Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ULPA SALSABILA

NIM : 1212040174
JURUSAN / KELAS : PBI -5 E
UTS ILMU FIQH
1. Kehidipan makin komplek. Masalah yang dihadapi manusia juga semakin komplek.
Banyak manusia mencari pelarian dengan cara yang melanggar syariah dan juga perbuatan
yang tidak baik dalam pandangan masyarakat umum di Indonesia. Salah satu masalah yang
sering ditemui ditengah kehidupan manusia yang makin komplek adalah banyak orang
yang mencari ketenangan hidup, dengan cara mabuk minuman keras. Melihat Fenomena
orang mencari ketenangan dengan mabuk minuman keras seperti ini coba saudara analisais
dengan; a. Ilmu fiqih, b. hukum fiqih, c. ushul fiqh, d. kaidah fiqh, dan e. metode Fiqh.

2. Salah satu gejala social yang makin memprihatinkan adalah munculnya banyak kasus
pencurian atau korupsi yang mengambil harta orang lain atau harta Negara untuk kekayaan
pribadi. Banyak koruptor yang memanfaatkan sebagian hasil korupsinya untuk foya-foya,
main perempuan dan juga maksiyat di tempat-tempat hiburan. Namun, disebagian kasus
korupsi juga ditemui sebagian harta korupsi juga untuk naik haji. Coba bagaimana
pandangan saudara harta korupsi untuk naik haji ? analisis dari a. Ilmu fi qih, b. hukum
fiqih, c. ushul fiqh, d. kaidah fiqh, dan e. metode Fiqh.

JAWABAN
NO 1
a. Ilmu Fiqh
Pandangan Ilmu fiqh mengenai larangan minum minuman keras terdapat pendapat yang
berbeda beda karena tergantung mazhab hukum Islam yang dianut. Namun secara
sebagian besar mazhab fiqh sepakat bahwa minuman beralkohol adalah haram dalam
Islam.
Minuman keras dianggap sebagai minuman haram (terlarang) dalam Islam. Hal ini
didasarkan pada ayat Al-Qur’an yang melarang penggunaan minuman beralkohol dan juga
pada hadits yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melarang keras penggunaan
minuman beralkohol . Terkait dengan meminum minuman keras, Islam tegas menolaknya.
Dalam salah satu ayat Al-Qur'an, yaitu QS. Al-Baqarah ayat 219, Allah SWT berfirman:

ِ َّ‫ير َو َم َٰنَ ِف ُع لِلن‬


‫اس َو ِإثْ ُم ُه َما ٓ أ َ ْكبَ ُر مِ ن نَّ ْف ِع ِه َما ۗ َويَسْـَٔلُونَكَ َماذَا يُن ِفقُو َن قُ ِل‬ ٌ ‫ع ِن ْٱلخ َْم ِر َو ْٱل َم ْيس ِِر ۖ قُلْ فِي ِه َما ٓ ِإثْ ٌم َك ِب‬
َ َ‫يَسْـَٔلُونَك‬
َّ ُ
‫ت لعَلك ْم تَتَفَك ُرون‬ َّ َ َٰ ُ َ
ِ َ‫ٱَّللُ لك ُم ٱلْ َءاي‬َّ ُ‫ْٱلعَ ْف َو ۗ كَ َٰذَلِكَ يُبَيِن‬

Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar daripada manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir." (QS. Al-Baqarah: 219).
Selain itu, minum minuman keras sudah jelas dapat membawa dampak negatif bagi
individu dan orang lain. Hal tersebut dapat menimbulkan kerugian fisik, mental, dan sosial
serta memicu tindakan negatif seperti kekerasan dan maksiat.Lalu terdapat kutipan dari M.
Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah menjelaskan, meskipun memang ada manfaatnya
dengan seseorang meminum khamr (minuman keras), seperti hiburan dan kesenangan,
tetapi bahayanya justru lebih besar. Di antaranya adalah dapat merusak kesehatan,
menghilangkan akal dan harta, menyebar kebencian dan permusuhan di antara sesama.

Dan yang terakhir minum minuman keras dianggap menyimpang dari nilai dan etika Islam.
Islam menganjurkan umatnya untuk hidup taat kepada Allah dan menjauhi hal-hal yang
dapat mengganggu hati nurani dan akhlak.

b. Hukum Fiqh

Dalam pandangan hukum fiqh, minuman keras merupakan suatu yang dilarang dalam
Islam karena hal yang melanggar baik dalam ajaran agama maupun etika Islam serta dapat
memiliki banyaj dampak negatif pada individu juga Masyarakat lain . Dengan demikian,
mengkonsumsi minuman keras dianggap sebagai tindakan yang dilarang dan berdosa
dalam Islam, dan Muslim, Oleh karena itu sebagai umat Muslim dianjurkan untuk
menghindarinya.

c. Ushul Fiqh

Pandangan ushul fiqh adalah bahwa prinsip-prinsip ushul fiqh pada umumnya memberikan
kaidah yang sama dengan hukum fiqh. Hal ini disebabkan adanya pengakuan hukum fiqh
secara umum bahwa minuman beralkohol haram dalam Islam, dan prinsip ushul fiqh
memperkuat penilaian tersebut. Prinsip-prinsip seperti nash (teks Al-Quran dan hadis yang
melarang minuman keras), ijma' (kesepakatan umat Islam), qiyas (analogi), dan istihsan
(penyelidikan hukum yang lebih baik) mendukung undang-undang yang melarang
minuman keras sebagai konsekuensi pantangan karena melanggar nilai-nilai dan etika
Islam serta berdampak negatif pada individu dan masyarakat.

d. Kaidah Fiqh

Menurut Kaidah fiqh Islam, minuman keras atau beralkohol yang diminum untuk mencari
ketenangan umumnya dianggap haram. kaidah fiqih yang sesuai dengan fenomena ini
adalah "dar' al-mafasid muqaddamun 'ala jalb al-masalih" yang berarti "mencegah
kerusakan lebih diutamakan daripada memperoleh manfaat". Dalam hal ini, mencari
ketenangan dengan mabuk minuman keras atau beraklkohol dapat membahayakan diri
sendiri serta orang lain,oleh karena itu perbuatan ini harus dijauhi. Terkait fenomena
seorang yang mencari ketenangan dengan mabuk minuman keras, terdapat beberapa kaidah
fiqih yang cukup relevan. Salah satunya adalah "segala sesuatu yang memabukkan dalam
jumlah yang banyak diharamkan dalam jumlah yang sedikit." Yang maksudnya bahwa
minuman keras, meskipun meminumnya dengan jumlah yang sedikit, namun tetap
diharamkan karena memiliki resiko untuk memabukkan apabila mengkonsumsinya dalam
jumlah yang tidak sedikit. Adapun kaidah yang menyatakan"segala sesuatu yang
memabukkan dalam jumlah yang sedikit diharamkan dalam jumlah yang banyak." Kaidah
ini menekankan bahwa minuman keras tetap diharamkan walaupun dikonsumsinya dengan
jumlah yang sedikit, karena memiliki efek memabukkan yang jelas tidak diperbolehkan
dalam Islam.
e. Metode fiqh yang digunakan untuk menganalisis fenomena tersebut menurut ulama adalah
metode istinbath yaitu metode penarikan hukum dari sumber-sumber hukum Islam dengan
cara menganalisis dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadis, serta mengacu pada kaidah-kaidah
dan prinsip-prinsip fiqh yang telah ditetapkan. Dalam kasus minuman memabukkan,
hukumnya telah ditetapkan dengan jelas sebagai haram berdasarkan dalil-dalil yang ada.
serta undang-undang Hadits dan Ijma’ (Kesepakatan Ulama).

NO 2

a. Ilmu Fiqh :

Pandangan Ilmu Fiqh terhadap fenomena penggunaan harta korupsi untuk menunaikan
ibadah haji ini ditentukan oleh sejumlah faktor , termasuk sumber harta berasal, niat
individu, dan prinsip etika dalam Islam. Secara umum, harta benda yang diperoleh melalui
korupsi atau pencurian dianggap haram dalam Islam, sehingga penggunaannya untuk
ibadah haji atau keperluan lainnya tetap dilarang. Namun niat individu dan konsep
penyesalan dapat mempengaruhi apakah seseorang mempunyai niat baik untuk melakukan
taubat dan mengembalikan aset yang bukan haknya. Perolehan harta benda yang diperoleh
dari kegiatan penipuan juga bisa menjadi masalah. Para ulama umumnya menekankan
pentingnya kejujuran, keadilan, dan keadilan dalam urusan ekonomi, sehingga penggunaan
aset koruptor untuk tujuan keagamaan akan bertentangan dengan ajaran agama. Seperti
pada alil-dalil yang mendorong kebenaran termasuk ayat-ayat dalam Al-Qur'an yaitu Surat
Al-Baqarah (2:188) yang menyatakan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat fasik, lalu berbagai ayat dalam Al-Qur'an yang pentingnya menggunakan harta
yang halal, seperti Surat Al-Baqarah (2:267-275) dan Penggunaan harta korupsi, yang jelas
berasal dari sumber yang haram, akan bertentangan dengan prinsip ini.

b. Hukum Fiqh

Dalam hukum fiqih (fiqh adalah cabang ilmu Islam yang mengatur tata cara ibadah,
perilaku, dan aturan hukum Islam), penggunaan harta korupsi untuk naik haji dianggap
sebagai tindakan yang haram (dilarang). Hal ini dikarenakan harta yang diperoleh dengan
menggunakan tindakan pencurian atau pencurian dianggap sebagai harta yang diperoleh
secara tidak sah dan melanggar prinsip-prinsip etika dan hukum Islam yaitu Islam
menekankan penggunaan harta yang diperoleh secara sah dan halal. Lalu harta korupsi
berasal dari sumber yang haram, sehingga tidak dapat digunakan untuk tujuan ibadah atau
aktivitas lain yang dianjurkan dalam Islamdan juga mengingat haji adalah salah satu dari
lima rukun Islam, dan penggunaan harta yang haram atau hasil korupsi untuk haji akan
bertentangan dengan prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, dan integritas dalam Islam.

c. Ushul Fiqh

Pandangan menurut ushul fiqh(Ilmu dasar hukum Islam) mencakup beberapa prinsip yang
berkaitan dengan keadilan, kepentingan umum, dan keharaman harta yang tidak sah. Jika
penggunaan harta korupsi untuk naik haji dianggap merugikan masyarakat secara
keseluruhan atau bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, maka hal itu dapat menjadi
dasar untuk berpikir sebagai tindakan yang tidak diperbolehkan. Ushul fiqh juga
menekankan pentingnya keadilan dan kepentingan umum dalam penentuan hukum. Jika
tindakan tersebut dianggap melanggar prinsip-prinsip keadilan dan merugikan masyarakat,
maka hal ini dapat menjadi dasar untuk mewujudkannya. Prinsip dalam ushul fiqh
menyatakan bahwa harta yang haram dalam asalnya tetap haram. Oleh karena itu,
penggunaan harta korupsi untuk tujuan ibadah seperti haji akan dipandang dengan skeptis
dalam kerangka hukum Islam. Dalam hal ini, pandangan ushul fiqh cenderung mendukung
penilaian bahwa penggunaan harta korupsi untuk naik haji bertentangan dengan prinsip-
prinsip keadilan, kepentingan umum, dan keharaman harta yang tidak sah dalam Islam.

d. Kaidah Fiqh

Dalam pandangan kaidah Fiqh terdapat kaidah fiqih yang menyatakan bahwa "tidak boleh
mencapai yang halal dengan cara haram" (la yajuz qat' al-wasilah ila al-ghayah bil-
muharram). Yang dimana maksud dari kutipan tersebut adalah harta yang diperoleh
dianggap haram karena berasal dari sumber yang haram yaitu korupsi. Prinsip aturan ini
menekankan bahwa meskipun tujuan baik menunaikan ibadah haji halal dalam Islam,
namun penggunaan harta haram untuk mencapai tujuan tersebut tidak dapat dibenarkan..
Dengan demikian, menekankan bahwa cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang
baik juga harus baik dan penggunaan harta yang rusak untuk ibadah seperti haji cenderung
bertentangan dengan prinsip tersebut.. Dalam konteks hukum Islam, perbuatan harus sesuai
dengan prinsip etika dan syariat Islam, sekalipun mencapai tujuan yang baik dalam
beribadah.

e. Metode Fiqh

Dalam metode Fiqh, penggunaan harta korupsi untuk naik haji dianggap sebagai perbuatan
yang melanggar hukum Islam dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam
menetapkan hukum-hukum syariat Islam. Oleh karena itu, penggunaan harta korupsi untuk
naik haji tidak diperbolehkan dalam Islam. Metode yang digunakan dalam fenomena ini
seperti qiyas, istihsan (memilih yg lebih baik/lebih kuat), istishab (penetapan hukum yg
berlaku sebelumnya), istislah, dan sadd az-Zari’ah (az-Zari’ah) (Larangan terhadap syara’
yang dapat mendatangkan perbuatan yang dilarang) dan juga diperoleh melalui dalil yang
tafsili (terperinci), yaitu dari Al-Qur’an, sunnah Nabi SAW, qiyas, dan ijma’ melalui proses
istidlal, istinbath, atau nahr (analisis)

Anda mungkin juga menyukai