Anda di halaman 1dari 3

DEMONSTRASI MAHASISWA ERA REFORMASI

Oleh : Elga Najla Nabila


XII MIPA 1

Pada Mei 1998, Indonesia mengalami pukulan terberat krisis moneter. Pada awalnya, krisis
moneter ini melanda Thailand pada Juli 1997. Kemudian, peristiwa itu mengguncang nilai
tukar mata uang negara – negara di Asia, salah satunya Indonesia. Krisis moneter Indonesia
ditandai dengan kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Bahkan,
pada bulan Maret 1998 nilai tukar rupiah mencapai titik terendah, yaitu Rp 16.000,00/US$.
Kondisi ini berdampak pada jatuhnya bursa saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan –
perusahaan besar di Indonesia yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) secara
besar – besaran. Pada saat krisis semakin dalam, muncul ketegangan – ketegangan sosial
dalam masyarakat. Pada bulan – bulan awal 1998 di sejumlah kota terjadi kerusuhan anti –
Cina. Kelompok ini jadi sasaran kemarahan masyarakat karena mereka mendominasi
perekonomian di Indonesia. Sementara itu, sesuai dengan hasil Pemilu ke – 6 yang
diselenggarakan pada tanggal 29 Mei 1997, Golkar ditetapkan sebagai pemenang dengan
jumlah perolehan suara mencapai 74,5%. Setelah pelaksanaan Pemilu, perhatian pemerintah
tercurah pada Sidang Umum MPR yang berisi penetapan Soeharto sebagai presiden untuk
masa jabatan lima tahun yang ketujuh kalinya dengan B.J. Habibie sebagai wakil presiden.
Segera setelah Soeharto terpilih kembali menjadi presiden, kekuatan – kekuatan oposisi
( mahasiswa ) dari berbagai universitas di seluruh tanah air menyelenggarakan demonstrasi
besar – besaran. Mereka menuntut Pemilu ulang, penurunan harga sembako, penghapusan
monopoli dan KKN, serta suksesi kepemimpinan nasional.
Dengan keadaan sosial, ekonomi, dan politik yang semakin keos akibat krisis multi dimensi
dan mahasiswa menilai pemerintah tidak memberi solusi yang benar. Akhirnya, mahasiswa
memutuskan untuk melakukan demonstrasi. Semula demonstrasi hanya dilaksanakan di
dalam kampus sesuai anjuran aparat. Namun, mahasiswa merasa jengkel karena tidak
mendapat tanggapan dari pemerintah. Akhirnya, mahasiswa memaksa untuk berdemonstrasi
di Gedung MPR dimana mereka dapat menyampaikan tuntutan mereka secara langsung
kepada pemerintah. Di tengah maraknya aksi protes mahasiswa, pada tanggal 4 Mei 1998
pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik. Kebijakan
ini sangat bertentangan dengan apa yang diinginkan masyarakat. Sehingga naiknya harga
BBM dan tarif dasar listrik semakin memicu gerakan massa. Gerakan massa ini menuntut
adanya reformasi.
Reformasi adalah gerakan untuk mengubah bentuk atau perilaku suatu tatanan, karena tatanan
tersebut sudah tidak disukai oleh masyarakat atau sudah tidak sesuai dengan kaidah undang –
undang. Oleh karena sudah tidak sesuai dengan undang – undang, maka gerakan reformasi
lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan, seperti krisis politik,
ekonomi, hukum, dan krisis sosial. Reformasi di pandang sebagai gerakan yang tidak boleh
ditawar- tawar. Karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan
reformasi tersebut. “Reformasi atau mati.” Demikian tuntutan yang digaungkan oleh para
aktivis mahasiswa pada spanduk – spanduk yang terpampang di kampus mereka.
Kemunculan gerakan reformasi ini menggambarkan sebuah klimaks dari gerakan aksi protes
yang tumbuh di lingkungan. Gerakan ini bertujuan untuk melakukan tekanan agar pemerintah
mengadakan perubahan politik yang berarti, melalui pelaksanaan reformasi secara total.
Gerakan Reformasi tahun 1998 mempunyai enam agenda, yaitu : 1) Suksesi kepemimpinan
nasional, 2) Amandemen UUD 1945, 3) Pemberantasan KKN, 4) Penghapusan dwifungsi
ABRI, 5) Penegakan supremasi hukum, dan 6) Pelaksanaan Otonomi Daerah. Sedangkan,
agenda utamanya adalah menurunkan jabatan Soeharto sebagai presiden.
Rencananya, dalam rangka memeringati Hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei
1998 mahasiswa akan melakukan gerakan dan akan diingat sebagai momen Hari Reformasi
Nasional. Namun, ledakan kerusuhan terjadi lebih cepat dibanding perkiraan. Pada tanggal 12
Mei 1998 empat mahasiswa Universitas Trisakti tertembak peluru. Mereka adalah Elang
Mulia Lesmana, Hafidhin Royyan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto. Tragedi Trisakti ini
menyulut demonstrasi lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, penjarahan,
dan pembakaran di Jakarta dan Solo. Bahkan, pada tanggal 14 Mei 1998 para mahasiswa
berhasil menduduki Gedung MPR tanpa perlawanan berarti dari aparat keamanan.
Dengan keadaan yang semakin keos, akhirnya tanggal 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR
meminta Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden. Namun, tidak mendapat sambutan
dari masyarakat. Maka, pada tanggal 20 Mei 1998 Ketua DPR/MPR kembali meminta
Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden. Bersamaan dengan itu, sebelas menteri
Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri. Akhirnya, pada pukul 09.00 WIB Presiden
Soeharto membacakan surat pengunduran diri dan kemudian digantikan oleh wakilnya, yaitu
B.J. Habibie. Pada awalnya, mahasiswa bersorak mahasiswa bersorak atas kejatuhan
Soeharto ini. Namun, mahasiswa menyadari bahwa kroni Soeharto masih berkuasa dan
militer tetap akan melindungi Soeharto. Bahkan, ada salah satu mahasiswa berkata “Kami
sudah tidak percaya, kami tahu track record Habibie. Sama saja, Raja KKN.” Mahasiswa pun
beranggapan bahwa reformasi ini jauh dari harapan, sehingga para mahasiswa menginginkan
Habibie turun pada saat itu juga. Para mahasiswa sudah tidak percaya dengan hasil Pemilu
dan pemerintahan yang cacat moral, cacat hukum, dan cacat politik. Maka dari itu, kalangan
mahasiswa dan kelompok – kelompok pro demokrasi menuntut adanya demokratisasi sistem
politik segera terjadi, meminta Pemilu segera dilakukan untuk memilih anggota parlemen dan
MPR, yang dapat memilih presiden dan wakil presiden baru. Kemudian, mahasiswa menuntut
suatu Sidang Rakyat dengan perwakilan yang terpercaya. Pemerintah tidak peduli tuntutan
mahasiswa dan tetap menggelar Sidang Istimewa, sehingga mahasiswa pun semakin agresif.
Pada tanggal 10 November 1998 datang 981 majelis dari semua fraksi. Kemudian, pada
tanggal 13 November 1998, selama sidang berlangsung mahasiswa pun tetap turun ke jalan
dan berusaha menembus garis batas 2 km dari MPR dan harus menghadapi pemukulan yang
brutal. Bahkan, pada malam penutupan sidang, terjadi penembakan di Jembatan Semanggi
(Tragedi Semanggi). Akhirnya, tuntunan mahasiswa pun dikabulkan. Dilaksanakanlah
Pemilu pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti oleh 48 partai. Hal inilah yang membedakan
Pemilu 1999 dengan Pemilu sebelum – sebelumnya, yaitu Pemilu 1999 diikuti oleh banyak
partai yang berarti adanya kebebasan mendirikan partai politik tidak seperti tahun – tahun
sebelumnya. Tidak seperti yang diprediksi dan dikhawatirkan oleh banyak pihak, ternyata
Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai tanpa ada kekacauan yang berarti meski diikuti
partai yang jumlahnya relatif lebih banyak. Pemilu kali ini juga mencatat masa kampanye
yang relatif damai dibanding tahun – tahun sebelumnya. Pemilu ini pun dinilai paling
demokratis, dibanding 6 kali pelaksanaan Pemilu sebelumnya. Berdasarkan keputusan KPU,
Pemilu ini dimenangkan oleh Gus Dur.

Anda mungkin juga menyukai