17-18
BARANG MITSLIYAT DIGANTI DENGAN BARANG
SEMISALNYA
QAWA’ID FIQHIYAH
Kaidah Ketujuh Belas
Kaidah ini menjelaskan tentang ‘iqâb (hukuman) yang didapatkan oleh seseorang
yang terburu-buru mendapatkan sesuatu yang ia inginkan sebelum datang
waktunya. Ia mendapatkan hukuman berupa kebalikan dari apa ia inginkan itu.
Demikian itu karena manusia adalah hamba yang dikuasai oleh Allah Azza wa Jalla
dan berada di bawah perintah dan hukum-Nya. Maka sudah sepantasnya bagi
manusia untuk tunduk kepada hukum yang telah digariskan oleh-Nya. Allah Azza
wa Jalla berfirman :
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. [al-Ahzâb/33:36]
96
Oleh karena itu, apabila seseorang tergesa-gesa mendapatkan perkara-perkara
yang menjadi konsekuensi hukum syar’i sebelum terpenuhi sebab-sebabnya yang
shahîh, maka ia tidak akan mendapatkan manfaat sedikitpun, bahkan ia
memperoleh hukuman berupa kebalikan dari yang ia inginkan.
Di antara implementasi dan contoh penerapan kaidah ini adalah sebagai berikut :
1. Barangsiapa tergesa-gesa untuk mendapatkan warisan dari orang tuanya atau
orang lain dengan cara membunuh orang tuanya atau orang lain yang akan
memberikan warisan kepadanya itu, maka ia mendapatkan ‘iqâb (hukuman)
berupa diharamkan dari mendapatkan warisan tersebut. Demikian itu
dikarenakan ia telah tergesa-gesa untuk mendapatkan warisan dengan cara
yang haram maka ia diharamkan dari mendapatkan warisan tersebut.
3. Tentang mudabbar, yaitu budak yang dijanjikan bebas oleh tuannya setelah
tuannya tersebut meninggal. Apabila si budak tersebut tergesa-gesa untuk
mendapatkan kebebasan dengan cara membunuh tuannya, maka ia tidak
berhak untuk mendapatkan kebebasan dari statusnya sebagai budak.
4. Seorang laki-laki yang berada dalam keadaan sakit parah yang menyebabkan
kematiannya. Apabila sebelum meninggal ia menceraikan isterinya dengan
tujuan supaya isterinya tidak mendapatkan warisan darinya, maka dalam hal
ini si isteri tersebut tetap berhak mendapatkan warisan darinya, meskipun si
isteri tersebut telah selesai dari masa iddah, selagi belum menikah lagi dengan
laki-laki lain. Dan ada pula yang berpendapat bahwa si isteri tersebut tetap
97
mendapatkan warisan meskipun telah menikah lagi dengan laki-laki lain karena
ia mempunyai udzur.
5. Termasuk juga dalam implementasi kaidah ini adalah bahwasanya orang yang
tergesa-gesa untuk melampiaskan syahwatnya di dunia dalam perkara-perkara
yang haram, maka ia dihukum dengan tidak mendapatkannya di akhirat selama
belum bertaubat di dunia[1]. Allah Azza wa Jalla berfirman :
Wallâhu a’lam.
98
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1430H/2009. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1] Misalnya orang laki-laki yang memakai pakaian sutra di dunia maka ia
diharamkan dari memakainya di akhirat, dan orang yang minum khamr di
dunia diharamkan dari meminumnya di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa memakai sutra di dunia maka
ia tidak akan memakainya di akhirat. Dan barangsiapa meminum khamr
maka ia tidak akan meminumnya di akhirat”. [HR. al-Bukhâri no. 5832 dan
Muslim 2073 dari Sahabat Anas bin Mâlik] (Pent)
99
QAWA’ID FIQHIYAH
Kaidah Kedelapan Belas
Maka, kaidah ini menjelaskan bahwa apabila barang yang dirusakkan tersebut
berupa mitsliyat maka diganti dengan barang yang semisal dengannya. Dan
apabila barang yang dirusakkan tersebut berupa mutaqawwamat maka diganti
dengan nilai barang tersebut.
Para Ulama’ yang lain berpendapat bahwa mitsliyat itu lebih umum daripada
batasan di atas. Mereka berpendapat bahwa mitsliyat adalah segala sesuatu
yang mempunyai misal yang serupa atau mirip dengannya. Sedangkan
mutaqawwamat adalah barang-barang selain kategori tersebut.
100
Pendapat inilah yang benar dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut :
1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam seekor onta,
kemudian beliau ingin mengembalikan ganti onta tersebut kepada
pemiliknya. Namun, beliau tidak mendapatkan onta yang semisal. Maka
beliau memberikan ganti berupa onta yang lebih baik dari onta tersebut.[2]
101
barang tersebut. Apabila barang itu termasuk kategori mitsliyat maka ia wajib
mengembalikan dengan barang yang serupa. Dan apabila barang tersebut
termasuk kategori mutaqawwamat maka ia cukup mengembalikan dengan nilai
harga barang tersebut.
3. Seseorang yang dititipi barang oleh orang lain. Kemudian barang tersebut
hilang dikarenakan keteledorannya, atau ia berlebih-lebihan dalam
menggunakan barang tersebut. Maka, ia wajib mengganti barang tersebut.
Apabila barang tersebut termasuk kategori mitsliyat maka ia wajib mengganti
dengan barang yang serupa. Dan apabila barang tersebut termasuk kategori
mutaqawwamat maka ia cukup mengganti dengan nilai harga barang tersebut.
Wallâhu a’lam.
102