Anda di halaman 1dari 23

SISTEM PELAPORAN & PEMBAYARAN

PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA


Oleh : Dr. Wardatul Fitri, S.H., M.H., C.Ftax., CCD.

Disampaikan dalam Kajian Hukum PSKH


Sabtu, 05 Agustus 2023
Latar Belakang

Sistem

Pajak Pungutan

Pusat & Pajak

Pajak Pajak
Daerah
Dasar Hukum
1. UU No. 7 Tahun 1983
2. UU No.36 Tahun 2008
3. UU no 7 Tahun 2021
Pajak Penghasilan (PPH)
Kharakteristik
Obyek PPH Pengecualian
PPH
1.Bantuan/ sumbangan, termasuk
zakat pada BAZ/LAZ

2.Harta hibah, diterima oleh:


setiap tambahan kemampuan
keluarga sedarah dalam garis
PPh merupakan jenis pajak ekonomis yang diterima/diperoleh
lurus 1 derajat, badan keagamaan
subyektif, artinya kewajiban Wajib Pajak dari dalam negeri/
dan pendidikan, basos, Obyek
pajaknya melekat pada subyek diperoleh wajib pajak dari
Pajak yang menjalankan usaha
pajak yang bersangkutan dan Indonesia/ luar Indonesia, yang
mikro & kecil
dimaksudkan untuk tidak dapat dipakai untuk konsumsi
dilimpahkan kepada subyek pajak untuk menambah kekayaan wajib 3.Warisan
lainnya. (pajak langsung) pajak, dengan nama dan dalam
4.Harta/setoran tunai yang
bentuk apapun.
diterima badan sebagai pengganti
saham/penyertaan modal

5.Beasiswa
Sistem Pungutan Pajak PPH?

Self Assessment
>Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentuk
an sendiri besarnya pajak yang terutang.

>Ciri-ciri sistem ini adalah


a. wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri;
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang t
erutang
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Contoh : Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa (PPN)
Kendala Sistem Self-Assessment

Kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk


menghitung/memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri masih
diragukan kebenarannya. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya penyeludupan pajak karena
yang mengetahui kebenaran SPT yang dilaporkan WP sendiri

Masih banyaknya Wajib Pajak yang kesulitan untuk menghitung/memperhitungkan pajak


yang terutang, karena di dalam undang-undang tidak dijelaskan secara terinci bagaimana
menghitung pajak terutang untuk berbagai jenis usaha

Masih terbatasnya akses data Wajib Pajak yang dimiliki oleh pihak ketiga sehingga
mempersulit DJP untuk mendeteksi kebenaran isi SPT yang dilaporkan WP sehingga
pengawasan tidak dapat dilakukan secara optimal.
Namun pertanyaan berikutnya

Kenapa dipertahankan system ini?

Kepercayaan
Amanat UU Biaya pemungutan terhadap
masyarakat

Adanya kenaikan
Pengawasan dua
penghasilan bagi
pihak
wajib pajak
PTKP 2016 (Pengasilan tidak kena pajak)

PMK No 101/PMK/010/2016

• Wajib pajak pribadi = 54.000.000


• Tambahan karena menikah = 4.500.000
• Tambahan penghasilan istri yang digabung dengan su
ami sebesar = 54.000.000
• Anak = 4.500.000
Pajak Penghasilan?
Catatan dalam perhitungan
PPH

1.PTKP (
1.Dikurangi biaya
1.Masa jabatan penghasilan tidak
jabatan sebesar 5%
kena pajak)

Pph terutang 1.Tarif progresif


Contoh Soal

Haikal berpenghasilan sebesar Rp. 8.000.000,00 nya per


bulan, menikah dan mempunyai 2 anak.
a. Hitunglah berapa besar penghasilan kena pajaknya (
PMK PTKP 2016/ UU HPP)?
b. Berapa besar pajak penghasilan yang terutang?
Perhitungan PKP setahun
Penghasilan = 8.000.000
Biaya jabatan 5% x 8.000.000 = 400.000
----------------- -
= 7.600.000
Setahun 12 x 7.600.000 = 91.200.000
PTKP:
WP diri pribadi= 54.000.000
Menikah = 4.500.000
2 anak = 9.000.000
------------------- +
= 67.500.000
---------------------------
----- -
PKP Setahun = 23.700.000
Perhitungan PPH
• PPH terutang : PKP < 60.000.000
= 5%
• 5% x 23.700.000 = 1.185.000
Bagaimana dengan Pelaporannya?
Sumber :
https://www.online-pajak.
com/tentang-pph21/bukti-
potong-pph-21
Sumber : Youtube Direktorat Jenderal pajak

• https://www.youtube.com/watch?v=jLSARSW3vzk
Contoh Bukti Penerimaan
Pembayaran Pajak

1. Kode Billing, dapat diperoleh Wajib Pajak, melalui: a. layanan mandiri (self-service), dilakukan
oleh Wajib Pajak dengan mengakses: 1) aplikasi billing DJP; atau 2) layanan, produk, aplikasi, a
tau sistem penerbitan Kode Billing yang terhubung dengan Sistem Billing Direktorat Jenderal P
ajak yang disediakan, oleh Bank/Pos Persepsi dan pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jender
al Pajak, meliputi perusahaan Application Service Provider dan Perusahaan Telekomunikasi. pe
mbuatan kode billing melalui layanan mandiri, dapat diberikan melalui asistensi oleh: a) pegaw
ai Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan penugasannya; b) petugas Bank/Pos Persepsi; atau c
) pengguna (user) tertentu yang mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak
b. penerbitan secara jabatan (official-service) oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terbit su
rat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB, STP PBB, atau SKP PBB yang mengakibatka
n kurang bayar.
2. Wajib Pajak melakukan transaksi pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan melalui
: a. teller Bank/Pos Persepsi; b. Anjungan Tunai Mandiri (ATM); c. internet banking; d. mobile ba
nking; e. EDC; atau f. sarana lainnya.
-Terimakasih-

Anda mungkin juga menyukai