiliki empat orang budak, dan
15 H.R Tirmidzi .
16
Lihat dalam Shohih al-Bukhori Kitab asy-Syahadat
- 12 -
salah satu budaknya itu telah ia merdekakan. Akan tetapi ia lupa budak yang
mana yang telah ia merdekakan, maka tidak boleh baginya untuk menggauli
semua budak yang ada dan tidak boleh pula menjualnya sampai telah
3. Al-ashlu fī al-asyyāi al-ibāhah (hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh -
seekor hewan, kemudian saat itu tidak ada yang bisa kita tanya tentang
hukum hewan tersebut, atau tidak ada makanan lain yang jelas kehalalannya,
- 13 -
KAIDAH III
A. LANDASAN KAIDAH
boleh melakukan sesuatu yang membahayakan orang lain dan tidak boleh pula
B. PENJELASAN KAIDAH
Pertama, kata "Lā Dhororo" yang berarti tidak boleh bagi siapapun untuk
berarti telah berbuat dzalim dan perbuatan ini telah diharamkan oleh Islam.
Dan bahaya disini adalah bahaya yang besar secara umum, walaupun hal itu
timbul dari sesuatu yang mungkin hukum asalnya adalah boleh. Seperti ketika
dari cahaya sinar matahari untuk masuk secara total. Perbuatan yang ia
lakukan di rumahnya tadi adalah perbuatan yang boleh, karena tempat itu
adalah miliknya, akan tetapi ketika hal itu menyebabkan tetangga kita
mendapat dampak buruk yang berbahaya dari perilaku yang hukum asalnya
dibolehkan tadi, maka perbuatan itu terlarang. Adapun kalau dari perilaku
yang boleh tadi hanya menimbulkan sedikit bahaya, seperti tembok yang ia
17 H.R Ibnu Mājah dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahīh dha'īf Ibnu Mājah.
- 14 -
dirikan hanya menghalangi salah satu jendela kamar rumah tetangga, maka hal
ini dibolehkan18.
Kedua, kata "Wa Lā Dhirār" yang berarti kita tidak boleh membalas suatu
bahaya yang ditimbulkan orang lain kepada kita dengan bahaya yang sama.
Akan tetapi seharusnya orang yang mendapatkan bahaya dari orang lain ini
yang ia hadapi. Sehingga tidak boleh orang yang uangnya dicuri oleh orang
lain, kemudian ia mencuri uang orang lainnya lagi untuk mengganti rugi
kata dhirar dan yang paling tepat adalah apa yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar
sesuatu yang membahayakan orang lain. Sedang makna kata yang kedua
(membalas dengan sesuatu yang sama) dan tidak pula dikaitkan dengan
menolong kebenaran. Hal ini tentu diluar hukuman yang diterapkan dalam
Islam seperti qishās, hudūd, dan hukuman lain seperti ta'zir karena hal ini juga
dilakukan untuk menolak bahaya, dan hal ini juga didukung oleh kaidah "dar'u
C. PENERAPAN KAIDAH
1. Dalam buyu' (jual beli): Adanya pilihan untuk melanjutkan jual beli atau
kecacatan tertentu atas barang yang ingin dibelinya atau adanya perbedaan
barang yang ia pesan dengan barang yang diberikan oleh penjual atau
18Walaupun kaum muslimin tetap dituntut untuk meminimalisir bahaya yang ditimbulkan, karena
hal ini akan selaras dengan kaidah lain yang termasuk cabang dari kaidah ini yaitu "al-dhararu yuzāl"
dan "al-dharar yudfa' biqodri al-imkān".
- 15 -
distributor kepadanya. Termasuk dalam hal ini adalah bolehnya seseorang
untuk mengembalikan atau menukar barang yang telah ia beli jika ternyata
didapati ada cacat yang tidak ia ketahui saat ia membeli barang tersebut.
membelinya dan ketika itu ia ridlo dengan kondisi yang ada, maka ia tidak
bekerja sama dengan B untuk membeli sebidang tanah yang luasnya 1000
m2. Dimana hak A adalah 600 m2 dan hak B adalah 400 m2. kemudian si A
untuk ditanami padi selama satu tahun misalnya. Kemudian saat waktu
sewa yang telah ditentukan habis dan padi yang ditanam tadi belum bisa
dipanen, sang pemilik tanah bukan serta merta boleh mengambil tanahnya
dan padi yang ada di atasnya. Akan tetapi ia harus membiarkan padi itu
sampai bisa dipanen dengan asumsi agar tidak ada madharat berupa
19 Syarikah adalah sebuah kerja sama dalam hal tertentu yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan ketentuan tertentu yang disepakati oleh semua pihak yang tergabung dalam kerjasama
tersebut; seperti bersyarikah dengan menanam modal untuk berjualan.
20
Yaitu ketika dua orang bersyarikat dalam sesuatu, maka ketika salah satu dari keduanya ingin
menjual bagiannya, teman syarikatnya ini lebih berhak untuk mendapatkan bagian yang hendak
dijual tersebut daripada orang lain di luar mereka. Bahkan ketika salah satu dari keduanya menjual
bagiannya kepada orang lain tanpa sepengetahuan teman syarikahnya, dibolehkan baginya untuk
mengambil bagian temannya tadi secara paksa dengan mengembalikan jumlah harta yang telah
dibayarkan oleh pihak ketiga tadi atau membatalkan kesepakatan jual beli antara keduanya. Hal ini
dilakukan selama pihak ketiga belum memiliki bukti kuat tentang kepemilikannya atas barang
tersebut. Karena ketika semuanya sudah jelas menjadi milik orang ketiga ini, hak syuf'ahnya gugur.
Walllahu ta'ala a'lam.
- 16 -
4. Dalam bab nikah; kaidah ini dapat diberlakukan seperti ketika harus terjadi
fasakh (pembatalan akad nikah yang telah terjadi) dikarenakan adanya hal
tertentu yang akan membahayakan salah satu pihak dari pasangan atau
rumah tangga.
D. CABANG-CABANG KAIDAH
Contoh dari kaidah ini pada hakekatnya adalah penerapan dari kaidah
yang ada, seperti mengembalikan barang yang telah dibeli karena terdapat
yang lainnya, serta disyari'atkannya fasakh nikah karena adanya aib pada
menjadikan hal-hal yang hukum asalnya haram menjadi boleh). Kaidah ini
yang berlaku baginya akan semakin lues dan ketika masalahnya dalam
kondisi normal, maka hukumnya akan kembali menyempit). Dalam hal ini
kita melihat dari sisi bahwa dibolehkannya sesuatu yang hukum asalnya
mencegah terjadinya bahaya bagi jiwa atau yang lainnya. Seperti ketika ia
berada di tengah hutan belantara dan perbekalan yang ia bawa telah habis
- 17 -
dan ia tidak mendapatkan makanan apapun kecuali binatang buas yang
penjelasan dari kaidah idzā dhaqa al-amru ittasa'a wa idza ittasa'a dhaqa.
yang hukum asalnya diharamkan ini, tidak boleh membuat orang ini
- 18 -
KAIDAH IV
KEMUDAHAN
A. LANDASAN KAIDAH
Kaidah ini dilandaskan pada beberapa ayat berikut dan hadits Nabi .
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
ض ِعيفًا ِْ ق
ُ اْل ْن َس
َ ان َ َِّّللاُ أَ ْن يُ َخف
َ ِف َع ْن ُك ْم َو ُخل ي ُِري ُد ه.3
"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan
mudah, tidaklah seseorang bertindak terlalu keras dalam urusan agama kecuali ia
- 19 -
menggunakan waktu pagi, siang hari dan sebagian waktu malam untuk
beribadah."21
B. PENJELASAN KAIDAH
Seluruh syari'at Islam merupakan syari'at yang lurus dan toleran. Lurus
ibadah hanya untuk Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain
dan toleran dalam seluruh hukum-hukum yang berlaku dalam Islam dan
Para ulama mengatakan bahwa dari kaidah ini terlahir seluruh rukhshah
(keringanan) dalam beribadah yang ada dalam syari'at Islam. Adapun sebab
pernyataan yang keluar dari orang yang dipaksa seperti kata cerai dan
yang lainnya.
21 HR. Bukhari.
22 Menyingkat shalat yang berjumlah 4 raka'at dilakukan hanya dua raka'at saja.
23 Yang tentunya didasarkan pada beberapa syarat, yaitu: pertama, orang yang memaksa ini benar-
benar akan melakukan apa yang hendak ia paksakan. Kedua, orang yang dipaksa merasa ketakutan
dengan paksaan itu dan membuat ia melakukan hal yang terlarang. Ketiga, paksaan itu berupa
sesuatu yang bisa mengakibatkan nyawa seseorang melayang atau hilangnya anggota tubuhnya atau
berupa hukuman keras yang tidak mampu ia hadapi, termasuk didalamnya adalah ancaman terhadap
harta jika sangat banyak. (al-wajiz fii ushul al-fiqh, Dr. Abd al-Karim Zaedān).
- 21 -
mendapatkan makanan lain dan ia khawatir meninggal jika tidak minum
ini atau dipaksa memakan bangkai, maka ia boleh bahkan dikatakan wajib
batalnya puasa seseorang ketika ia makan atau minum karena lupa, dan
lain-lain.
tahunya seseorang kalau yang ia gunakan adalah harta milik orang lain,
adalah dimaafkannya darah yang sedikit; seperti darah yang keluar dari
jerawat, kotoran yang ada dijalanan yang dilewati yang mengenai pakaian
24Sedangkan menurut Abu Hanifah yang di qishash adalah orang yang memaksa, sedangkan
orang yang dipaksa ini ibarat alat saja. (al-wajiz fii ushul al-fiqh, Dr. Abd al-Karim Zaedān).
- 21 -
dirinya tidak mampu untuk melaksanakan perintah syari'at. Keringanan
yang ada diantaranya adalah tidak terkenanya taklif baik berupa larangan
ataupun perintah bagi anak kecil dan orang gila, dan lain-lain.
C. PENERAPAN KAIDAH
istinja, dimaafkannya tanah yang menempel di tubuh atau pakaian kita dari
jalanan yang mungkin ada najis di sana, dibolehkannya mencuci kencing anak
laki-laki yang belum memakan makanan hanya dengan memercikkan air saja,
kemudian berlakunya kaidah bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci
dan halal.
makan bangkai atau minum khomr bagi orang yang khawatir dirinya akan
D. CABANG-CABANG KAIDAH
3. Diantara cabang kaidah ke empat ini adalah cabang-cabang yang ada pada
kaidah ke tiga.
- 22 -
KAIDAH V
A. LANDASAN KAIDAH
‚Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.‛ (QS. Al A’rof *7+: 199)
beliau berkata:
‘Apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka hal itu juga baik di sisi
Alloh; dan apa yang dianggap buruk oleh kaum muslimin, maka hal itu juga
buruk di sisi Alloh. Sungguh para sahabat semuanya telah berpendapat untuk
B. PENJELASAN KAIDAH
Kata al ādat tidak didapati dalam al Qur’an maupun as Sunnah, namun yang
terdapat dalam keduanya dan juga dalam literature bahasa Arab adalah kata
al urf yang memiliki makna serupa dengan kata al ādat sebagaimana yang
25
Merupakan riwayat yang hanya sampai pada perowi saja baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in.
26
Riwayat tersebut dianggap sampai kepada Rosululloh atau memiliki posisi seperti hadis Nabi .
- 23 -
Kata ‚adat‛ itu sendiri berarti berulang-ulangnya sesuatu hingga hal tersebut
tertanam dalam jiwa dan menjadi sesuatu yang sulit dipisahkan darinya.
Menurut kaidah ini, semua adat kebiasaan dan urf yang ada baik yang
ditetapkan sebagai hukum yang diakui oleh syariat. Hal ini akan berlaku
ketika tidak ada nash atau dalil terkait hukum yang akan ditetapkan. Jika ada
dalil, tentu hal itu wajib diamalkan dan tidak boleh meninggalkan dalil yang
Adat yang bersifat umum yang dimaksudkan di sini adalah urf yang berlaku
di seluruh negeri kaum muslimin, sejak zaman dahulu hingga saat ini; sedang
urf yang bersifat khusus maksudnya adalah urf yang hanya berlaku di sebuah
Para imam madzhab dalam membina hukum fiqh banyak sekali yang
Syafi’i yang telah banyak merubah fatwa dan ijtihadnya ketika beliau pindah
ke negeri Mesir dari Baghdad; dan kemudian ijtihad beliau disana dikenal
ketentuan secara mutlak tanpa adanya pembatasan dari segi nash itu sendiri
Dalam hal ini ulama ushul menetapkan satu kaidah yang menyatakan bahwa
‚Setiap ketentuan syari’at yang bersifat mutlak dan tidak ada pembatasannya
kepada ‘urf.‛
Misalnya: dalam hukum pidana Islam (ahkāmul Jarāim), seorang pencuri akan
penyimpanan (al Hirzu) yang layak. Kata al Hirzu yang menjadi salah satu
- 24 -
Untuk sampai pada adat kebiasaan yang dapat membentuk suatu hukum, ada
1. Bersifat umum; artinya urf tadi dipahami oleh semua lapisan masyarakat
manusia.
sumpah ‚Wallohi, saya tidak akan makan daging selamanya.‛ Pada saat
orang tadi mengatakan sumpahnya, masyarakat dan urf yang ada sepakat
bahwa yang dimaksud dengan kata ‚daging‛ yang tidak akan dimakan
adalah daging kambing dan daging sapi. Setelah sepuluh tahun, urf yang
yang masuk ke rumah makan, orang yang naik taxi; semua itu
- 25 -
b. At Ta’yīn bil ‘urfi ka Ta’yīn bin Nashshi (Yang telah dipastikan dengan urf
seperti yang dipastikan dengan dalil). Contohnya: ketika ada orang yang
Contohnya ketika ada seseorang yang meminta tolong kepada orang lain
kerjakan, wajib bagi orang yang minta tolong kepadanya untuk pekerjaan
27
Barang titipan
- 26 -
II. KAIDAH-KAIDAH LANJUTAN
- 27 -
DAFTAR PUSTAKA
Yahya, Mukhtar dan Fatchur Rahman, Dasar Dasar Pembinaan Fiqh Islam, 1986,
Al-Sa’di, Abdurrahmān ibn Nāshir, Al Qowā’id wal Ushūl al Jāmi’ah wal Furūq wa at
pertama.
Mudjib, Abdul, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih, 2004, Jakarta: penerbit Kalam Mulia,
cetakan kelima.
Mubarak, Jaih, Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kaidah Asasi, 2002, Jakarta: Raja Grafindo
- 28 -