Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Anak Usia Sekolah

2.1.1. Definisi Anak Usia Sekolah

Usia atau periode ketika seorang anak biasanya bersekolah (Oxford Learners

Dictionaries, 2021). Anak usia sekolah adalah anak yang berada pada usia-usia

sekolah dengan usia 6-12 tahun. Masa usia sekolah sebagai masa kanak-kanak akhir

yang diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam berbahasa,

perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik (Walansendow et all, 2016)

2.1.2. Ciri-ciri Anak Usia Sekolah Dasar

Pada usia sekolah dasar anak berusia 7-12 tahun, terjadi perubahan sikap, nilai, dan

perilaku serta akan mengalami masa penyesuaian diri dan juga masa interaksi dalam

bentuk kelompok. Masa usia sekolah dasar dibagi menjadi dua kelompok yaitu

(Izzaty, 2009) :

2.1.2.1. Masa Anak Kelas Rendah

a. Anak suka memuji dirinya sendiri

b. Anak terkadang suka menganggap suatu tugas atau pekerjaan itu tidak penting

c. Anak terkadang suka meremehkan orang lain

2.1.2.2. Masa Anak Kelas Tinggi

a. Perhatiannya tertuju pada kehidupan yang lebih praktis

b. Mempunyai keingin tahuan yang tinggi

c. Memiliki minat pada kegiatan atau pelajaran tertentu

d. Anak suka membentuk kelompok bermainnya dengan teman sebaya

10
11

2.1.2.3. Perkembangan Anak Usia Sekolah

Perkembangan anak akan berlangsung secara optimal jika sesuai dengan fase dan

tugas perkembangan masing-masing. Anak sekolah dasar berusia 6 sampai dengan

12, anak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan anak juga

memiliki pola tersendiri yang khas sesuai dengan aspek perkembangan. Beberapa

aspek yang berkembang pesat pada usia SD yaitu perkembangan bahasa, emosi, dan

sosial anak (Dewi et all, 2019).

a. Bahasa

Merupakan aspek penting bagi kehidupan anak terutama pada era komunikasi global

yang tentunya menggunakan bahasa sebagaimedia komunikasi. Jika perkembangan

bahasa anak mengalami gangguan maka akan berdampak pada kemampuan anak

dalam menggunakan informasi dan komunikasi (Silawati, 2016).

b. Emosi

Perkembangan emosi muncul akibat adanya ekspresi dan tingkah laku yang

ditimbulkan dari suatu keadaan nyaman atau tidak nyaman yang menimbulkan

ekspresi emosi seperti marah, senang, takut, dan sebagainya (Santrock, 2007 ;

Nurmalitasari, 2015).

c. Sosial

Perkembangan social anak sekolah dasar ditandai adanya perluasan hubungan, bukan

hanya dengan keluarga tetapi juga dengan guru dan teman dikelas serta teman diluar

kelas. Anak mulai gemar membuat kelompok bermainnya sendiri dengan teman

sebayanya (Tusyana et all, 2019).


12

2.2. Perkembangan Emosi Anak Usia Sekolah

Anak mulai menyesuaikan diri dari sikap egosentrisme mulai berubah menjadi sikap

yang lebih kooperatif. Perkembangan emosi anak usia sekolah dasar yaitu mulai

mampu mengontrol emosi yang diperoleh dari peniruan dan pembiasaan.

Perkembangan emosi anak sekolah dasar yaitu marah, takut, cemburu, iri hati, kasih

sayang, rasa ingin tahu, dan rasa gembira (Yusuf, 2012).

2.2.1. Aspek- aspek yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Anak Usia Sekolah

Terdapat beberapa hal penting dalam perkembangan emosional anak yang perlu

difahami (Nurmalitasari, 2015) :

2.2.1.1. Usia

Emosi pada setiap usia menunjukan beberapa perbedaan dalam ekspresi emosi. Saat

usia sekolah anak pasti mengalami stress tetapi anak mulai bisa mengatur perasaan

stressnya. Anak mengekspresikan dan meregulasikan emosinya dengan dipengaruhi

oleh perkembangan kognitif, karena hal ini dapat mampu mengontrol diri dan juga

impuls.

2.2.1.2. Perubahan Ekspresi Wajah saat Emosi

Seiring bertambahnya usia anak mampu mengekspresikan emosinya dengan cara

tersenyum, mengeryitkan kening, dan respon lainnya. Kemampuan menunjukkan

emosi terlihat dari raut wajahnya.

2.2.1.3. Bahasa Tubuh

Anak juga menggunakan bahasa tubuhnya untuk mengekspresikan perasaanya.

Seperti saat anak sedang sedih, anak akan menundukkan kepalanya atau berjongkok

sambil menutupi mukanya.


13

2.2.1.4. Suara dan Kata

Seiring bertambahnya usia anak mulai dapat mengekspresikan perasaannya melalui

nada suara dan juga perkataannya. Seperti saat marah anak akan meninggikan nada

suara ketika anak berbicara.

2.2.1.5. Pengetahuan Emosi

Anak mulai mampu mengidentifikasi perasaan dirinya dan juga orang lain, hal

tersebut sangat penting karena bisa melatih rasa empati anak. Seperti saat temannya

sedang sedih, anak mampu mengidentifikasi bawah temannya sedang sedih dan anak

memberikkan perhatiannya supaya temannya tidak sedih lagi.

2.2.1.6. Ikatan Emosional dengan Orang Lain

Anak yang dibesarkan dengan lingkungan berempati tinggi dan sosialisai yang tinggi

akan lebih baik dalam perkembangan emosionalnya anak mampu bersosialisasi

dengan baik dan juga dapat mengontrol emosinya dibanding dengan anak yang

berada dilingkungan rendah empati dan kurang sosialisasinya, anak akan kesulitan

bersosialisasi dan juga tidak dapat mengontrol emosinya.

2.2.2. Tahap-tahap Perkembangan Emosi

Terdapat beberapa model perkembangan emosi menurut para ahli, yaitu

(Nurmalitasari, 2015) :

2.2.2.1. Greenspan (Psikodinamik)

Emotional Thinking merupakan dasar untuk berfantasi, menyadari kenyataan, dan

membentuk harga diri.


14

2.2.2.2. Fischer (Pertumbuhan dan Keterampilan)

Representasi situasi emosi melalui bermain pura-pura dan bahasa spontan (sebagai

hasil dari pertumbuhan yang semakin kompleks, dan berhubungan dengan peristiwa

nyata dan pengalaman anak).

2.2.2.3. Carolyn Saarni (Perspektif Konstruktivitas Sosial)

Perspektif kontruktivitas sosial dapat dibagi menurut usia :

a. 2 -5 Tahun : Mulai memahami hak orang lain (harus antri / menunggu antrian),

mulai menunjukkan sikap berbagi, membatu, dan bekerjasama, menyatakan

perasaannya terhadap anak lainnya ( suka dengan teman karena baik hati, tidak

suka dengan teman karena nakal dan sebagainya), belajar lebih banyak tentang

bagaimana berperilaku dalam situasi sosial dengan cara berkomunikasi dengan

orang banyak, mulai menunjukkan ekspresi menyesal ketika melakukan

kesalahan, mampu mengendalikan perasaannya, menunjukkan rasa percaya diri,

mulai menghargai orang lain.

b. 6 Tahun Keatas : Bersikap kooperatif dengan teman, mulai dapat mengontrol

emosinya sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi (malu, senang, sedih, dst),

mulai menunjukkan sikap sopan santun dan juga disiplin, menunjukkan rasa

empati, memiliki sikap gigih dan percaya diri, mulai dapat menghargai orang lain.

2.2.3. Tanda Perkembangan Emosi pada Anak

Perkembangan emosi pada anak ditandai dengan munculnya rasa bangga, malu, dan

rasa bersalah kemunculan perkembangan emosi ini menunjukkan anak sudah mampu

memahami peraturan dan norma sosial untuk menilai perilaku mereka, berikut

penjelasannya :
15

2.2.3.1. Rasa Bangga

Perasaan ini muncul saat anak merasakan kesenangan setelah sukses melakukan

suatu perilaku atau kegiatan yang telah dicapai dengan hasil yang dirasa memuaskan

bagi anak.

2.2.3.2. Malu

Perasaan ini muncul saat anak saat anak menganggap dirinya tidak mampu dalam

memenuhi standar atau nilai tertentu. Rasa ini muncul karena interpretasi anak

terhadap kejadian yang membuatnya malu. Anak yang merasa malu akan mengalami

perasaan ingin bersembunyi atau pergi dari situasi yang membuatnya malu.

2.2.3.3. Rasa Bersalah

Perasaan ini muncul saat anak mengetahui bahwa perilakunya salah. Anak akan

menunjukkan rasa bersalah dan akan meminta maaf atas kesalahannya.

2.2.4. Perkembangan Emosi Anak Menurut Usia

Perkembangan emosi anak dapat dibagi menurut usia (Sarni & Carolyn, 2011) :

2.2.4.1. Usia 5-6 tahun, anak mulai mampu memahami emosi mereka dan mereka juga

masih perlu dibimbing tentang penghayatan emosi mereka. Penamaan emosi yang

dirasakan, bagaimana mengekspresikan emosi diri sendiri dan juga orang orang lain.

Kemampuan mereka untuk mengembangkan emosi ini akan sangat membantu

mereka dalam kehidupan sosialnya kelak.

2.2.4.2. Usia 7-8 tahun, perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan

rasa malu dan bangga. Anak dapat mengungkapkan konflik emosi yang dialaminya.

2.2.4.3. Usia 9-10 tahun, anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat

berespon terhadap distres emosional yang terjadi pada orang lain. Anak dapat
16

mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat

dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut

dapat dikontrol.

2.2.4.4. Usia 11-12 tahun, anak memiliki pengertian tentang baik-buruk, norma-norma

aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga

lebih fleksibel, tidak sekaku saat usia kanak-kanak awal. Anak mulai memahami

bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan

atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.

2.2.5. Kestabilan Emosi Anak Usia Sekolah

Kestabilan emosi adalah salah satu aspek penting dari pertumbuhan dan

perkembangan anak. Tingkah laku anak-anak juga dibimbing oleh emosi. Emosi

hadir dalam setiap aktivitas dan merupakan penggerak utama pemikiran dan perilaku.

Kestabilan memainkan peran penting dalam mempengaruhi fisik, kesehatan mental,

kehidupan sosial, karakter, proses pembelajaran dan area penyesuaian. Konsep

perilaku emosi yang stabil pada tingkat manapun adalah yang mencerminkan buah

dari perkembangan emosi yang normal, oleh karena itu kestabilan emosi dianggap

sebagai salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Anak harus mampu

mengontrol emosinya secara memadai dan juga mengekspresikannya dengan tepat,

jika tidak dapat mengontrol kestabilan emosinya akan menyebabkan kecemasan dan

perasaan rendah diri. Anak yang stabil secara emosional memiliki kapasitas untuk

membuat penyesuaian yang efektif dengan dirinya sendiri, anggota keluarga, dan

teman-temannya (Wahed, 2016).


17

Stabilitas emosional adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan emosional

dalam keadaan stres. Anak yang stabil secara emosional mentolerir tekanan kecil dan

tekanan hidup sehari-hari tanpa menjadi kesal secara emosional, cemas, gugup,

tegang, atau marah. Mereka mampu mempertahankan ketenangan di bawah tekanan

emosional ringan. Mereka cukup stabil dalam suasana hati dasar mereka, dan

umumnya mereka kembali dengan cepat ke keadaan stabil setelah mereka

mengalami stres yang cukup berat. Sebaliknya, orang yang tidak stabil dapat

mengalami perubahan suasana hati yang cukup besar, dan sering kali tidak dapat

diprediksi. Keseimbangan ini berperan dalam beberapa sifat dan emosi, seperti

pesimisme atau optimisme, kecemasan atau ketenangan, agresi atau toleransi,

ketergantungan atau otonomi, emosi atau logika, apatis atau empati (Fattah, 2020).

2.2.6. Karakteristik Emosi pada Anak

2.2.6.1. Emosi Anak Berlangsung Singkat

Anak menunjukkan emosinya ketika ada yang membuatnya tidak nyaman dan

berlangsung hanya sesaat ketika rasa tidak nyaman anak akan merasa takut atau

marah itu hilang anak akan merubah sikapnya lagi seperti biasa.

2.2.6.2. Emosi Anak Terlihat Kuat atau Hebat

Anak ketika sedang bercanda bersama teman, anak akan tertawa sampai terbahak-

bahak, atau ketika sedang bermain tetapi diganggu anak akan marah sampai

menangis dan berteriak-teriak.


18

2.2.6.3. Emosi Anak Mudah Berubah

Anak yang baru saja menangis lalu berubah tertawa, dari marah berubah menjadi

tersenyum. Sering terjadi perubahan dalam emosi anak dengan waktu yang singkat.

2.2.6.4. Emosi Berulang

Terjadi karena anak dalam proses perkembangan kearah kedewasaan. Anak

menghadapi berbagai rangsangan yang membuat anak harus menyesuaikan emosinya

di suatu keadaan, dan hal ini dilakukan berulang-ulang, anak sering marah, takut,

sedih dan sebagainya.

2.2.6.5. Respon Emosi Anak Berbeda-beda

Terjadi karena pengalaman anak dalam menghadapi berbagai respon situasi, dan

membentuk tingkah laku dan perasan emosi yang berbeda-beda. Seperti anak yang

dibawa kedokter gigi, responnya berbeda-beda ada yang senang, ada yang takut dan

juga ada yang biasa saja.

2.2.6.6. Emosi Anak dapat Diketahui dari Gejala dan Tingkah Laku

Emosi anak dapat diketahui dari tingkah laku anak, misalnya melamun, gelisah,

sering menangis dan sebagainya. Misalnya anak sedang kesal biasanya anak akan

diam dan memasang raut wajah marah, ada juga anak yang diam dan menyendiri

ketika marah.

2.2.6.7. Emosi Anak Mengalami Perubahan dalam Kekuatannya

Emosi anak yang berawal lemah lalu kemudian menjadi kuat, seperti anak

menunjukkan sifat malu-malu pada lingkungan yang baru bagi anak. Kemudian jika

anak sudah terbiasa dengan lingkungan tersebut rasa malu anak akan berkurang dan

menghilang.
19

2.2.7. Karakteristik Emosional Berdasarkan Usia Anak

2.2.7.1. Usia 6 – 9 Tahun

a. Lebih dekat dengan teman sebaya

b. Perasaan iri dengan saudara sendiri dan juga teman

c. Berkurangnya rasa ego

d. Mulai merasa takut dengan cerita dan juga film

e. Lebih sensitif terhadap kritikan, kegagalan maupun lingkungan yang tidak

menyenangkan.

2.2.7.2. Usia 9 – 12 Tahun

a. Cenderung ingin lebih sempurna atau lebih baik dengan standar yang terkadang

tidak realistis

b. Mencoba tidak bergantung dengan orang tuanya tetapi lebih bergantung dengan

temannya.

c. Berkurangnya rasa takut dan khawatir akan fantasi (cerita atau film)

d. Timbul rasa cemas akan prestasinya dan juga lingkungan sosial yang tidak

menyenangkan.

e. Dalam situasi konflik atau situasi tertekan, anak perempuan lebih cenderung

menunjukkan emosi yang lebih meledak, dibanding anak laki-laki yang cenderung

menunjukkan ekspresi cemberut atau dongkol dan diam saja.


20

2.2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosional

Faktor yang mempengaruhi perkembangan mosional pada anak (Darmiah, 2020) :

2.2.8.1. Perkembangan

Penting untuk mengingat bahwa perkembangan setiap anak itu unik dan kompleks.

Mungkin ada sedikit perbedaan atau dalam perkembangan sosial dan emosional anak.

Banyak faktor yang mempengaruhi cara anak mengekspresikan kompetensi sosial

dan emosional, yaitu :

a. Terdapat beberapa kesamaan antara sikap emosi anak dengan orang tua, tersebut

karenak faktor keturunan.

b. Emosi anak berkembang melalui pengalaman hidup anak, seperti kontak rasa

kasih sayang dari orang tua, anak akan merespon melalui rasa senang, dan juga

empati.

c. Anak dengan kestabilan emosi baik akan dapat mengontrol emosi dengan cara

yang baik. Sedangkan anak dengan kestabilan emosi yang buruk akan

menunjukkan sifat mudah tersinggung, tidak bersemangat, iri hati dan

sebagainnya.

d. Hubungan dalam keluarga dan cara mengekspresikan emosi akan mempengaruhi

perkembangan emosi anak. Jika orang tua melakukan kekerasan anak akan meniru

perilaku kekerasan tersebut.

e. Lingkungan sosial, anak juga belajar mengembangkan emosinya melalui

lingkungan sosialnya. Jika lingkungan sosial kurang baik akan mempengaruhi

perilaku serta perkembangan emosi pada anak begitupun sebaliknya.


21

2.2.8.2. Keadaan Anak

Perkembangan emosi anak juga akan terpengaruh oleh keadaan fisik anak, jika anak

mempunyai kekurangan fisik, anak akan merasa rendah diri, mudah tersinggung,

sedih, menarik diri dan sebagainya akibat dari keadaan fisiknya.

2.3. Intensitas Penggunaan Smartphone

2.3.1. Smartphone

Smartphone adalah ponsel yang menjalankan banyak fungsi komputer, biasanya

memiliki layar sentuh, akses internet, dan sistem operasi yang mampu menjalankan

aplikasi yang diunduh. Smartphone adalah perangkat pribadi yang dimiliki oleh satu

pengguna. perangkat semacam itu telah digunakan secara luas: meskipun ada banyak

merek dan generasi smartphone yang berbeda. Ini adalah perangkat fisik multiguna

dengan kompleksitas internal dengan prosesor, sensor, GPS, kamera, mikrofon,

speaker, dan layar ( Pias et all., 2019 ).

Smartphone adalah tekonologi baru dimana setiap orang bisa selangkah lebih maju

dari hari kemarin. bagaimanapun juga smartphone diperlukan, mempermudah

kehidupan dan berpengaruh positif untuk umat manusia. melalui smartphone

komunikasi menjadi lebih mudah dan murah, serta yang lebih penting adalah

bagaimana memanfaatkan smartphone untuk mempengaruhi perilaku sosial

masyarakat secara baik (Wijanarko & Setiawati, 2016).


22

2.3.2. Intensitas Penggunaan Smartphone

Intensitas merupakan tingkat keseringan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan

tertentu yang didasari rasa senang dengan kegiatan yang dilakukan. (Yuniar &

Nurwidawati, 2013). Intensitas berasal dari kata bahasa Inggris “intensity”

(intensitas) yaitu, suatu sifat kuantitatif dari suatu penginderaan, yang berhubungan

dengan intensitas perangsangnya. Intensitas dapat diartikan dengan kekuatan tingkah

laku atau pengalaman (Munatirah & Anisah, 2018). Jadi berdasarkan urauan diatas

dapat disimpulkan, intensitas berarti suatu keadaan ukuran seringnya atau lamanya

seseorang melakukan sesuatu kegiatan yang berasal dari rasa senang seseorang

terhadap kegiatan tersebut.

Pemakaian smartphone dikategorikan dengan intensitas tinggi jika menggunakan

smartphone dengan durasi lebih dari 120 menit /hari dan dalam sekali pemakaiannya

berkisar > 75 menit. Selain itu, dalam sehari bisa berkali-kali (lebih dari 3 kali

pemakaian) pemakaian smartphone dengan durasi 30 –75 menit akan menimbulkan

kecanduan dalam pemakaian smartphone. Selanjutnya, penggunaan smartphone

dengan intensitas sedang jika menggunakan smartphone dengan durasi lebih dari 40-

60 menit /hari dan intensitas penggunaanan dalam sekali penggunaan 2-3 kali /hari

setiap penggunaan. Kemudian, penggunaan smartphone yang baik adalah dengan

kategori rendah yaitu dengan durasi penggunaan < 30 menit /hari dan intensitas

penggunaan maksimal 2 kali pemakaian. (Sari & Mitsalia, 2016). Hanya kurang dari

2 jam, yang merupakan rekomendasi waktu maksimum yang harus dihabiskan remaja

di smartphone yang tidak terkait dengan pendidikan. (The New York Times, 2020)
23

2.3.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Smartphone

Berikut ini adalah beberapa faktor yang memengaruhi anak dalam menggunakan

Smartphone ( Iswidharmanjaya, 2014 ), adalah :

2.3.3.1. Lebih Menarik Secara Visual dan Audio

Anak lebih memilih bermain meenggunakan smartphone karena tampilan lebih

menarik secara audio dan visualnya. Pada segi visual smartphone dapat menampilkan

gambar yang lebih menarik dengan tampilan warna dan grafik yang lebih beragam,

serta aplikasi game yang lebih bervariasi membuat anak lebih tertarik bermain game

di smartphone. Game yang disertai dengan efek audio yang lebih menarik membuat

anak betah berlama-lama bermain game menggunakan smartphonenya. Pemutar

audio dan video juga salah satu faktor yang membuat anak tertarik pada smartphone

dengan tampilan video dan audio yang dihasilkan lebih beragam membuat anak

menjadi terhibur.

2.3.3.2. Dapat digunakan Dimana Saja

Smartphone mempunyai bentuk yang lebih fleksibel dan juga ringan, serta bentuk

smartphone yang semakin beragam dapat membuat anak menjadi lebih tertarik

dengan smartphone. Smartphone juga isa digunakan dimana saja dan kapan saja anak

ingin gunakan (untuk bermain game, chatting atau membuka sosial media), tanpa

orang tua ketahui apa saja yang diakses anak.

2.3.3.3. Keingintahuan Terhadap Perkembangan Teknologi

Smartphone menghadirkan banyak fitur bawaan dengan teknologi yang lebih

canggih, dan iklannya yang menarik perhatian bukan hanya pada kalangan dewasa

tetapi juga anak. Anak melihat iklan smartphone yang bisa membuatnya penasaran
24

akan fitur yang ditawarkan iklan smartphone dan ingin mencoba fitur tersebut. Mulai

dari fitur teknologi yang lebih canggih serta ditambah dengan harga yang cukup

murah. Anak akan meminta kepada orang tua untuk membelikan smartphone

untuknya dengan alasan merekka tertarik dengan teknologi yang ada pada

smartphone tersebut.

2.3.3.4. Persaingan dengan Teman

Persaingan pada anak sekolah dasar pada saat ini bukan lagi tentang peringkat

ataupun nilai, tetapi tentang kepemilikan smartphone dan juga merk dari smartphone

yang anak miliki. Karena hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial pada anak,

yang seharusnya mereka bersaingan dalam prestasi tetapi mereka malah bersaing

dalam kepemilikan smartphone.

2.3.4. Dampak Positif Penggunaan Smartphone

2.3.4.1. Kegiatan Belajar

Penggunaan smartphone dapat meningkatkan minat belajar anak, smartphone bisa

digunakan sebagai media pembelajaran dan mendapatkan informasi yang lebih luas

dengan tampilan yang menarik dapat membuatkan lebih senang belajar dan mencari

informasi dan belajar lewat smartphone yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan

saja (Woodcock et al., 2012). Pembelajaran jarak jauh juga dapat dilakukan lewat

smartphone, seperti mengirimkan tugas dan mengumpulkan tugas lewat smartphone,

dan guru juga dapat memberikan materi pembelajaran secara online melalui video

call maupun mengirimkan materi melalui grup chatting kelas (Sarwar & Soomro,

2013).
25

2.3.4.2. Meningkatkan Kemampuan Anak

Penggunaan smartphone dapat membuat anak menjadi kreatif dalam beberapa bidang

seperti (Iswidharmanjaya, 2014 ):

a. Kemampuan dalam Bahasa

Pada pengaturan smartphone terkadang ada yang menggunakan bahasa asing

seperti bahasa inggris, jika anak tertarik memakai smartphone anak akan berusaha

mencari tahu apa arti bahasa yang ada di smartphone-nya agar anak bisa

menggunakannya. Pada game yang anak mainkan, banyak game yang

menggunakan bahasa inggris hal tersebut akan memacu anak untuk mengerti dan

mencari tahu arti dari kalimat-kalimat yang ada pada game yang mereka mainkan.

b. Kemampuan dalam Menghitung

Banyak game yang membutuhkan pengetahuan matematik, seperti halnya game

yang berbasis desain grafis (menggambar yang membutuh ukuran kertas serta

pengaturan warna dan kontras, serta bentuk bidang dalam membuat gambar dalam

permainan tersebut), lalu ada game yang harus bisa menghitung tata letak dan

jumlah bentuk agar anak dapat memenangkan game tersebut.

c. Menurunkan Tingkat Stres

Saat anak merasa cemas atau tegang menghadapi sesuatu, biasanya anak akan

mencari sesuatu yang membuat perhatiannya teralihkan agar mereka merasa

tenang. Banyak anak saat ini mengalihkannya pada penggunaan smartphone

seperti, bermain game , chatting dengan teman, bermain sosial media,

mendengarkan lagu, dan juga menonton vidio kesukaan mereka, dengan hal
26

tersebut dapat mengurangi rasa cemas dan ketegangan pada anak

(Iswidharmanjaya, 2014).

d. Mempermudah dalam Berkomunikasi

Hadirnya aplikasi chatting dan social media dapa memudahkan anak untuk

mengenal lebih banyak orang dan juga melakukan komunikasi serta berkenalan

dengan banyak orang dengan mudah melalui sosial media (Ariston & Frahasini,

2018).

2.3.5. Dampak Negatif Penggunaan Smartphone

2.3.5.1. Menurunnya Prestasi Belajar

Penggunaan smartphone dalam jam pelajaran membuat anak tidak konsentrasi

dengan materi yang diberikan oleh gurunya, hal tersebut membuat anak menjadi

kurang paham. Penggunaan smartphone juga membuat anak menjadi cenderung

malas belajar karena sudah asyik dengan smartphone-nya. Kejadian tersebut

membuat prestasi anak di sekolah menjadi menurun (Samaha & Hawi, 2016).

2.3.5.2. Sosial Emosional

Intensitas penggunaan smartphone yang tinggi pada anak dapat membuat anak

menjadi kurang memperhatikan sekitarnya, anak lebih memilih bermain dengan

smartphone-nya dibandingkan dengan bermain diluar dengan teman lainnya atau

bermain tanpa menggunakan smartphone (seperti menggambar, bermain sepeda, dan

seterusnya) (Warisyah, 2015).

Anak akan marah dan memberontak ketika diajak berbicara saat sedang asyik

bermain smartphone (Ariston & Frahasini, 2018). Anak menjadi mudah marah ketika

dinasehati, ataupun membangkang ketika dinasihati, anak menjadi sulit untuk


27

mengontrol kestabilan emosinya dan juga menjadi tidak peduli terhadap lingkungan

sekitarnya (Elfiandi, 2018).

2.3.5.3. Gelisah Jika Tidak Pegang Smartphone

Akibat penggunaan smartphone dengan intensitas yang tinggi saat anak harus

berjauhan atau tidak menggunakan smartphone untuk beberapa saat, anak menjadi

cemas dan juga kesal karena dijauhkan dengan smartphone-nya. Anak akan bolak-

balik mengecek smartphone-nya ketika sedang diisi batrai, anak akan cemas dan

panik ketika batrai smartphone mereka akan habis. (Hwang et al., 2012)

2.3.5.4. Kekerasan atau Agresi

Kecanduan anak terhadap smartphone sangat berbahaya bagi sosial emosionalnya,

anak bermain game di smartphone tanpa memperhatikan waktu akan berakibat pada

kemampuan mengontrol emosinya. Anak menjadi kurang mampu menahan

emosinnya, semakin sering dan semakin lama anak bermain smartphone maka

semakin susah anak mengendalikan emosinya. Anak akan marah jika keinginan

bermain smartphone-nya tidak dipenuhi oleh orang tua, dan anak akan sulit

mengungkapkan amarahnya melalui kata-kata, maka anak akan melampiaskannya

dengan cara memukul ataupun membanting benda yang ada disekitarnya,

penggunaan smartphone terlalu lama dan sering akan membuat anak tidak mampu

menstabilkan emosinya, serta berperilaku agresif terkadang sampai berbohong untuk

memenuhi keinginan bermain smartphone-nya (Wirawan, 2019). Anak juga akan

menjadi tantrum, marah,kesal dan kadang mereka sampai mengancam kalau mereka

tidak akan mau belajar ataupun patuh dengan orang tuanya (Fitriana et all., 2020).
28

2.3.5.5. Tidak Stabilnya Dopamin

PFC (Pre Frontal Cortex) adalah bagian untuk mengatur pusat nilai, moral, dan juga

mengatur manajemen diri. Penggunaan smartphone dengan intensitas tinggi dapat

menyebabkan tidak stabilnya hormon dopamine (Wijanarko & setiawati, 2016).

Dopamin merupakan hormon yang ada pada PFC yang berguna untuk menghasilkan

rasa senang, ketika keinginan anak terus-menerus selalu dipenuhi dan menjadi

kecanduan hormon dopamine akan menjadi tidak stabil. Penggunaan smartphone

dengan intensitas tinggi akan membuat fungsi pada PFC menjadi terganggu seperti

membuat seseorang sulit membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan

ketidak stabilan emosi.

Anda mungkin juga menyukai