Anda di halaman 1dari 87

PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA PT.

VALE DENGAN

MASYARAKAT DI KEC. TOWUTI, KAB. LUWU TIMUR

(STUDI KASUS PENENGGELAMAN LAHAN DI DESA TIMAMPU)

IRWAN MUSTAFA

Nomor Stambuk: 10564 00786 10

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
i

PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA PT. VALE

DENGANMASYARAKAT DI KEC. TOWUTI, KAB. LUWU

TIMUR

(STUDI KASUS PENENGGELAMAN LAHAN DI DESATIMAMPU)

Skripsi
Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh

IRWAN MUSTAFA

Nomor Stambuk :10564 00786 10

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
ii

PERSETUJUAN

Judul Proposal Penelitian : Penyelesaian Konflik Antra PT. Vale Dengan


Masyarakat Di Kec. Towuti, Kab. Luwu Timur
(Studi Kasus Penenggelaman Lahan Di Desa
Timampu)
Nama Mahasiswa : Irwan Mustafa
Nomor Stambuk : 10564 00786 10
Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Muhammadiah, MM A. Luhur Prianto, S.Ip, M. Si

Mengetahui:

Dekan Ketua Jurusan


Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Pemerintahan
iii
iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Sayayang betanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Irwan Mustafa

Nomor Stambuk : 10564 00786 10

Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa

bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/disimpulkan orang lain atau melakukan

plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian

hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik

sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 21 Juli 2015

Yang Menyatakan

Irwan Mustafa
v

ABSTRAK

Irwan Mustafa, PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA PT. VALE


DENGAN MASYARAKAT DI KEC. TOWUTI, KAB. LUWU TIMUR
(Studi Kasus Penenggelaman Lahan di Desa Timampu), (di bimbing oleh
Muhammadiah dan A. Luhur Prianto)

Konflik tanah tenggelam menyangkut pertentangan antara pihak PT.


Vale dengan masyarakat disebabkan air dari Dam PLTA Larona milik PT. Vale
meluap lalu merembes ke lahan masyarakat. Konflik diselesaikan melalui proses
negosiasi dan mediasi dibantu oleh mediator yang berperan dalam mewujudkan
kesepakatan. Penelitian ini merupakan rekonstruksi penyelesaian konflik tanah
tenggelam di desa Timampu, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur 1978
sampai 2013.

Pendekatan penelitian menggunakan metodedeskriptif kualitatifuntuk


mengetahui bagaimana Faktor penyebab timbulnya konflik antara masyarakat
dengan PT. Vale, faktor yang mempengaruhi yaitu faktor terbentuknya Dam
Larona, faktor lingkungan faktor kesehatan dan ekonomi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konflik tanah tenggelam yang berkepaanjangan ini
disebabkan Proses penyelesaian konflik dilakukan dengan pola negosiasi yang
sulit menemukan titik temu terkait nominal ganti rugi, setelah melalui proses
mediasi dengan serangkaian pertemuan informal dan formal, melibatkan
anggota DPRD kabupaten Luwu Timur sebagai mediator sehingga persoalan
konflik penenggelaman lahan ini dapat terselesaiakan.
vi

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaiakan
skripsi yang berjudul Penyelesaian Konflik Antara PT. Vale Dengan Masyarakat
Di Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur (Studi Kasus Tanah Tenggelam Di
Desa Timampu)
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang ditujukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat
:
1. Bapak Dr. H. Muhammadiah, MM selaku Pembimbing I dan Bapak A.
Luhur Prianto S.IP, M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa
meuangkan waktunya untuk membimbingdan mengarahkan penulis,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Drs. Muhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makssar.
3. Bapak A. Luhur Prianto S.IP, M.Si selaku Ketua Jurursan Ilmu
Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan
semangatdan bantuan, baik moril maupun materil, serta Rahmadewi Hw
dan sahabat-sahabatku yang selalu memberikan masukan yang baik demi
kelancaran dalam penyelesaian studi.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya
membngun sangat penulis harapkan.Semoga karya skripsi ini bermanfaat
dan dapat memberikan sumbanganyang berarti bagi pihak yang
membutuhkan.
Makassar, 21 Juli 2015
Irwan Mustafa
vii

DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripi......................................................................... i


Halaman Persetujuan.................................................................................. ii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah................................................ iii
Abstrak....................................................................................................... iv
Kata Pengantar.......................................................................................... v
Daftar isi.................................................................................................... vi
Daftar Tabel............................................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………..……………….... 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………... 6
C. Tujuan Penelitian..................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian......................................................…...... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Defenisi Konflik ....................................................................... 8
1. Teori Konflik ...................................................................... 8
2. Jenis Konflik ...................................................................... 14
3. Faktor Penyebab Konflik ................................................... 14
4. Akibat Konflik .................................................................... 18
B. Induistri Tambangdan Environmental Justice
(Keadialan Lingkungan) ........................................................... 19
1. Pengertian Tambang ........................................................... 20
2. Kawasan Pertambangan ...................................................... 21
3. Konsep Environmental Justice ( Keadilan lingkungan) ........ 22
C. Proses Penyelesaian Konflik .................................................... 26
1. Negosiasi ............................................................................ 26
2. Mediasi ............................................................................... 29
D. Kerangka Pikir ………………………………………………. 31
E. Fokus Penelitian ……………………………………………... 32
F. Deskripsi Fokus Penelitian ………………………………….. 33

BAB III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Lokasi Penelitian ……………………………….. 34
B. Jenis dan Tipe Penelitian …………………………………..... 34
C. Sumber Data ………………………………………………... 35
D. Informan Penelitian ………………………………………… 35
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………….. 36
F. Teknik Analisis Data ………………………………………... 37
G. Pengabsahan Data …………………………………………... 37
viii

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Objek Penelitian ......................................... 40
1. Gambaran umum Kabupaten Luwu Timur ......................... 40
2. Gambaran umum Desa Timampu Kecamatan Towuti......... 42
3. Profil PT. Vale Kabupaten Luwu Timur............................. 51
B. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik Antara Masyarakat
Timampu dengan PT. Vale ........................................................ 54
1. Terbentuknya Dam PLTA Larona ....................................... 55
2. Faktor Ekologi .................................................................... 58
3. Faktor Ekonomi .................................................................. 61
C. Pola Penyelesaian Konflik Antara PT. Vale
dengan Masyarakat Mengenai Kasus Penenggelaman Lahan
Di Desa Timampu....... .............................................................. 65
1. Neogosiasi.. ........................................................................ 65
2. Mediasi ............................................................................... 70

BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 73
B. Saran ........................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 75
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertambangan dan energi merupakan sektor pembangunan penting bagi

Indonesia. Industripertambangan sebagai bentuk kongkret sektor pertambangan

yang menyumbang sekitar 11,2% dari nilaiekspor Indonesia dan memberikan

kontribusi sekitar 2,8% terhadap pendapatan domestik bruto(PDB). Industri

pertambangan mempekerjakan sekitar 37.787 tenaga kerja orang Indonesia,

suatujumlah yang tidak sedikit (Ahmad, 2010).

Melihat dari sisi lingkungan hidup, pertambangan dianggap paling

merusak dibandingkegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya alam lainnya.

Pertambangan dapat mengubah bentukbentang alam, merusak dan atau

menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah tailing1, maupunbatuan limbah,

serta menguras air tanah dan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-

lahanbekas pertambangan akan membentuk kubangan raksasa dan hamparan

tanah gersang yang bersifatasam. Salah satu isu penting dalam pengembangan

kegiatan pertambangan versus kelestarian lingkungan hidup.

Lemahnya implementasi dibidang hukum yang mengatur pelaksanaan dan

pengawasan pelestarian dibidang lingkungan hidup menyebabkan lahirnya

berbagai persoalan. Sebagai contoh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) dari aktivitas pertambangan serta undang-undang yang berpotensi

menyimpang dari kemakmuran rakyat salah satunya UU Nomor 11 Tahun 1967


2

tentang ketentuan-kentuan Pokok Pertambangan, dalam implementtasinya hanya

merupakan kebijakan yang bersifat reaktif dan sesaat (temporary) atau suatu

kebijakan yang secara konsep bagus tetapi dalam pelaksanaannya tidak terpantau

secara berkesinambungan, lemah dalam manajemen kontrol, cenderung tidak

konsisten mengakibatkan kerusakan lingkungan terjadi (Ahmad, 2010).

Hal tersebut bukan semata-mata memenuhi peraturan perundang-undangan

sebagaimana untuk perusahaan tambang diatur dalam Undang-undang No 22

tahun 2001, maupun untuk Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Undang undang

No. 40 pasal 74 tahun 2007, melainkan secara logis terdapat hukum sebab akibat,

dimana ketika operasional perusahaan memberikan dampak negatif, maka akan

muncul respon negatif yang jauh lebih besar dari masyarakat maupun lingkungan

yang dirugikan (Supriadi, 2009).

Tingginya kerusakan sumber daya alam hayati di Indonesia disebabkan

salah satunya adalah banyaknya kebijaksanaan sektoral dan bersifat eksploitatif

terutama pada sektor pertambangan yang saling tumpang tindih dalam

pengelolahan sumber daya alam.

Sebagaimana pada persoalan tanah tenggelamini yang disebabkan

padatahun 1975ketika pembangunan Dam PLTA Larona yang memanfaatkan

Danau Towuti sebagai sumber energi listik untuk perusahaan mengakibatkant

anah milik masyarakat timampu tenggelam, tenggelamnya lahan masyarakat

dikarenakan volume air Danau Towuti yang dijadikan sumber energi listrik

meluap lalu merembes ke lahan produktif masyarakat, sehingga berawal sejak

tahun 1978 masyarakat yang tanahnya tenggelam tidak dapat lagimengelola


3

lahannya untuk mendapatkan hasil demikebutuhan hidup sehari-hari, akhirnya

menimbulkan dampak kerugian besar bagi masyarakat Timampu.

Perkara tanah tenggelam yang cukup lama telah terjadi seolah-olah tidak

ditanggapi serius oleh pihak perusahaan maka akhirnya menciptakan konflik

berkepanjangan antara pihak perusahaan dan masyarakat yang menjadi korban

tanah tenggelam dengan dasar bahwa hadirnya aktivitas pertambangan PT. Inco

yang kini berubah nama menjadi PT. Vale seharusnya memberi dampak positif

untuk masyarakat Timampu namun justru memberikan dampak buruk bagi

masyarakat Timampu.

Persoalan tanah tenggelam ini mengalami proses yang cukup panjang

dalam melakukan penyelesaian konflik tanah tenggelam antara masyarakat

dengan pihak PT. Vale, Pemerintah yang seharusnya menjawab persoalan ini

seakan lebih berpihak kepada perusahaan, maka terjadi pula krisis kepercayaan

antara masyarakat dengan pemerintah, persoalan ini dikarenakan pada waktu

rezim orde baru dimana pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan

para pemodal dibanding persoalan yang terjadi pada masyarakat sekitaran wilayah

tambang, selain itu masyarakat cenderung takut untuk melakukan aksi protes

terhadap perusahaan disebabkan perusahaan yang dijaga oleh militer. Setelah era

reformasi masyarakat gencar melakukan protes terhadap pihak perusahaan hingga

beberapa pertemuan dilakukan antara pihak perusahaan dengan tim korban tanah

tenggelam (Tim negosiasi) DesaTimampu dengan melakukan negosiasi ganti rugi

tetapi menemukan jalan buntu karena diantara kedua pihak masing-masing

mempertahankan presepsi terhadap masalah ganti rugi lahan yang tenggelam.


4

Negosiasi yang gagal dari tahun ke tahun akhirnya membuat pemerintah

mencoba untuk melakukan mediasi untuk menyelesiakan perkara tanah tenggelam

ini dengan harapan ganti rugi yang memadai. Penyelesaian perkara tanah

tenggelam pada tahun1999 yang dilakukan oleh PT. Inco selalu menjadi jawaban

dari persoalan tanah tenggelam ini oleh pihak PT. Vale, PT. Vale menganggap

persoalan tanah tenggelam ini telah terselesaikan dengan beberapa bantuan yang

dilakukan oleh pihak PT. Inco waktu itu terhadap masyarakat sekitaran tambang,

seperti pemberdayaan terhadap masyarakat petani, menambah pendapatan

pertanian dari hasil pembagian beberapa unit traktor, bukan hanya itu, terkait

dengan pemeliharaan lingkungan akibat aktivitas perusahaan yang dilakukan

terutama bertanggung jawab terhadap ekosistem lingkungan dalam bentuk

penghijauan, pembagian beberapa sak semen, pembangunan akses jalan untuk

transportasi darat, serta pemberian bantuan pasokan aliran listrik kepada

masyarakat.

Bantuan yang diberikan oleh PT. Inco waktu itu justru dianggap bukanlah

penyelesaian bagi masyarakat Timampu, dikarenakan sudah menjadi kewajiban

dari perusahaan untuk memberikan bantuan terhadap masyarakat yang berada di

wilayah sekitaran pertambangan, sedangkan bantuan yang diberikan PT. Inco

pada tahun 1999 yang dianggap salah satu bentukpenyelesaian perkara tanah

tenggelam waktu itu dinikmati oleh masyarakat keseluruhan yang bukan menjadi

korban tanah tenggelam. persoalan tanah tenggelam di Desa Timampu merupakan

persoalan kerusakan kelestarian lingkungan yang seharusnya mendapat bantuan

ganti rugi dari pihak PT. Vale terhadap korban tanah tenggelam.
5

Konflik adalah pertentangan kepentingan, nilai, tindakan atau arah.

Konflik lingkungan terjadi oleh sifat ata uciri-ciri yang melekat pada sumber daya

alam dan lingkungan. Perbedaan kepentingan dalam memandang lingkungan

dapat memicu terjadinya konflik lingkungan disebabkan oleh sifat atau ciri-ciri

sumber daya alam dan lingkungan sebagais umber daya milik bersama (common

property), tidak mudah dikuantifikasi (intangibility) sertadampaknya bersifat

eksternal dan jangka panjang (Mitchell, 2003).Sebagaimana dengan perkara kasus

tanah tenggelam ini yang dipandang milik bersama untuk berbagai kepentingan

yang tidak mudah dikuantifikasi nilainya.

Perencanaan dan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam

membutuhkan kemampuan untuk menghadapi konflik. Konflik merupakan

sesuatu yang tak terelakkan, yang dapat bersifat positif maupun negatif. Konflik

bersifat positif ketika membantu mengidentifikasi sebuah proses pengelolaan

yang tidak berjalan secara efektif, mempertajam gagasan atau informasi yang

tidak jelas, menjelaskan kesalah pahaman dan mempertanyakan status quo

sehingga memunculkan pendekatan kreatif. Sedangkan konflik bersifat negatif

jika diabaikan dan tidak terselesaikan serta menjadi buruk apabila menyebabkan

semakin meluasnya hambatan-hambatan untu ksaling bekerjasama antar berbagai

pihak (Mitchell, 2003).

Jika dilihat dari kasus tanah tenggelam yang terjadi di Desa Timampu,

masalah sosial dan lingkungan yang tidak diatur dengan baik oleh perusahaan

ternyata memberikan dampak yang sangat besar terjadinya konflik antara pihak

yang terkait, bahkan tujuan meraih keuntungan dalam aspek bisnis malah berbalik
6

menjadi kerugian yang berlipat. Oleh karena itu masalah pengelolaan sosial dan

lingkungan untuk saat ini tidak bisa menjadi hal marginal, ditempatkan pada tahap

kuratif atau aspek yang tidak dianggap penting dalam beroperasinya perusahaan.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengambil keputusan mengangkat

permasalahan ini untuk dicari solusi atau pemecahan masalah tentang

“PENYELESAIAN KONFLIK ANTARA PT. VALE DENGAN

MASYARAKAT DI KECAMATAN TOWUTI KABUPATEN LUWU

TIMUR (Studi Kasus Penenggelaman Lahan di Desa Timampu) ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini:

1. Bagaimanafaktor penyebab timbulnya konflik antara masyarakat dengan PT.

Vale?

2. Bagaimana pola penyelesaian konflik antara PT. Vale dengan masyarakat

mengenai kasusPenenggelaman Lahan di Desa Timampu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis proposal penelitian ini

bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi permasalahan Tanah tenggelam dan perkembangannya yang

menyebabkan masyarakat Timampumelakukan perlawanan.

2. Megidentifikasi pola penyelesaian konflik antara PT. Vale dengan masyarakat

terhadap kasus penenggelaman lahan di Desa Timampu, Kec. Towuti, Kab.

Luwu Timur.
7

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk meninjau dan menganalisis bagaimana

dampak persoalan tanah tenggelam yang dirasakan masyarakat Timampu akibat

pembuatan Dam Larona oleh PT. Vale untuk itu penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara akademis adalah untuk memperkaya dan menambah pengetahuan

penulis tentang Politik Ekologi terutama pembahasan tentang Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari aktivitas pertambangan.

2. Secara praktis, adalah sebagai sumber informasi atau bahan masukan bagi

pihak-pihak yang terkait secara langsung guna membangun kesadaran politis

masyarakat sehingga terbentuk kemandirian masyarakat dalam menyikapi

persoalan lingkungan akibat dari aktivitas pertambangan yang merugikan

hajat hidup mereka disebabkan oleh ulah korporasi, terutama untuk

masyarakat korban tanah tenggelam di DesaTimpapu, KecamatanTowuti,

Kabupaten Luwu Timur.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Konflik

Konflik diyakini sebagai suatu fakta utama dalam masyarakat, baik itu

masyarakat agraris maupun masyarakat modern. Konflik lebih banyak dipahami

sebagai keadaan tidak berfungsinya komponen-komponen masyarakat

sebagaimana mestinya atau gejala penyakit dalam masyarakat yang terintegrasi

secara tidak sempurna (Ahmad, 2010). Tetapi, secara empiris, tidak diakui karena,

orang lebih memilih stabilitas sebagai hakikat masyarakat.

Johson dan Duinker dalam Mitchell (2003) menuliskan “Konflik adalah

pertentangan antar banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta sudah

merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada”. Definisi konflik menurut

Kovach adalah suatu perjuangan mental dan spiritual manusia yang menyangkut

perbedaan berbagai prinsip, pernyataan dan argumen yang berlawanan.

Menjelaskan bahwa dalam istilah asing, konflik (conflict) dibedakan dengan

sengketa (dispute). Namun dalam penggunaan secara umum di Indonesia, istilah

konflik selalu ditukar gunakan (interchangeably) dengansengketa (Hadi, 2004).

1. Teori Konflik

Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan

manusia yang mempunyai karakterstik yang beragam. Manusia memiliki

perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku,

agama, kepercayaan, serta budaya dan tujuan hidup yang berbeda, perbedaan
9

inilah yang melatar belakangi terjadinya konflik. Konflik adalah sebagai

perbedaan persepsi mengenai kepentingan terjadi ketika tidak terlihat adanya

alternatif. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan

selalu akan terjadi. yang dapat memuaskan aspirasi kedua belah pihak (Wirawan,

2010).

Masyarakat mempunyai sisi ganda, konflik dan konsensus yang menjadi

persyaratan satu sama lain. Tidak akan ada konflik kecuali ada konsensus. Konflik

tidak akan lahir tanpa adanya konsensus sebelumnya. Konsep konsensus menurut

teori konflik merupakan ketidak bebasan yang dipaksakan, bukan hasrat untuk

stabil sebagaimana menurut teori fungsionalisme. Hal ini posisi sekelompok orang

dalam struktur sosial menentukan otoritas terhadap kelompok lainnya (otoritas

berada di dalam posisi). Kepentingan dikategorikan Dahrendorf menjadi

kepentingan tersembunyi dan kepentingan nyata (Polama, 2007). Dilain pihak,

konflik dapat menciptakan konsensus dan integrasi. Oleh sebab itu, proses konflik

sosial merupakkan kunci adanya struktur sosial. Dahrendrof berpendapat bahwa di

dalam setiap asosiasi yang ditandai oleh pertentangan terdapat ketegangan

diantara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan dan yang tunduk pada

struktur itu (Martono, 2011). Kekuasaan memisahkan dengan tegas antara

penguasa dan yang dikuasai, sehingga di dalam masyarakat terdapat dua pihak

yang saling bertentangan karena adanya perbedaan kepentingan.

Pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan konflik sosial, Para

ilmuwan sepakat mendefinisikan ”sebagai suatu kondisi/situasi proses interaksi

antara dua atau lebih individu atau kelompok dalam memperebutkan obyek yang
10

sama demi kepentingannya (Gunawan, 2013). Jadi menurut penafsiran para ahli

sosial menyatakan, bahwa konflik sosial tidak memberikan perbedaan terhadap

pihak-pihak yang terlibat, dan akses yang ditimbulkannya. Apakah itu interaksi

antara individu atau perorangan.

Literatur yang memberikan batasan arti terhadap konflik sangat banyak.

Pengertian mengenai konflik, akan bergantung pada sudut pandangpara ahli dalam

memberikan gambaran mengenai apa itu konflik. seorang ahli yang bernama T.F

Hoult, 1996. “Konflik adalah suatu situasi proses, yaitu proses interaksi antara dua

atau lebih indvidu atau kelompok, dalam memperebutkan objek yang sama, demi

kepentinggannya”. Objek dimaksud dapat berupa benda fisik dan fisik/hal yang

dapat memotivasi setiap orang, atau kelompok orang untuk melakukan usaha

keras/perjuangan untuk mendapatkannya. Konflik merupakan satu titik tertingi

equiblirium terjadinya praktik persaingan yang keras, dan kadang dapat

mengunakan kekuatan/kekerasan fisik.

Konflik dalam arti ini, lebih diarahkan pada pemahaman konflik dalam arti

destruktif. Pemaknaan konflik dalam arti ini, senada dengan pandangan mengenai

konflik dalam perspektif tradisional (The Traditional View), yang beranggapan

bahawa konflik itu buruk, sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari.

Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.

Konflik ini merupaka suatu hasil difungsional komunikasi akibat komunikasi

yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan antara orang-orang, dan kegagalan

pemimpin untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan (Robbin,

1996). Pendapat Robbin yang berusaha menafsirkan konflik berdasarkan


11

pandangan tradisional juga menekankan pada lemahnya/rusaknya komunikasi

antara manusia/kelompok manusia, Sehingga munculnya disharmonisasi.

Untuk lebih memahami mengenai Konflik maka perlu ditelusuri sejarah

munculnya teori konflik. Teori konflik merupakan teori yang mulanya

diperkenalkan oleh Karl Marx. Bermula pada perhatiannya terhadap masalah-

masalah perbedaan kelas sosial yang saat itu berkembang di Perancis. Perbedaan

kelas tersebut, menciptakan adanya kelompok masyarakat Borjuis dan Proletar.

Masyarakat Borjuis merupakan kelas masyarakat pemilik modal, mereka

mempunyai kekuasaan dan kekuatan uang, memilik ilmu dan keahlian khusus,

sementara masyarakat kelas proletar adalah mereka yang relatif minim memiliki

sumber-sumber daya modal, dan banyak sebagai pekerja miskin. Kehidupannya

bergantung pada sumber-sumber penghidupan yang disediakan/diberikan dari

masyarakat borjuis/pemilik modal (Prasetio, 2002).

Dengan demikian kelas masyarakat borjuis, merupakan kelas masyarakat

yang kuat. Sementara kelas proletar merupakan kelas masyarakat yang lemah,

Karena kuatnya kertergantungan kelas masyarakat proletar terhadap kelas

masyarakat borjuis secara tidak langsung, dan kuatnya penetarasi ekonomi kelas

borjuis terhadap kelas proletar sehingga menimbulkan praktik-praktik eksploitasi

kelas borjuis terhadap kelas proletar. Semakin lama gap/kesenjangan antara kelas

masyarakat borjuis dengan masyarakat proletar semakin lebar.

Kesenjangan tersebut tidak hanya di bidang ekonomi, tapi juga sudah

merembes ke bidang sosial dan budaya. Akibat berbagai persoalan tersebut

mendorong kesadaran dari kelas masyarakat proletar, yang memang selama ini
12

berada di bawah penguasaan kelas borjuis, melakukan pemberontakan yang lebih

dikenal sebuah gerakan sosial (Revolusi), masyarakat kelas proletar

mengharapkan bahawa dari gerakan ini akan mendapatkan kesetaraan dalam

pembagian sumber-sumber ekonomi dan mengakhiri kesenjangan dan praktik-

praktik eksploitasi terhadap diri mereka. Kemudian dari proses perjuangan

tersebut maka muncullah apa yang dikatakan konflik. Konflik yang lebih

disebabkan, karena adanya ketimpangan akses untuk memperoleh/menguasai

sumber-sumber ekonomi. Dari pergerakan revolusi di Perancis inilah, yang

mengilhami ditelorkan dua teori mengenai kelas sosial dan Teori Konflik oleh

Karl Marx.

Teori konflik Karl Marx tersebut pada hakikatnya, mengandung dua

makna yaitu, teori konflik yang mengandung sisi negatif, ditandai dengan adanya

tindakan kekerasan melalui revolusi sosial untuk mencapai tujuan/perubahan

drastis kearah perbaikan, tapi juga mengandung sisi positif dalam arti

manfaat/fungsi. Maksud manfaat positif disini bahwa untuk mencapai keadilan,

dan kemakmuran di dalam masyarakat kadang memang diperlukan adanya

revolusi kelas (Ahmad, 2007).

Ekonomi sangat memicu terjadinya konflik yang terjadi di dalam

masyarakat. Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi

tinggi atau karena alternatif yang bersifat integratif dinilai sulit didapat. Ketika

konflik semacam itu terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri

atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap. Ketika terjadi suatu konflik
13

dalam suatu masyarakat proses konsoliasi perlu di pertimbangkan jangan sampai

terjadi kekerasan yang dapat merugikan salah satu pihak yang berkonflik.

Sejalan dengan teoritis konflik pada umumnya yang berlawanan dengan

pendirian teori fungsionalisme struktural. Masyarakat selalu berada dalam proses

perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-

unsurnya. Setiap elemen- elemen yang ada dalam masyarakat memberikan

sumbangan terhadap disintegrasi sosial. Sehingga selalu terdapat konflik dan

pertikaian dalam sistem sosial. Kekuasaan mempunyai peran sentral dalam

mempertahankan ketertiban masyarakat. Keteraturan yang ada merupakan

paksaan pihak yang berkuasa kepada pihak yang dikuasai (Scott, 2000).

Beberapa penyebab atau akar timbulnya konflik, adalah sebagai berikut:

(1) Perbedaan pengetahuan atau pemahaman (informasi/fakta); (2) Perbedaannilai

(prinsip); (3) Perbedaan kepentingan (alokasi untung rugi); dan (4) Perbedaan

latar belakang personal/sejarah (Mitchell,2003). Adapun, membedakan konflik

dalam beberapa kategori. Pertama konflik sebagai persepsi dinyatakan karena

adanya perbedaan kebutuhan, kepentingan, keinginan atau nilai dari

seseorang/pihak denganorang/pihak lain.

Kedua, konflik sebagai perasaan ditandai dengan munculnya reaksi

emosional terhadap situasi atau interaksi yang memperlihatkan adanya

ketidaksesuaian. Ketiga, konflik sebagai tindakan merupakan bentuk ekspresi

perasaan dan pengartikulasian dari persepsi kedalam tindakan untuk memperoleh

sesuatu kebutuhanyang memasuki wilayah kebutuhan orang lain (Santosa,1999).


14

2. Jenis Konflik

Konflik banyak jenisnya dan dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai

kriteria. Sebagai contoh, konflik dapat dikelompokkan berdasarkan latar

terjadinya konflik, pihak yang terkait dalam konflik, dan substansi konflik

diantaranya adalah konflik personal dan konflik interpersonal, konflik interes

(Conflict of interest), konflik realitas dan konflik non realitas, konflik destruktif

dan konflik konstruktif, dan konflik menurut bidang kehidupan (Wirawan, 2010).

Konflik juga dapat dibedakan berdasarkan posisi pelaku konflik yang berkonflik,

yaitu (Wirawan, 2010) :

a. Konflik vertikal

Konflik yang terjadi antara elite dan massa (rakyat). Elit yang dimaksud adalah

aparat militer, pusat pemerintah ataupun kelompok bisnis. Hal yang menonjol

dalam konflik vertikal adalah terjadinya kekerasan yang biasa dilakukan oleh

pemerintah terhadap rakyat.

b. Konflik horizontal

Konflik terjadi dikalangan massa atau rakyat sendiri, antara individu atau

kelompok yang memiliki kedudukan yang relative sama. Artinya, konflik

tersebut terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan

relative sederajat, tidak ada yang lebih tinggi dan rendah.

3. Faktor Penyebab Konflik

Konflik terjadi karena adanya pihak-pihak yang ingin menguasai sesuatu

dan kepentingannya saling bertentangan. Faktor konflik sumberdaya alam dalam

kajian ekologi sangat beragam. Suatu konflik sumberdaya alam dapat terjadi
15

karena adanya perbedaan persepsi antar aktor pengelola yang mana kemudian

menjadi penyebab munculnya konflik. Selain itu pula, ketidakjelasan batas-batas

wilayah kelola juga kerap kali menjadi faktor yang paling dominan karena

masing-masing aktor akan saling mengakuisisi.

Faktor-faktor konflik termasuk sumber-sumber konflik perbedaan dan

perbedaan tersebut bersifat mutlak yang artinya secara obyektif memang berbeda.

Namun perbedaan tersebut hanya ada pada tingkat persepsi. Pihak lain bisa

dipersepsikan memiliki sesuatu yang berbeda dan pihak lain dicurigai sebagai

berbeda, meski secara obyektif sama sekali tidak terdapat perbedaan. perbedaan

tersebut dapat terjadi pada tataran, antara lain: (1) perbedaan persepsi; (2)

perbedaan pengetahuan; (3) perbedaan tata nilai; (4) perbedaan kepentingan; dan

(5) perbedaan akuan hak kepemilikan (Tadjudin, 2000). Penyebab konflik yang

adalah isu-isu utama yang muncul pada waktu menganalisis konflik, yaitu isu

kekuasaan, budaya, identitas, gender dan hak. isu-isu ini muncul ketika

mengamati interaksi antar pihak yang bertikai, yang pada satu kesempatan tertentu

akan menjadi latar belakang konflik serta berperan sebagai faktor-faktor yang

mempengaruhi secara diam-diam (Fisher et al, 2001).

Konflik memiliki sebab yang melatarbelakangi adanya konflik atau pertentangan

(Soekamto, 2006):

a. Perbedaan antara individu-individu

Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara

mereka.

b. Perbedaan kebudayaan
16

Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola

kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan

kepribadian tersebut.

c. Perbedaan kepentingan

Perbedaan kepentingan antara individu maupun kelompok merupakan sumber lain

dari pertentangan.

d. Perubahan sosial

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu dapat

mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Apabila dilihat dari konflik tanah tenggelam di Desa Timampu Kecamatan

Towuti Kabupaten Luwu Timur ini masuk dalam kategori konflik yang

disebabkan oleh perbedaan kepentingan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh

Hocker dan Wilmot, konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik

mempunyai tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga terjadi karena tujuan pihak

yang terlibat konflik sama, tetapi cara untuk mencapainya berbeda. Hal seperti ini

banyak terjadi dalam dunia politik dan bisnis (Wirawan, 2010).

Sebab- sebab terjadinya konflik antara lain (Diana Francis, 2006):

a. Komunikasi

Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti

dan informasi yang tidak lengkap.

b. Struktur.

Pertarungan kekuasaan antara pemilik kepentingan atau sistem yang bertentangan,

persaingan untuk merebutkan sumberdaya yang terbatas, atau saling


17

ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk

mencapai tujuan mereka.

c. Pribadi.

Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi dengan perilaku yang

diperankan mereka, dan perubahan dalam nilai-nilai persepsi.

Konflik sering kali merupakan salah satu strategi para pemimpin untuk

melakukan perubahan. Jika tidak dapat dilakukan secara damai, perubahan

diupayakan dengan menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan faktor-faktor

yang dapat menimbulkan konflik untuk menggerakan perubahan. Akan tetapi,

konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi obyektif yang dapat

menimbulkan terjadinya konflik. Berikut ini adalah kondisi obyektif yang bisa

menimbulkan konflik (Wirawan, 2010).

a. Tujuan yang berbeda dkemukakan oleh Hocker dan Wilmot, konflik terjadi

karena pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai tujuan yang berbeda.

b. Komunikasi yang tidak baik, komuikasi yang tidak baik seringkali

menimbulkan konflik dalam organisasi. Faktor komunikasi yang menyebabkan

konflik misalnya,distorsi, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, dan

penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang melakukan

komunikasi.

c. Beragam karakteristik sosial, konflik dimasyarakat sering terjadi karena

anggotanya mempunyai karakteristik yang beragam; suku, agama, dan ideologi.

Karakteristk ini sering diikuti dengan pola hidup yang eksklusif satu sama lain

yang sering menimbulkan konflik.


18

d. Pribadi orang, dalam hal ini konflik terjadi karena adanya sikap curiga dan

berpikiran negatif kepada orang lain, egois, sombong, merasa selalu paling benar,

kurang dapat mengendalikan emosinya, dan ingin menang sendiri.

e. Kebutuhan, orang yang memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain atau

mempunyai kebutuhan yang sama mengenai sesuatu yang terbatas jumlahnya.

Kebutuhan merupakan pendorong terjadinya perilaku manusia. Jika kebutuhan

orang terhambat, maka bisa memicu terjadinya konflik (Wirawan, 2010).

4. Akibat Konflik

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pertentangan atau konflik, antara lain

(Wirawan, 2010):

a. Bertambahnya solidaritas/in-group

Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, solidaritas antara

warga-warga kelompok biasanya akan tambah erat.

b. Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok

Hal ini terjadi apabila timbul pertentangan antar golongan dalam suatu kelompok.

c. Adanya perubahan kepribadian individu

Ketika terjadi pertentangan, ada beberapa pribadi yang tahan dan tidak tahan

terhadapnya. Mereka yang tidak tahan akan mengalami perubahan tekanan yang

berujung tekanan mental.

d. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia

Konflik yang berujung pada kekerasan maupun peperangan akan menimbulkan

kerugian, baik secara materi maupun jiwa-raga manusia.

e. Akomodasi, dominasi, dan takluknya suatu pihak


19

Konflik merupakan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Konflik bisa terjadi

ketika beberapa tujuan dari masyarakat tidak sejalan.

B. Induistri Tambang dan Environmental Justice (Keadilan lingkungan)

Manusia adalah mahkluk yang berbuat, mahkluk yang melakukan

produksi barang untuk memepertahankan hajat hidupnnya. Untuk

mempertahankan hajat hidup dan melanjutkan hidupnya, manusia harus dapat

mencukupi kebutuhan utamanya yaitu makanan, pakaian, tempat tinggal. Kerja

merupakan aktivitas paling utama dalam proses perkembangan kehidupan

manusia. Oleh karena itu manusia harus memproduksi semua kebutuhan-

kebutuhannya (Sztompka, 2008).dalam proses produksi inilah manusia

menggunakan dan mengembangkan alat-alat produksi (alat-alat kerja dan obyek

kerja) disamping tenaga kerjanya sendiri. Dimulai dengan menggunakan tangan,

kapak, palu, lembing, palu, cangkul hingga komputer serta mesin-mesin modern

seperti sekarang ini. Alat-alat produksi (ada tekhnologi di dalamnya) tidak pernah

bersifat surut melainkan terus maju disebut sebagai tenaga produktif masyarakat

yaitu kekuatan yang mendorong perkembangan masyarakat.

Perkembangan pada proses produksi pada masyarakat tidak hanya sebatas

memenuhi kebutuhan pribadi saja tetapi proses produksi berkembang menjadi

sebuah muatan komoditi, perkembangan peradaban terhadap kondisi ekonomi

politik yang terjadi meniscayakan revolusi induistri terjadi yaitu perubahan yang

cepat di bidang ekonomi dari kegiatan ekonomi agraris ke ekonomi industri yang

menggunakan mesin dalam mengolah bahan mentah menjadi bahan siap pakai.

Revolusi Industri telah mengubah cara kerja manusia dari penggunaan tangan
20

menjadi menggunakan mesin,Induistri tambang merupakan salah satu aktivitas

produksi yang terdorong dari kekutan revolusi induisrtri (brewwer, 1999).

1. Pengertian Pertambangan

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,

penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian

(mineral, batubara, panas bumi, migas). Paradigma baru kegiatan industri

pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan

lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi; 1) Penyelidikan Umum

(prospecting), 2) Eksplorasi: eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci, 3) Studi

kelayakan: teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal), 4) Persiapan

produksi (development, construction), 5) Penambangan (Pembongkaran,

Pemuatan, Pengangkutan, Penimbunan), 6) Reklamasi dan Pengelolaan

Lingkungan, 7) Pengolahan (mineral dressing), 8) Pemurnian/metalurgi ekstraksi,

9) Pemasaran, 10) Corporate Social Responsibility (CSR), 11) Pengakhiran

Tambang.

Berbicara pertambangan Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan

Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha

Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka penguasaan mineral atau batu

bara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi

kelayakan, konstruksi penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan

dan penjualan, serta pasca tambang, terdapat sejumlah unsur yang sudah pasti

melekat pada pertambangan, yakni adanya tindakan penghancuran/pengrusakan,


21

kebohongan, mitos, dan keuntungan untuk segelintir Pemilik modal (Foster,

2013).

Objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak

terbaharukan (non-renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya

dibutuhkan pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan

integratif dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan

(growth), aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek

konservasi (conservation) (Gorz, 2003).

2. Kawasan Pertambangan

Kawasan peruntukan pertambangan dimaksudkan untuk mengarahkan agar

kegiatan pertambangan dapat berlangsung secara efisien dan produktif tanpa

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penerapan kriteria kawasan

peruntukan pertambangan secara tepat diharapkan akan mendorong terwujudnya

kawasan pertambangan yang diharapkan dapat memberikan manfaat (Muta’ali,

2012). Manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan produksi pertambangan dan mendayagunakan investasi.

2) Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan subsektor serta

kagiatan ekonomi sekitarnya;

3) Tidak mengganggu fungsi lindung;

4) Memperhatikan upaya pengelolaan kamampuan sumberdaya alam;

5) Meningkatkan pendapatan masyarakat;

6) Meningkatkan pendapatan daerah pertambangan;

7) Menciptakan kesempatan kerja;


22

8) Meningkatkan ekspor; dan

9) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Konsep Environmental Justice (Keadilan Lingkungan).

Konsep dan Teori Environmental Justice Perkembangan paradigama

Environmental Justice atau keadilan lingkungan telah muncul akibat dari

berkembangnya wacana tentang lingkungan. Perkembangan wacana kesadaran

akan lingkungan memunculkan suatu gerakan sosial dari masyarakat sebagai

dampak adanya ketidak adilan dalam masyarakat (Taylor, 2000). Selanjutnya

Taylor (2000), membagi garis besar isu keadilan lingkunan menjadi beberapa

prinsip, yaitu :

1. Prinsip ekologis, meliputi (a) ecocentric dengan cara membangun kembali

saling ketergantungan spiritual untuk kesucian bumi, Menegaskan kesatuan

ekologi dan saling ketergantungan dari semua spesies; (b)stewardship, etika

tanah), dengan cara etis penggunaan lahan dan sumber daya terbarukan,

keseimbangan dan bertanggung jawab atas tanah dan sumber daya terbarukan; (c)

mengurangi konsumsi, tanggung jawab pribadi, dengan cara komitmen pribadi

untuk membuat pilihan untuk mengkonsumsi sesedikit mungkin isi sumber daya

bumi. komitmen pribadi untuk menghasilkan limbah sesedikit mungkin; (d) akses

ke sumber daya alam dan menyediakan akses yang adil untuk semua untuk

berbagai sumber daya pendidikan; dan (e) lingkungan, melalui pendidikan

lingkungan yang menekankan isu-isu sosial untuk sekarang dan generasi masa

depan dan pendidikan lingkungan berdasarkan apresiasi dan perspektif beragam

budaya.
23

2. Prinsip keadilan, meliputi (a) ekuitas antar generasi dengan pembangunan

berkelanjutan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya serta memprioritas ulang

terhadap gaya hidup kita untuk memastikan kesehatan dunia alam untuk

kepentingan generasi masa depan; (b) Intragenerational ekuitas, melalui

mengenali kebutuhan untuk kebijakan ekologi perkotaan, membersihkan dan

membangun kembali kota-kota dalam keseimbangan dengan alam, mengenali

kebutuhan untuk kebijakan ekologi pedesaan dan membersihkan dan membangun

kembali daerah pedesaan dalam keseimbangan dengan alam; (c)Hak, kebebasan,

dan menghormati untuk terbebas dari kehanncuran ekologi; (d) tindakan tegas

ketidakadilan lingkungan yang merupakan pelanggaran hukum internasional).

3. Prinsip otonomi, meliputi (a) perjanjian dan, kedaulatan; (b)penentuan nasib

sendiri dengan menegaskan hak politik, ekonomi, dan budaya dan penentuan

nasib sendiri dari semua orang-orang, menegaskan kedaulatan rakyat pribumi dan

penentuan nasib sendiri dan Self-penyembuhan Hubungan.

4. Budaya, yakni menghargai dan merayakan budaya dan bahasa masing-masing,

menghormati integritas budaya dari semua komunitas, menghargai dan merayakan

sistem kepercayaan masing-masing tentang dunia alam. Kesadaran untuk

Environmental Justice atau keadilan lingkungan telah tumbuh baru-baru ini,

tetapi masih sangat sedikit telah menjadi perhatian untuk diimplementasikan

terutama yang mengacu pada tuntutan gerakan sosial.

Keadilan lingkungan adalah perlakuan yang adil dan keterlibatan yang

berarti dari semua orang tanpa membedakan ras, warna kulit, asal negara, atau

penghasilan sehubungan dengan pengembangan, implementasi, dan penegakan


24

hukum lingkungan hidup, peraturan, dan kebijakan. Beberapa ahli lain menyebut

keadilan lingkungan sebagai pergerakan di lapisan masyarakat bawah (grassroot)

yang memperjuangkan perlakuan yang sama bagi masyarakat tanpa memandang

suku bangsa, budaya, sosial ekonomi, dalam hal pembangunan, implementasi dan

penegakan hukum, peraturan dan kebijakan. Perlakuan adil berarti pula tidak

boleh ada seorangpun atau kelompok tertentu yang lebih dirugikan oleh suatu

dampak lingkungan. Berdasarkan definisinya, Environmental Justice mengandung

tiga aspek sebagai berikut:

1. Aspek keadilan prosedural: keterlibatan seluruh pihak (masyarakat) dalam

arti yang sebenarnya;

2. Aspek keadilan subtantif: hak untuk tinggal dan menikmati lingkungan yang

sehat dan bersih; dan

3. Aspek keadilan distributif: penyebaran yang merata dari keuntungan yang

diperoleh dari lingkungan.

Hubungan antara masyarakat dan tambang adalah sebuah perubahan sosial

terhadap produksi sosial.Sejarah pertanahan pada perkembangan peradaban

manusia tidak terlepas dari keberadaan tanah bagi petani. Barrington Moore

mengatakan “sebelum melihat petani, terlebih dahulu harus melihat masyarakat

secara keseluruhan.” Dengan demikian untuk menentukan “apa yang membuat

petani bersikap revolusioner,” maka kita harus menganalisis negara dengan

kaitannya dengan konteks internasional, nasional, kelompok sosial dominan, dan

situasi likal kaum petani itu sendiri (Mustain, 2007).


25

Perkembangan peradaban yang kian pesat dalam bidang induistri memaksa

negara-negara berkembang untuk memanfaatkan sumber daya alam yang mereka

miliki sebagai aset pendapatan negara, namun celakanya kepemilikan perusahaan

indusitri terutama pada wilayah tambang sebagian besar dimiliki oleh investor

asing akibat sistem perekonomian yang neolib, aktivitas pertanian yang tak bisa

bertahan dikarenakan Negara dan korporasi yang melakukan kerjasama

meniscayakan pencaplokan tanah terhadap lahan pertanian masyarakat serta

membuat dampak kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat yang berada

disekitaran tambang.

Lahan pertanian yang dirampas oleh pemodal dengan menggunakan

tangan-tangan kekuasaan negara memaksa petani untuk pasrah terhadap keadaan.

Masyarakat yang tinggal di wilayah sekitaran tambang yang berprofesi sebagai

petani tak dapat berbuat apa-apa sehingga mengakibatkan petani terintegrasi pada

reproduksi sosial dalam hubungannya dengan tanah, kapitalisme neoliberal juga

menghasilkan kemiskinan yang menyingkap batas-batas sosial dan ekologi dari

narasi pembangunan (Saturnino, 2010).

Kehidupan masyarakat dari seorang petani lambat laun akan menjadi

seorang ploretar yang disebut sebagai ploretarisasi petani karena matapencarian

ekonomi yang hilang mengakibatkan masyarakatpun bergantung pada sektor

perekonomian pada wilayah tambang, bukan hanya itu masyarakat yang berada

disekitaran tambang kerapmendapatkan dampak kerusakan lingkungan akibat

aktivitas tambang yang tidak terkontrol yang akhirnya menciptakan konflik antara

perusahaan dengan masyarakat.


26

C. Proses Penyelesaian Konflik

1. Negosiasi

Walgito (2010) mengemukakan bahwa negosiasi adalah keterampilan,

sehingga dapat dipelajari. negosiasi ialah sebuah proses yang dilakukan oleh

seseorang yang mempunyai bagian dalam konflik, ingin mencapai kesepakatan,

serta mencoba mencapai penyelesaian.

Mengelola konflik pada proses negosiasi memiliki dua pendekatan yang biasa

diunakan, yaitu sebagai berikut:

a. Mengadakan latihan kerja sama antarpribadi atau antarkelompok.

Pelatihan ini terdapat kontak langsung antarpribadi atau antarkelompok.

Pada kontak langsung dan mengadakan kerjasama antarribadi atau antarkelompok,

akan dipelajari beberapa keterampilan, antara lain adalah mendengarkan secara

aktif dan mengkomunikasikan kembali apa yang telah dimengerti, melatih dan

menumbuhkan empati, menerima, memberi, dan menggunakan masukan yang

konstruktif.

b. Campur tangan pihak ketiga.

Apabila pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok mengalami kesulitan

dalam mengelola konflik di antara mereka, maka langkah yang paling tepat adalah

menghadirkan pihak ketiga. Beberapa langkah yang bisa diambil dalam

menghadirkan pihak ketiga adalah melalui keputusan pengadilan atau melibatkan

mediator, yaitu pihak ketiga yang independen untuk bekerjasama dengan kedua

pihak dalam mengidentifikasi masalah serta dalam mencapai persetujuan yang

memuaskan bagi kedua belah pihak.


27

Adapun penyelesaian konflik terdiri atas dua, yaitu sebagai berikut:

1. Win-Lose Solution

Win-Lose Solution yang dimaksudkan adalah penyelesaian konflik yang

hanya bisa memenuhi kebutuhan dan memuaskan satu pihak saja dari dua pihak

yang berkonflik. Win-Lose Solution memiliki beberapa faktor yang berperan

penting di dalamnya yaitu pertama, terdapat keyakinan bahwa dalam konflik

selalu ada yang kalah agar yang lain bisa menang. Kedua, pada keadaan yang

demikian, umumnya seseorang atau suatu kelompok tidak dapat melihat hal-hal

yang negatif pada pihaknya. Ketiga, pada umumnya juga kejujuran dari pihak-

pihak tertentu masih kurang. Keempat, terdapat perasaan ingin saling membalas

satu dengan yang lain. Kelima, pada umumnya, kedua belah pihak terlalu

emosional. Keenam, terdapat anggapan bahwa pihak lain yang salah.

2. Win-Win Solution

Win-Win Solution yang dimaksudkan adalah selain menghadirkan kedua

belah pihak, tidak seperti win-lose solution, pada win-win solution semua pihak

harus terpenuhi kebutuhannya dan harus merasa sama-sama puas. Langkah-

langkah yang perlu diambil dalm win-win solution adalah mengenali adanya

masalah, menyadari posisi masing-masing pihak, mendiskusikan masalah dan

kemungkinan penyelesaiannya, serta menyelesaikan masalah yang dapat diterima

oleh kedua belah pihak.

Secara umum teknik negosiasi dapat dibagi menjadi : (Nurnaningsi dalam

Khairina, 2013).
28

a. Teknik Negosiasi Kompetitif (teknik negosiasi alot(tough)) Adalah teknik

negosiasi yang bercirikan : menjaga agar tuntutan tetap tinggi sepanjang

proses negosiasi, menganggap perunding lain sebagai musuh, jarang

memberikan konsesi dan sering kali menggunakan cara yang berlebihan.

b. Teknik Negosiasi Kooperatif Menganggap pihak negosiator lawan bukan

musuh namun sebagai mitra kerja mencari kepentingan bersama. Juga

merupakan teknik penyelesaian yang adil berdasarkan fakta hukum.

c. Teknik Negosiasi Lunak dan Keras Adalah saling melengkapi, dan

menempatkan pentingnya hubungan baik antar pihak yang bertujuan untuk

mencapai kesepakatan. Sedangkan teknik negosiasi keras menempatkan

perunding sangat dominan terhadap perunding lunak, menganggap pihak

lawan adalah musuh dan bertujuan untuk memperoleh kemenangan.

d. Teknik Negosiasi Interest Based Yaitu jalan tengah atas pertentangan keras-

lunak yang memiliki empat komponen dasar yaitu: orang, kepentingan, solusi,

dan kriteria objektif.

Walgito (2010) menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam negosiasi

adalah sebagai berikut:

1. Ada tiga interpendensi yang melekat (inherent) dalam tiap negosiasi, yaitu:

participation interpendence, dan information interpendence. participation

interpendence adalah dimanna paling ada dua pihak untuk negosiasi; apakah

dua anggota dari satu kelompok, dua organisasi, du kelompok, atau dua

Negara. Kemudian, outcome interpendence terjadi sebagai suatu kesepakatan

yang dapat dicapai hanya sikap kooperatif dari yang berselisih (disputant).
29

Selanjtnya information interpendence terjadi karena negosiator bebas

terhadap satu dengan yang lainuntuk informasi mengenai kemungkinan

terjadinya kesepakatan.

2. Setiap negosiasi terdapat elemen kooperatif dan kompetitif. Keseimbangan

antara kooperatif dan kompetitif menentukan bagaimana negosiasi

dilaksanakan.

3. Selama negosiasi berlangsung, terbentuklah norma umum, yaitu norma

timbal balik dan norma keadilan.

4. Negosiasi memiliki dimensi waktu yaitu permulaan tengah dan akhir. Strategi

dan taktik yang digunakan sebagai permulaan negosiasi merupakan

pertukaran proposal dan informasi apabila dilakukan tergesa-gesa maka akan

menghasilkan kesepakatan yang berbeda.

5. Negosiasi terdapat pihak yang berselisih mengalami dilema tujuan yaitu

bagaiman mencapai kesepakatan yang menyenangkan bagi dirinya tapi tidak

untuk orang lain.

2. Mediasi

Ahmadi (2007) menjelaskan bahwa mediasi merupakan pengendalian konflik

yang dilakukan apabila kedua belah pihak berkonflik untuk sepakat dalam

menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga akan memberikan

pemikiran atau nasihat-nasihatnya mengenai cara terbaik dalam menyelesaikan

konflik. Cara seperti ini efektif untuk mengurangi irasional yang kadang timbul

pada saat konflik.

Khairina (2013) mengemukakan beberapa jenis-jenis mediasi,yaitu:


30

1. Mediasi di Pengadilan

Mediasi ini sudah ada sejak lama. Para pihak mengajukan perkara yang dialami ke

pengadilan, diwajibkan untuk menempuh prosedur mediasi terlebih dahulu

sebelum akan dilakukan pemeriksaan mengenai pokok perkara.

2. Mediasi di luar Pengadilan

a. Mediasi Perbankan : Suatu Bank tentunya memiliki sistem yang sudah standar

terhadap pelayanan yang dilakukan terhadap nasabahnya. Namun, tidak

tertutup kemungkinan pelayanan yang diberikan Bank kepada nasabahnya

tidak memberikan hasil yang memuaskan /bagi nasabahnya sehingga sering

kali nasabah merasa dirugikan

b. Mediasi Hubungan Industrial : Sering kali pihak pekerja ketika berhadapan

dengan pengusaha berada dalam posisi yang lemah yang disebabkan oleh

berbagai macam faktor. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara yang dapat

mengakomodasi kepentingan para pihak, dengan harapan dapat diambil suatu

keputusan yang dapat diterima oleh masing-masing pihak sehingga

dibentuklah mediasi untuk perselisihan hubungan industrial.

3. Mediasi Asuransi

Asuransi berperan untuk mengalihkan risiko yang seharusnya ditanggung

oleh nasabah asuransi. Masyarakat seringnya mengetahui asuransi hanya dari sisi

manfaatnya, tetapi tidak mengetahui secara detail akan asuransi itu sendiri dan

sering kali mengakibatkan terjadinya sengketa yang berbelit-belit antara

perusahaan asuransi dan nasabahnya.


31

D. Kerangka Pikir

Kehidupan masyarakat banyak terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut

telah memunculkan berbagai perbedaan kepentingan sehingga menimbulkan

konflik. Konflik sering kali terjadi baik antar individu, antar kelompok maupun

antar pemerintah dan pengusaha. Konflik dalam penelitian ini adalah awal mula

terjadinya konflik di Desa Timampu Kecamatan Towuti ini disebabkan lahan

yang biasa dijadikan lahan pertanian oleh masyarakat setempat terendam oleh air

yang meluap dari DAM Larona milik PT. Inco yang sekarang berganti nama

menjadi PT. Vale

Lahan produktif masyarakat yang tenggelam akibat meluapnya DAM

Larona milik PT. Vale tersebut mendapatkan pertentangan dari masyarakat

sekitar. Pertentangan masyarakat ini sampai banyak menimbulkan aksi protes dari

tahun ke tahun. Tahap selanjutnya akan membahas relasi tambang dan masyarakat

dinamika konflik yang terjadi yang di dalamnya mengacu faktor-faktor penyebab

konflik, dampak konflik dan pola penyelesaian konflik. Untuk lebih jelasnya

seperti bagan berikut ini:


32

Bagan Kerangka Pikir

Aktivitas Pertambangan

Konflik ekologi Faktor penyebab konflik

Masyarakat di PT. Vale


Desa Timampu

Penyelesaian
Konflik :
 Negosiasi
 Mediasi

E. Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian yang dilakukan penulis yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti mengenai Penyelesaian Konflik antara PT. Vale Dengan

Masyarakat Di Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur (Studi Kasus

Penenggelaman Lahan Di Desa Timampu). Yang mencangkup :

1. Aktivitas Pertambangan

2. Konflik Ekologi

3. Faktor penyebab konflik

4. Penyelesaian Konflik
33

Dalam penelitian karya ilmiah ini, penulis menggunakan pendekatan tujuan untuk

melihat sejauh mana penyelesaian konflik antara PT. Valedan masyarakat di Desa

Timampu, Kec. Towuti, Kab. Luwu Timur.

F. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Aktivitas pertambangan adalahkegiatan pertambangan meliputi kegiatan untuk

melakukan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi,

konstruksi, pemurnian

2. Konflik ekologi merupakan pertentangan antara individu, ataupun kelompok

yang mempersoalkan perbedaan kepentingan terhadap kerusakan kondisi

lingkungan.

3. Faktor penyebab konflik adalah indikator yang menjadi asal mula terjadinya

sebuah konflik antara pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda.

4. Penyelesaian konflik adalah upaya mendamaikan antara antara kedua belah

pihak baik individu, ataupun kelompok yang memiliki pandangan berbeda

hingga melahirkan sebuah pertentangan.


34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Desa Timampu, Kecamatan, Kabupaten

Luwu Timur, waktu dalam melakukan penelitian direncanakan selama 2 (Dua)

bulan lamanya, dimana objek penelitian yang akan dilaksanakan disekitaran

wilayah tanah tenggelam serta pemukiman masyarakat di Desa Timampu. Adapun

alasan memilih obyek lokasi penelitian tersebut adalah karena lokasi ini

merupakan salah satu wilayah yang bermasalah terkait konflik tanah tenggelam

yang diakibatkan terbentuknya proyek Dam Larona untuk memenuhi kebutuhan

listrik PT. Inco yang kini berganti nama menjadi PT. Vale.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptifanalitis yaitu penelitian

yang menyajikan gambaran yang lengkap mengenai setting sosial dan hubungan-

hubungan yang terdapat dalam penelitian sehingga penelitian ini dapat

digolongkan ke dalam penelitian kualitatif.

Deskriptif – analitis adalah suatu upaya untuk menggambarkan hasil dari

data-data yang diperoleh di lapangan, baik secara lisan maupun tulisan untuk

kemudian dianalisis sebagai suatu kesimpulan penelitian. Penelitian ini berusaha

mengidentifikasi faktoryang mempengaruhi konfllik dan bagaimana pola

penyelesaian konflik.
35

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini berupa penelitian secara survey, dari kata, kalimat dan

gambar yaitu tipe penelitian yang berusaha untuk untuk mempelajari,

menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) secara jelas tentang

bagaiamana faktor penyebab konflik antara masyarakat dengan PT. Vale dan

penyelesaian konflik antara PT. Vale dengan masyarakat di Desa Timampu,

Kecamatan towuti, Kabupaten Luwu Timur.

C. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi dan wawancara

yaitu data yang diperoleh langsung dari informan melalui tatap muka langsung

dan terbuka sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperolehmelaluistudikepustakaan,

referensi-referensi, peraturan perundang-undangan, dokumen, observasi, yang

diperoleh dari lokasi penelitian.

D. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah pemerintah Desa

Timampu dan pihak perusahaan PT. Vale Kabupaten Luwu Timur. Dengan

demikian informan dalam penelitian ini adalah manajemen PT. Vale, masyarakat

setempat ,dan Tim Tanah Tenggelam (organisasi yang di bentuk untuk mengawal

kasus tanah tenggelam di Desa Timampu, Kec. Towuti, Kab Luwu Timur).

Adapun informandalam penelitian ini sebanyak 12 orang, yaitu:


36

1. Tim Negosiasi (3 orang).

2. PT. Vale (3 orang)

3. masyarakat Korban tanah tengelam. (5 orang).

4. Anggota DPRD LUTIM (1)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti

dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga

dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun

cara-cara tersebut dapat dibagai atas tiga bagian, yakni melalui: observasi atau

pengamatan, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi

informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat),

pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan.

Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik

perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti

perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek

tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Lebih rincinya

observasi ini terkait dengan faktor yang memepengaruhiterjadinya konflik serta

pola penyelesaian persoalan lahan tenggelam di Desa Timampu.

2. Wawancara

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara secara

langsung (tanya jawab dalam bentuk komunikasi verbal) kepada semua informan

yang ada. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara terstruktur
37

dengan menyiapkan bentuk-bentuk pertanyaan yang sama antar informan satu

dengan yang lainnya.

3. Dokumentasi

Dokumentasi, yaitu pencatatan dokumen dan data yang berhubungan

dengan penelitian ini. Data ini berfungsi sebagai bukti dari hasil wawancara di

atas. Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan

menelusuri dan mempelajari dokumen-dokumen yang sudah ada. Hal ini

dimaksud untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan

materi penelitian. Studi dokumentasi dilakukan dengan mempelajari buku-buku

dan hasil laporan lain yang adakaitannya dengan obyek penelitian.

F. TeknikAnalisis Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah informasi atau data yang

telah didapat, baik yang diperoleh dariwawancara, pengamatan, atau pun dari

studi terhadap dokumen-dokumen. Keseluruhan data yang didapat tersebut

dirangkum dan dikategorisasikan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.

Selanjutnya, kategori-kategori yang telah diklasifikasikan tersebut dikontruksikan

dengan pendekatan kualitatif dalam sebuah deskripsi untuk kemudian dianalisis

sehingga memungkinkan diambil kesimpulan yang utuh (Emzir, 2012).

G. Pengabsahaan Data

Validasi data sangat mendukung hasil akhir penelitian, oleh karena itu

diperlukan teknik untuk memeriksa keabsahan data. Keabsahan data dalam

penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik triangulasi. Dalam teknik

pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang


38

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data

yang telah ada. Teknik seperti ini juga menggunakan teknik pengumpulan data

yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan untukmenguji kredibilitas data dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini,

untuk menguji kredibilitas data tentang faktor penyebab konflik tanah tenggelam

dan pola penyelesaiaanya serta masyarakat di Desa Timampu yang menjadi

objek.

2. Triangulasi Metode

Triangulasi metode bermakna data yang diperoleh dari satu sumber dengan

menggunakan metode atau teknik tertentu, diuji keakuratan atau ketidak

akuratannya.

3. Triangulasi Waktu

Triangulasiwaktu berkenan dengan waktu pengambilan data. Waktu juga

sering mempengaruhi kredibilitas data, data yang dikumpulkan dengan

teknikwawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak

masalah, sehingga akan memberikan data yang lebih valid.

4. Mengadakan Member Check.

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data. Tujuan member checkadalah untuk mengetahui seberapa

jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

Agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan
39

sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.

Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan

data selesai, atau setelah mendapat suatu temuan atau kesimpulan. Caranya dapat

dilakukan secara individual, dengan cara peneliti datang ke pemberi data, atau

melalui forum kelompok.


40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Luwu Timur

Kabupaten Luwu Timur adalah salah satu daerah II di provinsi Sulawesi

Selatan, Indonesia. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Luwu

Utara yang disahkan dengan UU Nomor 7 Tahun 2003 pada tanggal 25

Februari 2003. Malili adalah ibu kota dari Kabupaten Luwu Timur yang terletak

di ujung utara Teluk Bone. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.944,98 km2.

Kabupaten ini terdiri atas 11 Kecamatan yakni Kecamatan Malili, kecamatan

Angkona, Tomoni, Tomoni Timur, Kalena, Towuti, Nuha, Wasponda, Wotu,

Burau dan Mangkutana. Di kabupaten ini terletak Sorowako, tambang nikel yang

dikelola oleh Inco, sebuah perusahaan Kanada yang kini berubah nama menjadi

PT Vale . Pada tahun 2008, Pendapatan Asli Daerahnya berjumlah Rp. 38,190

miliar.Pendapatan per kapita masyarakat Luwu Timur pada tahun 2005 adalah Rp.

24,274 juta (Kab. Luwu Timur. 2008. Selayang pandang. Diakses dari

http://http://www.luwutimurkab.go.id/, pada tanggal 28 juli 2015 pukul 21.02

WITA).

Kabupaten Luwu Timur, di takdirkan Tuhan sebagai salah satu kabupaten

yang mempunyai potensi sumber daya alam yang melimpah. Baik air, energi,

mineral, laut dan tradisi budaya. Kabupaten Luwu Timur mrupakan Kabupaten

baru hasil pemekaran dan berpemerintahan sendiri, sejak 4 mei 1999.


41

Ibu kota kabupaten Luwu Timur, Malili dapat di tempuh melalui jalan

darat, kurang lebih 11 jam, atau 45 menit penerbangan dariMakassar. Pintu

gerbang Kabupaten Luwu Timur melalui udara adalah kota sorowako, yang

terletak di kawasan pertambangan nikel. Selain kaya dengan biji nikel, biji besi,

dan potensi tambang lainnya, kabupaten ini juga merupakan daerah yang sangat

subur. Setidaknya, hanay 4 dari 11 kecamatan di kabupaten ini yang bergantung

hidup dari pertambangan. Sisanya hidup dengan kesuburan lahan dan semangat

enterpreneurship.

Komoditas dari kabupaten ini dari sektor perkebunan, yang produk kakao-

nya merupakan produk unggulan. Struktur dan komposisi tanah kabupaten ini

juga layak usaha pertanian dan perkebunan pada umumnya. Akan halnya produksi

padi menjadi produk unggulan. Potensi sumber daya alam dengan daya dukung

lahan, sumber daya air, dan lingkungan yang kuat, sesungguhnya merupakan

modal utama untuk mengembangkan semangat kewirausahaan masyarakat. Hal

tersebut selaras dengan upaya penguatan sumber daya manusia masyarakat Luwu

Timur. Arah pengembangan potensi sumber daya manusia berbasis

kewirausahaan, khususnya di sektor agribisnis, relevan dengan realitas

masyarakat. Sebagian besar penduduk Luwu Timur menggantungkan hidup dari

lahan usaha pertanian.sektor pertanian menyerap 70,37 persen dari total 62.289

tenaga kerja. Hal ini bermakna, kabupaten Luwu Timur tak sepenuhnya

bergantung kepada potensi pertambangan bijih nikel dan bijih besi.

Memang tak dapat di pungkiri kenyataan bahwa 4 (empat) kecamatan

hidup dari pertambangan. Selama ini, desa Sorowako, misalnya menyimpan


42

kandungan deposit bijih nikel yang sangat banyak. Tak habis dieksploitasi sampai

30 tahun ke depan. Apalagi, nikel matte yang di tambang dari kecamatan Nuha

dan Towuti di yakini berkualitas terbaik,setara dengan produk Amerika Selatan.

Produk nikel matte ini diekspor ke jepang dan memberi limpahan dolar kepada

propinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten Luwu Timur. Nikel merupakan nilai

logam serbagunga yang penting untuk meningkatkan taraf hidup dan mendorong

pertumbuhan ekonomi.

2. Gambaran Umum Desa Timampu Kecamatan Towuti

Desa Timampu adalah salah satu Desa dari 11 (sebelas) Desa di

Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur. Berdasarkan sejarah keberadaan

Timampu telah ada sejak jaman perjuangan pergerakan kemerdekaan Republik

Indonesia, secara garis besar dapat kami uraikan gamabaran struktur pemerintahan

desa sebagai berikut:

1. Tetoro’

2. Makole

3. Semba statusnya hampir sama dengan camat

4. Kapala statusnya hampir sama dengan kepala desadan termaksud salah

satudiantaranya ialah kapala Timampu adapun yang berstatus kepala desa

ialah:

a. Losu(Almarhum)

b. Muncul

c. Abdul Halim

d. Muchtar Husain
43

e. H.AS. Paletteri

f. H. Muh. Akram Suasana

g. M.Adil

1. Luas wilayah Desa Timampu :

Luas wilayah Desa Timampu adalah 252Km2 (25.200 Ha)

2. Demografi/Batas Desa

Sebelah utara : Desa Pekaloa

Sebelah Timur : Danau Towuti

Sebelah selatan : Desa Tokalimbo

Sebelah Barat : Desa Pekaloa dan Desa Tabarano

3. Jumlah penduduk terdiri dari 2.751 jiwa,

Laki-Laki : 1.430 jiwa

Perempuan : 1.321 jiwa

4. Jumlah Kepala keluarga 610 (KK)

KK Laki-Laki :1.407

KK Perempuan :1.296

5. Wilayah Desa timampu terdiri dari 3 Dusun dan 10 RT

Dusun Timampu :4 RT

Dusun Bakara :3 RT

Durun Tirowali : 3 RT

Desa Timampu dalam melaksanakan pemerintahan, pembangunan dan

pembinaan kemasyarakatan, ada beberapa lembaga yang ada di Desa Timampu

baik Lembaga Pemerintah maupun lembaga non pemerintah yang membantu


44

pemerintah Desa dalam berbagai kegiatan pemerinta dan pembangunan serta

pembinaan kemasyarakan sebagai berikut :

1. Lembaga Masyarakat Desa (LMD)

2. Badan Musyawarah Desa (BPD)

3. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD)

4. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK)

5. Karang Taruna

6. Remaja Mesjid

7. Majelis Agama Islam Desa Timampu (MAI-DT)

8. Kelompok Tani

9. Koperasi Tani

10. Yayasan Pendidikan

11. Kelompok Pengajian

12. Perlindungan Masyarakat (Polmas)

13. Babainsa

14. Assosiasi Pengusaha Kayau (APK)

15. Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN)

16. PNPN

17. Limmas

Dari sejumlah lembanga tersebut telah berpartisipasi dan mengambil

bahagian dalam proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan di Desa Timampu

sehingga apa yang kita ingin capai dapat terlenksana sesuai tugas kita bersama.
45

a. Strategi dan Arah Kebijakan

1. Strategi

Dalam pembangunan Daerah dewasa ini, seiring dengan pelaksanaan

otonomi daerah, maka pemerintah desa diharapkan mampu mengembangkan

desanya secara mandiri yang di tandai dengan semakin berfunsinya lembaga-

lembaga yang ada di desa untuk turut mengambil bagian dalam proses

pembangunan. Dengan demikian dengan arah dan tujuan yang ingian dicapai

harus jelas dan memiliki rasinalitas untuk mencapainya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

perencanaan pembangunan nasional yang merupakan penjabaran dari visi dan

misi yang ditempuh melalui strategi pokok dan dijabarkan dalam agenda

pembangunan, yang secara jelas memuat sasaran pokok yang harus dicapai.

Visi dan Misi yang kami embank selama penjalankan tugas sebagai kepala

desa timampu yakni “Menjadikan Timampu Sebagai Pusat Perekonomian”.

Visi Kepala Desa Timampu dalam kurung waktu Tahun 2003 – 2008 yaitu :

1. Mewujudkan Desa Timampu yang aman

2. Mewujudkan Desa Timampu yang sejahtera

3. Mewujudkan Desa Timampu yang demokratis

4. Mewujudkan Desa Timampu yang akuntable dan transparansi.

Berdasarkan Visi dan Strategi pembangunan Desa Timampu diarahkan pada

Empat Misi sasaran pokok :

1. Terpenuhinya rasa aman pada masyarakat

2. Terciptanya Masyarakat yang Sejahtera


46

3. Terciptanya Masyarakat Demokratis

4. Terciptanya Pemerintahan yang bersih

Di dalam mewujudkan Visi dan menjalangkan Misi pembangunan Desa

yang merupakan bagian integeral pemjabaran dari pembagunan daerah Kabupaten

Luwu Timur dalam rangka pemcapaian sasaran yang di sesauaikan dengan

potenti, aspirasi dan permasalahan pembangunan di desa. Oleh karnanya

pembangunan di desa merupakan usaha membangun dan memperkuat

pemerintahan dalam rangka semakin mantapnya Otonomi daerah dan desa yang

nyata, dinamis dan bertanggunjawab.

2. Arah Kebijakan

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Rencana Pembangunan Jangka

Menegah (RPJM) Desa ditetepkan paling lama 6 (enam) bulan setelah Kepala

Desa terpilih dilantik. RPJM merupakan penjabaran dari visi dan misi dan

program kerja Kepala Desa selama 5 Tahun ditempuh melalui strategi pokok yang

dijabarkan dalam agenda pembangunan Desa Timampu..Dalam kaitan dengan

RPJM desa Kepala Desa setiap Akhir tahun membuat RENCANA KERJA

PEMERINTA (RKP) desa yang diselesaikan paling lama bulan April tahun

anggaran berikutnya.secara garis besarnya dapat kami laporkan prokram selama

masa bakti kami sebagai kepala desa periode 2003-2008 sebagai berikut :

3. Bidang Pemerintahan

Untuk memjalangkan roda pemerintahan, pembangunan, pembinaan dan

pelayanan kemasyarakatan Kepala Desa di Bantu oleh :

1. Seorang Sekertaris Desa


47

2. Tiga (3) Orang Kepala Urusan ( KAUR)

3. Tiga (3) Orang Kepala Dusun

4. Seorang Bendahara Desa

5. 17 Orang Perangkat Desa

Kesempatan ini pulah dapat kami sampikan bahwa selama menjabat sebagi

kepala Desa timampu, telah mengambil kebijakan merotasi aparat dan perangkat

desa dengan factor pertimbangan sebagai berikit :

1. Yang bersangkutan Tidak dapat menjalangkan tugas

2. Yang bersangkutan mempunyai pekerjaan tetep di instasi lain

3. Yang bersangkutan terangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Dalam kaitannya dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah desa

timampu telah ditetepakan peraturan desa dan keputusan kepala desa di

antaranya.

1. Peraturan Desa ( PERDES) tentang APBDes

2. Keputusan Kepala Desa tentang pengangkatan, pemberhentian aparatur dan

perangkat desa

3. Keputusan Kepala Desa tentang penetapan pengurus lembanga-lembaga di

desa Timampu.

Dalam kaitannya dalam pemungutan pajak bumi dan bagunan (PBB) jika

mengaju pada mekanisme yang berlaku, penarikan PBB pada setiap wajib pajak

yang bersangkutan harus membayar dan menyetor pajaknya di bank yang telah

ditunjuk oleh pemerintah. Namau pemerintah desa mengambil kebijakan agar

realisasi pembeyaran PBB dapat tepat waktu maka dilibatkanlah aparat dan
48

perangkat desa untuk melakukan penagihan kepada setaiap wajib pajak

selanjutnya diselesaikan di BRI unit wawondula .

Dalam melaksanakan proses administrasi di desa timampu dalam kurung

waktu tahun 2003-2008 tercatat sejumlah surat masuk dan keluar setiap tahun

mengalami pengingkatan. Hal ini memberikan pertanda bahwa proses pelayanan

terhadap masyarakat yang mambutuhkan telah dilakukan sesuai mekanisme dan

prosedur serta aturan yang berlaku.

Sarana dan prasaran penunjang kelancaran dalam melaksanakan tugas

pemerintahan di Desa dapat di rinci sebagai berikut :

Kantor Desa : 1 buah

Sekertariat BPD : 1 buah ( status Kontrak)

Poskamling : 3 buah

Komputer : 2 buah

Mesin Tik : 4 buah ( 3 Rusak )

Meja : 6 buah

Kursi : 40 buah

Lemari : 2 buah

Papan data : 3 bauh

Kendaraan Dinas Roda 2 : 1 Unit ( DD 4112 R )

4. Bidang Pembangunan

Pemerintah desa timampu dalam melaksanakan pembagunan Fisik dan

Non Fisik secara bertahap dilaksanakan secara bersama-sama masyarakat,

pemerintah, BPD serta organisasi kemasyarakatan yang ada di desa. Secara garis
49

besarnya dapat kami laporkan pembagunan Fisik yang telah dilaksanakan selama

tahun 2003-2008 sebagai berikutr :

a. Galian Prit Lokasi Kuburan Swadaya / APK Th.2004

b. Pembuatan Posiandu Timampu CD 2004

c. Rehab SD 268 Towuti 3 RKB dan Kantor DAK 2005

d. Baguna baru SD 265 Timampu 3 RKB APBD 2005

e. Bagunan Baru MTS. Darunnajah 3 RKB Dana Imbal 2005 (Depag)

f. Pembuatan Jalan Tani APBD 2006

g. Perluasan Areal Dermaga APBD 2006

h. Bagunan baru Kantor SD 265 Timampu APBD 2006

i. Rehab RujabSD 268 Towuti APBD 2006

j. Perbaikan Jalan Desa Swadaya Masyarakat / APK 2006

k. Dranase 2.1 Km dan Pelat degker 4 APBD 2007

l. Rehab dan Mobilier SD 268 Towuti DAK 2007

m. Perbaikan Jalan Desa APBDes 2007

n. Pebaikan Pagar Kantor Desa APBDes 2007

o. Galian Saluran Air di Bakara bantuan PT. INCO 2007-2008

p. RehabSD 265 Timampu DAK 2008

q. Peninggian Badan Jalan Tani dan 4 Jembatan APBD 2008

r. Mobiler MTS. Darunnaja APBD 2008

s. Bagunan baru perpustakaan Ponpes Darunjana APBD 2008

t. Perbaikan atau penetaan kantor desa APBDes 2008

u. Pembangunan Mesjid Raya desa timampu ( baru 10% ) 2004-2008


50

Non Fisik

a. Pemberdayaan RT

b. Menggerakkan Keaktipan Kelompok Tani

c. Pembinaan Organisasi Pemuda

d. Pembinaan Kader Posiandu

e. Pembinaan Kerohanian di koordinir oleh MAI-DT

f. Pemberdayaan linmas

g. Pemberdayaan Guru Honorer

h. Pembukaan dan Penetapan hari Pasar (Rabu)

5. Bidang Kemasyarakatan

Dalam bidang pembinaan kamasyarakatan telah dilaksanakan melalui

berbagai kegiatan berupa kunjungan ke Dusun dan RT untuk mematau dan

memberikan sosialisasi tentang :

a. Keamanan dan ketertiban masyarakat ( Kantifmas)

b. Kesehatan dan Kebersihan Lingkungan

c. Data Perubahan Penduduk

d. Pentingnya Pendidikan Formal dan Non Formal

e. Pentingnya Kesadaran Berpolitik

Dalam kaitannya dengan bidang kemasyarakatan, agenda persta demokrasi

yang telah dilaksanakan Alhamdulillah cukup baik.Dapat di uraikan sebagai

berikut.

1. Tahun 2004 pemilihan Anggota legislatif ( DPRD II & I, DPR, DPD )

2. Tahun 2004 pemilihan presiden tahap pertama


51

3. Tahun 2004 pemilihan presiden tahap ke dua

4. Tahun 2005 Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Luwu Timur

5. Tahun 2007 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

52Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa kesadaran dan partisipasi

masyarakat dalam menyalurkan aspirasi lewat pesta demokrasi cukup besar di

buktikan dari jumlah DPT yang ada rata-rata suara sah 90%.

3. Profil PT.Vale Kabupaten Luwu Timur.

PT. Vale Indonesia Tbk merupakan anak perusahaan dari Vale, sebuah

perusahaan pertambangan global yang berkantor pusat di Brasil. sebelumnya

bernama PT International Nickel Indonesia Tbk. (PT Inco), perusahaan kami

mengoperasikan tambang nikel open pit dan pabrik pengolahan di Sorowako

kabupaten Luwu Timur,propinsi Sulawesi Selatan, Sejak tahun 1968. Saat ini,

kami menjadi produsen nikel terbesar di Indonesia dan menyumbang 5% pasokan

nikel dunia.Nikel banyak dikombinasikan dengan logam lain untuk membentuk

campuran yang dikenal karena fleksibilitas dan ketahanannya terhadap oksidasi

dan korosi. Logam ini mampu mempertahankan karakteristiknya bahkan dalam

suhu ekstrem. Nikel digunakan dalam berbagai produk, seperti televisi, baterai isi

ulang, koin, peralatan makan bahkan gerbong kereta.Produksi PT. Vale beroperasi

dengan energi terbarukan yang dihasilkan oleh tiga pembangkit listrik tenaga air,

yang secara keseluruhan menghasilkan 365 mega watt tenaga listrik. Saat ini,

tingkat produksi tahunan kami mencapai rata-rata 75.000 metrik ton nickel matte.

Dengan investasi lanjutan sebesar AS$2 miliar, PT. Vale menargetkan

peningkatan produksi tahunan menjadi 120 ribu metrik ton nikel matte dalam lima
52

tahun kedepan(http://www.vale.com/indonesia/bh/Pages/default.aspx,).PT Vale

berkomitmen untuk memberi nilai tambah dan mengembangkan warisan yang

positif bagi generasi selanjutnya.

Pabrik pengelolahan PT. Vale di sorowako memiliki tiga tanur pengering

berbahan bakar minyak, lima tanur pereduksi berbahan bakar minyak, empat tanur

listrik, dan tiga converter pierche-smith. PT. Vale telah membangun dan

memelihara infrastruktur pendukung yang mencakup fasilitas pelabuhan dan jalan

untuk mengangkut dan mengapalkan produk akhir kami serta terminal bahan

bakar minyak di mangkasa poin yang didukung denganpompa bahan bakar

minyak yang bertekanan tinggidandengan di hubungkan dengan pipa-pipa 12 inci

ke tangki bahan bakar minyak di wilayah pabrik.

PT. Vale telah membangun dan memelihara kota modern dengan fasilitas

yang lengkap mencakup rumah sakit, sekolah dari TK sampai SLTA, fasilitas

perbankan, kantor pos, kantor polisi, layana transportasi bis, pasar swalayan dan

pusat perbelanjaan, pasar, masjid, gereja, bandara, fasilitas olahraga dan

rekreasi.Kota ini juga dilengkapi dengan sistem air inum dan pembuangan air

kotor. Selain itu juga memiliki mengoperasikan 3 fasilitas pembangkit listrik

tenaga air dengan total kapasitas rata-rata 365 megawatt (MW). Selain itu, juga

memiliki fasilitas pembangkit listrik internal yang terdiri dari 5 unit generator

diesel Mirless Blackstone 6 MW, 23 unit generator diesel Caterpillar 1 MW, dan

satu generator turbin uap 24 MW di Sorowako.

Namun dengan selesainya proyek PLTA Karebbe, akan menggunakan

pembangkit listrik bertenaga BBM ini dengan lebih selektif dan lebih
53

menggunakan energi dari PLTA, dengan demikian dapat mengurangi biaya energi

secara keseluruhan. Fasilitas pembangkit listrik yang dimiliki oleh PT. Vale di

bangun dan dioperasikan sesuai dengan keputusan pemerintah Indonesia tahun

1975. Keputusan ini mencakup kapasitas pembangkit listrik balambano dan

karebbe, selain fasilitas awal di Larona.

a. Visi, Misi dan Nilai

PT. Vale adalah perusahaan pertambangan. Namun keberhasilan PT. Vle

tidak diukur dari berapa ton hasil tambang yang di hasilkan atau berapa besar aset

yang tercatat di neraca. Keberhasilan PT. Vale diukur dari kemampuan beroperasi

dengan memperhatikankepentingan semua pihak yang mmpercayai kami. PT.

Vale mengutamakan keselamatan di atas segalanya. Mencari solusi inovatif untuk

memperbaiki dan memeperluas bisnis dengan cara bertanggung jawab secara

sosisal maupun lingkungan hidup.

1. Visi

Menjadi perusahaan sumber daya alam global nomor satu dalam menciptakan

nilai jangka panjang, melalui keunggulan kinerja dan kepedulian terhadap

manusia dan alam.

2. Misi

Mengubah sumber daya alam menjadi kemakmuran dan pembangunan

berkelanjutan.

3. Nilai- nilai

a. Keselamatan jiwa merupakan hal yang terpenting.

b. Menghargai karyawan
54

c. Menghargai bumi kita

d. Melakukan hal yang benar

e. Bersama-sama menjadi lebih baik

f. Mewujudkan tujuan

b. Tenaga Kerja

Mempekerjakan sekitar 3.300 karyawan dan lebih dari 3000 personil

kontraktor, serta melalui dukungan yang berkelanjutan dari pemerintah dan

masyarakat setempat, kami akan terus memberikan kontribusi yang

signifikanterhadap perekonomian Indonesia dan daerah melalui pendapatan,

lapangan kerja, pengembangan usaha, dan program sosial.

B. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik Antara Masyarakat Timampu

Dengan PT. Vale.

Persoalan penataan dan pengelolaan sumber agraria yang tidak sesuai

dengan daya dukung masyarakat dan lingkungan sekitarnya akan melahirkan

konflik pada wilayah lingkungan hidup. Hadirnya pertambangan PT. Vale

merupakan upaya sadar dan terencana dalam rangka mengelola dan

memanfaatkan sumber daya guna mencapai tujuan pembangunan yakni

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Luwu Timur khusunya pada desa

Timampu. Perkembangan industri pertambangan memang membawa akibat-akibat

positif bagi kehidupan manusia, hakekat perkembangan pertambangan akan selalu

berarti bagi perkembangan peradaban manusia, dan lebih konkrit lagi

perkembangan industri pertambangan akan selalu berarti pula bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Disisi lain dari segi positif perkembangan itu


55

jugamenimbulkan hal yang negatif, berbagai dampak muncul sebagai akibat dari

perkembangan itu diantaranya dampak lingkungan hidup yang dirasakan

masyarakat Timampu dari sumber data tim tanah beserta Pemerintah masyarakat

yang menjadi korban berjumlah 192 kepala keluarga (KK) warga Desa Timampu,

Kecamatan. Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Seatan, yang

tenggelam lahan pertaniannya sekitar 144 hektarakibat pembangunan Dam

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Larona I milik PT. Vale Indonesia Tbk.

hingga lahirnya konflik antara pihak pertambangan PT. Vale dengan masyarakat

Timampu.

Konflik antara pihak PT. Vale dengan masyarakat berlangsung sangat

panjang daritahun ketahun, dalam proses penyelesaian konflik antara PT. Vale

dengan masyarakat melalui banyak proses perundingan negosiasi serta gerakan

demonstrasi menutup akses jalur transportasi darat dengan melakukan

pembakaran ban, pemboikotan, dan aksi pendudukan yang dilakukan oleh

masyararakat Timampu.

1. Terbentuknya Dam PLTA Larona

Terbentuknya Dam PLTA larona I yang memanfaatkan Danau Towuti

sebagai sumber energi listik untuk kegiatan pertambangan perusahaan PT. Inco

yang kini berganti nama menjadi PT. Vale. Dam PLTA Larona atau bendungan

Larona adalah suatu wadah yang dibangun demi kebutuhan perusahaan terhadap

energi listrik yang diopersikan padatahun 1975.Berikut hasil kutipan wawancara

dengan beberapa informan terkait dengan indikator terbentuknya Dam PLTA

Larona seperti berikut ini:


56

“...Dam Larona itu I dioperasikan pada tahun 1975, dam PLTA Larona I
pada waktu itu dibentuk dengan melibatkan saya dan beberapa masyarakat
Timampu sendiri menjadi pekerja sebagai kuli untuk bangun Dam Larona
milik PT. Inco, Dam PLTA Larona I yang memanfaatkan danau Towuti
itu digunakan untuk kebutuhan listrik perusahaan untuk operasi
tambang...”(Wawancara dengan informan NR 5 Juni 2015).

Sehubungan dengan wawancara informan di atas, maka dapat dikatakan

bahwa pembangunan Dam Larona yang memanfaatkan danau Towuti milik PT.

Inco pada tahun 1975 melibatkan masyarakat sebagai pekerja kuli. Terbentuknya

Dam Larona ini juga memberi keuntungan kepada masyarakat karena

mendapatkan pekerjaan serta mendapatkan bantuanpenyediaan listrik dari

perusahaan. Dam PLTA Larona adalah sumber energi listrik yang menjanjikan

bagi perusahaan, dikarenakan aktivitas pertambangan sangat membutuhkan energi

listrik untuk mengoperasikan mesin pertambangan. Pengamatan tersebut didukung

dengan pernyataan yang disampaikan oleh karyawan pengelolah tambang,ia

mengatakan :

“…menurut saya kalau berbicara tentang energi listrik pada aktivitas


pertambangan sangat dibutuhkan maka dari itu perusahan memanfaatkan
danau Towuti sebagai sumber energi listrik tetapi dulu masih PT. Inco,
pembentukan Dam PLTA Larona ini mendapat persetujuan pemerintah,
Dam Larona ini juga bukan hanya ditujukan pada perusahaan kami saja
tetapi energi listrik yang dihasilkan dari Dam PLTA Larona juga diberikan
ke masyarakat sekitaran tambang…” (wawancara dengan informan JF 5
Juni 2015).

Wawancara di atas menunjukkan bahwa terbentuknya Dam Larona

merupakan hal yang positif bagi perusahaan maupun masyarakat Timampu,

terbentuknya Dam PLTA Larona juga mendapat persetujuan pemerintah, energi

listrik yang dihasilkan oleh Dam PLTA Larona bukan hanya ditujukankepada
57

perusahaan tetapi masyarakat juga mendapatkan penyediaan listrik dari Dam

PLTA Larona yang dibangun oleh perusahaan. Masyarakat yang belum

mendapatkan aliran listrik dapat menikmati listrik yang dihasilkan oleh Dam

PLTA Larona sampai saat ini. Hal ini di perkuat oleh pernyataan masyarakat

Timampu, ia menyatakan :

“…Ada fungsinyajuga Dam Larona yang dibangun PT. Inco waktu itu,
karena dulunya sulit untuk mendapatkan energi listrik, setelah PT. Inco
bangun bendungan PLTA Larona pihak perusahaan memberikan bantuan
listrik kepada masyarakat, menurut saya itu keuntungan bagi saya, hari ini
pun saya masih menikmati listrik yang diberikan PT. Inco tetapi sekarang
ganti nama jadi PT. vale…” (wawancara dengan informan SY 5 Juni
2015).

Dari wawancara diatas masyarakat dapat merasakan keuntungan dari

terbentuknya Dam PLTA Larona, tetapi masyarakat yang merasakan dampak

positif tersebut adalah masyarakat Timampu yang bukan menjadi korban tanah

tengelam. Terbentuknya Dam PLTA Larona milik PT. Vale memberikan

keuntungan bagi masyarakat maupun pihak perusahaan Olehkarena

itu,aktivitasperusahaantidakdapatdipungkiri memilikidampak sosial terhadap

masyarakat sekitarnya, tetapi dalam aktivitas pertambangan tidak selalu

memberikan hasil yang baik seperti halnya terbentuknya Dam PLTA Larona

milik PT. Vale memiliki dampak positif maupun negatif terhadap masyarakat.

Dampak negatif terhadap masyarakat yaitu kerusakan lingkungan karena

tenggelamnya lahan masyarakat disebabkan luapan air dari Dam PLTA Larona

serta kerugian terhadap pendapatan perekonomian masyarakat timampu

dikarenakan lahan yang tenggelam adalah lahan produktif ,serta dampak

kesehatan terhadap masyarakat timampu.


58

2. Faktor Ekologi

Dampak terhadap bidang lingkungan merupakan munculnya perubahan

terhadap kondisi lingkungan yang disebabkan oleh suatu aktivitas manusia yang

mempengaruhi komponen biofisik, kimia, sosial ekonomi, sosial budaya dan

kesehatan masyarakat. Kerusakan pada lingkungan yang terjadi disebabkan

aktivitas pertambangan PT. Vale yang membutuhkan energi listrik dengan cara

memanfaatkan Danau Towuti untuk membangun Dam PLTA Larona sebagai

sumber energi listrik yang akhirnya memberi dampak kerusakan lingkungan

bagi masyarakat Timampu dikarenakan lahan produktif masyarakat tenggelam

disebabkan oleh luapan air dari Dam PLTA Larona yang merembes ke lahan

pertanian masyarakat timampu merupakan salah satu faktor dampak lingkungan

yang merugikan masyarakat Timampu.

Berikut hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan terkait dengan

indikator dampak terhadap kerusakan lingkungan seperti berikut ini:

“...Persoalan tanah tenggelam ini yang berawal sejak Tahun 1978, lahan
pertanian yang saya miliki tenggelam disebabkan meluapnya air dari Dam
larona laulu merembes ke lahan pertanian saya. Sebelum Dam Larona
terbentuk saya memanfaatkan lahan untuk ditanami padi, namun sekarang
tidak bisalagi diolah, karena lahan sudah tenggelam, Adanya Dam PLTA
Larona ini malah merusak lahan pertanian saya. PT. Vale yang dapat
untung kita yang rugi, selain tanah tenggelam juga bisa meyebabkan banjir
kalau musim hujan sampai ke halaman rumah masyarakat, walaupun
hanya sebagian halaman rumah masyarakat yang kena banjir tapi itu
merugikan masyarakat yang berada disekitaran lokasi tanah tenggelam...”
(Wawancara dengan informan BD 5 Juni 2015).

Wawancara di atas menunjukkan bahwa terbentukyna Dam PLTA Larona

milik PT. Vale memberikan dampak negatif bagi masyarakat, yaitu berupa lahan
59

tenggelam, dan banjir sampai ke halaman rumah warga ketika musim hujan.

Perusahaan cenderung tidak terlalu peduli terhadap persoalan dampak lingkungan

yang dialami masyarakat. Pengamatan tersebut di dukung oleh pernyataan dari

salah seorang masyarakat menyatakan :

“…Saya paling malas kalau bicara masalah tanah tenggelam, tanah saya
jadikan lahan pertanian sudah tenggelam, ditambah lagi rumah saya dekat
dengan lokasi tanah tenggelam, jadi kalau musim hujan air sampe ke
halaman rumah aktivitas jelas terganggu, perusahaan juga seolah-olah
tutup mata terhadap persoalan tanah tenggelam. Aduh, benar-benar bikin
jengkel,...”. (Wawancara dengan informan TL 5 Juni 2015)

Wawancara di atas menjelaskan bahwa masalah tanah tenggelam

merupakan masalah inti sejak terbentuknya Dam PLTA Larona terhadap

masyarakat Timampu. Lahan pertanian masyarakat yang tenggelam membuat

masyarakat mengeluh serta banjir ketika musim hujan. Kurangnya turut andil

pemerintah dan pihak perusahaan sendiri dalam penyelesaian permasalahan

lingkungan yang dialami masyarakat seharusnya mendapatkan perhatian yang

lebih serius sejak dulu agar persoalan ini tidak semakin bertambah rumit.

“...permasalahan tanah tenggelam ini tidak mendapat perhatian serius dari


perusahaan, pemerintah sajatidak memberikan jalan keluar waktu itu
terkait persoalan peneggelaman lahan, mungkin luapan air dari
bendungan Larona bagi perusahaan pada waktu itu adalah hal yang sepele
bagi mereka, karena mereka tidak memikirkan lahan kami yang terendam
air,...”. (Wawancara dengan informan DM 5 Juni 2015).

Wawancara diatas menunjukkan bahwa masyarakat Timampu resah

terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan akan luapan air dari Dam PLTA

Larona. Perusahaan yang memberikan bantuan listrik ke Desa Timampu memang

memberi hal positif tetapi ada hal yang lebih urgen yang perlu mendapatkan
60

perhatian khusus yaitu permasalahan kerusakan lingkungan, berupa lahan

produktif masyarakat yang tenggelam akan sangat berdampak pada mata

pencarian masyarakat.

“…membantu untuk alirkan listrik yah mebantu tapi tidak buat lahan saya
tenggelam, bukan membantu namanya kalau sudah seperti itu malah
datang bawa bencana lingkungan, terbentuknya Dam Larona jelas
merusak lingkungan lihat saya lahan saya yang tenggelam sudah jadi
rawa karena berapa tahun dibiarkan tergenang air, dulu pemandangan di
sekitaran tanah tenggelam bagus karena keliatan hamparan sawah
sekarang apa, hanya rawa-rawa yang ada…”. (Wawancara dengan
informan NR 5 Juni 2015).

Persoalan faktor lingkungan yang rusak dikarenakan luapan air yang

berasal dari Dam Larona adalah sebuah permasalahan yang seharusnya ditanggapi

secara cepat olehpihakperusahaan waktu itu, karena permasalahan ini sangat

berpengaruh terhadap citra perusahaan PT. Vale, terutama dampak yang buruk

terhadap relasi antara perusahaan dan masyarakat. Permasalahan lingkungan pada

persoalan tanah tenggelam merupakan salah satu kasus yang menjadi acuan

bahwa kegiatan pertambangan tidak selalunya meberikan keuntungan semata, ada

aspek kerugian yang terkadang berdampak bagi masyarakat, dan dampak yang

didapatkan tidak dapat di ketahui kapan dapat terjadi, operasional pertambangan

memang seharusnya sangat memperhatikan aspek lingkungan hidup karena

jikalau terjadi kesalahan maka akan menjadi bomerang untuk perusahaan itu

sendiri sebagaimana kasus tanah tenggelam ini di Desa Timampu.

3. Faktor Ekonomi

Bagi masyarakat petani Desa timampu tanah tidak hanya sebagai

komoditas ekonomi. Secara ekonomi tanah merupakan tempat sumber makanan,


61

tempat mencari penghidupan, sebagai tempat melakukan aktivitas produktif,

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Tanah merupakan

modal utama serta tempat kedudukan strategis bagi masyarakat timampu terhadap

pendapatan perekonomian pada sektor pertanian. Nialai komoditas tanah pada

sektor pertanian adalah salah satu pendapatan dari masyarakat timampu untuk

memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup mereka.

Dampak terhadap bidang ekonomi yaitu perubahan yang terjadi terhadap

perputaran ekonomi disebabkan kerugian masyarakat timampu pada sektor

pertanaian disebabkan lahan mereka tenggelam, sumber penyebab lahan

tenggelam ini dikarenakan luapan air dari Dam Larona yang bermula

terbentuknya Dam PLTA Larona Pada tahun 1975 masyarakat belum tahu

menahu tentang dampak yang ditimbulkan kedepanny.

Pada tahun 1978 lahan produktif masyarakat terkena dampak dari lupan

air Dam PLTA Larona karena iklim yang kurang baik disebabkan curah hujan

yang begitu tinggi membuat volume air meningkat lalu meluap dan merembes ke

lahan produktif masyarakat. Persoalan tanah tengelam yang merugikan mata

pencaharian masyarakat Timampu juga diperkuat dengan tanggapan dari salah

satu masyasakat yang menjadi korban, informan mengatakan :

“...Persoalan Tanah tenggelam ini yang berawal sejak Tahun 1978, tanah
pertanian yang saya miliki tenggelam dikarenakan Volume air Dam
Larona meningkat hingga meluap lalu merembes ke lahan pertanian,
Sebelum Dam Larona terbentuk saya memanfaatkan lahan untuk ditanami
padi, namun sekarang tidak bisalagi diolah, karena lahan sudah tenggelam,
saya hanya bisa lihat tanah saya saya tenggelam tanpa bisa buat apa-apa
lagi, ini bencana bagi saya, penghasilan utama saya bertani, kalau tanah
sudah tenggelam jelas saya kebingungan mau cari makan dimana lagi...”
(Wawancara dengan informan TL 5 Juni 2015).
62

Sehubungan dengan hasil wawancara dengan informan di atas, masyarakat

yang dulu berprofesi sebagai petani tidak dapat lagi menggelolah lahan

pertaniannya dikarenakan lahan terendam air yang berasal dari lupan Dam

Larona.Persoalan tanah tenggelam ini memberikan dampak yang buruk bagi

masyarakat petani Timampu, dikarenakan lahan pertanian tersebut merupakan

tonggak perekonomian bagi masyarakat untuk menghidupi keluarga serta

memenuhi kebutuhan pendidikan.

Persoalan ini membuat masyarakat kebingungan untuk mencari nafkah

karena masyarakat timampu bergantung pada produksi pertanian, sehingga

mereka terpaksa harus berganti profesi sebagai nelayan, tenaga kerja kontrak di

PT. Vale, berdagang, tukang bengkel dan sebagainya. Berprofesi sebagai nelayan

tidak menjanjikan bagi masyarakat karena sulit untuk mendapatkan hasil

tangkapan yang bisa menopang kebutuhan perekonomian keluarga, karena hasil

tangkapan hanya dapat dijadikan pemenuhan kebutuhan hidup saja, sama juga

halnya dengan beberapa pekerjaan lainya, masyarakat mengalami kesulitan untuk

mendapat hasil yang sesuai dengan pendapatan ketika masih bertani.

Pengamatan tersebut didukung dengan pernyataan yang disampaikan oleh

masyarakat korban tanah tenggelam, ia mengatakan :

“...Bahwa sebelum ada Dam Larona, saya bertani , alhamdulillah karena


hasil pertanian saya setidaknya bisa memenuhi kebutuan keluarga serta
untuk biaya sekolah anak-anak saya kedepannya. Namun ketika
persoalan tanah tenggelam ini terjadi membuat saya menjadi pusing dan
bingung karena tak ada lahan lagi yang bisa di garap. Menjadi nelayan
tidak bisa diandalkan karena hasil tangkapan ikan tidak seberapa di
danau Towuti karena hanya bisa memenuhi kebutuhan perut keluarga
saya saja. bahkan pernah kami lakukan tindakan yang berbahaya dengan
63

masyarakat yang menjadi korban tanah tenggelam dimana kami


membuka lahan secara paksa di hutan lindung, tindakan kami itu juga
menjadi salah satu bentuk kekecewaan tidak dianggap diperhatikan oleh
perusahaan. Saya rasa bukan hanya saya saja yang merasakan hal seperti
ini tetapi masyarakat lain yang menjadi korban pasti juga seperti itu...”
(Wawancara dengan Informan BD 5 Juni 2015).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak masyarakat bahwa hadirnya

perusahaan PT. Vale yang seharusnya memberi keuntungan bagi masyarakat

Timampu justru memberi permasalahan lingkungan serta memberi dampak

kerugian pada sektor perekonomian masyarakat,. Pengamatan tersebut didukung

oleh pernyataan dari salah seorang masyarakat menyatakan :

“...waktu sawah tenggelam saya harus cari pekerjaan lain, saya coba jadi
tukang bengkel, pertama-tamanya sulit karena kurang modal untuk buka
bengkel, saya biasa bertani dan jadi tukang bengkel agak beda terutama
penghasilan yang didapat, dulu jadi petani enak, karena kalau panen
penghasilan bisa penuhi kebutuhan keluarga, kalau jadi tukang bengkel
agak susah karena persaingan bengkel banyak, pokoknya serba pusing
pikir untuk cari makan, air yang sudah merembes kelahan pertananian
tidak surut-surut dari pertama tenggelam bahkan sampe sekarang, bahkan
sudah jadi rawa, kalau sudah seperti itu tanah saya jadi sia-sia tidak di
manfaatkan...”. (Wawancara dengan informan TL 5 Juni 2015).

Beberapa faktor yang mendasari persoalan penenggelaman lahan di Desa

Timampu menjadi latar belakang timbulnya Konflik antara PT. Vale dengan

masyarakat di desa Timampu, kecamatan Towuti, kabupaten Luwu Timur.

persoalan ini terjadi dari tahun ke tahun mengakibatkan kerugian pada aspek

lingkungan, kesehatan serta kerugian pada pendapatan perekonomian masyarakat,

sehingga membuat masyarakat jenuh dan mulai melakukan tuntutan kepada PT.

Vale atas pertanggung jawaban persoalan tanah tenggelam.


64

“…saya sudah jenuh lihat kondisi tanah tenggelam, masyarakat yang lain
juga jengkel, tidak ada proses penyelesaian yang jelas dari perusahaan
waktu itu, PT. vale harusnya bertanggung jawab. ini masalah perut, kalau
tanah tenggelam tidak ada lahan untuk diolah, saya sama keluarga mau
makan apa?, pokoknya PT. Vale harus kasi ganti rugi, kalau tidak yah saya
sama masyarakat lain waktu itu sepakat menuntut kalau perlu demo tutup
jalan supaya mobil pengantar nikel tidak bisa lewat…”. (Wawancara
dengan informan DM 5 Juni 2015)

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas faktor pada pendapatan

perekonomian yang mengalami kerugian sehingga masyarakat mulai melakukan

protes kepada pihak perusahaan.Protes yang dilakukan dengan alasan kerugian

masyarakat pada pendapatan perekonomian memaksa masyarakat melakukan

tuntutan terhadap pihak perusahaan untuk melakukan ganti rugi sesuai dengan

dengan jumlah kerugian masyarakat selama beberapa tahun. Penyelesaian

permasalahan penenggelaman lahan ini yang tidak ditangani secepatnya oleh

pihak perusahaan mengakibatkan konflik antara PT. Vale dengan masyarakat

menjadi konflik yang berkepanjangan akhirnya merusak kepercayaan masyarakat

terhadap perusahaan.

C. pola penyelesaian konflik antara PT. Vale dengan masyarakat mengenai

kasus Penenggelaman Lahan di Desa Timampu.

Dari persoalan tanah tenggelam ini diketahui bahwa konflik yang terjadi

antara masyarakat Timampu dengan PT. Vale dari tahun ke tahun terjadi dan

melalui proses penyelesaian konflik yang panjang dan melibatkan berbagai pihak

baik dari pihak PT. Vale, masyarakat, tim negosiasi serta pemerintah setempat dan

penyelesaian konflik penenggelaman lahan ini dilakukan dengan cara negosiasi

dan mediasi.
65

1. Negosiasi

Upaya penyelesaian konflik tanah tenggelam ini dengan cara negosiasi antara

masyarakat dengan PT. Inco pada tahun 1982 dilakukan dengan upaya tuntutan

ganti rugi masyarakat kepada pihak perusahaan. Pertemuan ini tidak direspon baik

oleh pihak PT. Inco yang sekarang berganti nama menjadi PT. Vale dikarenakan

tuntutan masyarakat yang dianggap berlebihan sehingga pertemuan tidak

menghasilkan titik temu, justru menambah kerucut pertentangan antara

masyarakat dan PT. Vale, setelah pertemuan pertama masyarakat menganggap

bahwa permasalahan tanah tenggelam ini sulit diselesaiakan, sehingga masyarakat

mulai apatis.

Pada tahun 1997 masyarakat coba kembali untuk membangun gerakan

protes terhadap kasus tanah tenggelam ini, telah dilakukan beberapa pertemuan

dengan PT. Inco yang akhirnya tidak membuahkan hasil pada proses negosiasi

antara masyarakat dengan PT. Inco yang masih memperdebatkan permasalahan

tunutan ganti rugi.

Pada tahun 1999 PT. Inco mulai merespon tuntutan masyarakat, tetapi

tidak dengan cara memberikan ganti rugi kepada setiap warga yang menjadi

korban tanah tenggelam, pihak perusahaan hanya memberikan bantuan beberapa

unit traktor, pembangunan jalan, penambahan sumber daya listrik kepada

masyarakat, serta pembagian beberapa sak semen untuk keperluan pembangunan

masyarakat. Bantuan yang di berikan PT inco pada waktu itu dianggap sebagai

penyelesaian masalah tanah tenggelam.


66

Pertemuan ketiga pada tahun 1999 menciptakan konflik internal karena

beberapa pihak yang mencoba mengatas namakan perwakilan masyarakat untuk

bernegosiasi dengan PT. Inco yang membuat perjanjian ganti rugi tanpa

sepengaetahuan masyarakat yang menjadi korban. Protes terhadap persoalan tanah

tenggelam ini meredam di karenakan konflik internal antara warga. Konflik

internal tersebut mengakibatkan protes masayarakat terhenti cukup lama sehingga

membuat masyarakat tidak peduli terhadap tuntutan ganti rugi yang coba

diperjuangkan.

Pada tahun 2012 pada bulan november masyarakat kembali melakukan

tuntutanganti rugidimana perusahaan PT. Inco telah berubah nama menjadi PT.

Vale. Masyarakat Tiamampu membuat tim tanah tenggelam dengan orientasi

organisasi ini dapat mendorong pemenuhan tuntutan dari masyarakat. Tim tanah

tenggelam ini terbentuk dari inisiatif bersama masyarakat.

Berikut wawancara dari informan yang menjadi salah satu dari Tim Tanah

tenggelam, ia mengatakan :

“..ada ketakutan saya dan beberapa masyarakat yang jadi korban tanah
tenggelam, persoalan tanah tenggelam ini belum diselesaiakan oleh PT.
Inco yang sekarang berganti nama jadi PT. Vale jangan sampai PT. Vale
menganggap kalau persoalan tanah tenggelam ini sudah selesai pada tahun
1999, makanya saya dan beberapa masyarakat kembali lakukan protes
dengan membuat tim tanah tenggelam sebagai perwakilan negosiator dari
masyarakat, Tim tanah tenggelam ini sengaja di buat karena jangan sampai
adalagi oknum yang mau mengambil keuntungan dari konflik ini dan kami
sudah membuat data-data terhadap korban tanah tenggelam secara
terperinci demi memudahkan proses penyelesaian tanah tenggelam ini,
dengan harapan PT. Vale bisa lebih terbuka untuk menyelesaikan masalah
ini dibanding PT. Inco…”. (Wawancara dengan informan UL 9Juni 2015).
67

Pada tahun 2013 masyarakat malakukan aksi protes besar-besaran dengan

tuntutan yang sama yaitu persoalan ganti rugi yang sesuai, dan melakukan aksi

pemblokiran jalan selama beberapa hari, aksi tersebut membuat pihak PT. Vale

sangat dirugikan, sehingga ada pertememan yang terjadi antara masyarakat

dengan PT. Vale di lokasi demonstrasi, dalam pertemuan tersebut terjadi

perdebatan antara pihak masyarakat dengan PT. Vale, PT. Vale menganggap

bahwa persoalan tanah tenggelam ini telah diselesaikan pada tahun 1999, Berikut

hasil kutipan wawancara dengan beberapa informan terkait seperti berikut ini:

“..waktu itu saya menyampaikan kepada masyarakat, bahwa konflik tanah


tenggelam ini sebenarnya sudah selesai pada tahun 1999 dimana pihak
perusahaan PT. inco sudah memberikan ganti rugi berupa beberapa unit
traktor, pembangunan jalan, pembagian beberapa sak semen kepada
masyarakat serta pihak perusahan memberikan tambahan pasokan bantuan
listrik kepada masyarakat timampu dan berbagai hal lainnya yang sesuai
kebutuhan masyarakat, dan ditandatangani oleh perwakilan dari salah satu
pihak masyarakat timampu pada waktu itu, saya menyatakan pernyataan
seperti itu karena memang sudah ada proses penyelesaian…" (Wawancara
MT 9 juni 2015)

Dari wawancara di atas bahwa menurut pandangan PT. Vale persoalan

tanah tenggelam ini telah diselesaiakan, dan pihak PT. Vale juga teteap

mempertahankan pendapat mereka waktu itu, tetapi pada sisi lain masyarakat juga

memiliki pandangan berbeda,mengapa alasan mereka melakukan kembali protes

ganti rugi tanah tenggelam ini, Berikut hasil kutipan wawancara dengan beberapa

informan terkait seperti berikut ini:

“…pada tahun1999 PT. Inco anggap persoalan ini telah selesai, tetapi
penyelesaian kasus tersebut tidaklah melibatkan masyarakat yang menjadi
korban tanah tenggelam, pihak PT. Inco sengaja mengundang secara
pribadi dari beberapa orang yang bukan menjadi korban tanah tenggelam
lalu mengambil kesepakatan ganti rugi secara sepihak, bukan kesepakatan
68

terhadap korban tanah tenggelam yang sebenarnya, selain itu bantuan yang
diberikan PT. Inco bukanlah bantuan untuk korban tanah tenggelam saja,
masayarakat yang bukan menjadi korban juga mendapatkan bantuan
tersebut, saya rasa sudah kewajiban perusahaan untuk memberikan
bantuan kepada masyarakat sekitaran tambang, jadi jikalau alasan PT. Inco
sudah menyelelesaiakan masalah ini itu bohong, dari pandangan itulah
waktu itu yang membuat saya dengan masyarakat tetap menuntut ganti
rugi keapada PT. Vale…” (Wawancara dengan informan Tim tanah
tenggelam DN 9 juni 2015)

Wawancara di atas menunjukkan bahwa tuntutan yang didorong oleh

masyarakat tidak direspon secara baik oleh pihak perusahaan begitu pula

sebaliknya masyarakat tidak merespon baik apa yang di sampaikan oleh PT. Vale.

Pembahasan dalam pertemuan ini antara PT. Vale dengan masyarakat tidak

memberikan titik temu, karena antara kedua belah pihak memiliki pandangan

masing-masing terhadap persoalan ganati rugi lahan tenggelam ini.

Berikut hasil kutipan wawancara dari informan yang menjadi tim tanah

tenggelam, ia mengatakan :

“..pada saat pertemuan kami dengan pihak eksternal PT. Vale kami
membicarakan ganti rugi. PT. Vale tetap mempertahankan pendapat
mereka bahwatelah terjadi penyelesaian konflik pada tahun 1999, kamipun
juga tetap bersikeras melakukan penolakan dan tetap memperjuangkan
tuntutan ganti rugi kami yaitu sebesar 1 miliar, tuntutan itu sesuai
kalkulasi kami dari pertama kali pada saat panen awal lahan tenggelam
hingga pada tahun 2013, tetapi PT. Vale menganggap tuntutan itu tidak
masuk akal…" (Wawancara SS9 juni 2015)

Pertemuan yang dilakukan pada waktu itu tidak mendapatkan solusi,

sehingga membuat masyarakat tetap melanjutkan aksi demonstrasi menutup

jalan,tuntutan masayarakat dianggap tidak rasional oleh pihak PT. Vale.

“...waktu itu pihak masyarakat tetap mempertahankan tuntutan


mereka,terjadi perdebatan yang panjang dengan pihak kami, kami
69

mencoba mencari jalan keluar agar persoalan ini menemukan titik temu,
kami akan memberi dana hibah kepada korban dan bukan merupakan dana
ganti rugi korban tanah tenggelam, tetapi lagi-lagi jumlah ganti rugi yang
disodorkan masyarakat kepada kami terlalu besar dan kami anggap tidak
sesuai dengan jumlah kerugain yang sebenarnya, makanya kami akhirnya
meminta untuk dilakukan perhitungan kembali dari pihak masyarakat
dengan bantuan pemerintah Luwu timur agara tidak terjadi kekeliruan
mengenai data korban tanah tenggelam,...” (Wawancara dengan BK9 juni
2015).

Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa PT. Vale mulai terbuka

untuk menyelesaiakn persoalan penenggelaman lahan. Dalam proses negosiasi

tersebut terdapat tanggapan yang berbeda terkait penyelesaian konflik antara PT.

Vale dengan masyarakat, PT. Vale menganggap persoalan tanah tenggelam telah

terselesaiakan pada tahun 1999 dan dana yang akan diberikan kepada masyarakat

bukanlah bentuk ganti rugi melainkan dana hibah, sedangkan masyarakat

menganggap persoalan ganti rugi tanah tenggelam ini belum terselesaiakan pada

tahun 1999 karena bentuk penyelesaian tersebut hanya secara sepihak tanpa

melibatkan korban tanah tenggelam yang sebenarnya.

2. Mediasi

Mediasi merupakan pengendalian konflik yang dilakukan apabila kedua

belah pihak berkonflik untuk sepakat dalam menunjuk pihak ketiga sebagai

mediator (Ahmadi, 2007). Penyelesaiankonfliktanah tenggelam dilakukan melalui

mediasi di luar pengadilan. Masyarakat yang membentuk tim tanah tenggelam

ditunjuk untuk menjadi negosiator, dan yang dipercayakan sebagai

Fasilitator/mediaasi adalah salah satu anggota DPRD Luwu Timur ketua

komisi I dari partai golkar yang juga dianggap sebagai tokoh

masayarakat di Desa Timamapu.


70

Anggota legilsatif tersebut berfungsi sebagai mediator untuk

menjembatani konflik tanah tengelam, dan dalam proses mediasi terhadap

konfllik tanah tenggelam ini juga dihadiri dari pihak pemerintah luwu Timur

yang menjabat sebagai asisten I Kab. Luwu Timur, kepala Desa Timampu,

Kepala kecamatan Towuti, serta Kapolres Luwu Timur.Anggota DPRD tersebut

meminta kepada masyarakat dan PT. Vale agar dipercayakan sebagai mediator dan

berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaiakan persoalan tanah tenggelam ini

yang sudah terjadi dari beberapa tahun silam dan akhirnya mediator diberikan

kesempatan kepada dua belah pihak untuk menjadi mediator pada kasus tanah

tenggelam ini.

Anggota DPRD selaku mediator juga mengharapkan agar pihak PT. Vale

memepercayakan penyelesaian persoalan tanah tenggelam untuk menjembatani

permasalahan ini, pihak mediator juga menyarankan kepada PT. Vale untuk

kembali meninjau persoalan tunutan ganti rugi masyarakat sesuai dengan bukti

data yang ada, serta mediator juga menyarankan agar masyarakat menuntut ganti

rugi sesuai dengan jumlah kerugian yang mereka tafsirkan dalam data-data yang

telah di perhitungkan, agar konflik ini bisa dapat terselesaikan tanpa ada lagi

pihak yang merasa dirugikan. Berikut hasil kutipan wawancara dari informan

yang menajdi mediator penyelesaian kasus tanah tenggelam, ia mengatakan:

“...waktu itu saya prihatin dengan kondisi masyarakat yang menjadi


korban tanah tenggelam. Masyarakat yang tidak mau percaya kepada
pemerintah untuk membantu menyelesaikan masalah tanah tenggelam ini
karena masyarakat beranggapan bahwa pemerintah lebih berpihak kepada
pihak PT. Vale, saya mengajukan diri sebagai mediator dan bertanggung
jawab sebagai pihak yang netral memohon agar diberikan kepercayaan
untuk melakukan mediasi terhadap persoalan tanah tenggelam ini, dan
71

akhirnya tim tanah tenggelam selaku perwakilan dari korban tanah


tenggelam memberikan kesempatan untuk saya, serta saya melakukan
perbincangan dengan badan eksternal PT. Vale untuk dipercayakan
sebagai mediator dan PT. Vale pada waktu itu mengapresiasi pendapat
saya dan menyetujuinya, pertemuan antara pihak PT. Vale dengan
masyarakat dilakukan di TAB PT. Vale dan syukur pertemuan yang coba
saya mediasi mendapatkan titik temu terhadap konflik tanah tenggelam
ini...” (Wawancara dengan AH 9 juni 2015)

Berdasarkan dari wawancara di atas bahwa permasalahan konflik tanah


tenggelam ini antara masyarakat dan pihak PT. Vale telah menemukan titik temu,
tetapi masih dalam proses menyamakan presepsi dari kedua belah pihak.
Pembahasan dalam pertemuan tersebut membahas nominal ganti rugi yang akan
disepakati secara bersama antara kedua belah pihak dan pertemuan tersebut yang
berlangsung selama dua hari akhirnya melahirkan kesepakatan jumlah ganti rugi
yang dianggap rasional. Berikut hasil kutipan wawancara dari informan yang
menajadi pembicara dari pihak PT. Vale, ia mengatakan:
“…..waktu itu fasilitator salah satu anggota DPRD yang dianggap sebagai
tokoh masayarakatmemfasilitasi kami denganmasyarakat, ada tim tanah
tenggelam sebagai perwakilan masyarakat yang menjadi korban tanah
tenggelam, saya selaku perwakilan PT. Vale waktu itu meminta data-data
yang menjadi korban tanah tenggelam serta jumlah kerugian yang mereka
tuntut sebesar 75 juta perhektar, persoalan tanah tenggelam tersebut pada
waktu itu diupayakan selesai, karena kami dari pihak perusahaan sudah
banyak mengalami kerugian diakibatkan aksi tutup jalan warga karena
mobil pengangkut nikel tidak bias lewat, data dari Tim tanah tenggelam
yang saya terima dipelajari lebih lanjut untuk memenuhi tuntutan
masyarakat Timampu,jadi pertemuan saya dengan masyarakat terjadi
diskusi-diskusisepertiitu untuk mencari jalan terbaik dari kasus tanah
tenggelam ini dan akhirnya terbangun kesepakatan antra pihak kami
dengan masyarakat Timampu tentang ganti rugi yang disepakati bersama
sebesar 35 juta perhektar…” (wawancara BK 9 Juni 2015).

Mediator tersebut membantu mewujudkan penyelesaian yang masing-


masing memiliki peran yang beragam. Perandan fungsianggota DPRD Luwu
Timur tersebut sebagai mediator adalah membantu melakukan pendekatan dan
72

membuka pintu komunikasi dengan pihak masyarakat, menggali dan


mengeksplor pendapat/ pandangan/ gagasan masyarakat, merumuskan jalan/cara
mencapai penyelesaian,serta membantu menyiapkan dan mengatur acara
pertemuan. Setelah itu mediator mengevaluasi perkembangan penyelesaian
serta formasi dalam pemahaman masalah serta mengajukan usulan pemecahan
masalah.
73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penulis menyimpulkan

sebagai berikut:

1. Faktor penyebab timbulnya konflik antara masyarakat Timampu dengan PT.

Vale.dengan indikator; (a) Terbentuknya DAM PLTA larona yang

memanfaatkan Danau Towuti sebagai sumber energi listik untuk kegiatan

pertambangan perusahaan PT. Vale memberikan dampak pisitif serta dampak

negative bagi msyarakat, dampak positif yaitu masyarakat mendapatkan supply

listrik dari PT. Vale sedangkan dampak negatif lahan masyarakat diakibatkan

lahan mereka tenggelam disebabkan luapan air dari DAM PLTA Larona. (b)

Faktor kerusakan lingkungan karena terbentuknya DAM PLTA Larona

terhadap masyarakat Timampu membuat masyarakat sangat dirugikan karena

terjadinya penenggelaman lahan, banjir serta gangguan kesehatan (c) Faktor

kesehatan yaang memberikan dampak kesehatan yang buruk bagi masyarakat

di sekitaran lokasi tanah tenggelam (d)Faktor kerugian Perekonomian

Masyarakat Korban Tanah Tenggelam menyebabkan kerugian pendapatan

ekonomi bagi masyarakat petani dikarebakan lahan pertanian mereka

tenggelam.

2. Pola penyelesaian konflik antara PT. Vale dengan masyarakat mengenai kasus

Penenggelaman Lahan di Desa Timampu. Yaitu Dari persoalan tanah


74

tenggelam ini diketahui bahwa konflik yang terjadi antara masyarakat

Timampu dengan PT. Vale dari tahun ke tahun terjadi dan melalui proses

penyelesaian konflik yang panjang, PT. Vale lebih terbuka terhadap

penyelesaian konflik dilakukan dengan cara negosiasi dan mediasi untuk

mengenai ganti rugi perusahaan terhadap masyarakat yang menjadi korban

tanah tenggelam.

B. Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan di atas dan menganalisa hasil

pembahasan pada bab sebelumnya maka penulis merasa perlu memberikan

masukan sebagai berikut :

1. Perusahaan meningkatkan kepedulian terhadap kehidupan ekonomi masyarakat

di sekitar lokasi tambang dengan memberikan kesempatan yang lebih besar

kepada masyarakat lokal dalam penerimaan tenaga kerja.

2. Negosiasi dan Mediasisebagai sarana atau mediakomunikasi dalam upaya

penyelesaian konflik tanah tenggelam yang melibatkan institusi pemerintahan

sebagai mediator.

3. Jika terjadi konflik antara perusahaan dengan masyarakat, Perusahaan

setidaknya menyelesaiakan konflik secepatnya agar tidak membuat konflik

secara berlarut karena akan mempengaruhi buruknya relasi masyarakat dan

perusahaan.

4. Memperkuat analisa AMDAL, dengan tidak serta merta mengeluarkan

AMDAL.
75

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M., 2010.Konflik Agraria. Jakarta: insist press.


Ahmad, S., 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Ahmadi, A., 2007. Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Brewer, A., 1999. Kajian Kritis Das Kapital Karl Max. Jakarta: Teplok Press
Cahyono, B., 2009.Undang-Undang pokok agraria, Jakarta : Sinar Grafika.

Diana, F., 2006. Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial. Yogyakarta : Quills.
Emzir. 2012. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.
Fuad,F.H.&Maskanah, S., 2000.InovasiPenyelesaian Sengketa
PengelolaanSumberdaya Hutan.Bogor :PustakaLATIN.
Fisher, S et al. 2001. Mengelola Konflik: Keterampilan dan strategi untuk
bertindak. S.N. Kartika Sari; M.D. Tapilatu; R. Maharani & D.N. Rini
(Penterjemah). Terjemahan. Jakarta : The British Council
Foster., 2013.Ekologi Marx : Materialisme dan Alam. Jakarta: WALHI dan
Pemuda Progresif
Gunawan, W.,2000. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir.
Yogyakarta: Insist.
Gorz, A., 2003. Ekologi dan Krisis Kapitalisme. Yogyakarta: Insist press.
Hadi,P.,S. 2004.ManusiadanLingkungan.Skripsi (Diterbitkan). Semarang:
Fakultas Ilmu SosialUniversitasDiponegoro.Semarang
Khairina, 2013. Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa antara bank
dan nasabah. Skripsi (Diterbitkan). Makassar: Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin.
Martono, N., 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta; Rajawali Pers.
Mitchell,B.B.,Setiawan&Dwita.H.R.,2003.Pengelolaan Sumberdaya
danLingkungan.S kri ps i (Di t e rb i t k a n) Uni v e rs i t as G adj ah M a d a
F ak ul t as Il m u S os i a l . Yogyakarta.
Mustain, 2007. Petani VS Negara (Gerakan soisial petani melawan hegemoni
Negara). Jiogjakarta : AR-RUZZ Media.
Muta’ali, L. 2012. Daya Dukung Lingkungan Untuk Pengembangan
76

Wilayah.Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG).


Peluso.(2008). Undang-undang pokok Agraria.Yogyakarta : Sinar Jaya
Poloma, M. M. (2007). Sosiologi Kontemporer. Jakarta [ID]: Raja Grafindo
Persada.
Prasetio, E., 2002. Islam Kiri Melawan Kapitalisme Modal Dari Wacana Menuju
Gerakan.Jakarta : Insist Press

Robbin. S, P., 1996.Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi danAplikasi. Alih


Bahasa : Hadyana Pujaatmaka. Edisi Keenam. Penerbit PT.Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta.
Santosa, M.A.dan Horoepoetri, 1999. Peran Serta Masyarakat
DalamPengelolaanLingkungan.Jakarta : Pernada.
Scott, J. C., 2000.Senjatanya Orang-orang yang Kalah, terj. Sayogyo dkk,.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Soekanto, S., 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI: Raja Grafindo
Persada.
Suhelmi, A.,2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramdeia Pustaka Utama.
Supriadi., 2009. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.
Saturnino dkk. 2010. Gerakan-gerakan Agraria Transnasional. Yogyakarta : STPN
Press.
Sztompka, P., 2008. Sosiologi Perubahan Sosial.Jakarta: Prenada.
Tadjudin, D.,2000. Model Kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan hutan
Alam Produksi.Jurnal Seri Kajian Komuniti Forestri,vol 3 (2). 68-79
Taylor, D. E., 2000. Munculnya keadilan lingkungan. Ahli bahasa : Rahmat
Suryono. Jakarta; Sinar Kencana
Walgito, B., 2010. Psikologi kelompok.Yogyakarta: Penerbit Andi
Wirawan, 2010. Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta : Salemba Humanika.

Internet :
http://www.vale.com/indonesia/bh/Pages/default.aspx, diakses pada tanggal 28
Juli 2011 pukul 21.00 WITA
Kab. Luwu Timur. 2008. Selayang pandang. Diakses dari
77

http://http://www.luwutimurkab.go.id/, pada tanggal 28 juli 2015 pukul


21.02 WITA
RIWAYAT HIDUP

Irwan Mustafa S.Ip lahir di Kabupate Luwu Timur,

pada tanggal 21 juni 1990. Ia lahir dari pasangan

Bapak Opu Wakkang dan Ibu Farida, ia anak ketiga

dari empat bersaudara, menyelesaikan pendidikan

formal tingkat Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2002,

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pada tahun 2005

dan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2008.

Ia menyelesaikan program strata satu pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu pemerintahan di Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun

2015.

Anda mungkin juga menyukai