Anda di halaman 1dari 29

KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT HJ. BUNDA HALIMAH


NOMOR : 028/SK/DIR/RSHBH/X/2022
TENTANG

PENETAPAN PANDUAN PENATAGUNAAN ANTIBIOTIK


DIREKTUR RUMAH SAKIT HJ. BUNDA HALIMAH

Menimbang : a) Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Hj. Bunda Halimah, maka diperlukan adanya kebijakan
pelayanan kefarmasian.
b) Bahwa agar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Hj. Bunda
Halimah dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan
Direktur Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah sebagai landasan
bagi pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Hj. Bunda
Halimah.
c) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) dan b), perlu ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997
tentang Psikotropika
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HJ. BUNDA
HALIMAH TENTANG PENETAPAN PANDUAN
PENATAGUNAAN ANTIBIOTIK
Kedua : Tujuan pemberlakuan buku ini, agar dapat menjadi acuan bagi
rumah sakit untuk melaksanakan program penatagunaan
antibiotic dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba,
sehingga mutu pelayanan secara berkesinambungan di RS Hj
Bunda Halimah
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di
kemudian hari ternyata ada kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Batam
Pada tanggal 20 Oktober 2022
Direktur,

(Dr.dr.Ibrahim,SH,M.Sc,M.Kn,M.Pd.Ked.,Sp.KKL)
Daftar Isi

SK Penetapan

I. Pendahuluan ………………………………………………………………………….. 1
II. Penatagunaan Antibiotik (PGA) ……………………………………………………… 4
III. Tujuan PGA ………………………………………………………………………….. 5
IV. Unsur TIM PGA ……………………………………................................................... 5
V. Langkah Pokok PGA ………………………………………………………………… 6
VI. Program Implementasi, Struktur PGA ………………………………………….……. 7
- Tatalaksana penatagunaan antimikroba ………………………………………….. 7
- Pengelolaan antibiotic …………………………………………………………… 8
- Reviue dan umpan balik ………………………………………………………… 9
- Point of care ……………………………………………………………………... 9
- Mengukur kinerja PGA ………………………………………………………….. 10
- Edukasi dan kompetensi PGA …………………………………………………… 11
- Peran Layanan Mikrobiologi Klinik ……………………………………………. 11
- Peran Layanan Instalasi Pendukung ……………………………………………… 12
- Peran Layanan Farmasi ………………………………………………………….. 12
- Umpak balik kepada DPJP ……………………………………………………… 13
- Laporan Kinerja PGA …………………………………………………………… 13
- Jobdes PGA ……………………………………………………………………… 14
- Struktur dan Koordinasi PGA …………………………………………………… 14
- Alur Persetujuan Peresepan ………………………………………………………. 16
- Alur Monitoring dan Review ……………………………………………………… 18
VII. Penutup ………………………………………………………………………………… 20

Lampiran
I. Pendahuluan

Kasus infeksi di rumah sakit terutama rumah sakit rujukan, termasuk Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah mengalami peningkatan dalam jumlah, severitas, mordibitas, dan moralitas.
Kasus ini dapat terjadi akibat layanan yang dilakukan di rumah sakit yang dikenal sebagai
HealthCare-Associated Infection (HAI), dulu disebut sebagai infeksi nasokomial,
diperkirakan >30% (WHO, 2016). Dampak buruknya adalah kenaikan mortalitas, mordibitas
dan beban biaya yang cukup tinggi.
Pada umumnya para klinisi telah memiliki guideline berupa PPK atau clinical pathway
untuk mengatasi kasus infeksi. Salah satu faktor penting adalah penatagunaan antibiotik yang
berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Penetapan jenis bakteri patogen harus
digunakan sebagai salah satu komponen penting dalam pengobatan infeksi masa kini, agar
supaya para klinisi tidak melakukan “Trial and Error” atau guesing pada penetapan
antibiotik. Cara ini berpotensi meningkatkan prevalensi AMR dan memburuknya kondisi
pasien.
Pemeriksaan mikrobiologi, sebelumnya dirasa mengkhawatirkan karena akan menjadi
komponen pembiayaan dan waktu pemeriksaannya cukup lama. Dulu, pada umumnya
penyakit infeksi bisa disembuhkan, dan perawatannya terasa begitu aman dan efektif
sehingga para dokter sering meresepkan antibiotik secara tidak tepat, yaitu menggunakan
antibiotik spektrum luas untuk indikasi yang meragukan dan diresepkan lebih lama dari yang
diperlukan.
Selang bertahun-tahun kemudian, munculah laporan resistensi dari berbagai negara,
dari beberapa spesies bakteri, tetapi masih belum menimbulkan kekhawatiran, karena obat
baru yang lebih efektif dengan spektrum antibakteri yang lebih luas sedang dikembangkan.
Prevalensi patogen bakteri yang resisten terhadap berbagai jenis obat seperti Methicillin
resistant Staphylococcus aureus (MRSA), telah meningkat dengan mengkhawatirkan selama
40 tahun terakhir, sementara di beberapa tahun terakhir hanya beberapa antibiotik baru yang
benar-benar telah dikembangkan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat mengarah pada munculnya bakteri resisten,
peningkatan risiko bahaya pasien dari reaksi merugikan yang dapat dihindari dan interaksi
dengan obat lain, infeksi bakteri multiresistensi atau Clostridium difficile kasus HAI yang
semakin meningkat dengan tingkat keparahan yang bervariasi, serta biaya yang mahal dan
mestinya tidak diperlukan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat meningkatkan risiko pada pasien kolonisasi
dan infeksi organisme yang resisten dan transmisi ke pasien lain. Konsekuensi dari hal ini
sekarang sudah bisa dilihat pasien dengan infeksi akibat bakteri resisten mengalami
penundaan pemulihan, kegagalan pengobatan dan bahkan kematian.

Gambar.1 Prevelensi ESBL isolate klinik 8 (delapan) rumah sakit di Indonesia tahun
2016 (data surveilans KPRA Kemenkes 2016)

Laporan surveilans Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba Kemenkes pada


tahun 2016, melaporkan survey dari 8 rumah sakit pendidikan adanya peningkatan prevalensi
bakteri E.coli dan Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dengan rata-rata 60% (50-82%).
Data pada tahun 2013 hasil survey WHO dan KPRA, menunjukkan prevalensi ESBL masih
rata-rata 40% (26-56%) dan keadaan ini terindikasi adanya peningkatan yang cukup
mengkhawatirkan, sebab berpotensi akan diikuti dengan peningkatan HAI. Kenaikan
prevalensi kemungkinan disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak terkendali
terutama kategori penggunaan tidak ada indikasi (kategori V, Gyssens) dan penggunaan
terlalu lama (kategori IIIa, Gyssens) atau tingkat transmisi dari rumah sakit yang tinggi
akibat dari kebiasaan cuci tangan dan dekolonisasi lingkungan yang tidak rutin dan kurang
optimal.
Data surveilans KPRA Kemenkes tahun 2016, ditemukan pada bagian Bedah, Obgyn,
Penyakit Dalam dan Pediatri didapatkan 50-80% antibiotik digunakan secara tidak tepat
(tidak ada indikasi dan terlalu lama).

Gambar.2 Data surveilans KPRA Kemenkes tahun 2016 terhadap pemakaian


antibiotik di 6 rumah sakit pendidikan (termasuk Rumah sakit Hj. Bunda Halimah),
Survey kualitatif menggunakan metode Gyssens. Kategori 0 = penggunaan tempat
indikasi, pemilihan jenis, lama, reimen dossi dan saat pemberian antibiotik, kategori
IIIa = Terlalu lama, kategori IV = terlalu tinggi jenisnya, kategori V = tidak ada indikasi.

Selective Pressure
Teori ini menggambarkan bahwa bagian tubuh pasien dihuni oleh bakteri patogen dan
normal flora secara bersamaan dan berdampingan. Apabila pasien mendapat antibiotik, maka
bakteri yang sensitif akan mati, bakteri yang tidak sensitif terhadap antibiotik tersebut akan
bertahan. Bakteri hidup dalam keseimbangan sehingga saling interaksi, bakteri patogen tidak
berkembang biak karena dihambat oleh bakteri normal flora. Karena bakteri patogen tidak
ada yang menghambat perkembangannya, maka ia akan berkembang biak dengan cepat,
semakin hari pasien mendapat antibiotik maka semakin tumbuh bakteri patogen, dan bakteri
yang tumbuh ini resisten terhadap antibiotik yang sedang diberikan. Fenomena ini disebut
sebagai teori selective pressure.
Rumah sakit atau unit yang banyak menggunakan antibiotik, akan tinggi prevalensi
bakteri resistennya, berisiko untuk menimbulkan penyakit infeksi, komplikasi nasokomial
(HAI) dan berpeluang timbul serangkaian konsekuensi yang merugikan.

II. Penatagunaan Antibiotik (PGA)

Penatagunaan antibiotik (yang disingkat PGA) terjemahan dari Antibiotic stewardship


adalah Upaya peningkatan outcome pasien secara terkoordinasi untuk perbaikan kualitas
penggunaan antibiotik, meliputi indikasi, penentuan jenis dosis, durasi, rute, de-eskalasi dan
penghentian penggunaan antibiotik. Penatagunaan antibiotik merupakan program yang
terorganisasi di rumah sakit tentang tatalaksana penggunaan antibiotik rasional dan bijak.
PGA melibatkan pendekatan sistematis untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik
(antimikroba). Kegiatan ini dilaksanakan di rumah sakit untuk mengendalikan penggunaan
antibiotik yang tidak ada indikasi, tidak tepat pemilihan antibiotik, terlalu lama, dan tidak
tepat rejimen dosis. Harapannya penggunaan antibiotik lebih bijak agar outcome pasien
membaik dan mengurangi konsekuensi merugikan akibat penggunaan antibiotik (termasuk
infeksi nosokomial, resistensi antimikroba, toksisitas dan biaya yang tidak perlu).
Program PGA di rumah sakit telah terbukti dapat menurunkan penggunaan antibiotik,
meningkatkan kualitas penggunaannya dan memperbaiki perawatan pasien. Bersamaan
dengan aktivitas PPI lainnya, terutama kebersihan tangan, PGA sebagai strategi utama dalam
program mencegah munculnya bakteri resistensi dan menurunkan infeksi yang terkait dengan
perawatan Kesehatan (HAI). Implementasi PGA mampu menurunkan penggunaan antibiotik,
penghematan biaya belanja farmasi, berhasil meningkatkan kesesuaian penggunaan
antibiotik, mengurangi tingkat resistensi di lingkungan rumah sakit, morbiditas, mortalitas
dan biaya perawatan pasien.
Tim PGA dibentuk dan ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit HJ. Bunda Halimah
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari KPRA yang sudah ada sebelumnya. Kegiatan
PGA akan terintegrasi dengan program KPRA. Tim PGA sebagai pelaksana program akan
berlaku sebagai pendamping para klinisi DPJP dalam mengendalikan penggunaan antibiotik
untuk keperluan terapi kasus infeksi maupun profilaksis pada pembedahan.

III. Tujuan Penatagunaan Antibiotik

1. Menjaga dan meningkatkan outcome pasien menurunkan morbiditas dan mortalitas


akibat bakteri multi-resistance (MRDO)
2. Menurunkan prevalensi bakteri resisten di lingkungan Rumah Sakit HJ. Bunda
Halimah
3. Melakukan perawatan pasien secara optimal dengan mengendalikan tatalaksana
kasus infeksi dan penggunaan antibiotik yang bijak di lingkungan Rumah Sakit HJ.
Bunda Halimah,
4. Menggunakan antibiotik secara bijak dan mengendalikan penggunaan antibiotik
secara optimal untuk keperluan terapi dan pirofilaksis.
5. Menurunkan biaya perawatan dan pengobatan (cost saving)

IV. Unsur PGA

Pasien dengan infeksi yang kompleks dirawat secara terintegrasi agar supaya diperoleh
outcome yang lebih baik dan perawatan yang efisien. Program PGA bersifat multidisiplin
dengan memanfaatkan keahlian dan sumber daya yang tersedia sebagai berikut:
1. Anggota tim inti
a. Dokter spesialis yang berminat dan mampu menangani kasus infeksi kompleks
b. Dokter spesialis spesialis mikrobiologi klinik
c. Farmasi klinik (Clinical pharmacist)
2. Anggota tim ahli / pakar
a. Dokter spesialis patologi klinik
b. Dokter spesialis Radiologi
c. Dokter / Ahli gizi klinik
d. Keperawatan
3. Dukungan dan Regulasi
a. Direktur Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah menetapkan dan menyediakan
sumber daya khusus guna kepentingan kegiatan berdampingan tata kelola
program penatagunaan antibiotik, khususnya untuk memantau serta
pendampingan penggunaan antibiotik.
b. Menerbitkan surat keputusan untuk penetapan tim penatagunaan antibiotik dan
Job description.
c. Menetapkan tim PGA multidisiplin dengan keanggotaan dokter spesialis yang
berminat dan menangani kasus infeksi kompleks, farmasis klinis spesialis
mikrobiologi klinik, spesialis patologi klinik, spesialis radiologi dan dokter/ahli
gizi
d. Memastikan bahwa program PGA terintegrasi dengan program KPRA serta,
berkoordinasi dengan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
e. PGA secara struktur bertanggung jawab kepada direktur Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah dalam kegiatan operasional sehari-hari berada dalam
koordinasi KPRA, direktur Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah.

V. Langkah Pokok PGA

Strategi program penatagunaan antibiotik yang efektif adalah:


1. Menerapkan PPK versi terbaru secara konsisten, terutama tatalaksana pasien infeksi
dan panduan penggunaan antibiotik.
2. PPK kasus infeksi
o Melakukan reviu semua PPK kasus infeksi pada semua SMF
o Memastikan penetapan penggunaan antibiotik empirik berdasarkan keputusan
SMF dan menggunakan data pola bakteri dan kepekaan antibiotik terbaru.
o Memastikan penggunaan antibiotik empiris, de-eskalasi, automatic stop order,
dan mencegah overuse.
3. Persiapan kompetensi SDM
o Pelatihan bagi klinisi/DPJP, farmasis klinik, mikrobiologi klinik tentang
tatalaksana kasus infeksi dan penggunaan antibiotik secara optimal dan bijak.
4. Menggunakan data pola bakteri dan kepekaan antibiotik di Rumah Sakit Hj. Bunda
Halimah yang dikeluarkan oleh Instalasi Mikrobiologi Klinik untuk menetapkan
antibiotik empiris.
5. Menetapkan panduan penggunaan antibiotik (PPAB) Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah
6. Menetapkan tata cara persetujuan penggunaan antibiotik yang mencakup pembatasan
antibiotik (antimikroba) spektrum luas dan generasi terakhir (high-end antibiotic)
meskipun tercantum dalam PPK/CP.
7. Monitoring dan reviu peresepan antibiotik (antimikroba) dan menyampaikan umpan
balik kepada DPJP secara langsung atau melalui media komunikasi.
8. Evaluasi, audit kinerja PGA dengan mengumpulkan data dan melaporkan secara
berkala tentang
o Pola peresepan terhadap antibiotik indikator
o Pola peresepan berdasarkan kasus penyakit
o Pola peresepan berdasarkan lokasi unit kerja (ICU, NICU, bangsal infeksi, dll)
9. Memastikan penggunaan antibiotik sesuai dengan hasil uji kultur dan sensitivitas
antibiotik
10. Menggunakan teknologi informasi untuk keperluan pengisian rekam medik, peresepan
elektronik dan sistem umpan balik (feed back).
11. Publikasi laporan kinerja PGA secara periodik setiap 1 tahun sekali.

VI. Program Implementasi dan Struktur PGA

1. Tatalaksana penggunaan antibiotik


a. Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah memiliki SPO tatalaksana penggunaan
antibiotik (antimikroba), termasuk kebijakan peresepan dan monitoring
penggunaan antibiotik/antimikroba.
b. Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah memberlakukan penggunaan antibiotik
profilaksis pembedahan dan antibiotik terapi. Efektivitas PPK kasus
pembedahan dan infeksi yang menggunakan antibiotik akan ditinjau secara
berkala setiap 2 tahun.
c. Antibiotik Profilaksis adalah antibiotik yang digunakan untuk mencegah
terjadinya komplikasi infeksi pasca operasi, diberikan 30-60 sebelum insisi,
selama 15 menit melalui intra vena drip. Diberikan di kamar operasi dibawah
pengawasan tim anastesi.
d. Antibiotik terapi, digunakan untuk mematikan bakteri patogen penyebab infeksi
diberlakukan pemberian:
 Antibiotik empiris, yaitu antibiotik yang diberikan pada kasus infeksi
bakteri sebelum diketahui jenis patogen penyebab. Jenis antibiotik empiris
ditetapkan oleh masing-masing SMF/Departemen berdasarkan pola bakteri
dan kepekaan antibiotik.
 Antibiotik definitive, adalah antibiotik yang diberikan sesuai dengan bakteri
patogen penyebab berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan kepekaan
antibiotik Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah
 De-eskalasi, adalah perubahan antibiotik dari spektrum luas menjadi
spektrum yang lebih sempit.
e. Program pengelolaan penggunaan antibiotik (antimikroba), dilakukan
monitoring oleh KPRA Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah
f. Tim PGA dapat berkoordinasi dengan KFT, PPI dan KMKP guna keperluan
konsultasi dan evaluasi kegiatan.
g. Pelatihan khusus bagi Tim PGA, agar memiliki kompetensi tentang tatalaksana
pasien infeksi dan penggunaan antibiotik.
h. Kinerja PGA dan indikator hasil diukur dan dilaporkan kepada direktur Rumah
Sakit Hj. Bunda Halimah melalui KPRA dan KMKP
2. Penggolongan antibiotik dan sistem persetujuan penggunaan antibiotik
(antimikroba)
a. Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah memberlakukan penggolongan antibiotik,
meliputi antibiotik Lini kesatu (Unrestricted), Lini kedua (Restricted), dan Lini
ketiga (Reserved).
b. Jenis antibiotik dalam golongan ditetapkan secara periodik, berdasarkan surat
keputusan direktur.
c. Rumah sakit menerapkan tatacara persetujuan penggunaan antibiotik
(antimikroba).
 Antibiotik lini kesatu dapat diresepkan oleh dokter umum, PPDS dan DPJP.
 Antibiotik lini kedua diresepkan oleh DPJP atau PPDS dibawah supervisi
DPJP dan mendapat persetujuan konsultasi infeksi.
 Antibiotik lini ketiga diresepkan DPJP untuk indikasi tertentu atas
persetujuan tim ASP (tim PGA KPRA)
d. kepatuhan terhadap proses persetujuan dilakukan audit secara reguler
e. tim VGA memberi layanan 24 jam untuk mendampingi atau konsultasi bagi pdjp
dalam penetapan peresapan antibiotik antimikroba

3. Reviu dan umpan balik kepada DPJP


a. Kasus infeksi yang menggunakan antibiotik indikator akan dilakukan review dan
umpan balik bagi DPJP dan tim PGA
b. Kasus infeksi yang menggunakan antibiotik pada tempat pelayanan yang
ditetapkan sebagai area pengawasan tim PGA, akan dilakukan review dan umpan
balik bagi DPJP oleh tim PGA
c. Reviu meliputi: diagnostik kasus infeksi, Indikasi pemberian antibiotik
(termasuk empiris, definitif dan de-eskalasi), jenis antibiotic, dosis, cara
pemberian dan durasi pemberian.

4. Intervensi Point-Or-Care (PoC)


a. Intervensi PoC adalah memberikan umpan balik langsung kepada DPJP tentang
diagnostik infeksi berdasarkan gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium
indikator infeksi (Leukosit, CRP, PCT, Asam Laktat, dll), pemeriksaan imaging
(USG, plain x-ray, CT-Scan, MRI), laboratorium mikrobiologi terhadap
ketepatan penetapan peresepan antibiotiknya, meliputi:
 Kesesuaian pemilihan jenis antibiotik empiris
 Pertimbangan pemilihan antibiotik definitif berdasarkan pemeriksaan kultur
dan kepekaan antibiotik (mikrobiologi)
 Penetapan dosis antibiotik reguler atau penyesuaian dosis berdasarkan PK-
PD.
 Eskalasi atau De-eskalasi
 Automatic stop order.
o Pemberian antibiotik profilaksis akan berakhir setelah 24 jam pasca
operasi (terhitung dari pemberian antibiotik pertama)
o Pemberian antibiotik terapi empiris selama 3-5 hari, kemudian
dilakukan evaluasi. Perpanjangan pemberian antibiotik terapi harus
didukung oleh kondisi klinis atau laboratorium yang sesuai.
 Penetapan indikator target, ditetapkan setelah mendengar dan mendapat
masukan atau pertimbangan dari KPRA, Mikrobiologi klinik, KFT, PPI,
Farmasi klinik dan peraturan yang berlaku.
 Indikator ditetapkan dengan mempertimbangkan periode waktu tertentu.

5. Mengukur kinerja tim Penatagunaan Antibiotik (PGA)


a. Pemantauan dan analisis penggunaan antimikroba dilakukan pada setiap kasus
indikator untuk mengetahui efektivitas dan outcome kesembuhan pasien.
b. Pelaporan hasil analisis penggunaan antibiotik (antimikroba) di lingkungan
rumah sakit guna mengetahui, dan mengevaluasi kesesuaian peresepan.
c. Analisis berdasarkan indikator proses dan outcome. Hasil analisis digunakan
untuk menetapkan target dan sekaligus melakukan evaluasi guna melakukan
tinjauan perbaikannya.
d. Data kasus sesuai target indikator dikumpulkan dan secara berkala dilakukan
evaluasi oleh tim PGA
e. Analisis termasuk peninjauan kepatuhan DPJP terhadap proses tatalaksana
program PGA

6. Edukasi dan kompetensi DPJP


a. Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
masalah AMR, pengguna antimikroba yang optimal, aman dan karena hal
tersebut merupakan elemen penting dari program PGA.
b. Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
yang diberlakukan kepada semua dokter yang secara aktif merawat pasien,
Farmasi, Perawat, mikrobiologi klinik, patologi klinik, radiologi, PPDS-I,
PPDS-II, Mahasiswa dan siswa kebidanan, keperawatan dan kefarmasian.
c. Silabus pendidikan dan pelatihan PGA diintegrasikan dengan program KPRA.
d. Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah akan menerbitkan sertifikasi kompetisi bagi
staf yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan PGA-KPRA.

7. Peran layanan mikrobiologi klinik


Layanan mikrobiologi klinis Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah merupakan bagian
langsung dari penatalaksanaan infeksi, meliputi:
o Pengujian diagnostik untuk infeksi, meliputi uji kultur untuk bakteri pathogen,
jamur dan bakteri umum.
o Pengujian sensitivitas antibiotic, dan anti jamur.
o Memberikan konsultasi pengujian atau kelayakan spesimen dalam upaya
menegakkan diagnosis yang tepat (darah, pus, jaringan infeksi, urin, feses, cairan
tubuh lainnya).
o Secara aktif menyampaikan hasil pemeriksaan mengikuti sistem turn around
time (TAT).
o Membuat dan menetapkan pola bakteri dan antibiogram secara periodik
berdasarkan SMF/Departemen, dan jenis specimen.
o Membuat dan menetapkan pola bakteri dan antibiogram khusus pada unit yang
penggunaan antibiotik, resiko infeksi dan transmisinya tinggi (ICU, NICU,
PICU).

8. Peran layanan instalasi pendukung


a. Menyelenggarakan pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan diagnostic, follow-up,
kasus infeksi berdasarkan parameter yang diperlukan.
b. Patologi klinik: menetapkan dan menyelenggarakan layanan pemeriksaan dan
analisis marker infeksi: Leukosit, Monosit, Lymfosit, Neutropil, Lactate, CRP
atau PCT, gangguan fungsi organ.
c. Radiologi: menyelenggarakan layanan diagnostik imaging, meliputi: USG, plain
x-ray, kontras-X-ray, CT-Scan dan MRI.

9. Peran Layanan Farmasi


a. Tim PGA dan staf layanan kefarmasian harus memiliki pengetahuan yang
keterampilan dalam melakukan reviu peresepan antibiotik.
b. Melakukan reviu peresepan antibiotik meliputi:
o Tinjauan kepatuhan terhadap PPK masing-masing tatalaksana terapi kasus
infeksi atau kebutuhan profilaksis pembedahan.
o Tinjauan terhadap pemilihan antibiotik sesuai formularium rumah sakit dan
tata cara peresepan yang baik dan benar.
c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan khusus pada staf farmasi tentang
PGA, tatalaksana pelayanannya.
d. Bekerja sama dengan ahli infeksi dan mikrobiologi klinik untuk menetapkan
pilihan antibiotik yang tepat (jenis, dosis, cara pemberian, durasi) sesuai
kebutuhan perawatan pasien.
e. Melakukan survey penggunaan antibiotik secara kuantitatif dan kualitatif secara
terpilih berdasarkan jenis antibiotik, jenis penggunaan (terapi atau profilaksis)
tempat layanan, kasus, dll.
10. Umpan balik (Feed back) tim PGA kepada DPJP
a. Peresepan dan penggunaan antibiotik sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan akan dilakukan monitoring, follow-up oleh tim PGA, terkait
penggunaan antibiotik, perubahan antibiotik sesuai indikasi dan perubahan
kondisi klinis pasien.
b. Tujuan monitoring, follow-up untuk kepentingan outcome pasien serta dalam
jangka panjang untuk menurunkan prevalensi bakteri resisten di lingkungan
Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah.
c. Umpan balik akan disampaikan oleh tim PGA, berdasarkan hasil monitoring dan
review kasus sesuai indikator pemantauan.
d. Bentuk dan proses umpan balik:
 Umpan balik dilakukan melalui fasilitas telepon atau langsung tatap muka.
 Umpan balik dapat berupa informasi satu arah dalam bentuk pernyataan
atau komunikasi 2 arah (diskusi).
 Hasil akhir proses Umpan balik adalah kesempatan untuk meningkatkan
outcome pasien dan meminimalkan risiko dampak negatif penggunaan
antibiotik.
 Semua bentuk umpan balik, dicatat dalam rekam medis atau lembar khusus
yang disediakan.
 Dampak perubahan klinis akibat umpan balik, dilaporkan oleh DPJP kepada
tim PGA untuk menetapkan tindak lanjut perawatan pasien.
 Tata cara umpan balik diatur dalam lampiran.
e. Semua proses umpan balik dilakukan audit dan dianalisis terkait dengan outcome
pasien, kenyamanan DPJP, Jenis umpan balik, dan respons umpan balik.

11. Laporan Kinerja PGA


a. Kegiatan kinerja program PGA dilaporkan secara periodik setiap tahun.
b. Laporan evaluasi hasil monitoring dan review dilaporkan setiap 4 bulan sekali.
c. Laporan harian dilaksanakan setiap hari, guna melaporkan hasil review dan
monitoring kasus.
d. Laporan kinerja PGA disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit Hj. Bunda
Halimah melalui KPRA, dan tembusan disampaikan ke KMKP, KFT, dan PPI.

12. Job Description Tim PGA


a. Ketua tim PGA berasal dari Klinisi spesialis yang memiliki kompetensi dan
keminatan di bidang infeksi, bertugas memimpin Tim PGA, bertanggung jawab
atas pelaksanaan program dan peran PGA, memimpin diskusi dan mengambil
keputusan final apabila terjadi ketidaksepakatan diantara tim PGA dan klinisi
DPJP.
b. Sekretaris, berasal dari klinisi dokter spesialis atau farmasis klinik, bertugas atas
kelancaran aktivitas kesekretariatan, mendistribusi kasus kepada anggota untuk
keperluan review dan monitoring, menyiapkan undangan dan mengelola
notulensi, mengelola laporan harian, 4 bulanan dan tahunan.
c. Anggota, berasal dari Dokter Spesialis, Farmasi klinik, Mikrobiologi Klinik
bertugas melakukan review, monitoring kasus dengan indikator yang telah
ditetapkan, memberi umpan balik kepada DPJP, Membuat laporan harian
terhadap kasus yang dilakukan review atau monitoring.

13. Struktur dan Koordinasi Tim PGA


Gambar.3 Struktur organisasi dari garis koordinasi PGA

Keterangan

 Tim PGA bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit Hj. Bunda
Halimah melalui KPRA Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah
 Tim PGA dibentuk berdasarkan surat keputusan Direktur Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah.
 Anggota Tim PGA sudah mendapat pelatihan khusus di bidang tatalaksana
infeksi dan penatagunaan antibiotik
 Segala beban biaya yang timbul untuk keperluan aktivitas pendidikan,
pelatihan, monitoring, survey dan rapat rutin serta aktivitas administrasi
dibebankan pada anggaran Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah.
 Tim PGA bekerja sama dengan DPJP, mikrobiologi klinik, Patologi Klinik,
Farmasis klinik, Radiologi, ahli gizi, keperawatan.
 Tim PGA berkoordinasi dan menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
KMKP, KFT dan KPI.
 Prinsip peran tim PGA adalah pendampingan DPJP dan hal peresepan dan
penggunaan antibiotik, guna peningkatan outcome pasien dan meminimalkan
risiko komplikasi dan efek samping akibat antibiotik baik dalam jangka pendek
(risiko mutasi bakteri dan HAI) maupun jangka panjang (resiko resistensi
bakteri).
 Tim PGA bertugas melakukan monitoring dan review peresepan dan
penggunaan antibiotik sesuai dengan target indikator yang ditetapkan pada
periode berjalan.
 Pemantauan penggunaan antibiotik terhadap kesesuaian jenis, dosis, cara
pemberian dan durasi, serta perubahan peresepan dan penggunaan antibiotik
akibat perubahan kondisi klinis pasien.

14. Alur Peresepan Penatagunaan Antibiotik (antimikroba)


Keterangan

 Peresepan antibiotik atas indikasi kasus infeksi bakteri atau keperluan


profilaksis pembedahan dilakukan oleh DPJP
 Peresepan antibiotik lini kesatu, diresepkan oleh dokter umum, PPDS, dan
DPJP, akan direview oleh farmasi bangsal, dan apabila telah sesuai dengan
PPK yang berlaku maka antibiotik diberikan kepada perawat ruangan untuk
digunakan pada keperluan perawatan pasien.
 Peresepan antibiotik-lini kedua diresepkan oleh DPJP atau PPDS di bawah
supervisi DPJP dan mendapat persetujuan konsultan infeksi, apabila telah
disetujui akan di review oleh farmasi bangsal terkait ketersediaan, PKPD dan
durasi yang diperlukan. Apabila telah sesuai dengan PPK/CP/SPO maka
antibiotik akan didistribusi keperawatan atau bangsal yang sesuai.
 Peresepan antibiotik lini ketiga, diresepkan DPJP untuk indikasi tertentu atas
persetujuan tim ASP (tim PGA-KPRA), apabila telah disetujui akan direview
oleh farmasi bangsal terkait ketersediaan, PKPD dan durasi yang diperlukan.
Apabila telah sesuai dengan PPK/CP/SPO maka antibiotik akan didistribusi
keperawatan atau bank soal yang sesuai.
Alur monitoring peresepan antibiotik
Alur Review Kasus pada Penatagunaan Antibiotik
VII. Penutup

 Panduan Penatagunaan Antibiotik diterbitkan untuk dilaksanakan sesuai


ketentuan yang sudah berlaku. Apabila didapatkan perbedaan atau perselisihan
pendapat tentang penatalaksanaan kasus infeksi, peresepan dan penggunaan
antibiotik maka akan diselesaikan secara diskusi berdasarkan EBM yang diakui
dan dipahami bermanfaat untuk meningkatkan layanan perawatan pasien.
Pandangan akademik masing-masing pihak akan saling dihormati dan
disinkronisasi untuk mendapatkan kesepakatan yang obyektif, rasional dan
berguna bagi kesembuhan pasien.
 Sistem PGA merupakan formula baru yang dilaksanakan di lingkungan Rumah
Sakit Hj. Bunda Halimah, untuk kepentingan perbaikan tatalaksana penggunaan
antibiotik, demi kelangsungan program, segala usulan atau saran konstruktif
sangat diharapkan, sehingga panduan ini dapat tepat guna dan bermanfaat untuk
semua pihak baik dari sisi pelayanan maupun pendidikan siswa, mahasiswa,
PPDS-I, PPDS-III, maupun S3.
 Evaluasi regular akan dilakukan untuk memperbaiki panduan PGA dan
kesesuaian pelaksanaan di lapangan setiap 2 tahun.
 Semua saran perbaikan dapat disampaikan kepada tim PGA atau kepada direksi
Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah atas perhatian dan kerjasama positifnya
diucapkan terima kasih.
Lampiran 1.

1. Pembagian antibiotik berdasarkan resiko potensi menimbulkan resistensi dan upaya


jangka panjang melindungi ketersediaan jenis antibiotik. Ditetapkan Berdasarkan SK
Direktur.
a. Lini pertama atau Unrestricted, boleh dokter umum dan DPJP, meliputi:
 Aminoglikosida: Gentamycin
 Penisilin: Ampicilin, Amoxicillin
 Penisilin + penghambat betalaktamase: Ampicilin-sulbactam.Amoxicillin-
clavunalat acid
 Cephalosporin generasi I: Cephradin, Cephalexin, Cefadroxil, Cefazolin
 Cephalosporin generasi II: Cephaclor, Cefuroxime
 Phenicol: Chloramphenicol, Thiamphenicol
 Golongan Linkosamide: Clindamycin oral
 Golongan makrolide: Erythromycin, Spiramycin, Clarithromycin,
Azithromycin
 Golongan quinolone: Ciprofloxacin
 Golongan tetrasiklin: Tetracyclin, Doxicyclin
 Kombinasi trimethoprim/sulfametoksazol: Cotrimoxazole oral
 Golongan imidazol: Metronidazole
b. Lini kedua atau Restricted, antibiotik boleh diresepkan oleh DPJP atau PPDS
dibawah supervisi DPJP dan mendapat persetujuan konsultan infeksi
 Cephalosporin G-III oral: Cefixime, Cefditoren, Cefodoxime, Proxetil.
 Cephalosporin G-III injeksi: Ceftriaxon, Cefotaxime, Ceftazidime,
Cefoperazone, Cefoperazone-sulbactam, Ceftizoxime.
 Cephalosporin G-VI injeksi: Cefepime, Cefpirome
 Fluoroquinoline G-III-IV: Levofoxacin, Ofloxacine, Moxifloxacine.
 Monobactam: Aztreonam
 Aminogicoside: Amikacin, Fosfomycin
 Nitrofurantoin: Colistin oral
c. Lini ketiga / Reserve: termasuk antibiotik dalam pengendalian khusus, diresepkan
DPJP untuk indikasi tertentu atas persetujuan tim ASP (tim PGA-KPRA).
 Carbapenem injeksi: Meropenem, Ertapenem, Doripenem
 Vancomycin injeksi
 Piperacillin-tazobactam injeksi
 Tygecyclin injeksi
 Linezolide injeksi
 Polimixin B injeksi
 Colistin injeksi
 Cotrimoxazole injeksi

Lampiran 2.
Tatacara Umpan Balik:

a. Melakukan reviu kasus indikator


b. Apabila ditemukan adanya penyimpangan penggunaan antibiotik atau tidak sesuai
dengan PPK/CP yang berlaku maka, akan dicatat dalam borang temuan kasus (Case
Finding Form).
c. Temuan dibahas oleh tim PGA.
d. Hasil kajian tim PGA, disampaikan menggunakan fasilitas SMS, WA kepada dokter
DPJP.
e. Apabila telah dicapai kesepakatan maka dilakukan perubahan pemberian antibiotik.
f. Apabila tidak ada respons dari DPJP, maka tim akan melakukan hubungan per
telepon.
g. Apabila dicapai kata sepakat maka dilakukan perubahan pemberian antibiotik.
h. Apabila tidak dicapai kata sepakat, akan dirujuk kepada PPK yang berlaku, dan
dilakukn diskusi berdasarkan rujukan EBM yang terbaru.
i. Isi pesan umpan balik: (contoh)
Lampiran 3.

Kategori hasil penilaian (Gyssens flowchart):


Kategori 0: Penggunaan antibiotik tepat dan rasional
Kategori I: tidak tepat saat (timing) pemberian
antibiotik
Kategori II A: tidak tepat dosis pemberian antibiotik
Kategori II B: tidak tepat interval pemberian
antibiotik
Kategori II C: tidak tepat rute pemberian antibiotik
Kategori III A: pemberian antibiotik terlalu lama
Kategori III B: pemberian antibiotik terlalu singkat
Kategori IV A: tidak tepat pilihan antibiotik karena
ada antibiotic lain yang lebih aman
Kategori IV B: tidak tepat pilihan antibiotik karena
ada antibiotik lain yang lebih aman
Kategori IV C: tidak tepat pemilihan antibiotik karena
ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IV D: tidak tepat pilihan antibiotik karena
ada antibiotik lain dengan spektrum lebih sempit
Kategori V: tidak ada indikasi pemberian antibiotik
Kategori VI: data tidak lengkap sehingga penggunaan
antibiotik tidak dapat dinilai
Referensi

1. Antibiotic Guideline .2016-2017 .John Hopskins Medicine.


2. Antimicrobial Stewardship Principles and Practice.2017
3. Antimicrobial Stewardship Toolkit Best Practicet The Gnyha/Uhf Antimicrobial
Stewardship Collaborative
4. Checklist for Core Element Of Hospital Antibiotic Stewardship Programs
5. Implemnting an Antibiotic Stewardship Antimicrobial Stewardship in Australian
Hospitals. 2011
6. Global Antimicrobial Resistance Surveillance System Manual For Early
Implementation.2015.
7. Guidelines by the Infectious Diseases Society of Amirica an the Infectious Diaseases
Society of America and the Society for Healtheare Epidemiology of America. 2016.
8. Nelson’s Pediatric Antimicrobial Therapy 21” edition.2015

Anda mungkin juga menyukai