Anda di halaman 1dari 20

APLIKASI TEORI TAFSIR MAQASIDI MUHAMMAD ‘ALLAL

AL-FASY TERHADAP LEGALITAS INVESTASI MIRAS


PRESPEKTIF Q.S. AL-BAQARAH AYAT 219

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Agama (S.Ag)

Oleh:

Nurotul Ainiyah

NIM. 53020200025

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Miras dalam nash Al-Qur’an dan Hadis disebut dengan khamr yang
diambil dari bahasa Arab yang berarti tuak atau arak (pengertian dalam bahasa
Indonesia), sifatnya memabukkan karena mengandung alkohol. Dinamakan
dengan khamar karena: dapat merusak fungsi akal, dapat menghilangkan akal,
dan dalam proses pembuatannya selalu ditutupi agar tidak tertimpa dengan
sesuatu yang dapat tercemar, selain untuk menjaga kualitas minuman tersebut.1
Hadirnya wacana legalitas miras di Indonesia menjadi perbincangan
hangat dan kontroversial di berbagai kalangan, terutama terkait ketentuan
Perpres Nomor 10 Tahun 2021 soal Bidang Usaha Penanaman Modal. Keppres
tersebut dikeluarkan oleh Presiden Jokowi pada 2 Februari 2021 dan
dikeluarkan pada hari yang sama oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna
Laoly2 tentang Peraturan Tata Cara Penanaman Modal di Indonesia. Salah
satunya adalah bisnis teregulasi yang melibatkan investasi dalam minuman
beralkohol.3
Tidak dapat dipungkiri, bahwasanya peran pers dalam negara
demokrasi memberikan dampak yang begitu besar dalam kehidupan
masyarakat, apalagi jika dikaitkan dengan istilah The Fourth Estate of
Democracy, bahwa pers sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Istilah pilar keempat demokrasi pertama kali
dikenalkan oleh Edmund Burke dari Inggris pada akhir abad ke-18. Maksud
dari Istilah ini merujuk pada kekuasaan politik yang dimiliki pers yang setara

1
Fuad Thohari, Hadis Ahkam: Kajian Hadis-Hadis Hukum Pidana Islam (Hudud, Qishash, Dan
Ta’zir) (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2012), 126.
2
Abdul Rochim, “Tolak Perpres Miras, MPR: Kita Bukan Bangsa Pemabuk, Kita Berketuhanan,”
Sindonews.com, 28 Februari 2021.
3
Shelma Rachmayanti, “Jokowi Izinkan Investasi Miras, Ekonomi: Pajak yang Tinggi,”
Sindonews.com, 28 Februari 2021.
dengan ketiga pilar lainnya dalam kehidupan politik di suatu negara atau
bangsa.4
Berdasarkan aturan yang tertuang dalam Perpres tersebut, industri
miras dapat menerima investasi dari berbagai sumber, baik investor asing
maupun investor dalam negeri. Dengan perizinan ini, koperasi dan UMKM
juga bisa menggelontorkan modal ke industri miras. Kebijakan ini rupanya
mendapat tanggapan beragam di masyarakat, khususnya di kalangan umat
Islam. Banyak kelompok masyarakat dan organisasi keagamaan telah menolak
penyelesaian presiden. Pasalnya, banyak aspek negatif yang nantinya muncul
di masyarakat daripada sisi positifnya.5 Kebijakan tentang penanaman modal,
dengan membuka izin investasi minuman keras telah melahirkan berbagai
polemic, perdebatan dan perpecahan di kalangan masyarakat, terkait dampak
negative yang ditimbulkan oleh pengguna minuman keras beralkohol.
Para advokat berpendapat bahwa legalitas miras merupakan bagian dari
kearifan lokal dan karenanya patut dilegalkan. Landasan peraturan
penyelesaian presiden adalah kontribusi pemerintah daerah dan tokoh
masyarakat setempat dengan memperhatikan kearifan lokal, di mana kran
investasi anggur terbuka untuk Bali, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) dan Provinsi Papua.6
Mayoritas umat Islam di Indonesia menolak kebijakan ini dengan
berbagai pendekatan. Karena meskipun investasi alkohol hanya salah satu
bagian dari peraturan presiden, banyak perdebatan tentang investasi alkohol
sebelum pemerintah membuka izin investasi alkohol dan minuman beralkohol
di Indonesia. Wakil Presiden MPR Jazilul Fawaid menilai Perpres tentang
Alkohol bertentangan dengan nilai dan cita-cita Pancasila karena Indonesia
bukan bangsa pemabuk dan Indonesia bangsa Tuhan. Menurutnya, investasi
alkohol tidak akan sebanding dengan kerusakan yang akan dihadapi bangsa

4
Denis Mc Quail, Mc Quail’s Mass Communication Theory, 6 th Edition, Sage Publications, 2000,
hlm. 185.
5
Huda N, Ghafur J dan Ridho A, “Urgensi Pengaturan Peredaran Minuman Beralkohol Di Daerah
Istimewa Yogyakarta,” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 22, No. 1, (2015): h. 76–96.
6
Devira Prastiwi, “5 Tanggapan Pro Kontra soal Perpres Investasi Miras yang Baru Diteken
Jokowi,” Liputan 6 Online, 1 Maret 2021.
Indonesia di masa depan, alkohol lebih banyak menimbulkan kerugian
daripada kebaikan.7
Fakta bahwa investasi akan besar dan memiliki nilai ekonomi yang
besar. Namun kebijakan tersebut dipandang mengabaikan aspek etika dan
mewakili harapan masyarakat terhadap pembangunan ekonomi yang baik dan
sah, serta memperhatikan nilai-nilai moral dan kesejahteraan masyarakat.
Bahkan, kebijakan ini dapat membuka ruang bagi sebagian pemilik modal
untuk mengabaikan aspek etika dan moral yang selama ini dilestarikan dalam
masyarakat Indonesia. Sedangkan dampak negatif pada harta benda adalah,
dengan mengkosumsi khamr maka keuangan yang dipakai untuk membeli
khamr tentu akan menjadi pengeluaran yang tidak mendatangkan manfaat.
Terlebih jika sudah menjadi pecandu, maka kebutuhan untuk membeli khamr
yang tidak mendatangkan manfaat itu akan dapat mengalahkan kebutuhan
prioritas yang harus dipenuhi seperti untuk sandang, pangan dan lain
sebagainya.
Pergolakan ini menarik untuk dikaji dalam rangka penguatan Al-
Qur’an yang sejak lama telah melarang penjualan miras. Sebelumnya,
Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 menjelaskan bahwa alkohol boleh dijual
di bar, hotel, dan restoran yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang pariwisata, bebas bea, dan toko eceran dalam
bentuk kemasan.8 Pengkadaran tersebut seolah memberikan kebebasan
konsumsi kepada masyarakat sesuai dengan lokasinya, membuka ruang bagi
peredaran miras di Indonesia seolah-olah memudahkan masyarakat, khususnya
kaum muda untuk untuk mengakses konsumsi alkohol.
Di era kontemporer, Al-Qur’an perlu ditafsirkan sesuai dengan tuntutan
era kontemporer yang dihadapi umat manusia. Semangat dasar Al-Qur’an bisa
saja berbeda jika ditangkap oleh beberapa generasi yang berbeda, dengan
ungkapan lain, ajaran dan semangat Al-Qur’an bersifat universal, rasional dan

7
Abdul Rochim, “Tolak Perpres Miras, MPR: Kita Bukan Bangsa Pemabuk, Kita Berketuhanan,”
Sindonews.com, 28 Februari 2021.
8
Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman
Beralkohol, Pasal 7 ayat (1)
sesuai kebutuhan, namun respon historis manusia di mana tantangan zaman
yang mereka hadapi sangat berbeda dan variasi, sehingga secara otomatis
menimbulkan corak dan warna pemahaman yang berbeda. Dengan demikian
wahyu Tuhan memungkinkan untuk dipahami secara variatif, selaras dengan
kebutuhan umat Islam sebagai konsumennya.9
Dalam masyarakat saat ini, bahkan bagi orang Barat sekalipun apabila
ditanya secara jujur tentang manfaat dari miras akan memperoleh jawaban
bahwa miras menimbulkan problem-problem sosial yang bersifat negatif
bahkan destruktif. Larangan minuman khamr tidak hanya terbatas pada
peminumnya saja, tetapi juga terhadap segala apa yang berhubungan dengan
minuman keras, baik membuatnya, menjualnya, membelinya, membawanya
dan lain-lain yang berhubungan dengan minuman keras itu sendiri, Seperti
Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 219:
‫ك َماذَا‬ ِ ‫ٱْلَ ْم ِر َوٱلْ َمْي ِس ِر ۖ قُ ْل فِي ِه َمآ إِ ْْثٌ َكبِريٌ َوَمَٰنَ ِف ُع لِلن‬
َ َ‫َّاس َوإِْْثُُه َمآ أَ ْك ََبُ ِمن نـَّ ْفعِ ِه َما ۗ َويَ ْسـَلُون‬ ْ ‫ك َع ِن‬
َ َ‫يَ ْسـَلُون‬
ِ ‫ٱَّلل لَ ُكم ْٱلءاي‬ ِ ِ
‫َٰت لَ َعلَّ ُك ْم تَـتَـ َف َّك ُرو َن‬
َ َ ُ َُّ ‫ي‬ َ ‫يُنف ُقو َن قُ ِل ٱلْ َع ْف َو ۗ َك ََٰذل‬
ُ َِّ‫ك يـُب‬
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih
dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir.
Ayat ini menjelaskan tentang minuman keras yang diikuti dengan
perjudian, karena sebuah budaya di zaman jahiliyah adalah minum diiringi
dengan berjudi. Yang dinamakan khamr adalah segala sesuatu yang
memabukkan, apapun bahan mentahnya. Minuman yang berpotensi
memabukkan bila diminum dengan kadar normal oleh seseorang yang normal,
maka minuman itu adalah khamr sehingga haram hukum meminumnya, baik
diminum banyak maupun sedikit serta baik ketika ia diminum memabukkan

9
Fazlur Rahman, Islam Dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, terjemahan Ahsin
Muhammad (Bandung: Pustaka, 1982), 2.
secara faktual atau tidak. Jika demikian, keharaman minuman keras bukan
karena adanya bahan alkoholik pada minuman itu, tetapi karena adanya potensi
memabukkan. Dari sini, makanan dan minuman apapun yang berpotensi
memabukkan bila diminum oleh orang yang normal, bukan yang biasa
meminumnya maka ia adalah khamr.
Pandangan al-Qurthubi dalam kitabnya Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an,
khamr adalah minuman yang memabukkan berdasarkan hadist yang
diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar: Setiap yang
memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah diharamkan. Baginya
khamr didasarkan atas sifatnya, bukan jenis bahannya. Al-Qurthubi juga
berpandangan bahwa pengharaman khamr dan penamaannya sebagai rijs dan
perintah menghindarinya mengandung kewajiban menjauhinya dari segala
aspek pemanfaatan.
Islam menjelaskan bahwa setiap keputusan politik yang dibuat oleh ulil
amri harus bermanfaat bagi rakyatnya. Dijelaskan juga dalam Al-Qur’an
bahwa hukum minuman keras adalah dosa besar, nilai agama seseorang tidak
sempurna jika fungsi pikirannya tidak teratur.10 Dalam Islam, fungsi akal
sangat penting untuk menerima, menganalisis dan meyakini semua ajaran yang
diterima melalui Al-Qur’an dan Al-Sunnah.11
Maqaṣid shari’ah adalah sebuah teori hukum Islam yang belakangan ini
semakin banyak dilirik oleh pengkaji hukum Islam di seluruh dunia. Ilmu
maqaṣid shari’ah kini sudah menjadi bagian dari ushul fiqh, bahkan ada yang
menjadikannya sebagai ilmu yang independen dari ushul fiqh seperti Ibnu
Ashur dan yang lainnya. Oleh sebab itu, Shaṭiby mempertegas dalam kitab
“muwafaqat” bahwa memahami maqaṣid shari’ah secara totalitas adalah syarat
seorang mencapai derajat mujtahid.12

10
Al-Syafi’i, Al-Umm, terj. Misbah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2017), Cet. Ke-2, h. 10.
11
M. Irfangi, “Implementasi Pendekatan Religius dalam Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan
Narkoba di Rumah Sakit Khusus Jiwa”, Jurnal Kependidikan 3, No. 2, (2015): h. 71
12
Ibrahim bin Musa al-Shaṭiby, al-Muwafaqat, taqdim: Bakar bin Abdullah Abu Zaid, tahqiq: Abu
‘Ubaidah Mashhur bin Hasan Aal Salman (KSA: Dar Ibn Affan, 1997), 5/4
‘Allal Al-Fasy mengakui bahwa dia telah memberikan kontribusi
kepada ulama’-ulama’ sebelumnya dalam mengembangkan ilmu maqaṣid, dan
juga memberikan ruang kepada generasi berikutnya yang ingin ikut andil
dalam mengembangkan ilmu maqaṣid. Pemikiran ‘Allal Al-Fasy tentang
maqaṣid shariah tidak hanya dituangkan dalam kitab “al-Maqaṣid al-Shari’ah
Wa Makarimuha” saja, namun juga dituangkan dalam karya-karyanya yang
lain, seperti “Difa’ ‘An al-Shari’ah” yang berisi tentang masalah hifẓ al-
shari’ah, mahasin al-shara’ah, ṣalahiyat al-shari’ah li hadza al-‘aṣr wa likulli
al-aṣr, maqaṣid al isti’ariyah, tadwin al-shari’ah. Selain itu, juga dituangkan
dalam kitab “al-Naqd al-Dhaty” yang berisi tentang masalah pemikiran,
pemikiran tentang agama, Negara, politik, pemikiran tentang ekonomi,
pemikiran tentang kemasyarakatan, rakyat Maroko, hak-hak wanita dalam
Islam, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menemukan ayat dalam Al-
Qur’an yang mengungkapkan makna logis yang berbeda dan tujuan yang
terdapat dalam upaya untuk memberikan penjelasan tentang fenomena di atas.
Penulis memilih topik Legalitas investasi miras dalam Al-Qur’an untuk
memahami dan memberikan makna yang lebih dalam tentang bagaimana Al-
Qur’an menjelaskan terkait investasi miras dengan pendekatan tafsir maqasidi
Muhamad ‘Allal Al-Fasy secara tematis untuk mengungkap bagaimana Al-
Qur’an memaknai dan menawarkan solusi dengan melakukan kajian tentang
legitimasi investasi miras dari sudut pandang Al-Qur’an.
Tafsir maqaṣidi, meskipun istilah ini baru muncul akhir-akhir ini,
namun nyatanya telah hadir dalam praktik sejak periode pertama penafsiran
Al-Qur’an, yaitu pada periode sahabat dan tabi’in. Oleh karena itu, tafsir
maqaṣid bukanlah hal baru dalam bidang kajian tafsir Al-Qur’an. Muhamad
‘Allal Al-Fasy yakin bahwa dialektika antara teori maqaṣid dengan isu-isu
kontemporer akan menciptakan keharmonisan yang sinergi antara maqaṣid
dengan realitas sosial yang belakangan semakin senjang. Dari situlah, Al-Fasy
mengembangkan maqaṣid dengan menggunakan pendekatan filsafat dan
politik. Al-Fasy berusaha menjelaskan sejarah manusia dan shari’ah
Dengan keistimewaan tersebut, diharapkan permasalahan yang penulis
kaji dengan pendekatan tafsir maqaṣidi Muhammad ‘Allal Al-Fasy benar-benar
dapat mewujudkan tujuan utama ajaran Islam pada umumnya, dan Syariat
Islam pada khususnya dengan menyapa, merangkul inovasi, menolak keragu-
raguan, dan mempertahankan kesamaan identitas, semuanya menuntut untuk
membangun pemahaman maqaṣid atas Al-Qur’an. Oleh karena itu, penulis
memilih pendekatan maqaṣidi sebagai kerangka teori ketika melakukan
Analisa.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mencoba menghadirkan
penelitian tentang topik Legalitas investasi miras dalam Al-Qur’an untuk
memahami dan memberikan makna yang lebih dalam dengan menganalisa
kontekstualisasi di era saat ini dengan judul “Aplikasi Teori Tafsir Maqasidi
Muhammad ‘Allal Al-Fasy Terhadap Legalitas Investasi Miras Perspektif Q.S.
Al-Baqoroh Ayat 219”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dan supaya peneliti dapat
terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi
masalah yang akan diteliti dengan beberapa masalah:
1. Bagaimana Legalitas Investasi Miras yang Terjadi di Indonesia?
2. Bagaimana Penafsiran Q.S. Al-Baqarah Ayat 219 Terhadap Legalitas
Investasi Miras?
3. Bagaimana Aplikasi Teori Tafsir Maqasidi Muhamad ‘Allal Al-Fasy
Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Investasi Miras di Era Saat Ini?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang penulis
temukan, penulis di sini memiliki tujuan penelitian yang dijadikan sebagai
pedoman dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis penafsiran Legalitas Investasi Miras
yang Terjadi di Indonesia
2. Mendeskripsikan dan Menganalisis hasil penafsiran Q.S. Al-Baqarah Ayat
219 Terhadap Legalitas Investasi Miras
3. Mendeskripsikan dan Menganalisis Teori Tafsir Maqasidi Muhamad
‘Allal Al-Fasy Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Investasi Miras di Era Saat
Ini.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat
memberikan manfaat tidak hanya untuk kalangan mahasiswa dan akademisi
saja, tetapi juga untuk seluruh masyarakat dan perkembangan Dalam ilmu
keislaman, khususnya dalam bidang tafsir dan sebagai tambahan referensi
untuk peneliti lain .
Adapun manfaat penelitian ini secara khusus, yakni:
1) Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi positif bagi


para pembaca, dan akademisi yang mengambil bidang Tafsir Hadits,
khususnya yang tertarik dengan dunia penafsiran.

2) Manfaat praktis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi
pembaca, dan peneliti yang mengambil bidang Tafsir dan Hadits.
b) Sebagai sarana untuk pengembangan wacana dan pemikiran untuk
peneliti.
c) Menambah literatur serta bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat
digunakan.
E. KAJIAN PUSTAKA

Untuk menghindari munculnya kesamaan antara skripsi ini dengan


skripsi, tesis, dan penelitian lainnya, penulis mencoba menelusuri kajian-kajian
yang pernah dilakukan dan memiliki kesamaan atau kemiripan. Selanjutnya,
hasil penelusuran ini Yang akan menjadi acuan penulis untuk tidak
menerapkan metodologi yang sama, sehingga diharapkan penelitian ini benar-
benar bukan hasil plagiat dari penelitian yang telah ada. Dari adanya dua
variabel judul, baik Legalitas Investasi Miras maupun Tafsir Maqasidi
Muhammad ‘Allal Al-Fasy sudah banyak dituliskan oleh penulis sebelumnya.
Tulisan yang menjelaskan tentang Legalitas Investasi miras dari
berbagai pemikiran, yang Pertama yaitu Karya Lia Nurlia Ajizah Legalitas
Investasi Miras Perspektif Al-Qur’an (Aplikasi Teori Tafsir Maqasidi Wasfi
‘Asyur Abu Zaid),13 dalam skripsi ini menjelaskan mengenai investasi
merupakan hal yang baik apabila tetap berpegang pada dalil-dalil agama.
Namun, investasi yang mengandung mudarat dan membahayakan seperti
miras, maka hal tersebut dilarang oleh syariat. Maqasid ‘ammah dari empat
ayat yang berkaitan dengan investasi miras adalah Al-Qur’an mengarahkan
perbaikan perekonomian dengan menganjurkan pencapaian maṣlahat dan
menghindari mafsadat. Jika dilihat dari hasilnya skripsi ini menanggapi bahwa
mengkaji investasi miras menggunakan seluruh ayat-ayat terkait miras.
Perbedaan dengan tulisan ini adalah dalam hal metodologi dan pada
pengambilan ayat. Perbedaan dengan tulisan ini adalah bahwa penulis hanya
merujuk pada satu ayat miras saja yaitu al-Baqarah Ayat 219.

Kedua, Karya Muhammad Roni, Ismail Fahmi Arrauf Nasution


Legalitas Miras (Khamr) dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Banding Tafsir
Al-Maraghy, Al-Misbah, dan Al-Qurthubi),14 dalam jurnal ini menjelaskan
mengenai proses pelarangan khamar dalam Al-Qur’an mempunyai tahapan dan
tingkatan tertentu sebelum dilarang total. Kedua, kelebihan khamar yang
paling dominan hanya dari segi perdagangannya, sedangkan selebihnya lebih
banyak kerugiannya. Ketiga, khamr masih berlaku untuk keadaan darurat
seperti kebutuhan medis, alkimia, obat-obatan, dan wewangian. Pada
hakikatnya keabsahan minuman beralkohol untuk dikonsumsi (mabuk) adalah
haram dalam Islam. Jika dilihat dari hasilnya skripsi ini mengkaji investasi
miras menggunakan pendekatan tafsir al-Maraghy, al-Mishbah dal al-
Qurthubi. Perbedaan dengan tulisan ini adalah bahwa penulis membahas terkait

13
Lia Nurlia Ajizah, Legalitas Investasi Miras Perspektif Al-Qur’an (Aplikasi Teori Tafsir
Maqaṣidi Waṣfi ‘Asyur Abu Zaid), skripsi IIQ Jakarta, 2022.
14
Muhammad Roni,dkk, Legalitas Miras (Khamr) dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Banding
Tafsir Al-Maraghy, Al-Misbah, dan Al-Qurthubi), Fitrah: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, Jil. 7
Nomor 1 Juni 2021
Legalitas Investasi Miras dengan menggunakan pendekatan teori tafsir
maqasidi Muhammad ‘Allal Al-Fasy.

Ketiga, Karya Khairiah, Kebijakan Perizinan Investasi Minuman Keras


Dengan Peningkatan Kriminalitas,15 dalam jurnal ini menjelaskan mengenai
Analisis tentang kebijakan perizinan investasi minuman keras dengan
kriminalitas telah memungkinkan ditemukannya tiga hal penting. Pertama,
kebijakan perizinan investasi minuman keras beralkohol tidak ada manfaatnya,
bahkan memiliki dampak negative di kalangan masyarakat. Kedua, Minuman
keras beralkohol meningkatkan kriminalitas di kalangan masyarakat. Semakin
tinggi penyalahgunaan minuman keras beralkohol dan narkoba, maka semakin
tinggi tingkat kriminalitas di kalangan masyarakat. Ketiga, kebijakan sebagai
solusi dalam memberantas minuman keras beralkohol dan kriminalitas. Ini
berbanding terbalik dengan peran fungsi kebijakan yaitu pengesahan perizinan
investasi minuman keras. Ketiga hal tersebut memperlihatkan dampak negative
pengesahan peizinan investasi minuman keras beralkohol, sehingga pada
akhirnya melalui berbagai pendapat para ahli dan organisasi maka Presiden RI
mencabut kebijakan tersebut. Jika dilihat dari hasilnya skripsi ini mengkaji
terkait Kebijakan Perizinan Investasi Minuman Keras dengan Peningkatan
Kriminalitas. Perbedaan dengan tulisan ini adalah bahwa penulis membahas
terkait Legalitas Investasi Miras prespektif ayat Al-Qur’an.

Keempat, Karya Ita Wardatul Janah, Legalitas Investasi Pemerintah


Daerah Terhadap Perusahaan Minuman Keras untuk Menambah APBD:
Tinjauan Maqasid Syari’ah,16 dalam jurnal ini menjelaskan mengenai investasi
industri minuman keras dengan alasan untuk menambah APBD adalah keliru.
Indonesia memiliki asas Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan seluruh agama
di Indonesia tidak mendukung unsur minuman keras. Indonesia juga menjamin
hak hidup seseorang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang tentang

15
Khairiah, Kebijakan Perizinan Investasi Minuman Keras Dengan Peningkatan Kriminalitas.
16
Ita Wardatul Janah, Legalitas Investasi Pemerintah Daerah Terhadap Perusahaan Minuman
Keras untuk Menambah APBD: Tinjauan Maqasid Syari’ah MASADIR: Jurnal Hukum Islam Volume 01,
Nomor 02, Oktober 2021.
Hak Asasi Manusia, tidak ada harmonisasi antara miras dan perlindungan hak
hidup seseorang layakna disebutkan dalam undangundang tersebut. Moralitas
bangsa sejak dulu dijungjung tinggi, dan kepentingan rakyat Indonesia
seharusnya dijadikan patokan utama dalam mengambil kebijakan. Investasi
minuman keras sejatinya tidak memiliki urgensi untuk memberi dampak
ekonomi maupun sosial, justru menyebabkan keterbelakangan pembangunan
manusia dan pelanggaran hak asasi manusia. Jika dilihat dari hasilnya skripsi
ini mengkaji terkait investasi industri minuman keras dengan alasan untuk
menambah APBD berdasarkan tinjauan maqashid syari’ah. Perbedaan dengan
tulisan ini adalah bahwa penulis membahas terkait investasi miras dari segi
hukum dan tidak banyak merujuk pada pasal-pasal dan undang-undang.

Variabel selanjutnya yaitu Tafsir Maqasidi Muhammad ‘Allal Al- Fasy,


kelima, jurnal ini karya dari Abdul Hafidz, Konsep Maqasid Shari’ah
Perspektif ‘Allal Al-Fasy,17 dalam artikel ini menjelaskan mengenai Ibnu
‘Ashur berusaha untuk menjadikan maqaṣid shari’ah sebagai ilmu yang
independen dari ushul fiqh. Sedangkan Al-Fasy berusaha untuk
mengimplementasikan ide-ide maqaṣid al-Shaṭiby dalam ranah isu-isu
kontemporer. Ia menegaskan bahwa esensi syariah Islam berada pada
kemaslahatan manusia. Baginya, kemaslahatan manusia tidak ada yang
bertentangan dengan nash. Untuk mengetahui esensi syariah ini, Al-Fasy
membagi maqaṣid menjadi dua; pertama adalah maqaṣid shariah dalam
menetapkan dasar hukum syariah yang disebut dengan ushul alshar, dan kedua
maqaṣid shariah dalam memberikan hak-hak manusia. Jika dilihat dari hasilnya
jurnal ini membahas terkait tafsir maqasidi pemikiran Muhammad ‘Allal Al-
Fasy saja tanpa mecantumkan penafsiran terhadap suatu ayat. Perbedaan
dengan tulisan ini adalah menjelaskan pemikiran Muhammad ‘Allal Al-Fasy
dengan menggunakan presepektif suatu ayat untuk mengkaji suatu objek.

17
Abdul Hafidz, Konsep Maqasid Shari’ah Perspektif ‘Allal Al-Fasy, CENDEKIA: Jurnal Studi
Keislaman Volume 6, Nomor 1, Juni 2020
Keenam, karya Muhammad Ainur Rifqi, Tafsir Maqasidi: Membangun
Paradigma Tafsir Berbasis Mashlahah,18 dalam jurnal ini menjelaskan
mengenai Hampir seluruh ulama’ bersepakat bahwa setiap hukum syara’, di
dalamnya mesti terselip tujuan yang luhur, yaitu untuk medatangkan
mashlahah dan menolak mafsadah. Dan mashlahah sendiri adalah tujuan
pokok dari maqasid al-shari’ah. Selayaknya, sebagai tujuan akhir, maqashid al-
shari’ah menempati posisi penting sebagai tolak ukur atau atau indikator suatu
problematika hukum itu bermuatan mashlahah atau mafsadah dalam penetapan
hukum Islam. Imam al-Shatibi menyatakan bahwa perselisihan pendapat di
kalangan ulama’ banyak disebabkan oleh dangkalnya penguasaan mereka atas
maqasid al-shari’ah atau bahkan ketidakpahaman mereka atas maqasid al-
shari’ah. Statemen ini mengindikasikan posisi strategis maqasid al-shari’ah
dalam historisitas perkembangan ajaran-ajaran Islam dan berbagai aspeknya,
tak terkecuali Ilmu Tafsir. Jika dilihat dari hasilnya jurnal ini hanya membahas
terkait tafsir maqasidi saja tanpa mecantumkan penulis maupun pengerang
maqasid. Perbedaan dengan tulisan ini adalah menjelaskan maqasid serta
mecantumkan salah satu pengarang maqasid dengan dikaitkannya suatu objek.

Ketujuh, karya Ziadul Ulum Wahid, Konsep Maqashid Syari’ah


Kontemporer (Studi Komparasi Pemikiran Ibnu Asyur dan ‘Allal Al-Fasy),19
dalam skripsi ini menjelaskan mengenai pemikiran Ibnu Asyur dan ‘Allal Al-
Fasy berkenaan dengan maqashid syariah sebagai suatu disiplin ilmu,
keduanya bersepakat dalam konteks tujuannya “sama-sama bertujuan untuk
menciptakan kemaslahatan dalam hukum Islam”. Namun, terdapat suatu
perbedaan yang menjadi ciri khas dari kedua pemikiran tokoh tersebut yakni
Ibnu ‘Asyur mencoba merekontruksi kembali pemikiran maqashid syariah
yang digagas oleh Imam Al-Syathibi, berbeda dengan Al-Fasy yang hanya
membahas kembali pemikiran Al-Syathibi. Hal ini terbukti dalam karyanya Al-

18
Muhammad Ainur Rifqi, Tafsir Maqasidi: Membangun Paradigma Tafsir Berbasis Mashlahah,
Ta’wiluna: Jurnal Ilmu Al-Qur’an, Tafsir dan Pemikiran Islam Volume 1, Number 1, April 2020.
19
Ziadul Ulum Wahid, Konsep Maqashid Syari’ah Kontemporer (Studi Komparasi Pemikiran
Ibnu Asyur dan ‘Allal Al-Fasy, Skripsi Unisma 17 April 2021.
Fasy selalu mengutip atau mencatat nama Al-Syathibi dalam setiap
pemikirannya. Jika dilihat dari hasilnya jurnal ini mengetahui perbedaan
pemikiran antara Ibnu ‘Asyur dan ‘Allal Al-Fasy cukup signifikan. Perbedaan
dengan tulisan ini adalah ingin menjelaskan secara detail tentang kerangka
berfikirnya Muhammad ‘Allal Al-Fasy sehingga menemukan keunikan dalam
penulisan skripsi ini.

Setelah melakukan kajian pustaka penulis dapat melihat perbedaan juga


persamaan, untuk peneletian terdahulu dapat menjadi bahan bacaan untuk
tinjauan pustaka yang peneliti akan gunakan, bahwa belum ada yang meneliti
Legalitas Investasi Miras dalam Q.S Al-Baqarah denan mengaplikasikan teori
tafsir maqasidi Muhammad ‘Allal Al-Fasy. Penulis menemukan dalam
pandangan para mufasir saja. Untuk itu penulis merasa masih ada kesempatan
untuk penulis melakukan penelitian pada karya ilmiah kali ini untuk mengkaji
lebih jauh tentang Legalitas Investasi Miras dalam Q.S Al-Baqarah aplikasi
teori tafsir maqasidi Muhammad ‘Allal Al-Fasy.

F. LANDASAN TEORI
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, dan permasalahan
yang dikemukakan sebelumnya, maka dalam proses penelitiannya akan melalui
beberapa tahapan:
Untuk memudahkan penelitian, terlebih dahulu peneliti akan
menguraikan pandangan Tafsir Maqasidi secara umum, dan teori yang
ditawarkan Muhammad ‘Allal Al-Fasy dalam memahami teks yang reberkaitan
dengan masalah penelitian.
Tafsir maqasidi adalah gabungan dua kata, yang masing-masing dari dua
kata tersebut harus didefinisikan terlebih dahulu untuk mendapatkan
pengertian yang utuh. Dua kata tersebut adalah tafsir dan maqasid yang
dibubuhi dengan ya’ nisbah.
Sedangkan maqasid sendiri adalah bentuk jamak dari maqsad, dari akar
kata ‫ قصد‬yang berarti bermaksud atau menuju sesuatu. Sedangkan secara istilah
adalah apa yang menjadi tujuan Shari’ dalam penetapan hukum-hukum syari’at
Islam untuk mewujudkan kemashlahatan bagi hamba-hambaNya, baik di dunia
maupun di akhirat.20 Dalam hubungan dengan ilmu tafsir, maqasid ini bisa
bermaksud maqasid Al-Qur’an dan maqasid al-shari’ah. Dua istilah yang perlu
dibedakan. Maqasid Al-Qur’an adalah dasar dari maqasid al-shari’ah itu
sendiri. Semua maqasid al-shari’ah kembalinya pada maqasid Al-Qur’an.
Maqasid al-shari’ah, seperti yang didefinisikan ‘Allal Al-Fasy, adalah
tujuan akhir yang ingin dicapai oleh syari’ah dan rahasia-rahasia dibalik setiap
ketetapan dalam hukum syari’ah.21 Senada dengan Al-Fasy, ar-Raisuny
mendefinisikan maqasid al-shari’ah sebagai tujuan-tujuan yang ingin
diwujudkan dalam penetapan syari’at untuk kemaslahatan hamba.22 ‘Allal Al-
Fasy merupakan salah satu pionir ilmu al-maqaṣid al-Ashari’ah. Bahkan Al-
Fasy adalah ulama yang ketiga yang mengembangkan ilmu maqaṣid shari’ah
setelah al-Shaṭiby dan Ibnu ‘Asyur.
Gerakan reformasi yang dilakukan oleh ‘Allal Al-Fasy adalah
berdasarkan pada aliran Salafiyah untuk mereformasi masyarakat, yaitu dengan
mengembalikan keyakinan mereka kepada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah serta
meninggalkan hal-hal yang berbau khurafat (mitos) dan takhayyul (imajinasi),
oleh sebab itu mereka berperang melawan aliran sufi. Selain itu, mereka juga
kembali kepada aliran salafiyah agar mereka mendapatkan kebebasan berfikir
dan meninggalkan taqlid, karena era salaf itu adalah era kebebasan berfikir
tanpa terikat kepada satu mazhab atau aliran tertentu. Oleh sebab itu, gerakan
salafiyah ini mengajak untuk membuka pintu ijtihad.
Pemikiran ‘Allal Al-Fasy tentang maqaṣid shariah tidak hanya
dituangkan dalam kitab “al-Maqaṣid al-Shari’ah Wa Makarimuha” saja,
namun juga dituangkan dalam karya-karyanya yang lain, seperti “Difa’ ‘An al-
Shari’ah” yang berisi tentang masalah hifẓ al-shari’ah, mahasin al-shari’ah,

20
Washfi Asyur Abu Zayd, al-Tafsir al-Maqasidi li Suwar Al-Qur’an al-Karim, makalah
disampaikan dalam Mu’tamar Fahm Al-Qur’an bayna al-Nas wa al-Waqi’, (Al-Jazair: Kulliyah Ushu al-
Din, 2003) hlm. 6.
21
‘Allal Al-Fasy, Maqasid al-Shari’ah al-Islamiyah wa Makarimuha, (Kairo: Dar al-Salam,
2013), hlm. 111.
22
Ahmad ar-Raisuny, Nazariyah al-Maqasid ‘inda al-Imam as-Syatiby, (Virginia: The
International Institute of Islamic Thought, 1995), hlm. 19
ṣalahiyat al-shari’ah li hadza al-‘aṣr wa likulli al-asr, maqaṣid al isti’ariyah,
tadwin al-shari’ah. Selain itu, juga dituangkan dalam kitab “al-Naqd al-
Dhaty” yang berisi tentang masalah pemikiran, pemikiran tentang agama,
Negara, politik, pemikiran tentang ekonomi, pemikiran tentang
kemasyarakatan, rakyat Maroko, hak-hak wanita dalam Islam, dan lain
sebagainya.
‘Allal Al-Fasy juga merupakan tokoh yang mempunyai sumbangsih
besar dalam mengonsepkan gagasan-gagasan maqasid syari’ah. menurut
Rasyid Ridho dan Muhammad Abduh, ‘Allal Al-Fasy adalah penganut
utilitariniasme religius. Al-Fasy dalam karyanya yang berjudul Maqashid
Syari’ah Al-Islamiyah wa makarimuha berusaha merealisasikan ide-ide Imam
As-Syatibi dalam mengatasi permasalahan-permasalahan kontemporer yang
belakangan ini dianggapnya masih rancu. Ia meyakini bahwa elaborasi antara
teori Maqashid Syari’ah dengan permasalahan kontemporer akan melahirkan
sebuah keharmonisan. Menurutnya, Maqashid Syari’ah adalah tujuan-tujuan
umum dan rahasia khusus yang Allah selipkan dalam setiap ketentuan hukum.
Tujuannya adalah untuk memakmurkan bumi, menjaga stabilitas kehidupan
manusia, menegakan keadilan, dan menjaga kemaslahatan dan menolak
mafsadat, dan menjaga fitrah manusia.
Untuk menegaskan masalah kemaslahatan manusia, Al-Fasy
mengatakan bahwa semua hukum-hukum Allah SWT itu memiliki ‘illat selain
yang ta’abbudy, karena Allah SWT tidak akan melakukan sesuatu kecuali ada
hikmah yang tersembunyi di dalamnya. Jika mengkaji hukumhukum Allah,
maka akan ditemukan bahwa Allah SWT senantiasa memperhatikan
kemaslahatan manusia dalam setiap hukum-hukum-Nya.
Al-Fasy membagi maqaṣid shari’ah menjadi dua macam; pertama adalah
Qaṣd al-Shari’, yaitu apa yang diinginkan oleh Shari’ (Allah) dalam tingkatan
pertama, dan selain itu adalah merupakan penjabaran dari apa yang diinginkan
oleh Shari’, yaitu kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Kedua, adalah
Qaṣd al-Mukallaf (keinginan manusia), yaitu semua perbuatannya berdasarkan
pada niatnya, dan harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh syariah secara
umum, serta tidak mengkhususkan satu dengan yang lain, dengan cara
mengikuti sunnah dan meninggalkan bid’ah.23

G. METODE PENELITIAN
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang prosedur penemuan yang
dilakukan tidak menggunakan prosedur statistika atau kuantitatif. Oleh
karena itu, membutuhkan data atau sumber dari ayat-ayat Al-Qur’an dan
penafsiranya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analisis,
yaitu mensistematikan data atau keterangan yang terkumpul dalam sebuah
penjelasan terperinci disertai dengan analisis penulis.
b. Sumber data
Sumber data yang digunakan dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Sumber data primer
Sumber data primer yaitu data yang sangat mendukung dan menjadi
pokok pembahasan dalam skripsi ini, atau sumber data utama, yang
dalam hal ini adalah Kitab tafsir al-Maqasidi
2) Sumber data sekunder dalam dalam penelitian ini adalah buku-buku
lain sebagai sumber tambahan seperti kitab-kitab hadist, kamus, dan
bukubuku yang berhubungan dengan penelitian ini.
c. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik library search (kepustakaan)
yaitu suatu metode dengan mengumpulkan dan menggunakan data, serta
dokumen lain dengan cara membaca, menelaah buku-buku, artikel, jurnal,
literatur-literatur kitab tafsir, yang tentunya berhubungan dengan
pembahasan pada penelitian ini. Dalam penelitian ini, data-data yang
diperoleh berkaitan dengan hal-hal yang mencakup Penafsiran ayat-ayat
orientasi “Investasi Miras” melalui pendekatan Tafsir Maqasidi.

23
‘Allal Al-Fasy, Al-maqashid al-ashara’ah ..., 262-265
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika pembahasan adalah susunan untuk memberikan arahan yang
jelas dalam rangkian penulisan skripsi ini, maka penulis akan memberikan
gambaran sistematika penulisan skripsi yang mana terdiri dari lima bab, yaitu:
Bab Pertama, yaitu pendahuluan yang berisi gambaran umum dari
keseluruhan teknik dalam penulisan ini, yang berisi sub bab sebagai berikut:
Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Landasan
Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.
Bab Kedua, Tafsir Maqasidi Muhammad ‘Allal Al-Fasy. Bab ini berguna
untuk langkah awal mengetahui cara berpikir Muhammad ‘Allal Al-Fasy dan
instrumen yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Bab Ketiga, Penulis pada bab membahas Investasi Miras. Dalam bab ini
terbagi beberapa subbab yang memberikan informasi tentang Legalitas
Investasi Miras. Penjelasan ini berguna untuk mengaitkan ayat yang berkaitan
dengan Investasi Miras yang telah dijelaskan beberapa informasi di dalam bab
ini.
Bab Empat, Penulis memaparkan tentang menganalisis ayat yang
berkaitan dengan Investasi Miras dalam Al-Qur’an analisis yang pertama
melalui penafsiran-penafsiran ulama dan dielaborasikan dengan penafsiran
Muhammad ‘Allal Al-Fasy. Dalam bab ini juga menjelaskan tentang perspektif
Muhammad ‘Allal Al-Fasy terkait dengan Legalitas Investasi Miras. Diakhir
pembahasan, bab ini membicarakan tentang solusi untuk mencegah pelaku
Legalitas Investasi Miras berdasarkan Al-Qur’an.
Bab Lima, Penutup berupa kesimpulan dan saran. Kesimpulan, yakni
memaparkan intisari dari pembahasan dan saran-saran terkait pembahasan
penelitain.
DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, Lia Nurlia 2022. Legalitas Investasi Miras Perspektif Al-Qur’an (Aplikasi Teori
Tafsir Maqaṣidi Waṣfi ‘Asyur Abu Zaid), skripsi IIQ Jakarta.
Al-Fasy, ‘Allal. 2013. Maqasid al-Shari’ah al-Islamiyah wa Makarimuha, (Kairo: Dar
al-Salam).
ar-Raisuny, Ahmad. 1995. Nazariyah al-Maqasid ‘inda al-Imam as-Syatiby, (Virginia:
The International Institute of Islamic Thought).
Hafidz, Abdul. 2020. Konsep Maqasid Shari’ah Perspektif ‘Allal Al-Fasy, CENDEKIA:
Jurnal Studi Keislaman Volume 6, Nomor 1, Juni.
Huda N, dkk. 2015. “Urgensi Pengaturan Peredaran Minuman Beralkohol Di Daerah
Istimewa Yogyakarta,” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 22, No. 1.
Irfangi, M. 2015. “Implementasi Pendekatan Religius dalam Rehabilitasi Korban
Penyalahgunaan Narkoba di Rumah Sakit Khusus Jiwa”, Jurnal Kependidikan 3,
No. 2.
Janah, Ita Wardatul. 2021. Legalitas Investasi Pemerintah Daerah Terhadap Perusahaan
Minuman Keras untuk Menambah APBD: Tinjauan Maqasid Syari’ah MASADIR:
Jurnal Hukum Islam Volume 01, Nomor 02, Oktober.
Khairiah, Kebijakan Perizinan Investasi Minuman Keras Dengan Peningkatan
Kriminalitas.
Muhammad Roni, dkk. 2021. Legalitas Miras (Khamr) dalam Perspektif Al-Qur’an
(Studi Banding Tafsir Al-Maraghy, Al-Misbah, dan Al-Qurthubi), Fitrah: Jurnal
Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, Jil. 7 Nomor 1 Juni
Prastiwi, Devira. 2021 “5 Tanggapan Pro Kontra soal Perpres Investasi Miras yang Baru
Diteken Jokowi,” Liputan 6 Online, 1 Maret.
Rachmayanti, Shelma. 2021. “Jokowi Izinkan Investasi Miras, Ekonomi: Pajak yang
Tinggi,” Sindonews.com, 28 Februari.
Rifqi, Muhammad Ainur. 2020.Tafsir Maqasidi: Membangun Paradigma Tafsir Berbasis
Mashlahah, Ta’wiluna: Jurnal Ilmu Al-Qur’an, Tafsir dan Pemikiran Islam
Volume 1, Number 1, April.
Rochim, Abdul. 2021. “Tolak Perpres Miras, MPR: Kita Bukan Bangsa Pemabuk, Kita
Berketuhanan,” Sindonews.com, 28 Februari.
Thohari, Fuad. 2012. Hadis Ahkam: Kajian Hadis-Hadis Hukum Pidana Islam (Hudud,
Qishash, Dan Ta’zir) (Yogyakarta: CV Budi Utama).
Wahid, Ziadul Ulum. 2021. Konsep Maqashid Syari’ah Kontemporer (Studi Komparasi
Pemikiran Ibnu Asyur dan ‘Allal Al-Fasy, Skripsi Unisma 17 April.
Zayd, Washfi Asyur Abu. 2003. al-Tafsir al-Maqasidi li Suwar Al-Qur’an al-Karim,
makalah disampaikan dalam Mu’tamar Fahm Al-Qur’an bayna al-Nas wa al-
Waqi’, (Al-Jazair: Kulliyah Ushu al-Din).

Anda mungkin juga menyukai