Ditetapkan di Batam
Pada tanggal 20 Oktober 2022
Direktur,
(Dr.dr.Ibrahim,SH,M.Sc,M.Kn,M.Pd.Ked.,Sp.KKL)
Daftar Isi
SK Penetapan
I. Pendahuluan ………………………………………………………………………….. 1
II. Penatagunaan Antibiotik (PGA) ……………………………………………………… 4
III. Tujuan PGA ………………………………………………………………………….. 5
IV. Unsur TIM PGA ……………………………………................................................... 5
V. Langkah Pokok PGA ………………………………………………………………… 6
VI. Program Implementasi, Struktur PGA ………………………………………….……. 7
- Tatalaksana penatagunaan antimikroba ………………………………………….. 7
- Pengelolaan antibiotic …………………………………………………………… 8
- Reviue dan umpan balik ………………………………………………………… 9
- Point of care ……………………………………………………………………... 9
- Mengukur kinerja PGA ………………………………………………………….. 10
- Edukasi dan kompetensi PGA …………………………………………………… 11
- Peran Layanan Mikrobiologi Klinik ……………………………………………. 11
- Peran Layanan Instalasi Pendukung ……………………………………………… 12
- Peran Layanan Farmasi ………………………………………………………….. 12
- Umpak balik kepada DPJP ……………………………………………………… 13
- Laporan Kinerja PGA …………………………………………………………… 13
- Jobdes PGA ……………………………………………………………………… 14
- Struktur dan Koordinasi PGA …………………………………………………… 14
- Alur Persetujuan Peresepan ………………………………………………………. 16
- Alur Monitoring dan Review ……………………………………………………… 18
VII. Penutup ………………………………………………………………………………… 20
Lampiran
I. Pendahuluan
Kasus infeksi di rumah sakit terutama rumah sakit rujukan, termasuk Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah mengalami peningkatan dalam jumlah, severitas, mordibitas, dan moralitas.
Kasus ini dapat terjadi akibat layanan yang dilakukan di rumah sakit yang dikenal sebagai
HealthCare-Associated Infection (HAI), dulu disebut sebagai infeksi nasokomial,
diperkirakan >30% (WHO, 2016). Dampak buruknya adalah kenaikan mortalitas, mordibitas
dan beban biaya yang cukup tinggi.
Pada umumnya para klinisi telah memiliki guideline berupa PPK atau clinical pathway
untuk mengatasi kasus infeksi. Salah satu faktor penting adalah penatagunaan antibiotik yang
berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Penetapan jenis bakteri patogen harus
digunakan sebagai salah satu komponen penting dalam pengobatan infeksi masa kini, agar
supaya para klinisi tidak melakukan “Trial and Error” atau guesing pada penetapan
antibiotik. Cara ini berpotensi meningkatkan prevalensi AMR dan memburuknya kondisi
pasien.
Pemeriksaan mikrobiologi, sebelumnya dirasa mengkhawatirkan karena akan menjadi
komponen pembiayaan dan waktu pemeriksaannya cukup lama. Dulu, pada umumnya
penyakit infeksi bisa disembuhkan, dan perawatannya terasa begitu aman dan efektif
sehingga para dokter sering meresepkan antibiotik secara tidak tepat, yaitu menggunakan
antibiotik spektrum luas untuk indikasi yang meragukan dan diresepkan lebih lama dari yang
diperlukan.
Selang bertahun-tahun kemudian, munculah laporan resistensi dari berbagai negara,
dari beberapa spesies bakteri, tetapi masih belum menimbulkan kekhawatiran, karena obat
baru yang lebih efektif dengan spektrum antibakteri yang lebih luas sedang dikembangkan.
Prevalensi patogen bakteri yang resisten terhadap berbagai jenis obat seperti Methicillin
resistant Staphylococcus aureus (MRSA), telah meningkat dengan mengkhawatirkan selama
40 tahun terakhir, sementara di beberapa tahun terakhir hanya beberapa antibiotik baru yang
benar-benar telah dikembangkan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat mengarah pada munculnya bakteri resisten,
peningkatan risiko bahaya pasien dari reaksi merugikan yang dapat dihindari dan interaksi
dengan obat lain, infeksi bakteri multiresistensi atau Clostridium difficile kasus HAI yang
semakin meningkat dengan tingkat keparahan yang bervariasi, serta biaya yang mahal dan
mestinya tidak diperlukan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat meningkatkan risiko pada pasien kolonisasi
dan infeksi organisme yang resisten dan transmisi ke pasien lain. Konsekuensi dari hal ini
sekarang sudah bisa dilihat pasien dengan infeksi akibat bakteri resisten mengalami
penundaan pemulihan, kegagalan pengobatan dan bahkan kematian.
Gambar.1 Prevelensi ESBL isolate klinik 8 (delapan) rumah sakit di Indonesia tahun
2016 (data surveilans KPRA Kemenkes 2016)
Selective Pressure
Teori ini menggambarkan bahwa bagian tubuh pasien dihuni oleh bakteri patogen dan
normal flora secara bersamaan dan berdampingan. Apabila pasien mendapat antibiotik, maka
bakteri yang sensitif akan mati, bakteri yang tidak sensitif terhadap antibiotik tersebut akan
bertahan. Bakteri hidup dalam keseimbangan sehingga saling interaksi, bakteri patogen tidak
berkembang biak karena dihambat oleh bakteri normal flora. Karena bakteri patogen tidak
ada yang menghambat perkembangannya, maka ia akan berkembang biak dengan cepat,
semakin hari pasien mendapat antibiotik maka semakin tumbuh bakteri patogen, dan bakteri
yang tumbuh ini resisten terhadap antibiotik yang sedang diberikan. Fenomena ini disebut
sebagai teori selective pressure.
Rumah sakit atau unit yang banyak menggunakan antibiotik, akan tinggi prevalensi
bakteri resistennya, berisiko untuk menimbulkan penyakit infeksi, komplikasi nasokomial
(HAI) dan berpeluang timbul serangkaian konsekuensi yang merugikan.
Pasien dengan infeksi yang kompleks dirawat secara terintegrasi agar supaya diperoleh
outcome yang lebih baik dan perawatan yang efisien. Program PGA bersifat multidisiplin
dengan memanfaatkan keahlian dan sumber daya yang tersedia sebagai berikut:
1. Anggota tim inti
a. Dokter spesialis yang berminat dan mampu menangani kasus infeksi kompleks
b. Dokter spesialis spesialis mikrobiologi klinik
c. Farmasi klinik (Clinical pharmacist)
2. Anggota tim ahli / pakar
a. Dokter spesialis patologi klinik
b. Dokter spesialis Radiologi
c. Dokter / Ahli gizi klinik
d. Keperawatan
3. Dukungan dan Regulasi
a. Direktur Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah menetapkan dan menyediakan
sumber daya khusus guna kepentingan kegiatan berdampingan tata kelola
program penatagunaan antibiotik, khususnya untuk memantau serta
pendampingan penggunaan antibiotik.
b. Menerbitkan surat keputusan untuk penetapan tim penatagunaan antibiotik dan
Job description.
c. Menetapkan tim PGA multidisiplin dengan keanggotaan dokter spesialis yang
berminat dan menangani kasus infeksi kompleks, farmasis klinis spesialis
mikrobiologi klinik, spesialis patologi klinik, spesialis radiologi dan dokter/ahli
gizi
d. Memastikan bahwa program PGA terintegrasi dengan program KPRA serta,
berkoordinasi dengan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
e. PGA secara struktur bertanggung jawab kepada direktur Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah dalam kegiatan operasional sehari-hari berada dalam
koordinasi KPRA, direktur Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah.
Keterangan
Tim PGA bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit Hj. Bunda
Halimah melalui KPRA Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah
Tim PGA dibentuk berdasarkan surat keputusan Direktur Rumah Sakit Hj.
Bunda Halimah.
Anggota Tim PGA sudah mendapat pelatihan khusus di bidang tatalaksana
infeksi dan penatagunaan antibiotik
Segala beban biaya yang timbul untuk keperluan aktivitas pendidikan,
pelatihan, monitoring, survey dan rapat rutin serta aktivitas administrasi
dibebankan pada anggaran Rumah Sakit Hj. Bunda Halimah.
Tim PGA bekerja sama dengan DPJP, mikrobiologi klinik, Patologi Klinik,
Farmasis klinik, Radiologi, ahli gizi, keperawatan.
Tim PGA berkoordinasi dan menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
KMKP, KFT dan KPI.
Prinsip peran tim PGA adalah pendampingan DPJP dan hal peresepan dan
penggunaan antibiotik, guna peningkatan outcome pasien dan meminimalkan
risiko komplikasi dan efek samping akibat antibiotik baik dalam jangka pendek
(risiko mutasi bakteri dan HAI) maupun jangka panjang (resiko resistensi
bakteri).
Tim PGA bertugas melakukan monitoring dan review peresepan dan
penggunaan antibiotik sesuai dengan target indikator yang ditetapkan pada
periode berjalan.
Pemantauan penggunaan antibiotik terhadap kesesuaian jenis, dosis, cara
pemberian dan durasi, serta perubahan peresepan dan penggunaan antibiotik
akibat perubahan kondisi klinis pasien.
Lampiran 2.
Tatacara Umpan Balik: