Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TREND DAN ISSUE

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DI TINGKAT NASIONAL MAUPUN INTERNASIONAL

DOSEN PENGAMPU:

Dr. RACHMAT S.,Ns.,M.kep., Sp.Kep.MB

DI SUSUN OLEH:

FRELLA NESYA SEPTIA DIVA RIFAI

(22030006)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS

TAHUN AJARAN 2022/2023


Ringkasan Trend Keperawatan Medical Bedah Nasional dan Internasional

Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya Nasional dan


Internasional Perkembangan trend keperawatan medikal bedah terjadi dalam berbagai
bidang yang meliputi:

a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)


Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak
jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan
pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak
secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa
perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan,
jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan
masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis,
mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia(Britton,
Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi
intensitas interaksiantara perawat dan klien dalam menjalin hubungan
terapieutik sehingga konsep perawatan secaraholistik akan sedikit tersentuh
oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit diIndonesia,
seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang
meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana
prasarana yang masih belum memadai.
b. Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka
Trend perawatan luka yang digunakan saat ini adalah menjaga
kelembaban area luka. Luka yang lembab akan dapat mengaktivasi berbagai
growt factor yang berperan dalam proses penutupan luka, antara lain TGF
beta 1-3, PDGF, TNF, FGF dan lain sebagainya. Yang perlu diperhatikan
adalah durasi waktu dalam memberikan kelembapan pada luka sehingga
resiko terjadinya infeksi dapatdiminimalkan. Selain itu prinsip ini juga tidak
menghambat aliran oksigen, nitrogen dan unsur-unsur penting lainnya serta
merupakan wadah terbaik untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan melakukan
replikasi secara optimal, sehingga dianggap prinsip ini sangat efektif untuk
penyembuhan luka. Hal ini akan berdampak pada layanan keperawatan,
meningkatkan kepuasan pasien serta memperpendek lama hari perawatan.
Namun demikian, prinsip ini belum diterapkan di semua rumah sakit di
seluruh Indonesia.
c. Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group
Remaja merupakan masa dimana fungsi reproduksinya mulai
berkembang, hal ini akan berdampak pada perilaku seksualnya. Salah satu
perilaku seksual yang rentan akan memberikan dampak terjadinya HIV-AIDS
yaitu seks bebas. Saat ini sedang dikembangkan model ”peer group” sebagai
salah satu cara dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan remaja
akan kesehatan reproduksinya dengan harapan suatu kelompok remaja akan
dapat mempengaruhi kelompok remajayang lain. Metode ini telah diterapkan
pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun lembagaswadaya
masyarakat. Adapun angka kejadian AIDS pada kelompok remaja hingga Juni
2008 adalah sebesar 429 orang dan 128 orang remaja mengidap AIDS/IDU.
Hal ini akan sangat mengancam masa depan bangsa dan negara ini.
Diharapkan dengan metode Peer Group dapat menurunkan angka kejadian,
karena diyakini bahwa kelompok remaja ini lebih mudah saling
mempengaruhi.
d. Program sertifikasi perawat keahlian khusus
Bermacam-macam program sertifikasi saat ini mulai berkembang
dalam tatanan layanan keperawatan, khususnya pada bidang keperawatan
medikal bedah misalnya sertifikasi perawat luka oleh INETNA, sertifikasi
perawat anastesi, perawat emergency, perawat hemodialisa, perawat
ICU,perawat ICCU, perawat instrument OK. Yang menjadi pertanyaan adalah
apakah standarisasi setiap sertifikasi sudah sesuai dengan kompetensi perawat
profesional karena menurut analisa kami program tersebut berjalan sendiri-
sendiri tanpa arahan yang jelas dari organisasi profesi dan terkesan hanya
proyek dari lembaga-lembaga tertentu saja.
e. Hospice Home Care
Hospice home care adalah perawatan pasien terminal yang dilakukan
di rumah setelah dilakukan perawatan di rumah sakit, dimana pengobatan
sudah tidak perlu dilakukan lagi. Bidang garapnya meliputi aspek bio-psiko-
sosio-spiritual yang bertujuan dalam memberikan dukungan fisik dan
psikis,dukungan moral bagi pasien dan keluarganya, dan juga memberikan
pelatihan perawatan praktis. Metode perawatan ini di bawah pengelolaan
Yayasan Kanker Indonesia. Sedangkan dibeberapa rumah sakit yang lain
program ini sudah dikembangkan, namun belum dilakukan secara legal.
f. One Day Care
Merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak
memerlukan perawatan lebih dari satu hari. Setelah menjalani operasi
pembedahan dan perawatan, pasien boleh pulang. Biasanya dilakukan pada
kasus minimal. Berdasarkan hasil analisis beberapa rumah sakit, metode one
day care ini dapat mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak
menimbulkan penumpukkan pasien pada rumah sakit tersebut dan dapat
mengurangi beban kerja perawat. Hal ini juga dapat berdampak pada pasien
dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.
g. Klinik HIV
Saat ini mulai berkembang klinik HIV di beberapa Rumah Sakit
pemerintah maupun swasta. Hal ini dilakukan dalam usaha mendeteksi dini
akan HIV dan mencegah penyebaran HIV di masyarakat.Target penderita
adalah kelompok masyarakat dengan resiko tinggi, misalnya pekerja sex,
penderita HIV-AIDS, remaja, kelompok IDU (injection drug use). Klinik ini
masih terbatas dikembangkan dibeberapa rumah sakit saja. Hal ini disebabkan
karena kurangnya persiapan tenaga yang kompeten dalam bidang tersebut
serta sarana dan prasarana yang masih minimal. Selain itu masyarakat masih
belum siap untuk memanfaatkan klinik ini, karena ada stigma dimasyarakat
masih menganggap bahwa penyakit ini adalah penyakit kutukan dan harus
dikucilkan. Namun demikian, dalam praktiknyata, telah ada wadah khusus
dari Depkes RI untuk menjaring pengidap HIV/AIDS oleh VCT(Voluntary
Counselling and Testing). Usaha ini telah berhasil menjaring sejumlah
pengidap AIDS dimana hingga bulan Juni 2008 telah terdeteksi 12.686
(Depkes, 2008). Dari sejumlah pasien ini,apabila diibaratkan dengan
fenomena gunung es, maka sebenarnya disekeliling kita sudah terdapat
banyak pasien dengan HIV/AIDS.
h. Klinik Rawat Luka
Saat ini mulai bermunculan klinik rawat luka yang dikelola oleh
sekelompok perawat yang minat dalam perawatan luka. Klinik ini tidak lepas
dari kolaborasi dokter-ners. Sifat layanannya dapat berupa home visit atau
pasien berkunjung ke klinik secara langsung.
i. Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan
Sejak diakuinya perawat sebagai profesi yang profesional, saat ini
mulai bermunculan organisasiprofesi perawat kekhususan dalam keperawatan
medikal bedah, misalnya HIPKABI (Himpunan Perawat Kamar Bedah
Indonesia), InETNA (Indonesia Enterostomal Therapy Nursing
Association),IOA (Indonesia Ostomy Association), dan sebagainya. Hal ini
akan menjadi sarana bagi perawat untuk mengembangkan dirinya menjadi
lebih profesional dalam bidang garapan tertentu, namun demikian akan timbul
permasalahan karena jenis keperawatan akan menjadi lebih bervariasi dan
berdampak lebih luas pada organisasi keperawatan lebih luas karena akan
terkesan terpetak-petak.Selain itu standar dari masing-masing kekhususnan
belum jelas.
j. Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit
dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah

Kegiatan-kegiatan penelitian diklinik akan mendukung kualitas


pelayanan keperawatan dalammendukung sistem pelayanan kesehatan.
Kegiatan tersebut meliputi membentuk komite riset,menciptakan lingkungan
kerja yang ilmiah, kebijakan kegiatan riset dan pemanfaatan hasilnya dan
pendidikan berkelanjutan. Akan tetapi pelaksanaan di Indonesia belum
maksimal. Hal ini dibuktikan dengan minimnya kegiatan ilmiah keperawatan
di rumah sakit, hasil penelitian jarang didiseminasikan dan dimanfaatkan
untuk pengembangan praktik klinis keperawatan

Isue Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya Nasional dan Internasional.

a. Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.
Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal
tepi luka sebelumdiberikan NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran-
kotoran yang menempel pada luka dapat terbawa oleh aliran air.
Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah diencerkan
dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian
prosedur ini masih menimbulkan beberapa kontroversi karena kualitas tap
water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam
pengenceran betadine.
b. Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi
rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri.
c. Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter
Ada beberapa pendapat bahwa perawatan luka adalah kewenangan medis,
akan tetapi dalam kenyataannya yang melakukan adalah perawat sehingga
dianggap sebagai area abu-abu. Apabila ditinjau dari bebarapa literatur,
perawat mempunyai kewenangan mandiri sesuai dengan seni dan
keilmuannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kerusakan integritaskulit.
d. Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan.Saat ini mulai
terdengar istilah euthanasia, baik aktif maupun pasif. Euthanasia aktif
merupakan tindakan yang sengaja dilakukan untuk membuat seseorang
meninggal. Sedangkan euthanasia pasif adalah tindakan mengurangi
ketepatan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekaliatau
tindakan pendukung lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang.
Batas keduanyakabur, bahkan merupakan sesuatu yang tidak relevan. Di
Nederland euthanasia sudah dalam prosesuntuk dilegalisasi. Dikatakan
bahwa 72% dari populasi lebih cenderung untuk menjadi
relawaneuthanasia aktif. Dalam praktik nyata, masyarakat telah
melegalkan euthanasia pasif terutama dalam proses aborsi. Diyakini
bahwa 30 tahun yang akan datang, euthanasia akan bergeser dari sesuatu
yang ”samar-samar” menjadi sesuatu yang legal. Dalam hal ini, perawat
berada dalam posisi yang sangat baik untuk mengkajinya secara lebih
obyektif, sehingga akan menjadi kesempatan terbaik bagi perawat untuk
mengambil bagian terlibat aktif dalam mengembangkan kebijakan-
kebijakan terkait, khususnya pada kasus keperawatan medikal bedah.
e. Pengaturan sistem tenaga kesehatan
Sistem tenaga kesehatan di Indonesia saat ini belum tertata dengan
baik, pemerintah belumberfokus dalam memberikan keseimbangan hak
dan kewajibaan antar profesi kesehatan. Rasiopenduduk dengan tenaga
kesehatan pada tahun 2003 menunjukkan perawat 108,53, bidan 28,40dan
dokter 17,47 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil penelitian dari
DEPKES menyebutkanbahwa puskesmas belum mempunyai sistem
penghargaan bagi perawat.
f. Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit
pemerintah dibandingkan S1 dengan alasan tidak kuat menggaji lulusan
S1 Keperawatan, banyak rumah sakit pemerintah danswasta yang
menyerap lulusan D3 keperawatan. Dilihat dari jumlah formasi seleksi
CPNS, jumlah S1 sedikit dibutuhkan dibandingkan D3 keperawatan. Hal
ini akan berdampak pada kualitas layanan asuhan keperawatan pada
lingkup medikal bedah yang hanya berorientasi vokasional tidak
profesional.
g. Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang
pendidikan sehinggaimplikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum
jelas terlihat.

Anda mungkin juga menyukai