Anda di halaman 1dari 14

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Definisi Colour Matching

Colour matching adalah suatu proses pencampuran warna dengan cara

mencampurkan beberapa warna dasar sehingga menghasilkan warna baru. Adapun

dalam proses Colour Matching tidak hanya dibutuhkan pengetahuan teknik tetapi

juga feeling yang kuat, dalam proses matching hal pertama yang harus kita pahami

adalah jenis-jenis warna itu sendiri. Jenis warna ada dua macam, yaitu :

3.1.1 Proses Colour

Proses Colour adalah 4 warna dasar yang digunakan untuk membentuk

suatu image (seperti gambar manusia, objek dll). Yang terdiri dari warna C

(Cyan), M(Magenta), Y(Yellow), B(Black). Dimana pada proses pembentukan

image dengan 4 warna dasar ini saling tumpang tindih masing-masing berbentuk

titik (dot) sehingga membentuk suatu objek.

3.1.2 Spot Colour

Spot Colour sangat banyak jumlahnya, dan dapat dibentuk oleh beberapa

basic colour. Adapun sebagian besar di dunia menggunakan pantone colour guide

sebagai acuan proses colour matching. Prinsip dasar proses colour matching

yaitu : colour wheel, colour shade (arah warna) , dan colour strengh (kekuatan

warna). Colour Wheel atau roda warna adalah diagram warna yang menyediakan
ilustrasi berguna tentang warna apa saja yang cocok dan warna apa saja yang tidak

cocok untuk dipadukan.

3.2 Definisi Pencelupan (Dyeing)

Pencelupan adalah suatu proses pemberian warna dan bahan serat, benang,

ataupun kain secara merata dan baik, yang bersifat permanen dengan zat warna

sebagai bahan pemberian warnanya. Metode pemberian warna dilakukan dengan

berbagai cara, tergantung dari jenis zat warna dan serat yang diwarnai. Proses

pewarnaan secara pencelupan dianggap sempurna apabila sudah tercapai kondisi

kesetimbangan, yaitu zat warna terserap ke dalam mencapai titik maksimum.

Tahap-tahap pencelupan :

3.2.1. Migrasi

Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna

bergerak menmpel pada bahan. Zat warna dalam larutan mempunyai muatan

listrik sehingga dapat bergerak dinamis. Gerakan tersebut menimbulkan tekanan

osomosis yang berusaha untuk mencapai keseimbangan konstentrasi, sehingga

terjadi difusi dari bagian larutan dengan konsentrasi rendah. Bagian dengan

konsentrasi rendah terletak dipermukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat

warna dan mengusahakan agar zat warna menuju pada permukaan bahan.

3.2.2. Adsorpsi
Peristiwa difusi menyebabkan zat warna berkumpul pada permukaan serat.

Daya Adsorpsi atau Penjerapan akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat

warna akan terserap menempel pada bahan. Seperti menyerap zat warna dari

permukaan kain kedalam pusat serat kain.

3.2.3. Difusi

Peristiwa difusi menyebabkan zat warna berkumpul pada permukaan serat.

Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat warna akan

terserap menempel pada bahan. Seperti menyerap zat warna dari permukaan kain

kedalam pusat serat kain.

3.2.4. Fiksasi

Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat,

yaitu ikatan antara gugus auksokrom dengan serat. Seperti mengikat zat warna

pada serat kain. Hal-hal yang mempengaruhi pada serat kain :

1. Pengaruh Elektrolit.

Pada intinya penambahan elektrolit kedalam larutan celup adalah untuk

memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat, meskipun beraneka zat

warna akan mempunyai kesepakatan yang berbeda.

2. Pengaruh Suhu.

Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam

keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih sedikit
bila dibandingkan penyerapan pada suhu yang rendah. Akan tetapi dalam praktik

keadaan setimbang tersebut tersebut sukar dapat dicapai hingga pada umumnya

dalam pencelupan memerlukan pemanasan untuk mempercepat reaksi.

3. Pengaruh Perbandingan Larutan.

Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan

terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm terlihat bahwa

kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya

penyerapan. Maka untuk mencelup warna-warna tua diusahakan untuk memakai

pertandingan larutan celup yang kecil, sehingga zat warna yang terbuang atau

hilang hanya sedikit. Untuk mengurangi pemborosan dalam pemakaian zat warna

dapat mempergunakan larutan larutan simpan bekas (standing batch) celupan.

Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan bekas tadi maka dapat

diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula.

4. Pengaruh pH

Fiksasi zat warna reaktif pada serat selulosa terjadi pada pH 10,5-12,0,

sedangkan pH pencelupan disperse adalah pH 3-5. Pada pH tersebut zat warna

reaktif yang sudah terserap dalam serat akan bereaksi dengan serat selulosa dan

terjadi pad pH tinggi oleh adanya penambahan alkali. Walaupun reaksi hidrolis

zat warna reaktif dengan air terjadi pada pH tinggi, namun reaksi hidrolis tersebut

sangat sedikit kemungkinan terjadinya karena zat warna telah terserap kedalam

serat. Oleh karena itu, penambahannya alkali dilakukan pada tahap kedua setelah
zat warna terserap oleh serat. Apabila penambahan alkali tersebut dilakukan pada

awal proses, maka kemungkinan besar akan terjadi hidrolis.

3.3 Definisi Serat

Serat adalah jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang

membentuk jaringan memanjang yang utuh. Contoh yang paling sering dijumpai

adalah serat pada kain. Material ini sangat penting dalam ilmu biologi baik hewan

maupun tumbuhan sebagai pengikat dalam tubuh. Serat dapat digolongkan

menjadi tiga jenis yaitu :

1. Serat Alami

Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan dan

proses geologis. Serat jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat alami

dapat digolongkan ke dalam :

A. Serat tumbuhan/serat pangan, biasanya tersusun atas selulosa,

hemiselulosa dan kadang-kadang mengandung pula lingin. Contoh dari

jenis serat ini yaitu : katun dan kain ramie. Serat tumbuhan digunakan

sebagai bahan pembuat kertas dan tekstil.

B. Serat kayu, serat yang berasal dari batang tumbuhan berkayu.

C. Serat hewan, umumnya tersusun atas protein tertentu. Contoh dari serat

hewan yang dimanfaatkan oleh manusia adalah serat ulat (sutra) dan bulu

domba (wol).
D. Serat mineral, umumnya dibuat dari asbestos. Asbestos adalah satu

satunya mineral yang secara alami terdapat dalam bentuk serat panjang.

2. Serat Sintetis

Serat sintetis atau serat buatan manusia umumnya berasal dari bahan

petrokimia. Namun, adapula serat sintetis yang dibuat dari selulosa alami seperti

rayon.

3. Serat polimer

Serat polimer adalah bagian dari serat sintetis. Serat jenis ini dibuat melalui

proses kimia. Bahan yang umum digunakan untuk membuat serat polimer.

A. Polyamida nilon

B. PET dan PBT polyester, digunakan untuk membuat botol plastik.

Polyethyene.

C. Elastomer, digunakan untuk membuat spandex, poliuretan.

3.4 Morfologi serat kapas

Bentuk melintang : Seperti kacang

Bentuk membujur : bergaris-garis dan berbintik-bintik

seperti pita Terputir.


Gambar 3.1 penampang melintang dan membujur serat kapas
(a) penampang melintang, (b) penampang membujur
Sumber : https//:www.google.com

3.5 Sifat Fisika Serat Kapas

1. Warna.

Warna kapas tidak terlalu putih tapi kecoklat-coklatan (cream), adapula yang

berwarna caramel, khaki (abu kekuningan).

2. Kekuatan.

Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosa didalam serat.

Kekuatan dalam keadaan basah semakin tinggi. Kekuatan serat kapas per

bundle rata-rata 96700 pon per inchi dengan kekuatan minumum 70000 dan

maksimum 116000 pon per inchi.

3. Mulur
Mulur serat kapas putus termasuk tinggi berkisar 4-13%, rata-rata 7%.

4. Keliatan.

Keliatan adalah ukuran yang menunjukan kemampuan suatu benda untuk

menerima kerja.

5. Kekuatan.

Kekuatan adalah sebagai daya tahan serat terhadap perubahan bentuk.

Dinyatakan sebagai perbandingan antara kekuatan serat saat putus dengan

mulur serat, saat putus.

5. Moisture Regain (Kandungan Uap Air).

Moisture Regain serat kapas pada kondisi standar berkisar antara 7 - 8,5% .

6. Berat Jenis.

Berat Jenis kapas berkisar antara 1,5 – 1,56

7. Indeks Bias.

Indeks bias serat kapas sejajar dengan sumbu serat = 1,58 dan melintang =

1,53.

3.5.1 Sifat Serat Kapas


Sifat serat kapas yaitu :

a) Mudah dicuci

b) Nyaman dipakai

3.6 Knitting
Proses pengerjaan kain rajut sedikit ada perbedaan dengan kain tenun.

Teknologi processing sama, hanya pada beberapa segmen penyempurnaan yang

sedikit berbeda dalam penggunaan mesin. Disamping itu terdapat ketentuan

tersendiri dalam pekerjaannya yaitu proses pengerjaan bahan rajut tidak boleh

terlalu banyak tegangan, karena bahan rajut memerlukan pegangan yang soft dan

empuk.

1. Bahan rajut datar melebar, bentuknya menyerupai kain tenun (woven).

Bahan ini dibuat menggunakan mesin rajut datar, jenis-jenis bahan ini

seperti : handuk, jala, vitrase, beludru, dll.

2. Bahan rajut yang bentuknya bulat memanjang menyerupai silinder. Bahan

seperti ini dibuat menggunakan mesin rajut bundar. Kain rajut macam ini

pada umumnya digunakan untuk pakaian wanita, t-shirt, pakaian dalam,

dll.

Yang paling banyak beredar dipasaran adalah kain rajut bundar bentuk

grey. Kain rajut bundar adalah berupa gulungan bulat memanjang selebar kain

yang dihasilkan. Lebar kain dihasilkan tergantung lebar mesin yang digunakan

dua jenis corak yang dibuatnya.

Proses pengerjaannya, kain grey terlebih dahulu harus dibuka agar tidak

berbentuk gulungan lagi dengan menggunakan mesin pembuka, kemudian kain

tersebut bisa diproses.

Kain rajut atau knitting yang biasa disebut bahan kaos banyak beredar

dipasaran. Pakaian yang terbuat dari bahan kaos ini banyak diminati masyarakat,
karena pakaian dari bahan ini bisa digunakan disegala acara tergantung dari model

atau bentuknya. Dari model pakaian olahraga, santai, maupun pesta.

Jenis mesin rajut pada dasarnya berbeda dengan pembuatan kain tenun

(woven), baik cara maupun peralatannya. Jenis mesin rajut ada dua macam, yaitu :

1. Mesin rajut datar

2. Mesin rajut bundar

3.7 Persiapan Penyempurnaan Pada Kapas

3.7.1 Pemasakan

Tujuan dari proses pemasakan pada kain kapas yaitu untuk menghilangkan

zat-zat dan kotoran-kotoran dari serat yang berupa : lamak, malam, protein,

pewarna alam, dan debu-debu. Hal-hal yang terjadi saat proses pemasakan serat

kapas sebagai berikut:

1. Safonikasi (pembentuk minyak menjadi garam-garam yang larut).

2. Protein dan pektosa berupa menjadi garam-garam yang larut.

3. Protein pecah menjadi asam amino/ammonia.

4. Mineral-mineral dilarutkan.

5. Minyak-minyak yang tidak tersanofiksasi diemulsikan oleh sabun yang

terbentuk.

6. Zat-zat penguat yang terdapat pada serat akan lepas.

7. Kotoran luar seperti sisa daun, sisa biji dan hilangkan dengan cara mekanik

pada mesin-mesin tertentu.

8. Proses ini akan dilakukan alkali kuat.


Reaksi yang terjadi pada proses pemasakan kain kapas adalah :

1. Dengan kostik soda (Natrium Hidroksida/NaOH)

R—COOH-H+NaOH R-COO-Na+H20.

2. Dengan soda abu (Natrium Karbonat/Na2CO3)

3. Dengan campuran air kapur dan soda abu.

2R-COO-H+Na2CO3 (RCOO)2Ca+2H2O

3.7.2 Pengelantangan

Pengelantangan bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran organik

pigmen alam yang berwarna kekuning-kuningan pada bahan kapas sehingga

ssetelah proses pengelantangan kain menjadi putih bersih dan netral dari zat-zat

kimia. Pengelantangan serat-serat tekstil dapat dilakukan dengan zat-zat

pengelantangan yang bersifat oksidator maupun reduktor. Tetapi serat-serat

selulosa terutama dikelantang dengan garam-garam hipoklorit yaitu kaporit dan

natrium hipoklorit dalam suasana alkali.

3.8 Zat Warna

Zat warna adalah semua zat yang berwarna dan dapat menimbulkan warna.

Penggolongan zat warna terdiri dari :

1. Warna primer terdiri dari : Merah, Kuning, Biru

2. Warna sekunder terdiri dari : Orange, Hijau, Ungu

3. Warna komplementer terdiri : Cokelat, Abu, Hitam


Syarat yang harus di penuhi oleh zat warna :

1. Menimbulkan warna yang kuat.

2. Daya larut dalam suatu larutan.

3. Kemampuan diabsorbsi oleh serat kain.

4. Ketahanan luntur.

3.8.1 Zat Warna Reaktif

Zat warna ini dapat bereaksi dengan serat selulosa, sehingga memberikan

tahan luntur yang baik. Reaktifitas zat warna ini bermacam-macam, sehingga

sebagian dapat digunakan pada suhu rendah, sedangkan kain yang digunakan pada

suhu rendah, sedangkan kain yang digunakan pada suhu tinggi. Zat warna reaktif

ini termasuk golongan zat warna yang larut dalam air dan mengadakan reaksi

kimia dengan selulosa membentuk ikatan kovalen (terkuat diantara jenis ikatan).

Setelah bereaksi dengan selulosa, zat warna reaktif menjadi bagian dari selulosa,

sehingga sukar dilunturkan kembali. Oleh karenanya memiliki ketahanan luntur

yang sangat tinggi. Berat molekul zat warna reaktif kecil, maka kilapnya akan

lebih baik daripada zat warna direk. Karena terlalu banyak gugus azo, maka zat

warna ini mudah rusak oleh reduktor kuat. Tidak tahan terhadap oksidator yang

mengandung klor (NaOCI).

3.8.2 Sifat-Sifat Zat Warna Reaktif

1. Mudah larut dalam air.

2. Mempunyai tahan luntur warna terhadap pencucian yang baik .


1. Kilapnya lebih baik daripada zat warna direk.

2. Mudah terhidrolisa.

3. Mengadakan reaksi kimia dengan serat sehingga. ketahanan luntur lebih

baik dengan zat direk.

4. Warna cerah untuk warna muda sampai sedang.

3.8.3 Pembagian Zat Warna Reaktif

Menurut cara pemakaian zat warna reaktif dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Pemakaian secara dingin (Reaktif dingin)

Zat warna reaktif panas mempunyai kereaktifan yang rendah, sehingga pada

pemakaiannya perlu dipanaskan pada suhu 60-80°C. Yang membedakan jenis zat

warna reaktif dingin dan panas yaitu suhu yang digunakan pada proses

pencelupannya. Didalam air, zat warna reaktif dapat terhidrolisa. Sehingga sifat

reaksinya hilang dan hal ini menyebabkan sifat ketahanan lunturnya berkurang.

Pada dasarnya mekanisme pencelupan zat warna reaktif terdiri dari dua

tahap. Tahap pertama merupakan tahap penyerapan zat warna kedalam serat. Pada

tahap ini tidak terjadi reaksi antara zat warna dengan serat. Selain itu, karena

reaksi terhidrolisa terhadap zat warna lebih banyak terjadi pada pH tinggi, maka

pada tahap ini zat warna akan lebih banyak terserap kedalam serat dari pada

terhidrolisa. Penyerapan ini dibantu dengan penambahan elekrolit. Tahap kedua

merupakan fiksasi yaitu reaksi antara zat warna yang sudah terserap berada dalam

serat beraksi dengan seratnya. Reaksi ini dengan penambahan alkali.

3.8.4 Sistem Pemakaian zat warna reaktif


1. Sistem Exhaust (Perendaman).

2. Sistem Pad Batch (Pembacaman).

3. Sistem Pad Steam (Pengukusan).

4. Sistem Pad Termofix (Pemanggangan).

5. Sistem Pad Alkali Shock.

3.8.5 Penyempurnaan Khusus (Finishing)

Penyempurnaan khusus yaitu dalam arti luas yang meliputi cara-cara

penyempurnaan tesktil yang telah atau belum mengalami proses-proses tertentu

dengan maksud untuk dapat memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti :

1. Lembut, keras, tebal, dan mengkilap.

2. Anti kusut, anti mengkeret, anti hama, dan anti jamur.

Anda mungkin juga menyukai