Anda di halaman 1dari 6

Sejarah membuktikan bahwa reformasi atau perubahan merupakan peristiwa

tak terhindarkan meski tidak mudah diprediksi. Di Indonesia, pemicunya bermacam


ragam. Mulai dari ketertindasan yang kian tak tertahankan. Munculnya kesadaran
kelas menengah sebagai buah dari pembangunan dan digalakkannya pendidikan di
masa Orde Baru melahirkan banyak kelompok terpelajar, termasuk mahasiswa.
Semua masalah itu mendapatkan pemantik berupa krisis ekonomi.

Gelombang unjuk rasa yang digalang gerakan mahasiswa dan berbagai


elemen masyarakat berhasil meruntuhkan rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998.
Sejarah mencatat, Gerakan mahasiswa menjadi salah satu elemen yang mengawali
aksi demo dengan tuntutan: turunkan “Presiden Soeharto” Kemenangan Golkar di
Pemilu 1997 yang berujung bakal semakin lamanya kekuasaan Soeharto disambut
dengan aksi unjuk rasa oleh mahasiswa. Elemen-elemen gerakan mahasiswa dari
berbagai kampus pun merapatkan barisan. Mereka tidak ingin Soeharto berkuasa lagi
setelah bertahun-tahun lamanya tidak tergoyahkan dari pucuk kekuasaan. Terlebih,
kondisi perekonomian Indonesia waktu itu mulai diterpa krisis. Maka, digelar
referendum tentang kepemimpinan nasional untuk menyaring pendapat para
mahasiswa apakah mereka masih menginginkan Soeharto tetap dicalonkan menjadi
presiden atau tidak.

Bulan April 1998, gerkan mahasiswa berulang-ulang menjadi berita media di


tanah air, ribuan mahasiswa dari berbagai universitas dnegna jaket almamaternya
masing-masing bergabung menjadi satu. Berbagai aksi keprihatinan berulang-ulang
digelar, mulai dari lampung, Jakarta, Bandung, Yogyakarta sampai ke Ujungpandang.
Berbagai universitas negeri terkemuka terlibat seperti UI, ITB, UGM ditambah
beberapa universitas swasta lainnya. Slogan yang dikumandangkan pun beragam,
namun seputar reformasi ekonomi dan politik.1

Gerakan sosial yang dimotori mahasiswa tersebut lahir salah satunya


diakibatan oleh ketidakpuasan terhadap keadaan politik yang stagnan dan dirasa
memasung kebebasan, di mana pada mulanya embrio gerakan ini hanya dimulai dari

1
Denny, J. A. Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi Indonesia. Yogyakarta: LKIS. H. 21
sekelompok orang yang saling berbagi duka dan mengeluh, kemudian membesar dan
semakin terorganisir.

Foto 1: Ribuan mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut
Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta Mei 1998

12 Mei 1998, peristiwa mencekam dan berdarah terjadi di kampus Universitas


Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, saat mahasiswa melakukan demonstrasi menentang
pemerintahan Soeharto. Empat mahasiswa tewas dalam penembakan terhadap peserta
demonstrasi yang melakukan aksi damai, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan,
Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Sementara itu, dokumentasi Kontras menulis,
korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Tragedi
Trisakti menjadi simbol dan penanda perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan
Orde Baru. Setelah tragedi itu, perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi
semakin besar, hingga akhirnya memaksa Presiden Soeharto untuk mundur pada 21
Mei 1998. Kerusuhan yang bernuansa rasial sebenarnya sempat terjadi sehari setelah
Tragedi Trisakti, yaitu pada 13-15 Mei 1998. Namun, kerusuhan itu tidak
mengalihkan perhatian mahasiswa untuk tetap bergerak dan menuntut perubahan.
Hingga kemudian, pada 18 Mei 1998 mahasiswa berhasil menguasai kompleks
gedung MPR/DPR, dan beberapa hari kemudian menjatuhkan pemerintahan yang
berkuasa selama 32 tahun.2

Foto 2 : Mahasiswa membawa keranda jenazah Soeharto saat menduduki Gedung


MPR/DPR menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, 21 Mei 1998
Pada masa awal tahun 1998 mulai dirasakan terjadinya krisis finansial Asia
yang menyebabkan kondisi perekonomian Indonesia melemah. Melambungnya
nilai Dollar Amerika terhadap Rupiah ($1 mencapai Rp 17.000), berakibat pada
naiknya harga barang-barang yang sangat memberatkan masyarakat dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari.3 Beban berat kehidupan masyarakat tersebut
ditambah dengan ketidakpuasan terhadap terpilihnya kembali Presiden Soeharto

2
Kompas.com dengan judul "20 Tahun Tragedi Trisakti, Apa yang Terjadi pada 12 Mei 1998
Itu?"
3
Nordholt, Henk Shculte & Irwan Abdullah. 2002. INDONESIA : In Search of Transition.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, h : 3.
untuk masa jabatan yang ketujuh kali. Dominasi partai politik tertentu dan
terlalu kuatnya eksekutif yang didukung angkatan bersejata menjadi kekuatan
sinergis untuk membendung kran demokrasi di Republik ini. Pemasungan
kebebasan berpendapat dan berbagai pelanggaran HAM, telah menjadi fenomena
gunung es yang menyimpan bara konflik dalam kehidupan bermasyarakat.
Tingginya kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, konflik terpendam
antar etnis dan antar agama telah menjadi bom waktu yang setiap saat dapat
meledak. Kegagalan pemerintahan Sooeharto dalam mengawal keamanan
perekonomian nasional menjadi pemicu ketidakpuasan dan kemarahan
masyarakat terhadap pemerintah.

Foto 3: Anggota polisi berjaga setelah kerusuhan meleput di simpang grogol


Jakarta, Mei 1998

Aksi-aksi demonstrasi yang terus menerus dan semakin banyak perlawan


yang tiada henti mengakibatkan kerusuhan dimana-mana sehingga aparat selalu
siaga berjaga menjadi tameng pemerintah pada saat itu. Pada tanggal 13-14 Mei
1998, kerusuhan massal dari mahasiswa dan masyarakat lain mulai mengarah ke
tindakan anarkis, yakni berupa penjarahan dan penganiayaan menjalar luar di seluruh
ibukota. Took-toko dibakar, barang-barang yang di dalamnya dijarah oleh oknum
pelaku kerusuhan, bahkan terjadi kasus penganiayaan. Korban pun banyak
berjatuhan, yang jumlahnya mencapai ratusan.

Foto 4 : Penjarahan pada kerusuhan, Jakarta Mei 1998

Foto 5: mobil yang dibakar saar kerusuhan Mei 1998 di Kawasan Grogol. Jakarta
Barat
Gerakan sosial yang menyuarakan ketidakpuasan, kekecewaan, kemarahan
dari berbagai komponen bangsa ini dituangkan dalam sebuah tuntutan yang dikemas
dalam seruan agar segera dilakukan reformasi politik. Tuntutan reformasi yang
disuarakan secara terorganisir oleh komponen mahasiswa yang didukung kalangan
akademisi dan komponen lainnya tidak hanya dilakukan di jalanan, namun secara
resmi juga mengutus perwakilannya ke gedung DPR/MPR. Tidak diindahkannya
tuntutan mengakibatkan gelombang protes terus berlangsung, korban jiwa dari
mahasiswa pun berjatuhan di berbagai kota. Kerusuhan. Mei di Jakarta dan Solo
merupakan puncak dari rangkaian konflik terpendam di antara berbagai komponen
masyarakat. Kondisi tersebut semakin memperkuat tekanan dari dalam dan luar
negeri terhadap pemerintahan Soeharto.

Berita pengunduran diri Soeharto hari kamis 21 Mei 1998, segera menjadi
berita dunia. Berbagai media besar di Amerika Serikar, mulai dari New York Times,
Wall Street Jornal sampai Washington Post, menjadikan peristiwa ini sebagai berita
utama. Hal ini juga menjadikan euphoria massa di Indonesia sendiri ketika Presiden
Soeharto menyatakan pengunduran dirinya. Membuat era baru dalam wajah
perpolitikan di Indonesia yang terbuka. Menandakan bahwa perjuangan yang
dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat terutama mahasiswa hal ini menjadi
sebuah kemenangan dan reformasi akhirnya terwujud.

Anda mungkin juga menyukai