Anda di halaman 1dari 10

“SETTING THR HYBRID WORK MODEL FOR COLLABORATION”

(Menetapkan Model Kerja Hybrid Untuk Kolaborasi)

1. Aini (223010302088)
2. Aridianto (223010302041)
3. Bertiliani Panjaitan (223010302046)
4. Cristian Danur Saputra (223010302071)
5. Dea Vionie (223010302024)
6. Elyana Maranatha Y (223010302021)
7. Elia Selvia (223010302056)
8. Ega Asswara Karliadi Dewel (223010302003)
9. Felicia Mizaa W (223010302070)
10. Febby Dawanty (223010302046)
11. Febby L (223010302035)
12. Marsha Denanda Putri (223010302075)
13. Nadila (223010302008)
14. Winda Harming Swari ( 223010302001)

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2023
ABSTRAK
Penelitian ini membahas penerapan model kerja hybrid sebagai solusi untuk
meningkatkan kolaborasi efektif di lingkungan kerja modern. Di era globalisasi dan kemajuan
teknologi, banyak organisasi yang beralih ke model kerja hybrid antara kantor dan kerja jarak
jauh. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merancang panduan praktis bagi
organisasi dalam menerapkan dan mengelola model kerja hybrid yang efektif untuk
meningkatkan kolaborasi antara tim dan anggota organisasi.
Penelitian ini akan mengidentifikasi beberapa faktor utama yang perlu
dipertimbangkan ketika mengatur model kerja hybrid. Faktor-faktor tersebut antara lain
teknologi tepat guna, kebijakan internal, budaya kerja dan aspek psikologis karyawan. Selain
itu, kami akan mengeksplorasi manfaat yang dapat dicapai oleh PT. Bank DBS Indonesia,
seperti peningkatan produktivitas, kepuasan karyawan, dan fleksibilitas kerja.
Metodologi penelitian ini mencakup survei PT. Bank DBS Indonesia yang telah
menerapkan model kerja hybrid. Hasil penelitian ini akan memberikan wawasan berharga
tentang praktik terbaik dalam mengatur model kerja hybrid untuk kolaborasi yang efektif.
Kami berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi
pembaca dalam mengambil keputusan terkait model kerja hybrid. Seiring kemajuan teknologi
dan kebutuhan karyawan yang berkembang, model kerja hybrid diharapkan menjadi solusi
yang semakin penting untuk mendukung kolaborasi tempat kerja yang efektif di masa depan.
Kata kunci : Model kerja hybrid

PENDAHULUAN
Di era yang semakin digital, cara kita bekerja dan berkolaborasi telah berubah secara
signifikan. Salah satu perubahan terbesar adalah penerapan model kerja hybrid. Model kerja
ini menciptakan peluang unik bagi organisasi untuk menggabungkan manfaat pekerjaan fisik
di kantor dengan fleksibilitas yang ditawarkan oleh kerja jarak jauh.
Mendefinisikan model kerja hybrid untuk kolaborasi merupakan tantangan utama
bagi organisasi modern. Dalam konteks ini, kolaborasi tidak lagi terbatas pada ruang kantor
yang kaku (WFO). Sebaliknya, model kerja hybrid memungkinkan tim untuk berkerja dari
mana saja, termasuk dari rumah (WFH) didukung oleh teknologi yang semakin canggih.
Dalam pendahuluan ini, kita akan mengeksplorasi berbagai aspek penting yang
terlibat dalam menyiapkan model kerja hybrid untuk kolaborasi PT. Bank DBS Indonesia. PT
Bank DBS Indonesia, salah satu bank terkemuka di Indonesia, saat ini tengah berupaya
menerapkan work from home bagi sebagian besar karyawannya. Mulai minggu ketiga Juni
2020, lebih dari 50% karyawan DBS Indonesia akan bekerja dari rumah. Hal ini didukung
oleh infrastruktur yang kuat dengan teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas,
pekerjaan dapat diselesaikan dan produktivitas tetap terjaga sekaligus meminimalkan risiko
kesehatan di tengah pandemi (PT Bank DBS Indonesia, 2020). Untuk mendukung karyawan
yang bekerja dari rumah (WFH), PT Bank DBS Indonesia juga menyediakan hampir 1.000
laptop baru untuk mendukung infrastrukturnya. Selain itu, PT Bank DBS Indonesia juga
menyediakan anggaran sekitar Rp 3.000.000 untuk setiap karyawannya. Sediakan anggaran
bagi karyawan untuk membeli perlengkapan pendukung WFH, seperti meja, kursi,
headphone, dan lain-lain (Wahyu, 2021). Pandemi Covid-19 telah mengubah cara dunia
usaha melakukan pekerjaan dan mempertimbangkan kembali penggunaan kantor fisik. Tidak
hanya mengubah cara pandang terhadap inisiatif work from home (WFH), pandemi Covid-19
juga membawa perubahan drastis pada perilaku dan pola pikir karyawan, melalui konsep ini,
karyawan dapat mengatur waktunya dengan lebih fleksibel (Gagua , 2021). Setelah pandemi
Covid-19 berakhir, dunia usaha harus memutuskan apakah mereka ingin melanjutkan kerja
jarak jauh atau kembali ke WFO, atau mungkin menggunakan model kerja hybrid yang
mencakup keduanya. Model kerja hibrid mengacu pada serangkaian pengaturan kerja
fleksibel di mana lokasi kerja dan/atau jadwal kerja karyawan tidak distandarisasi secara
ketat. Sistem kerja hybrid belum pernah diterapkan dalam skala yang lebih besar
dibandingkan saat ini di seluruh industri, organisasi, fungsi, dan karyawan. Karena potensi
risiko termasuk hilangnya hubungan karyawan dan ancaman terhadap kesetaraan dan
keadilan di tempat kerja. Karena potensi ini, model kerja hybrid sangat bervariasi
berdasarkan lokasi, cakupan pekerjaan, industri, dan negara (Economist Impact, 2021).
Kebutuhan pendidikan dan pelatihan terkadang diperlukan pada saat ada peningkatan
permintaan dan perubahan pelanggan teknologi. Persyaratan perubahan membutuhkan
peningkatan keterampilan karyawan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Model kerja
hybrid mengacu pada serangkaian pengaturan kerja yang fleksibel di dalamnya
Lokasi karyawan dan/atau jadwal kerja tidak distandarisasi secara ketat. Pekerjaan
hybrid tidak pernah mungkin dilakukan diterapkan dalam skala besar saat ini di seluruh
industri, organisasi, fungsi pekerjaan dan pekerja. Karena potensi risiko termasuk hilangnya
hubungan dan ancaman karyawan menuju kesetaraan dan keadilan di tempat kerja. Karena
potensi model kerja hybrid sangat bervariasi menurut lokasi, ruang lingkup pekerjaan,
industri, dan negara (Impact Economist, 2021).
Beberapa perusahaan kini telah menerapkan atau menciptakan kerangka peraturan
hibrid model kerja, termasuk PT Bank DBS Indonesia yang memperbolehkan karyawannya
bekerja di kantor atau di rumah, atau bisa digabungkan pada saat minggu kerja (3 hari WFO
dan 2 hari FMH) dengan tetap mengikuti protokol medis yang ketat. Kerangka lain dari
model kerja hybrid diberikan oleh PT Bank DBS Indonesia, perhatian harus diberikan pada
departemen ini sendiri memerlukan WFO atau WFH, misalnya bagian keuangan
memerlukan pencatatan akuntansi (menggunakan lembaran kertas) akan memungkinkan
WFO dan departemen bisnis untuk mengerjakannya. Bekerja tanpa harus aktif secara fisik
berkat WFH.
PEMBAHASAN
Isu Dan Alternatif Solusi

A. Isu : Pengaturan pelatihan saat penerapan hybrid working model.


Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan
dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja
(Mangkuprawira dan Hubeis, 2007: 72).

Pelatihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku para karyawan dalam


suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasional (Sulistiyani dan Rosidah,
2007: 175). Pelatihan biasanya dimulai dengan orientasi yakni suatu proses di mana
para karyawan diberi informasi dan pengetahuan tentang kekaryawanan, organisasi,
dan harapan-harapan untuk mencapai kinerja tertentu.

Berdasarkan sumbernya, metode pelatihan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

a. In House atau onsite training, berupa pelatihan di tempat kerja (on the job training),
seminar atau lokakarya, instruksi lewat media (video, tape recorder, dan satelit), dan
instruk yang berbasis komputer,
b. External atau outside training, terdiri dari kursus, semina dan lokakarya yang
diselenggarakan oleh asosiasi profesion dan lembaga pendidikan.

Tujuan yang ingin dicapai dari pelatihan adalah (Nasution, 1994: 73) :
1. Memperbaiki moral kerja karyawan:
2. Karyawan diharapkan melaksanakan pekerjaan lebih baik;
3. Karyawan diharapkan dapat memlihara/merawat mesin-mesin atau peralatan produksi
lebih baik;
4. Karyawan diharapkan dapat menekan pemborosan pemakaian bahan baku;
5. Karyawan diharapkan dapat menekan angka kecelakaan kerja dengan bekerja lebih
hati-hati;
6. Pengawasan yang tidak perlu dapat dikurangi dan karyawan diharapkan bekerja lebih
mandiri.

Anwar Prabu Mangkunegara (2007: 44) mengemukakan bahwa komponen-komponen


dari pelatihan dan pendidikan terdiri dari:
a) Tujuan dan sasaran pelatihan dan pendidikan harus jelas dan dapat diukur,
b) Para pelatih (trainers) harus memiliki kualifikasi yang mema- dai;
c) Materi pelatihan dan pendidikan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai:
d) Metode pelatihan dan pendidikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan karyawan
yang menjadi peserta:
e) Peserta pelatihan dan pendidikan (trainee) harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan.

Pelatihan dan mengenal perusahaan adalah bagian penting dari pengalaman


kerja. Mereka dapat mempengaruhi cara karyawan baru menangani peran barunya dan
budaya perusahaan. Hal ini mencakup seluruh pengalaman orientasi, mulai dari saat
tawaran diberikan hingga penerimaan, dengan mempertimbangkan pemahaman
tentang peran atau pekerjaan yang akan dijalani, pemahaman tentang organisasi dan
budaya organisasi, serta membangun hubungan dengan kolega baru. Sebagian besar
organisasi memiliki proses atau program pelatihan. Hal ini perlu disesuaikan jika
perusahaan ingin mengadopsi model kerja hybrid. Kebutuhan spesifik tersebut adalah
(CIPD, 2021):

• Memahami budaya organisasi. Karyawan baru mungkin memerlukan waktu untuk


memahami dan merasa menjadi bagian dari budaya perusahaan saat bekerja jarak
jauh. Topik seperti visi, strategi, dan tujuan sering kali dibahas dalam pelatihan,
namun karyawan juga memerlukan waktu dan dukungan untuk terlibat sepenuhnya
dengan perusahaan.

• Beradaptasi dengan parameter model kerja hybrid. Bagian dari pelatihan karyawan
baru harus mencakup membantu karyawan bekerja dengan cara hybrid, dan di
beberapa perusahaan mereka meluncurkan pengaturan hybrid yang berbeda, sehingga
perusahaan harus memberikan informasi yang jelas tentang instalasi perusahaan yang
ada.

• Dukungan yang lebih baik bagi pendatang baru di minggu dan bulan pertama,
kesempatan belajar yang berharga untuk mengamati budaya, kolega, dan aktivitas
kerja secara langsung. Persepsi terhadap peluang pembelajaran baru dan metode
transfer pengetahuan di era hybrid perlu dikaji ulang untuk melihat apakah perlu
diganti dan di perbarui.
PT Bank DBS Indonesia saat ini terus menggunakan inisiatif pelatihan
serupa, dengan dua program tujuan yaitu ; di satu sisi untuk menciptakan atau
meningkatkan kesadaran , di sisi lain untuk mengisi kekosongan melalui
pemahaman kebutuhan karyawan . Untuk mengadaptasi model kerja hybrid,
pelatihan telah dilaksanakan akan dimodifikasi berdasarkan kebutuhan dan tujuan
pelatihan . Jika tujuannya hanya itu membuat peserta mengetahui dan memahami
materi yang ada sehingga pelatihan berlangsung secara online cukup, namun jika
tujuannya mengubah kebiasaan dan menciptakan hasil yang lebih maka akan lebih
efektif jika pelatihan dilakukan secara tatap muka atau offline.
Saat ini terdapat alat yang sangat penting untuk mendukung pelatihan dan
komunikasi antar grup PT Bank DBS Indonesia adalah aplikasi konferensi video
karena merupakan salah satu cara bagi peserta pelatihan dan pelatih untuk memiliki
kemampuan berkomunikasi dan bertukar ilmu pengetahuan.

B. Alternatif solusi :
 Personnel planning and recruiting (Perencanaan Dan Rekruitmen Personalia)

Perencanaan sumber daya manusia adalah perencanaan strategis untuk mendapatkan


dan memelihara kualifikasi sumber daya manusia yang diperlukan bagi organisasi
perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Langkah-langkah strategis perencanaan sumber daya manusia seperti dijelaskan oleh
Cesto, Husted, dan Douglas (dalam Sule dan Sacfullah, 2010: 198) adalah sebagai
berikut :
a. Langkah pertama, representasi dan refleksi dari rencana strategis perusahaan.
b. Langkah kedua, analisis dari kualifikasi tugas yang akan diemban oleh tenaga kerja.
Tiga hal yang biasanya dilakukan pada tahap ini yaitu:
 Analisis kerja atau analisis jabatan (job analysis)
 Deskripsi jabatan (job description),
 Spesifikasi jabatan (job specification),
c. Langkah ketiga, analisis ketersediaan tenaga kerja
d. Langkah keempat, melakukan tindakan inisiatif,
e. Langkah kelima, evaluasi dan modifikasi tindakan
Perencanaan sumber daya manusia sebenarnya berkaitan dengan pengidentifikasian
persoalan-persoalan, ancaman-ancaman, dan peluang-peluang dalam organisasi dan
lingkungan organi- sasi. Perencanaan SDM atau perencanaan tenaga kerja sebagai suatu
proses menentukan kebutuhan, akan tenaga kerja berdasar- kan peramalan, pengembangan,
pengimplementasian, dan pe ngontrolan kebutuhan tersebut yang berintegrasi dengan rencana
organisasi agar tercipta jumlah karyawan, penempatan karyawan secara tepat dan bermanfaat
secara ekonomis (Mangkunegara. 2007: 4).
Keuntungan yang dapat diambil dari perencanaan sumber daya manusia antara lain adalah:
a) Mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia;
b) Menyesuaikan kegiatan tenaga kerja dengan tujuan organ isasi;
c) Membantu program penarikan dari bursa atau pasaran tenaga kerja dengan baik;
d) Pengadaan tenaga kerja baru secara ekonomis;
e) Dapat mengkoordinasikan kegiatan manajemen sumber daya manusia.
f) Mengembangkan sistem manajemen sumber daya manusia.
1. Fleksibilitas dan Keseimbangan Kerja: Dengan model kerja hybrid, karyawan dapat
bekerja dari berbagai lokasi. Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana
perusahaan dapat memastikan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi
karyawan serta memantau produktivitas mereka.
2. Teknologi dan Infrastruktur: Perusahaan perlu berinvestasi dalam teknologi dan
infrastruktur yang mendukung kerja hybrid, seperti perangkat lunak kolaborasi dan
keamanan data. Ini memerlukan pemahaman teknis yang mendalam dalam
perencanaan dan rekrutmen personalia.
3. Kesejahteraan Mental Karyawan: Tren kerja hybrid dapat meningkatkan risiko stres
dan isolasi sosial. Perusahaan harus memperhitungkan aspek kesejahteraan mental
dalam perencanaan personalia, termasuk mendukung karyawan secara emosional.
4. Evaluasi Kinerja: Bagaimana perusahaan menilai kinerja karyawan dalam lingkungan
kerja yang berubah? Mungkin diperlukan metrik yang lebih kontekstual dan alat yang
memungkinkan pemantauan yang adil dalam kerja hybrid.
5. Pelatihan dan Pengembangan: Perencanaan personalia harus mencakup program
pelatihan yang sesuai untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk
bekerja dalam lingkungan kerja hybrid.
6. Kebutuhan Perubahan Budaya Perusahaan: Budaya perusahaan mungkin perlu
disesuaikan agar mendukung kerja hybrid. Ini membutuhkan perencanaan dan
rekruitmen yang tepat untuk memastikan karyawan cocok dengan nilai dan budaya
perusahaan yang baru.
7. Kompensasi dan Manfaat: Bagaimana perusahaan menangani kompensasi, tunjangan,
dan manfaat bagi karyawan yang bekerja secara hybrid? Ini adalah pertimbangan
penting dalam perencanaan personalia.
8. Kepemimpinan dan Manajemen Jarak Jauh: Manajemen karyawan yang bekerja dari
jarak jauh memerlukan keterampilan kepemimpinan yang berbeda. Perusahaan
mungkin perlu merekrut atau melatih pemimpin yang dapat mengelola tim dalam
lingkungan kerja hybrid.
9. Kemanfaatan Lingkungan: Kerja hybrid dapat mengurangi polusi dan kepadatan
perkotaan. Perusahaan dapat mempertimbangkan manfaat lingkungan sebagai bagian
dari strategi perencanaan personalia.
10. Keamanan Data dan Privasi: Dalam kerja hybrid, perusahaan harus menjaga
keamanan data dan privasi karyawan dengan lebih cermat. Ini memerlukan perhatian
khusus dalam rekrutmen personalia untuk mengisi peran keamanan informasi.

 Performance management and appraisal (Manajemen dan penilaian kinerja)


1. Tantangan Manajemen dalam Kerja Hybrid :
Tren kerja hybrid, yang menggabungkan kerja dari kantor dan kerja jarak jauh, telah
menjadi norma baru. Namun, manajemen perusahaan menghadapi tantangan dalam
memastikan kinerja karyawan tetap opt (Darpin, 2022)imal.
2. Perubahan Paradigma Penilaian Kinerja :
Dalam lingkungan kerja hybrid, penilaian kinerja tradisional yang berfokus pada
waktu hadir di kantor mungkin tidak lagi relevan. Perusahaan perlu mengganti
paradigma penilaian kinerja untuk mempertimbangkan hasil dan kontribusi seorang
karyawan, bukan hanya waktu kerja.

3. Peningkatan Penggunaan Teknologi dalam Manajemen Kinerja :


Manajer harus mengandalkan alat dan teknologi yang lebih canggih untuk melacak
kinerja karyawan yang bekerja secara terdistribusi. Hal ini mencakup pemantauan
produktivitas, pengukuran output, dan alat kolaborasi digital yang efektif.

4. Fleksibilitas dan Keseimbangan Kehidupan Kerja :


Kerja hybrid membawa dampak positif dalam hal fleksibilitas, namun juga berisiko
mengaburkan garis antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Manajemen perlu
memperhatikan keseimbangan ini dan menghindari kelelahan kerja yang berlebihan.

5. Pelatihan Manajer dalam Manajemen Kerja Hybrid :


Manajer perlu dilatih untuk mengelola tim yang bekerja secara hybrid dengan efektif.
Ini mencakup keterampilan komunikasi yang lebih kuat, kemampuan untuk
membangun budaya kerja yang inklusif, dan penggunaan alat kolaborasi dengan bijak.

C. Rekomendasi :
Pekerjaan hibrid kolaboratif mengacu pada kombinasi pekerjaan yang dilakukan
secara online dan offline. Berikut adalah beberapa rekomendasi mengenai kerja
kolaboratif hybrid:

1. Gunakan teknologi tepat guna :


Pastikan Anda memiliki akses ke teknologi yang tepat untuk bekerja online, seperti
aplikasi kolaborasi, konferensi video, dan perangkat lunak manajemen proyek.

2. Tetap berhubungan :
Komunikasi yang baik sangat penting dalam kerja kolaboratif. Pastikan Anda tetap
berhubungan secara rutin dengan kolega Anda melalui email, pesan instan, atau
konferensi video.

3. Buatlah jadwal yang jelas :


Buat jadwal yang jelas dan terorganisir untuk memastikan semua anggota tim
mengetahui kapan harus bekerja online dan offline.

4. Tetap fleksibel :
Kerja kolaboratif memerlukan fleksibilitas. Pastikan Anda siap beradaptasi dengan
perubahan jadwal dan tugas yang mungkin timbul.
5. Menggunakan reflektor :
Lembar refleksi adalah bagian dari buku kerja yang digunakan untuk mencerminkan
pekerjaan yang telah selesai. Gunakan papan refleksi untuk melacak kemajuan proyek
dan memastikan semua orang di tim berada pada jalurnya.

6. Laporkan hasil kerja secara berkala :


Melaporkan hasil kerja secara rutin kepada manajemen merupakan hal yang sangat
penting dalam kerja kolaboratif. Pastikan Anda memiliki jadwal yang jelas untuk
melaporkan kemajuan proyek kepada manajemen.

7. Gunakan algoritma yang benar :


Jika Anda sedang mengerjakan proyek teknis seperti klasifikasi gambar penyakit daun
tomat, pastikan Anda menggunakan algoritma yang tepat seperti CNN dan pastikan
program berjalan di Google Colab.
Dengan mengikuti saran di atas, Anda dapat meningkatkan produktivitas dan
efisiensi kerja kolaborasi hybrid Anda. (Arif Yusuf Hamali, 2016).
Daftar Pustaka

Alwi, W. S. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Publik. Jatinangor:
Perpustakaan Nasional RI.

Arif Yusuf Hamali, S. M. (2016). Pemahaman Manajemen Sumber Daya Manusia Strategi Mengelola
Karyawan. Yogyakarta: CAPS (Center For Academic Publishing Service).

Darpin, T. M. (2022). ANALISIS PENERAPAN HYBRID WORKING DALAM MENINGKATKAN. Journal


Publicuho, 5-6.

Farhansyah, J. (2023, Maret 9). Ingin Menerapkan Model Kerja Hybrid Working? Ini Kelebihan dan
Kekurangannya. Retrieved from Insight Talenta: https://www.talenta.co/blog/model-kerja-
hybrid-working/

Ihsan Ainurrofiq, M. T. (2022, Maret 15). Penerapan hybrid working model terhadap perubahan
budaya kerja dan nilai organisasi. Retrieved from FAIR VALUE:
https://journal.ikopin.ac.id/index.php/fairvalue/article/view/1387

Maharani, A. S. (2023, Januari 14). Mengenal Hybrid Working dan Dampaknya Terhadap
Perkantoran. Retrieved from Kompas.com:
https://www.kompas.com/properti/read/2022/02/09/091237921/mengenal-hybrid-
working-dan-dampaknya-terhadap-perkantoran

Mubarok, E. S. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia Pengantar Keunggulan Bersaing. Bogor:
Penerbit In MEDIA.

Anda mungkin juga menyukai