Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan karunianya kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini adalah
“Jambi Masa Pengaruh Islam”.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah Adat Budaya Jambi yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Kami jauh dari sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami,maka kritik dan saran
yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini berguna bagi kami khususnya
dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Tertanda,
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
A. Pendahuluan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
B. Islamisasi di Jambi
2
semenanjung, hal ini mengakibatkan Malaka menjadi kota pelabuhan
terpenting di Nusantara bahkan Asia Tenggara. Beralhnya jalur
perdagangan ke Selat malaka tidak seutuhnya menghilangkan eksistensi
Jambisebagai kota pelabuhan dagang. Kekayaan hasil alam berupa
lada,pinang dan lain-lainnya tetap menjadi komiditi utama di Jambi,
sehingga masyarakat Jambi pun mengambil andil dalam perniagaan dunia
pada abad ke-15.
Bukti sejarah untuk melihat adanya interaksi pedagang asing dengan
masyarakat lokal Jambi adalah ditemukannya pecahan kaca berwarna
gelap dan hijau muda di Muara Sabak ( Tanjung Jabung Timur ), selain itu
juga ditemukan pecahan kaca berwarna biru tua dan biru
muda,hijau,kuning dan merah di Muaro Jambi, serta ditemukan juga
permata di Muaro Jambi, yang semuanya itu diperkirakan berasal dari
Arab dan Persia (Iran) sekitar abad ke-9 hingga abad ke-13 M. Bukti
arkeologi ini juga diperkuat oleh berita Cina dalam kitab Pei-Hu-Lu tahun
875 M, menyebutkan nama Chan-Pei yang didatangi oleh para pedagang
Po'sse (orang-orang Persia) untuk mengumpulkan barang dagangan berupa
buah pinang (areca nuts). Berdasarkan bukti sejarah tersebut
mengindikasikan bahwa sejak abad ke-9 M telah ada kontak masyarakat
Jambi dengan pedagang Islam dari Arab dan Persia. Namun perlu
dijelaskan bahwa, jika proses islamisasi pada abad ke-9 M telah ada di
Jambi, kemungkinan hanya sebatas perorangan. Sebab, proses islamisasi
besar-besaran di Jambi bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya
kerajaan Islam Jambi sekitar abad ke-15 M.
Elsbet Locher seorang peneliti dari Belanda mengatakan, islamisasi
Jambi dilakukan oleh orang berkebangsaan Turki pada abad ke-15 M.
Bukti sejarah yang dikemukakan oleh Elsbet hanya berupa folklore atau
cerita rakyat yang berkembang hingga saat ini. Minimnya sumber sejarah
berupa benda-benda peninggalan sejarah Islam Jambi abad ke-15
membuat Elsbeth tidak menulis banyak mengenai kerajaan Islam Jambi
pada masa awal. Namun tidak bisa hanya dikatakan sebuah folklore atau
cerita rakyat ketika mengkaji sejarah Islam di Jambi. Bukti yang dianggap
paling otentik mengenai adanya orang Turki yang melakukan islamisasi di
Jambi adalah ditemukannya makam Ahmad Barus atau yang lebih dikenal
dengan Datuk Paduko Berhalo di Pulau Berhala yang sekarang menjadi
wilayah hukum Propinsi Kepulauan Riau.
Ahmad Barus menurut sejarah lokal masyarakat Jambi merupakan
keturunan yang ketujuh dari Saidina Zainal Abidin bin Saidina Husein
putra Saidatina Fatimah binti Muhammad SAW. Ahmad Barus mendapat
gelar Datuk Paduko Berhalo karena beliau memusnahkan berhala-berhala
3
yang dipuja masyarakat Jambi yang ditempatkan di Pulau Berhala. Ada
pendapat lain mengenai nama dari Ahmad Barus, menurut M. O. Bafadhal
dalam makalahnya sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Jambi,
setelah Ahmad Barus menikah dengan Putri Selaras Pinang Masak
(penguasa Jambi sebelumnya), namanya diganti dengan Ahmad Salim.27
Pernikahan antara Ahmad Barus dengan Putri Selaras Pinang Masak
dianugerahi tiga orang putera dan satu orang puteri. Puterinya bernama
Orang Kayo Gemuk, dan ketiga puteranya masing-masing menjadi raja di
Negeri Jambi, yaitu; Orang Kayo Pingai (1480-1490): Orang Kayo
Pedataran (1490-1500); dan Orang Kayo Hitam (1500-1515).
Islamisasi di Negeri Melayu Jambi semakin berkembang ketika
kerajaan dipegang oleh Orang Kayo Hitam sejak tahun 1500 M.
Ketekunan Orang Kayo Hitam dalam melakukan islamisasi diperlihatkan
dengan diberlakukannya undang-undang pemerintahan Pucuk Undang
Nan Delapan, hukum ini berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits. Selain itu,
agama Islam telah menjadi identitas adat masyarakat melayu Jambi.
Seperti yang tertulis dalam pepatah adat melayu Jambi; "adat bersendi
syarak, syarak bersendikan kitabullah". Dalam seloko adat melayu Jambi
juga disebut "syarak mengato, adat memakai".29 Demikianlah peran
Orang Kayo Hitam dalam islamisasi di Negeri Melayu Jambi, nama besar
beliau bahkan terkenal hingga pulau Jawa.
4
(1812-1833); Sultan Muhammad Fachruddin (1833-1841); Sultan
Abdurrahman Nazaruddin (1841-1855); dan Sultan Thaha Saifuddin
(1855-1904). Setelah Sultan Thaha Saifuddin wafat, maka terhapuslah
kesultanan negeri melayu Jambi. Daerah Jambi secara berturut-turut
menjadi onder afdeling, dari afdeling Palembang kemudian menjadi
keresidenan Jambi pada tahun 1906. Selanjutnya pada tahun 1957
keresidenan Jambi ditetapkan sebagai Provinsi Jambi. Dengan demikian,
agama Islam membawa perubahan disetiap periode sejarah negeri melayu
Jambi hingga terbentuknya Provinsi Jambi.
5
yang tinggi dalam pemerintahan sebagai penasehat raja jika hendak
memutuskan persoalan- persoalan pelik terutama apabila itu terkait aspek
agama Islam.
Agama Islam juga mempengaruhi ketentuan-ketentuan dunia
perdagangan. Menurut Anthony Reid, Islam mempunyai pengaruh yang
jelas atas prosedur perdagangan. Bagian dari hukum perundang-undangan
melayu (termasuk Jambi) yang berkaitan dengan perdagangan, sebagian
besar dipinjam dari hukum Islam. Kata-kata untuk konsep seperti
bangkrut (muflis) masuk ke dalam bahasa melayu dari bahasa Arab.
Hukum itu tidak secara eksplisit mengatur bunga karena riba, kata Arab
untuk lintah darat yang dilarang oleh Islam. Tapi huku ini menyetujui
pembagian keuntungan (Reid, 1999).
Kedatangan agama Islam juga mempengaruhi kerajaan dan masyarakat
Jambi dalam lapangan sosial dan kebudayaan. Pengaruh itu tampak pada
sistem hubungan sosial mulai dari lingkungan luas sampai pada keluarga
sebagai unit terkecil. Upaca-upacara adat kini menggunakan doa-doa
Islam. Kalimat-kalimat shalawat nabi seringkali dijadikan sebagai unsur
utama dalam seteiap upacara adat, seperti upacara perkawinan, upacara
selamatan, syukuran dan lain sebagainya. Kalimat-kaliamat shalawat juga
menjadi aspek kesenian jambi, seperti kompangan yang sering digunakan
daalam arak-arakan penganten dalam upacara perkawinan. Selain itu
pengaruh Islam juga tampak dalam cara berpakaian masyarakat yang
menutup aurat sesuai denga napa yang diajarkan oleh agama Islam.
6
Beberapa bangunan peninggalan Islam yang bisa dikenali adalah
sejumlah kuburan yang terdapat di Kampung Baru, Legok, Kecamatan
Telanaipura. Kini tempat tersebut tmasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Danau Sipin Kota Jambi. Situs tersebut disebut Komplek Makam Taman
Raja-raja. Dinamakan Taman Raja-raja karena di situs ini dimakamkan
raja-raja Kesultanan Jambi sekalipun hanya dua orang. Peninggalan lain
yang mencerminkan pengaruh Islam ialah berupa bangunan masjid dan
madrasah. Seperti halnya dengan makam, tidak banyak peningglan
pengaruh Islam yang berasal dari zaman awal kedatangan Islam di daerah
Jambi. Bangunan masjid dan madrasah yang dapat disaksikan lebih
banyak berasal dari awal abad 20, ketika Kesultanan Jambi memasuki
masa akhir keberadaannya. Bangunan masjid tertua adalah yang terdapat
di daerah Muara Madras Jangkat. Masjid itu dinamakan Mesjis Rajo
Tiangso, dibangun oleh Mohammad Amin, anak Tengku Said yang
berasal dari Pagaruyung Minangkabau. Nama Rajo Tiangso di ambil dari
nama pendirinya Mohammad Amin yang bergelar Rajo Tiangso. Dia
bergelar Rajo Tiangso karena diangkat anak oleh Sultan Jambi Kyai
Gede. Sultan mengangkatnya sebagai anak karena dia mirip dengan anak
sultan yang telah meninggal pada usia tujuh tahun.. Karena mirip maka
oleh sultan dia disatukan (di-asokan) dengan anaknya. Akan tetapi kata
Tiangso juga berarti dari satu tiang yang tua yang terletak di tengah-
tengah masjid. Mesjid Rajo Tiangso pada mulanya berada di desa
Tanjung Alam (berjarak tiga kilo meter dari desa Muara Madras),
kemudian dipandahkan ke Muara Madras pada tahun 1116 H atau 1704
tahun Masehi. Mesjid ini telah beberapa kali mengalami renovasi karena
berbagai alasan, namun sebuah tiang yang disebut tiangso sebagai elemen
utamanya masih dipertahankan (Syarifuddin Mei 2022). Pendirian masjid
ini berkaitan dengan sejarah penyebaran Islam di daerah Jangkat. Selain
masjid di Muara Madras ini juga terdapat sebuah Al Quran lama tulis
tangan yang dibawa oleh Mohammad Amin ketika dia menamatkan
pendidikannya dari Mesir. Al Quran ini pernah dibawa ke Mesjid Istiqlal
Jakarta untuk diteliti usianya. Berdasarkan penelitian itu diperkirakan
bahwa Al Quran itu adalah yang tertua nomor tiga di Indonesia.
Selain Mesjid bangunan pengaruh Islam adalah madrasah atau pondok
pesantren. Terdapat dua pesantren tua di Jambi, akan tetapi masa
berdirinya setelah Kesultanan Jambi dihapuskan oleh Belanda. Yang
pertama adalah Madrasah Nurul Iman Berdirinya Madrasah Nurul Iman
berawal dari Perkumpulan Tsamaratul Insan yang berdiri tahun 1914,
yaitu suatu organisasi perkumpulan pelajar yang pernah belajar di Mekah
7
berguru kepada Syekh Abdul Madjid seorang Jambi menuntut ilmu
agama di Mekah kemudian mengajarkannya kepada para pelajar-pelajar
asal Jambi yang datang kemudian. Perkumpulan Tsamaratul Insan
memikirkan cara lain guna menentang Belanda setelah perlawanan
bersenjata yang dipimpin oleh Sultan Taha mengalami kekalahan. Syekh
Abdul Madjid berpikiran bahwa sudah saatnya untuk melawan Belanda
dengan cara tanpa kekerasan melainkan dengan jalan. Membangun
Pendidikan. Pikiran itulah yang tertular pada murid-muridnya seperti H
Thrahim hin Abdul Madjid, dan Syekh Ahmad Syukur bin Syukur. Syekh
Abdul Madjid beserta anaknya Ibrahim bin Abdul Madjid kemudian
mendirikan Madrasah Nurul Iman yang etrletak di Ulu Gedong Seberang
Kota Jambi pada tahun 1915. Sementara Ahmad Syukur bin Syukur
mendirikan pondok pesantren bernama Saadatuddarain di Tahtul Yaman
Seberang kota Jambi pada tahun yang sama. Kedua Lembaga Pendidikan
itu masih eksis sampai sekarang dan telah banyak melahirkan para ulama,
ilmuwan dan pemimpin masyarakat terutama di lingkungan daerah Jambi.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
Islam. Kalimat-kalimat doa dan shalawat nabi melengkapi berbagai
upacara adat, termasuk dalam hal arak-arakan penganten dalam upacara
perkawinan. Pengaruh Islam juga tampak dalam cara berpakaian
masyarakat yang menutup aurat, mengikut kepada ajaran yang
diperintahkan oleh agama Islam.
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/347522573/Makalah-Masuknya-
Islam-Dijambi
11