Anda di halaman 1dari 7

PEMBAGIAN HUKUM HUKUM WADHI,SEBAB,SYARAT,MANIQ,RUKSOH AZIMAH,SAH,BATAL

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas

Makul : Ushul fihq

Dosen pengampu :Dr.Husnawadi. MA

Oleh: kelompok 7:

HABIB TANTOWI

AL AENAUL MARDIANA

FAKULTAS SYARIAH JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

IAI HAMZANWADI NW LOTIM

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT. Atas karunia-nya dan limpahan rahmat,kesehatan(kita) ,kesempatan
beserta ilmu barokah sehingga kami (habib&aena) dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas makul ushul fiqh,selain itu tujuan penyusunan
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang wadhi serta pejabaran nya.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tentu aja pasti ada salah atau kekeliruan
oleh si pengetik jadi mohon maaf yaaa,kami juga perlu kritikan serta saran dari apabila ada
kesalahan atau kekeliruan dari makalah ini.sekian dan terimakasih serta selamat menyimak…oke
PEMBAHASAN
A.WADHI

Hukum wadh'i adalah salah satu jenis hukum syariat Islam menurut ulama ushul fikih,
selain juga hukum taklifi. Sederhananya, hukum wadh'i merupakan hukum kondisional yang
menyertai hukum taklifi. Hukum taklifi sendiri berkaitan perkara haram, halal, sunah, makruh,
dan mubah. Kelima hukum itu disertai dengan hukum kondisional. Misalnya, perkawinan
menjadi sebab halalnya hubungan suami istri. Perkawinan yang menjadi sebab mubahnya
hubungan suami istri termasuk bahasan dalam hukum wadh'i. Sebelum akad nikah, laki-laki
dan perempuan yang bukan mahram tidak boleh berkhalwat (berduaan), apalagi
berhubungan badan. Selepas perkawinan, hal-hal terlarang antara laki-laki dan perempuan
yang bukan mahram menjadi halal dan boleh dilakukan. Selanjutnya, hukum-hukum syariat
ini, baik itu hukum wadh'i dan taklifi lazimnya ditujukan kepada mukalaf atau orang yang
sudah layak dibebankan hukum Islam. Orang mukalaf adalah sosok yang sudah balig
(cukup umur), berakal sehat (tidak mabuk atau hilang kesadaran), dan tidak tidur (dalam
kondisi sadar). Hal itu tergambar dalam sabda Rasulullah SAW: “Pena [pencatat amal]
diangkat dari tiga golongan, yaitu orang tidur sampai dia bangun, anak-anak sampai dia
balig, dan dari orang yang gila sampai dia sadar [berakal],” (H.R. Ibnu Majah). Macam-
macam & Contoh Hukum Wadh'i Secara umum, hukum wadh'i terdiri dari 6 macam, yaitu
sebab, syarat, penghalang (mani'), azimah dan rukhsah, serta sah dan batal. Berikut ini
penjelasan mengenai macam-macam hukum wadh'i dan contohnya, sebagaimana dikutip
dari Jurnal Hukum Keluarga Islam.
1. SEBAB
Secara definitif, sebab dalam hukum wadh'i adalah tanda hingga lahirnya hukum Islam.
Tanpa tanda (sebab) itu, seorang mukalaf tidak dibebani hukum syariat. Sebagai misal,
tanda balig merupakan sebab bagi kewajiban hukum-hukum Islam. Anak kecil yang
belum cukup umur (balig) tidak wajib salat, puasa, atau menjalankan ibadah fardu
lainnya. Contoh hukum wadh'i berkaitan dengan sebab lainnya adalah ketika seseorang
menyaksikan hilal 1 Ramadan, umat Islam diwajibkan berpuasa. Berdasarkan hal itu,
hilal adalah sebab bagi kewajiban puasa.
‫َش ْهُر َر َمَض اَن ٱَّلِذٓى ُأنِز َل ِفيِه ٱْلُقْر َء اُن ُه ًد ى ِّللَّن اِس َو َب ِّي َٰن ٍت ِّم َن ٱْلُهَد ٰى َو ٱْلُفْر َق اِن ۚ َف َم ن َش ِه َد ِمنُك ُم ٱلَّش ْه َر َف ْلَي ُصْمُهۖ َو َم ن َك اَن َم ِر يًض ا‬
‫َأْو َع َلٰى َس َف ٍر َف ِع َّد ٌة ِّمْن َأَّياٍم ُأَخ َر ۗ ُيِر يُد ٱُهَّلل ِبُك ُم ٱْلُيْس َر َو اَل ُيِر يُد ِبُك ُم ٱْلُعْس َر َو ِلُتْك ِم ُلو۟ا ٱْلِع َّدَة َو ِلُتَك ِّبُرو۟ا ٱَهَّلل َع َلٰى َم ا َه َد ٰى ُك ْم َو َلَع َّلُك ْم‬
‫َت ْشُك ُروَن‬

Arab-Latin: Syahru ramaḍānallażī unzila fīhil-qur`ānu hudal lin-nāsi wa bayyinātim minal-


hudā wal-furqān, fa man syahida mingkumusy-syahra falyaṣum-h, wa mang kāna
marīḍan au 'alā safarin fa 'iddatum min ayyāmin ukhar, yurīdullāhu bikumul-yusra wa lā
yurīdu bikumul-'usra wa litukmilul-'iddata wa litukabbirullāha 'alā mā hadākum wa
la'allakum tasykurụn

Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang
bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu,
dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

a. sebab yg menyebabkan adanya hokum taklifi.contoh ,masuknya wajtu sholat


dijadikan syari sebagai al sebab adanya kewajiban sholat.(QS.AL-ISRA:78)
b. sebab sebagai sebab penetapan hak milik dan kehalalan suatu barang atau
sebaliknya.Seperti akad jual beli,nikah,thalaq,dll.
2. SYARIAT
Suatu ibadah atau perkara syariat lazimnya mewajibkan adanya syarat harus dipenuhi.
Tanpa adanya syarat, perkara itu batal dan tak boleh dikerjakan. Sebagai misal, saksi
adalah syarat sahnya pernikahan dan niat menjadi syarat sahnya puasa. Tanpa saksi
atau niat, maka kedua perkara tadi batal dan dianggap tidak sah. Syarat adalah hukum
wadh'i yang menjadi pengiring suatu ibadah atau sahnya hukum syariat Islam tersebut.
1.syarthu yg sebagaia pelengkap al sabab(al sababiyyah)
2.al syarthu yang menjadi pelengkap musabbab
Syarat dibagi juga menjadi empat:
Syarat syari, syarat jaly, syarat al muallaq, syarat al muqtarin

3. PENGHALANG (MANi')
Jenis hukum wadh'i lainnya adalah penghalang atau mani'. Kendati seseorang
dibebankan perkara syariat, namun karena adanya penghalang, perkara itu menjadi
batal. Sebagai misal, seorang anak berhak memperoleh warisan, namun apabila ia
murtad, warisan itu tidak boleh ia terima. Murtad adalah penghalang dari hak warisannya
dalam ketentuan Islam.
Pembagian maniq ada dua yakni:
Maniq al hukmi dan maniq al sebab
4. AZIMAH DAN RUKHSAH
Secara umum, suatu perkara syariat ditinjau dari pengerjaannya terbagi dalam dua
kondisi, yaitu azimah dan rukhsah. Suatu ibadah dalam kondisi azimah maksudnya
berada dalam hukum asli perkara tersebut. Hukum asal yang belum berubah. Misalnya,
hukum salat lima waktu adalah wajib bagi seluruh mukalaf. Saking wajibnya, orang sehat
dan sakit pun tetap wajib salat. Jika tak bisa salat berdiri, bisa salat duduk, berbaring,
hingga salat dengan isyarat saja. Sebaliknya, kondisi rukhsah adalah keringanan
sebagai pengecualian dari kondisi azimah. Sebagai misal, seseorang haram memakan
bangkai atau daging babi. Namun, jika tidak ditemukan makanan lain sehingga
seseorang terancam mati kelaparan, ia memperoleh rukhsah boleh memakan bangkai
atau daging babi.
5. SAH DAN BATAL
Suatu perkara syariat dianggap sah apabila sesuai dengan perintah syariat dan
mendatangkan pahala di akhirat. Apabila ibadah wajib sudah sah dilakukan,
kewajibannya gugur dan mukalaf terbebas dari tanggung jawabnya. Sementara itu,
apabila perkara syariat dianggap batal, ibadah itu tidak mendatangkan pahala di akhirat.
B. Kesimpulan

Kasimpulan dari makalah kami yakni hokum wadh`I adalah perintah Allah yg berkaitan dengan
penetapan sesuatu sebagai sebab,syariat,atau penghalang bagi yg lain.serta macam macam hokum
wadh`I yg di atas ada tiga macam yaitu sebab ,syarat,dan mani`.

Agar kita lebih tau sebab serta lebih teliti dalam beragama maka dari itu penjabaran materi
diatas perlu dipahami sebagai muslim yg taat.
Daftar Pustaka

. https://tirtto.id

. buku EL-AHLI jurnal

Anda mungkin juga menyukai