Anda di halaman 1dari 6

B.

Contoh-Contoh Qowa’id Fiqiyah dan Qowa’id Usuliyah


a) Qowa’id Fiqiyah
Kaidah yang berbunyi:
ِ ‫التعيِ فَاخلطَأْ فِي ِه م‬
‫بط ٌل‬ ِِ
ُ ْ َ ُ ‫َمايُ ْشَتَر ُط فيه َ ْ نْي‬
Artinya: “Dalam perbuatan yang diisyaratkan menyatakan niat (ta’yin)
maka kesalahan pernyataan dapat membatalkan perbuatan tersebut.”

Sebagai contoh: ada seseorang yang akan menunaikan shalat dzuhur,


tetapi dengan niat shalat ‘ashar, atau seseorang menunaikan puasa qadha’
dengan ta’yin niat puasa sunnah. Maka kesalahan semacam ini membuat tidak
sahnya shalat atau uasa yang dilakukannya. Karena menurut hukum islam, ada
tuntutan ta’yin niat yang fungsinya membedakan antara ibadah satu dengan
ibadah yang lain.1

Kaidah yang berbunyi:


‫ص ُل َب َقاءُ َما َكا َن َعلَى َما َكا َن‬
ْ َ‫اال‬
Artinya: “Hukum asal adalah tetap apa yang telah ada atas yang telah
ada.”

Umpanya seseorang makan sahur merasa ragu apakah sudah terbit


fajar atau belum, maka puasa seorang tersebut tetap dianggap sah, karena
menurut hukum asal diberlakukan keadaan waktunya belum terbit fajar.
Contoh lain, seseorang membeli kulkas mengajukan gugatan kepada
penjualnya dengan alasan kulkas yang dibelinya setelah sampai di rumah
tidak berfungsi. Gugatan pembeli tersebut tidak dapat dibenarkan. Karena
menurut hukum aalnya kulkaa itu dalam keadaan baik. Hal ini, dikecualikan

1
Duski Ibrahim, Al-Qowa’id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih) (Palembang: Perpustakaan Nasional
Katalog dalam Terbita, 2018), hlm. 47.
kalua ada perjanjian-perjanjian tertentu sebelum men/jadi transaksi jual beli,
umpamanya perjanjian garansi.2

Kaidah sebagai berikut:


‫الس ْم َح ِة‬ ِ ِ ِ ْ‫بعِث‬
َ ‫ت باحلَنْيفيَّة‬
ُ ُ
Artinya: “Aku (Rasul Allah Saw) dibangkitkan dengan membawa
agama yang benar dan mudah.”

Umpamanya seseorang sulit menunaikan shalat dengan cara berdiri,


maka ia dibolehkan duduk, bila masih sulit boleh diperbolehkan berbaring,
bila masih sulit maka hanya dibolehkan dengan mengedipkan mata. Contoh
lain, seseorang yang sulit menghindari darah nyamuk atau percikan air yang
ada pada lumpur dijalanan, maka ia diperbolehkan shalat dengan
menggunakan pakaian darah tersebut. Contoh lain lagi misalnya: seseorang
laki-laki diperbolehkan melihat wajah perempuan ajnabiyah untuk tujuan
melamar, menjadikannya saksi atau mengajarinya. Apabila tidak dilakukan
maka akan mendatangkan kesulitan-kesulitan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.3

Kemudian kaidah yang berbunyi:


‫َماأْبِْي َح لِلض َُّر ْو َر ِة يُ َق َد ُر بَِق َد ِر َها‬

Artinya: “sesuatu yang diperbolehkan karena darurat, diukur sesuai


dengan kemudharatannya” (As-Suyuthi,t.t :60)

Atas dasar ini maka dipahami bahwa seseorang yang dalam


kelaparanhanya diperbolehkan memekan bangkai, babi dan anjing hanya

2
Ibid., hlm 58
3
Ibid., hlm 71
sekedar menutupi kelaparannya, tidak dibenarkan sampai berlebih-leihan dan
terus-menerus. Sebab manakala ia telah kenyang maka alasan maka alasan
kebolehan memakan yang haram itu tidak ada lagi. Contoh lain penggunaan
vaksin imunisasi yang bercampur dengan benda najis boleh dilakukan oleh
dokter karena sangat penting untuk kesehatan, selama belum ada atau
kesulitan mencari yang tidak bercampur dengan najis. Demikian juga halnya,
seorang dokter laki-laki karena darurat yang harus mengobati pasien
perempuan, maka tidak diperbolehkan meneliti anggota tubuh yang tidak
perlu diobati.4

Kaidah sebagai berikut:


‫ك اْلغَرْيِ باَ ِط ٌل‬ ِ ‫األمر باِلتَّصُّر‬
ِ ‫ف ىف م ْل‬
َ ُْ
Artinya: “Perintah untuk bertasharruf hak milik orang lain adalah
bathal.”

Misalnya: seseorang meminjam sebuah mobil, kemudian ia


memerintahkan kepada temannya untuk menjualnya, maka perintah itu adalah
bathal karena meminjam mobil bukan menjadi pemilik mobil, hanya dapat
memeproleh manfaat dari mobil. Sedangkan mobil masih menjadi milik
mobil.5

Kaidah sebagai berikut:


‫خر منفعة فهوربا‬
ٌ ‫كل قرض‬
Artinya: “semua bentuk hutang yang mendatangkan keuntungan bagi
orang yang menghutangi adalah riba”.

4
Ibid., hlm 83
5
Fathurrahman Azhari, Qowaid Fiqhiyyah Muamalah (Banjarmasin: Lembaga Pemberdayaan Kualitas
Ummat, 2015) hlm. 248
Misalnya: Pak Ilham memberikan jasa tumpangan kepada pak Ibnu
sebagai balas budi karena pak Ibnu telah memberikan utang kepada pak
ilham, maka jasa tumpangan itu adalah riba. Contoh lain si A memberikan
utang kepada si B lalu tiba-tiba si B menghadiahkan jam tangan kepada si A
sebagai tanda terimakasih karena si A sudah memebrikan utang kepada si B.
maka hadiah yang diberikan tersebut dikategorikan sebagai riba.6
b) Qowa’id Ushuliyah
Berdasarkan QS. Ali-Imran ayat 130 dengan kalimat “La ta ‘kulu al-Riba”
maka al-Qowa’id al-Usuliyyah yang bisa digunakan:
‫النهي يدل على التحر مي‬

“Dalil terkait pelarangan itu menunjukkan keharaman”


Jadi, hal yang dilarang dalam ayat tersebut, dihukumi haram untuk
dilakukan. Dalam hal ini berarti haram hukum melakukan segala bentuk riba. 7
Misalnya seseorang meminjam uang Rp. 5.000.000,00 setiap akan menyetor
pinjaman Rp. 500.000,00 pada akhir bulan maka ia harus membayar bunga
sebesar Rp.20.000,00 maka tindakan tersebut termasuk riba dan dilarang

Kaidah sebagai berikut:


‫االمور مبقاصدد‬

Artinya: “Segala sesuatu bergantung pada tujuannya”

Contoh: kalau kita sholat kita pasti bertemu dengan yang namanya
niat, kalau kita tidak berteny dengan yang namanya niat berarti kita tidak
perna sholat begitu juga dengan yang lainnya seperti zakat, haji, dll. Kita pasti
6
Lukita Fahriana, JM. Muslimin, “Penerapan Qowa’id ao Usuliyyah dan Qowa’id al-Fiqhiyah dalam
Kasus Riba dan Bank Syariah”, Jurnal Kajian Interdisipliner Islam Indonesia, Vol 10, No. 2 (2020),
123
7
Ibid., hlm. 124
bertemu dengan yang namanya niat. Dasar kaidah para ulama ini mengambil
dari ayat al-Qur’an QS. Ali Imran:145 yang artinya: “Barang siapa yang
mengehendaki pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala didunia
itu, dan barang siapa yang menghendaki pahala akhirat, kami berikan pula
kepadanya pahala akhirat.”

Kaidah berikutnya:
‫الضرر يزال‬

Artinya: “Kemudharatan harus dihilangkan”

Contoh: kalau misalkan ada pohon besar dengan buah yang banyak
yang mana buah tersebut sering jatuh dan sering mengenai orang yang lewat
di bawahnya hingga ada yang harus dibawa kerumah sakit, maka dengan
beracuan kaidah ini pohon tersebut harus ditebang. Dasar kaidah ini beracuan
kepada nash Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 56, yang artinya: “Dan janganlah
kamu membuat kerusakan dibumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-
orang yang berbuat baik.

Daftar pustaka
BUKU:
Ibrahim D, Al-Qowa’id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih) (Palembang:
Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbita, 2018), hlm. 47.
Azhari, Qowaid Fiqhiyyah Muamalah (Banjarmasin: Lembaga Pemberdayaan
Kualitas Ummat, 2015) hlm. 248
JURNAL:
Fahriana L, Muslimin, “Penerapan Qowa’id ao Usuliyyah dan Qowa’id al-Fiqhiyah
dalam Kasus Riba dan Bank Syariah”, Jurnal Kajian Interdisipliner Islam Indonesia,

Anda mungkin juga menyukai