Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KAIDAH ‫ االضطرار ال يبطل حق الغير‬, ,‫أذ اجتمع الحالل والحرام غلب الحرام‬

‫ البينة على المدعي‬, ‫أذ اجتمع امران من جنس واحد ولم يختلف مقصودهما دخل احدهما في االخر غالبا‬
‫واليمين على من انكر‬

Untuk memenuhi mata kuliah Qowaidul Fiqih

Yang diampu oleh : Dr. H. Zaenu Zuhdi, M.HI.

Disusun oleh

Kholidah 2018.77.01.1081

KELAS PAI MUKIM B


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG

Desember 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Kata Pengantar

Islam mempunyai dua dasar dalam menetapkan suatu hukum, yaitu Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, dalam penetapan berdasarkan
pada kedua hukum tersebut dirasa masih bersifat umum dan masih sulit untuk
difahami. Maka dari itu, muncullah kaidah-kaidah tentang penetapan hukum
dalam Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam
penetapannya, yaitu kaidah-kaidah fiqhiyah yang digunakan sebagai pedoman
dalammenetapkan suatu hukum yang belum terdapat dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah.

Permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari beragam


macamnya. Tentunya ini menghasurkan kita agar mencari jalan keluar untuk
penyelesaiannya, maka disusunlah kaidah secara umum yang dikuti cabang-
cabang secara lebih mendetail terkait permasalahan yang sesuai dengan kaidah
tersebut. Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan memudahkan
terhadap penyelesaian masalah-masalah yang mucul ditengah-tengah
kehidupan ini.

Seperti pada pembahasan kali ini terdapat kaidah fiqh (qawaid fiqiyah)
merupakan kaidah yang bersifat umum dan biasa digunakan untuk
menyelesakan permasalahan yang bersifat praktis dalam kehidupan sehari-
hari. Kaidah ini menggolongkan masalah-masalah yang serupa menjadi satu
kaidah fiqh ini tentunya bersumber dari Al Qura’an dan As sunnah yang
merupakan terciptanya hukum-hukum islam. Dengan adanya qawaid fiqiyah
ini tentunya mempermudah kita dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan perbuatan manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan contoh dari kaidah ‫أذ اجتمع الحالل والحرام غلب الحرام‬
2. Apa pengertian dan contoh dari kaidah ‫االضطرار ال يبطل حق الغير‬

3. Apa pengertian dan contoh dari kaidah ‫د ولم‬RR‫ران من جنس واح‬RR‫ع ام‬RR‫أذ اجتم‬
‫يختلف مقصودهما دخل احدهما في االخر غالبا‬
4. Apa pengertian dan contoh dari kaidah ‫ة على‬RR‫البين‬ ‫ر‬RR‫واليمين على من انك‬
‫المدعي‬
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan contoh dari kaidah ‫ع الحالل‬RR‫أذ اجتم‬
‫والحرام غلب الحرام‬
2. Untuk mengetahui pengertian dan contoh dari kaidah
‫االضطرار ال يبطل حق الغير‬
3. Untuk mengetahui pengertian dan contoh dari kaidah ‫أذ اجتمع امران من‬
‫جنس واحد ولم يختلف مقصودهما دخل احدهما في االخر غالبا‬
4. Pengertian dan contoh dari kaidah ‫البينة على المدعي واليمين على من انكر‬

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan contoh dari kaidah ‫أذ اجتمع الحالل والحرام غلب الحرام‬
1. Pengertian

Arti dari kaidah ini adalah “Ketika halal dan haram berkumpul maka
dimenangkan yang haram”. Kaidah ini berlaku pada dalil mamupun
selainnya., baik pada masalah ibadah maupun mu’amalah. Dengan
mengamalkannya dapat terhindar dari keharaman secara yakin. Berbeda
dengan mengamalkan yang halal yang mungkin saja akan terjebak pada
keharaman. Maka ikhtiyath dalam urusan agama hukumnya wajib, sebab
syariat lebih tegas memerintah menjauhi larangan daripada ketegasannya
dalam menganjurkan melakukan hal-hal yang dibolehkan.1

2. Contoh

Apabila ada dua dalil yang bertentangan, salah satunya menetapkan


kehalalan sedangkan yang lainnya menetapkan keharaman, maka
dimenangkan dalil yang menetapkan keharaman. Seperti pertentangan antara
hadits ‫ لك من الحائض ما فوق االزار‬artinya “Bagimu halal mencumbu wanita yang
sedang haid dari luar pakaiannya” yang mengahramkan mencumbu wanita
yang sedang haid pada anggota badan diantara pusar dan lutut, dan hadits yang
kedua adalah ‫يئ‬hhh‫ل ش‬hhh‫نعوا ك‬hhh‫“ اص‬Lakukanlah segala sesuatu yang selain
bersetubuh” yang mengahalalkannya kecuali bersetubuh, maka dimenangkan
hadits pertama.

Contoh kasus lain adalah apabila hewan sembelihan dua orang, muslim
dan majusi maka tidak halal.2

Contoh selanjutnya adalah, ada sebuah ayat Al-Quran berbunyi

‫وان تجمعوا بين االختين‬

Ayat ini mengandung pengertian bahwa mengumpulkan dua orang perempuan


bersaudara untuk dijadikan istri atau sebagai jariyah adalah dilarang, sementara itu
ada ayat lain, yaitu :
1
Hr, M. Hamim dan Ahmad Muntaha Am, Pengantar Kaidah Fiqih Syafi’iyah (Kediri : Santri
Salaf Press, 2013), hlm 121
2
Hr, M. Hamim dan Ahmad Muntaha Am, Pengantar Kaidah Fiqih Syafi’iyah (Kediri : Santri
Salaf Press, 2013), hlm 122
‫اوما ملكت ايمانكم‬

Yang memberikan arti, bahwa mengumpulkan dua orang perempuan bersaudara


sebagai jariyah, boleh. Jadi, dalam masalah ini, ayat yang pertama mengharamkan,
sedangkan ayat yang berikutnya membolehkan. Maka berdasarkan kaidah ini,
haramlah yang dimenangkan.3

Beberapa kasus yang dikecualikan dari kaidah ini, yaitu :

a) Burung yang dipanah kemudian jatuh ketanah dalam kondisi terluka


lalu mati, maka burung itu halal. Sebab, burung itu pasti jatuh ketanah,
maka keharamannya dima’fu
b) Kambing yang memakan rumput haram, daging dan susunya tetap
halal
c) Ijtihad dalam pakaian yang kandungan suteranya lebih banyak
daripada kain yang bukan sutera.
d) Menerima pemberian pejabat, bila mayoritas hartanya adalah harta
haram, maka hukumnya seperti bermu’amalah dengan orang yang
mayoritas hartanya
e) Benda yang unsur keharamannya telah hampir atau rusak, seperti
parfum yang telah hilang bau, rasa dan warnanya, maka boleh
dikonsumsi oleh orang yang sedang ihram.4

 Cabang
 ‫ إذا اﺟﺘﻤﻊ ﻓﻲ اﻟﻌﺒﺎدة ﺟﺎﻧﺐ اﻟﺤﻀﺮ واﻟﺴﻔﺮ ﻏﻠﺐ ﺟﺎﻧﺐ اﻟﺤﻀﺮ‬artinya jika dalam
satu ibadah berkumpul antara sisi (sedang ) di rumah(hadhar) dan
sisi (sedang) di perjalanan (safar), maka yang dimenangkan adalah
sisi (sedang) di rumah. Contoh : Ketika seorang musafir
mengqashar shalatnya dalam perjalanan, tapi sebelum selesai
shalatnya, ia sudah sampai di rumah. Maka sisi manakah yang
harus diunggulkan? Sesuai sub kaidah di atas, maka sisi rumah lah
yang harus dimenangkan. Artinya shalat qashar yang dilakukan
musafir harus disempurnakan sebagaimana shalat biasa karena ia
3
Bisri, Moh Adib, Terjamah Al-Faraidul Bahiyyah, (Rembang : Menara Kudus, 1977), hlm
31-32
4
Hr, M. Hamim dan Ahmad Muntaha Am, Pengantar Kaidah Fiqih Syafi’iyah (Kediri : Santri
Salaf Press, 2013), hlm 124-125
telah berada di rumah, tidak dalam perjalanan lagi. Sebab status
shalat di rumah merupakan hukum asal, sedangkan mengqashar
shalat ketika dalam perjalanan merupakan hukum pengganti.
 ‫انع‬hhhh‫دم الم‬hhhh‫ إذا ﺗﻌﺎرض اﻟﻤﺎﻧﻊ واﻟﻤﻘﺘﻀي ق‬artinya apabila larangan dan
tuntutan saling berlawanan, maka yang lebih didahulukan adalah
larangan. Contoh : Seseorang yang meninggal dalam perang
membela agama (syahid alma’rikah) tapi dalam kondisi junub,
akan menimbulkan dua keadaan yang kontradiktif, di satu sisi ia
wajib dimandikan karena sedang junub (al-muqtadli atau tuntutan),
di sisi lain ia tidak boleh dimandikan karena statusnya adalah
syahid (almani’ atau larangan). Dan kedua hal, baik al-muqtadli
maupun al-mani’ di atas memiliki urgensi untuk diakomodir.
Namun, sesuai dengan sub kaidah ini, maka yang dimenangkan
adalah al-mani’, yakni larangan memandikannya.5
 ‫ إذا اﺟﺘﻤﻊ اﻟﻮاﺟﺐ واﻟﻤﺤﻈﻮر ﯾﻘﺪم ا ﺐ‬artinya bila kewajiban dan larangan
berkumpul, maka yang didahulukan adalah kewajiban. Contoh :
Percampuran jenazah muslim dan non-muslim, Ketika jenazah
muslim dan non-muslim bercampuraduk hingga sulit dipilah atau
dibedakan, maka memandikan dan menshalati seluruh jenazah
hukumnya adalah wajib, walaupun jelas-jelas diantara jenazah-
jenazah itu terdapat orang non-muslim. Pada mulanya, menshalati
jenazah orang kafir hukumnya adalah haram. Namun demi
mendahulukan kemaslahatan berupa kewajiban menshalati jenazah
kaum muslim, maka mafsadah yang marjuh (terungguli) berupa
tercampurnya jenazah non-muslim harus dikesampingkan.6

 Dalil
Kaidah ini berdasarkan hadits riwayat Ibn Mas’ud ra :
)‫مااجتمع الحالل والحرام اال غلب الحرام الحالل (رواه عبد الرزاق‬

Alusaini, M. Abdul Jalil, Makalah ‫( أذ اجتمع الحالل والحرام غلب الحرام‬Kediri : Sekolah Tinggi
5

Agama Islam : 2015, Kediri)


6
Alhusaini, M. Abdul Jalil, Makalah ‫( أذ اجتمع الحالل والحرام غلب الحرام‬Kediri : Sekolah Tinggi
Agama Islam : 2015, Kediri)
Artinya : tidaklah halal dan haram berkumpul kecuali yang haram
mengalahkan yang halal.

Sedangkan menurut KH. Muhibbul Aman Ali, kaidah ini berdasarkan


hadits riwayat am-Nu’am bin Basyir ra :

‫ة‬hh‫ فمن اتق‬. ‫اس‬hh‫ير من الن‬hh‫تبهات ال يعلمهن كث‬hh‫ور مش‬hh‫ان الحالل بين والحرام بين وبينهما ام‬
)‫المشتبهات فقد استبرا لدينه وعرضه ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام (متفق عليه‬

Artinya : sungguh halal itu jelas, haram itu jelas, dan diantara
keduanya ada hal-hal yang syubhat yang tidak diketahui oleh banyak orang.
Karenanya, orang yang menjauhi ada hal-hal yang syubhat maka ia telah
membebaskan diri (dari keharaman) bagi agama dan kehormatannya, dan
orang yang terjatuh dalam hal-hal syubhat maka ia jatuh dalam keharaman.
(Muttafaq ‘Alaih)

Sebab itu, pendapat ini menjadi solusi bagi perselisihan tentang hadits
yang menjadi dasar kaidah ini.7

B. Pengertian dan contoh dari kaidah ‫الغير اال ضطرار ال يبطل حق‬
1. Pengertian

Arti dari kaidah ini adalah “Keadaan darurat tidak berarti meniadakan
hak orang lain”. Maksud dari kaidah ini adalah bahwa keadaan darurat tidak
dapat menjadi sebab untuk melanggar hak-hak orang lain seperti merusak
barang atau menghilangkannya. Dia harus menjamin barang tersebut dan tidak
bisa ditiadakan dengan kondisi darurat.8

kaidah ini berkaitan erat sekali dengan kaidah ‫الضرورات تبيح المحظورات‬ 

(situasi mendesak memperbolehkan perkara yang mendesak), oleh karena


itulah kondisi terpaksa bisa mengubah hukum haram menjadi hukum ibahah
( boleh ).

2. Contoh

7
Hr, M. Hamim dan Ahmad Muntaha Am, Pengantar Kaidah Fiqih Syafi’iyah (Kediri : Santri
Salaf Press, 2013), hlm 121-122
8
Jauhari, Wildan, Kaidah Fiqih, (Jakarta : Rumah Fiqih Publishing, 2018), hlm 26
 orang yang terpaksa memakan makanan orang lain, itu harus
mengganti makanan tersebut baik bisa berbentuk uang ataupun
dengan barang yang setara harganya dengan barang tersebut,
apabila kondisinya telah kembali pulih
 apabila tetangga kita mempunyai hewan peliharaan seperti sapi,
kemudian sapi tersebut menyerang kita, maka kita boleh
membunuhnya tapi wajib mengganti.
 Jika suatu perahu hampir tenggelam karena beban yang berat,
kemudian seseorang melempar barang-barang orang lain yang
ada didalam perahu untuk meringankan beban, maka ia harus
mengganti barang tersebut kepada pemiliknya meskipun
tindakannya itu dibenarkan.9

 Dalill
‫وقد فصل لكم ما حرام عليكم اال ما اضتررتم اليه‬

Artinya : sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa


yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.
( Surat al-An’am ayat 119 )

‫ض ِم ْن ُك ْم‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِا ْلبَا ِط ِل إِاَّل أَنْ تَ ُكونَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةً عَنْ تَ َرا‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesama kamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. [An-Nisâ’/4:29]

C. Pengertian dan contoh dari kaidah ‫ف‬hh‫د ولم يختل‬hh‫ران من جنس واح‬hh‫ع ام‬hh‫أذ اجتم‬
‫مقصودهما دخل احدهما في االخر غالبا‬
1. Pengertian

Arti kaidah ini adalah “Ketika berkumpul dua hal yang sejenis dan maksud
keduanya tidak berbeda, maka secara umum salah satunya masuk pada
lainnya”. Maksud dari kaidah ini adalah bila ada dua hal yang maksud (tujuan)
nya sejenis, maka hukum yang berlaku pada salah satunya juga berlaku pada
yang lain.10

9
Jauhari, Wildan, Kaidah Fiqih, (Jakarta : Rumah Fiqih Publishing, 2018), hlm 26-27
2. Contoh
 Seorang wanita yang berkewajiban mandi besar karena haid dan
jinabat, maka baginya cukup mandi sekali dan cukup niat saja, sebab
kesamaan antara tujuan kedua mandi tersebut, yaitu untuk
menghilangkan hadats besar.11
 Orang yang berulang kali lupa dalam sholat, sujud sahwinya cukup
sekali, sebab tujuan sujud sahwi adalah untuk menghina setan dan
cukup dengan dua sujud saja.12
 Seseorang dituduh telah melakukan zina dua kali dan didepan sidang
pengadilan ia mengakuinya. Maka, menurut hukum ia hanya dijatuhi
hukuman berbuat zina sekali saja, yakni didera seratus kali dan
dibuang setahun.13

D. Pengertian dan contoh dari kaidah ‫البينة على المدعي واليمين على من انكر‬
1. Pengertian
Arti dari kaidah ini adalah "Bukti dibebankan atas penuduh, sedangkan
sumpah dibebankan atas tertuduh". Dalam hukum islam, bila ada
tuduhan, maka pihak penuduh lah yang wajib mendatangkan bukti atas
tuduhan yang ia buat. Bila tuduhan itu tak disertai bukti yang cukup,
maka pihak tertuduh cukup membatalkan tuduhan itu dengan sumpah
saja lalu tertuduh secara hukum dinyatakan bebas dari segala tuduhan.
Al-bayyinah/bukti adalah sesuatu yang bisa untuk membuktikan
sebuah hak atau klaim, dan hal ini untuk menetapkan kebenaran atas
klaim seseorang.
Pada dasarnya yang dimaksud dengan Al-bayyinah adalah saksi dalam
semua perkara hukum, baik yang berhubungan dengan darah, harta,
tindakan kriminal atau lainnya. Ketentuan saksi terdiri dari beberapa
macam. Di antara ketentuan saksi adalah:

10
Hr, M. Hamim dan Ahmad Muntaha Am, Pengantar Kaidah Fiqih Syafi’iyah (Kediri :
Santri Salaf Press, 2013), hlm 158
11
Rosidin, Modul Kaidah Fiqih, (Singosari : 2019), hlm 60
12
Hr, M. Hamim dan Ahmad Muntaha Am, Pengantar Kaidah Fiqih Syafi’iyah (Kediri :
Santri Salaf Press, 2013), hlm 158-159
13
Bisri, Moh Adib, Terjamah Al-Faraidul Bahiyyah, (Rembang : Menara Kudus, 1977), hlm
44
a. Harus empat orang laki-laki. Dan ini berlaku pada persaksian
dalam kasus perzinaan.
b. Harus dua orang laki-laki. Dan ini berlaku pada semua tindak
kriminal kecuali zina, juga pada pernikahan, perceraian, dan
lainnya.
c. Persaksian yang bisa dilakukan oleh dua orang laki-laki atau
satu laki-laki dan dua wanita atau satu laki-laki dan sumpah.
Hal ini berlaku pada masalah yang berhubungan dengan harta.
Seperti jual beli, sewa menyewa, dan lainnya.
d. Persaksian yang bisa dilakukan oleh wanita saja. Hal ini
berlaku pada masalah yang tidak bisa dilihat oleh kaum laki-
laki, seperti masalah persusuan, haid, nifas, dan lainnya.

2. Contoh
 Jika ada orang yang mengaku bahwa barang yang dipegang
oleh seseorang itu adalah miliknya maka dia harus
mendatangkan bukti atau saksi. Jika dia tidak bisa
mendatangkan saksi maka cukup bagi yang dituntut untuk
bersumpah atas nama Allah Ta’ala bahwa barang itu adalah
miliknya.
 Jika ada seseorang yang menuduh seseorang berbuat zina,
maka dia harus mendatangkan bukti berupa empat laki-laki
yang menjadi saksi. Jika tidak, maka tidak sah tuduhannya dan
dia berhak mendapat hukuman delapan puluh cambukkan
karena menuduh orang lain berbuat zina tanpa bukti.
 Jika ada seseorang yang berhutang pada orang lain, lalu dia
mengaku sudah membayarnya tapi diingkari oleh yang
menghutangi, maka yang berhutang harus mendatangkan bukti.
Jika tidak, maka cukup bagi yang menghutangi untuk
bersumpah menepis klaim terhadapnya.

 Dalil
، ‫ ّد ِعي‬h‫ة على ال ُم‬hhَ‫ ولكنّ البيّن‬، ‫وال ُهم‬hh‫وم وأم‬h ُ h‫و يُ ْعطَى الن‬hh‫ل‬
ٍ h‫ا َء ق‬hh‫و ٌم دم‬hh‫دعواهُم ال ّدعَى ق‬hh‫اس ب‬h
‫واليمينُ على من أنك َر حديث حسن رواه البيهقي وغيره هكذا وبعضه في الصحيحين‬
Artinya : “Jika semua orang diberi hak (hanya) dengan dakwaan
(klaim) mereka (semata), niscaya (akan) banyak orang yang
mendakwakan (mengklaim) harta orang lain dan darah-darah mereka.
Namun, bukti wajib didatangkan oleh pendakwa (pengklaim), dan
sumpah harus diucapkan oleh orang yang mengingkari (tidak
mengaku)”.
BAB III
KESIMPULAN

Kaidah ‫ أذ اجتمع الحالل والحرام غلب الحرام‬ini memiliki arti Ketika halal dan haram
berkumpul maka dimenangkan yang haram. Seperti contoh pertentangan antara ayat
Al-Quran tentang mencumbu wanita yang sedang haid. Kaidah ini memiliki beberapa
pengecualian, diantaranya adalah Kambing yang memakan rumput haram maka
daging dan susunya tetap dihuhkumi halal, dan juga kain yang kandungan suteranya
setara dengan kain yang biasa maka boleh digunakan laki-laki.

Kaidah yang kedua adalah ‫ير‬RR‫ق الغ‬RR‫ل ح‬RR‫طرار ال يبط‬RR‫ االض‬memiliki arti Keadaan
darurat tidak berarti meniadakan hak orang lain. Contohnya adalah apabila tetangga
kita mempunyai hewan peliharaan seperti sapi, kemudian sapi tersebut menyerang
kita, maka kita boleh membunuhnya tapi wajib mengganti.

Kaidah ketiga adalah ‫دهما في‬R‫ل اح‬R‫ودهما دخ‬RR‫أذ اجتمع امران من جنس واحد ولم يختلف مقص‬
‫ االخر غالبا‬artinya Ketika berkumpul dua hal yang sejenis dan maksud keduanya tidak
berbeda, maka secara umum salah satunya masuk pada lainnya. Seperti contoh
Seorang wanita yang berkewajiban mandi besar karena haid dan jinabat, maka
baginya cukup mandi sekali dan cukup niat saja, sebab kesamaan antara tujuan kedua
mandi tersebut, yaitu untuk menghilangkan hadats besar.

Kaidah selanjutnya adalah ‫ البينة على المدعي واليمين على من انكر‬yang artinya Bukti
dibebankan atas penuduh, sedangkan sumpah dibebankan atas tertuduh. Contohnya
adalah jika ada seseorang yang berhutang pada orang lain, lalu dia mengaku sudah
membayarnya tapi diingkari oleh yang menghutangi, maka yang berhutang harus
mendatangkan bukti. Jika tidak, maka cukup bagi yang menghutangi untuk
bersumpah menepis klaim terhadapnya.
DAFTAR PUSTAKA

Rosidin. 2019. Modul Kaidah Fiqih. Singosari.

Bisri, Moh Adib. 1977. Terjamah Al-Faraidul Bahiyyah. Rembang : Menara Kudus.

Hr, M. Hamim dan Ahmad Muntaha Am. 2013. Pengantar Kaidah Fiqih Syafi’iyah . Kediri : Santri

Salaf Press.

Alusaini, M. Abdul Jalil. 2015. Makalah ‫ أذ اجتمع الحالل والحرام غلب الحرام‬. Kediri :

Sekolah Tinggi Agama Islam.

Jauhari, Wildan. 2018. Kaidah Fiqih. Jakarta : Rumah Fiqih Publishing.

Anda mungkin juga menyukai