Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TUTORIAL SESI 1

EKMA4263 / MANAJEMEN KINERJA / 3 SKS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PERIODE 2024.1

Nama Penulis : Nining Suryani, S.Pd., MM


Nama Penelaah : Rahmaddian, SE., MM
Status Pengembangan :
Tahun Pengembangan : 2024

1. Dalam dunia kerja yang dinamis dan terus berubah, manajemen kinerja menghadapi
berbagai tantangan dan isu yang perlu ditangani untuk memastikan efektivitasnya
dalam mendukung tujuan organisasi. Terdapat 8 isu yang terkait dengan sistem
manajemen kinerja, salah satu diantaranya adalah pengukuran kerja vs strategi.
(SKOR 40)
a. Jelaskan bagaimana pendapat Anda tentang tren kerja remote (kerja dari rumah)!
Apakah mempengaruhi sistem manajemen kinerja?
b. Diskusikan tantangan dan peluang yang timbul dari pengaturan kerja remote ini
terhadap pengukuran dan evaluasi kinerja!
2. Wibisono (2006) mengidentifikasi 5 tahap penting dalam perancangan sistem
manajemen kinerja yang efektif. Tahap-tahap ini membantu organisasi dalam
mengembangkan, mengimplementasikan dan memelihara sistem manajemen kinerja
yang dapat mendukung pencapaian tujuan strategisnya. (SKOR 40)
a. Jelaskan 5 tahap perancangan sistem manajemen kinerja menurut Wibisono
(2006)!
b. Mengapa masing-masing tahap ini penting dalam proses perancangan sistem
manajemen kinerja?
c. Berikan contoh bagaimana lima tahap ini dapat diterapkan dalam sebuah
organisasi!
3. Apa saja tantangan yang umumnya dihadapi dalam implementasi sistem manajemen
kinerja dan bagaimana organisasi dapat mengatasinya? (SKOR 20)
JAWAB :
1. Kerja remote adalah sistem kerja di mana karyawan dapat melakukan tugas-tugas mereka
dari lokasi di luar kantor, seperti dari rumah atau tempat lain yang nyaman bagi mereka. Ini
berarti karyawan tidak perlu hadir secara fisik di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan
mereka. Dalam kerja remote, karyawan biasanya menggunakan teknologi seperti komputer,
internet, dan perangkat lunak kolaborasi untuk tetap terhubung dengan tim mereka dan
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

a. Tren kerja remote merupakan respons terhadap perkembangan teknologi yang


semakin maju, serta kebutuhan akan fleksibilitas dalam dunia kerja modern. Dalam
era di mana konektivitas digital semakin memudahkan akses informasi dan
komunikasi, kerja remote menjadi lebih mudah dilakukan. Pendapat saya tentang
tren kerja remote adalah bahwa ini adalah langkah positif dalam evolusi dunia kerja.
Fleksibilitas yang diberikan oleh kerja remote memungkinkan karyawan untuk
menyeimbangkan kehidupan kerja dan pribadi mereka dengan lebih baik. Mereka
dapat memilih lingkungan kerja yang paling produktif bagi mereka, mengurangi
waktu yang dihabiskan untuk perjalanan, dan bahkan memungkinkan orang-orang
untuk mempertimbangkan gaya hidup yang lebih berkelanjutan dengan mengurangi
polusi dan emisi karbon. Selain itu, kerja remote juga dapat meningkatkan kepuasan
kerja dan kesejahteraan karyawan secara keseluruhan. Dengan lebih banyak kendali
atas lingkungan kerja mereka, karyawan cenderung merasa lebih nyaman dan lebih
puas dengan pekerjaan mereka. Ini dapat mengurangi tingkat stres dan kelelahan
yang terkait dengan tekanan dari bekerja di kantor. Namun demikian, penting untuk
diingat bahwa kerja remote juga menghadirkan tantangan tersendiri. Misalnya,
kesulitan dalam memisahkan antara waktu kerja dan waktu pribadi, kurangnya
interaksi sosial dengan rekan kerja secara langsung, serta potensi untuk terjadi
kesulitan dalam mengelola waktu dan kemandirian. Oleh karena itu, penting bagi
perusahaan untuk menyediakan dukungan dan infrastruktur yang diperlukan untuk
memastikan keberhasilan kerja remote bagi karyawan mereka. Secara keseluruhan,
saya melihat tren kerja remote sebagai perkembangan positif dalam dunia kerja yang
modern, dengan potensi untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan efisiensi
operasional perusahaan. Namun, penting untuk dielola dengan bijak dan diimbangi
dengan strategi yang tepat untuk mengatasi tantangan yang mungkin timbul.
Apakah mempengaruhi sistem manajemen kinerja? Ya, tren kerja remote memiliki
dampak yang signifikan pada sistem manajemen kinerja di berbagai organisasi.
Beberapa pengaruh utama termasuk :

• Pengukuran Kinerja Berbasis Hasil


Dalam kerja remote, fokus penilaian kinerja cenderung bergeser dari penilaian
berbasis kehadiran fisik menjadi penilaian berbasis hasil. Karyawan dinilai
berdasarkan prestasi mereka dalam mencapai tujuan dan hasil kerja, bukan seberapa
banyak waktu yang mereka habiskan di kantor.
• Penggunaan Teknologi dalam Penilaian
Sistem manajemen kinerja harus mengandalkan lebih banyak teknologi untuk
memantau dan mengevaluasi kinerja karyawan yang bekerja dari jarak jauh. Ini bisa
termasuk penggunaan aplikasi dan perangkat lunak untuk melacak produktivitas,
serta platform untuk memberikan umpan balik secara real-time.
• Fleksibilitas dalam Penetapan Tujuan
Dalam kerja remote, penting bagi manajemen untuk menetapkan tujuan yang jelas
dan dapat diukur bagi karyawan. Namun, karena fleksibilitas yang lebih besar dalam
lokasi dan waktu kerja, tujuan tersebut mungkin perlu disesuaikan agar sesuai
dengan konteks kerja yang berbeda.
• Komunikasi dan Kolaborasi
Manajemen kinerja juga harus memperhitungkan perubahan dalam cara komunikasi
dan kolaborasi antar tim. Keterpisahan geografis dalam kerja remote memerlukan
penggunaan alat komunikasi digital yang efektif untuk memfasilitasi kolaborasi dan
koordinasi antar anggota tim.
• Pengelolaan Kesejahteraan dan Keseimbangan Kerja-Hidup
Manajemen kinerja perlu memperhitungkan kesejahteraan dan keseimbangan kerja-
hidup karyawan yang bekerja dari jarak jauh. Ini dapat mencakup pemberian
dukungan psikologis, pengaturan kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja-
hidup, dan memastikan bahwa beban kerja tidak terlalu berat bagi karyawan.

b. Tantangan dan peluang yang timbul dari pengaturan kerja remote terhadap
pengukuran dan evaluasi kinerja adalah sebagai berikut :
1) Tantangan
o Penilaian Subyektif
Dengan kurangnya pengawasan langsung, penilaian kinerja dapat menjadi
lebih subyektif. Manajer mungkin kesulitan untuk menilai produktivitas dan
kontribusi karyawan secara objektif.
o Kesulitan dalam Mengukur Kehadiran dan Waktu Kerja
Kehadiran fisik karyawan tidak lagi dapat diukur secara langsung, sehingga
sulit untuk menilai seberapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bekerja.
o Kesulitan dalam Memantau Produktivitas
Tanpa pengawasan langsung, memantau produktivitas karyawan bisa menjadi
tantangan. Manajer mungkin kesulitan untuk mengetahui seberapa efisien
dan efektif karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka.
o Kurangnya Interaksi dan Kolaborasi
Kurangnya interaksi langsung antara anggota tim dapat menghambat
kolaborasi dan pertukaran ide, yang dapat mempengaruhi kualitas hasil kerja.
o Pengelolaan Keseimbangan Kerja-Hidup
Karyawan mungkin mengalami kesulitan dalam memisahkan waktu kerja dan
waktu pribadi, yang dapat menyebabkan kelelahan dan kelebihan bekerja.
2) Peluang
o Penilaian Berbasis Hasil
Kerja remote memungkinkan fokus yang lebih besar pada penilaian berbasis
hasil daripada penilaian berdasarkan kehadiran fisik. Ini dapat mendorong
karyawan untuk lebih fokus pada prestasi dan kontribusi mereka.
o Penggunaan Teknologi
Kemajuan dalam teknologi memungkinkan penggunaan alat-alat digital
untuk melacak kinerja karyawan secara real-time. Ini termasuk penggunaan
perangkat lunak kolaborasi, aplikasi manajemen proyek, dan alat pemantauan
produktivitas.
o Fleksibilitas dan Kepuasan Karyawan
Kerja remote dapat meningkatkan fleksibilitas dan keseimbangan kerja-hidup
karyawan, yang dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kesejahteraan
mereka secara keseluruhan.
o Peningkatan Diversitas dan Inklusi
Dengan kerja remote, perusahaan dapat lebih mudah menarik dan
mempertahankan bakat dari berbagai latar belakang dan lokasi geografis,
yang dapat meningkatkan diversitas dan inklusi dalam organisasi.
o Efisiensi Operasional
Kerja remote dapat mengurangi biaya overhead untuk operasional kantor
fisik, seperti biaya sewa dan utilitas. Ini dapat meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan secara keseluruhan.
Dengan mengidentifikasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada,
perusahaan dapat mengembangkan strategi evaluasi kinerja yang efektif untuk
karyawan yang bekerja dari jarak jauh. Ini termasuk penggunaan metrik kinerja yang
relevan, pembangunan budaya organisasi yang mendukung, penggunaan teknologi
yang tepat, dan pengaturan kebijakan yang sesuai untuk mengelola keseimbangan
kerja-hidup karyawan.

SUMBER :
✓ https://www.presensi.co.id/blog/mengenal-sistem-kerja-remote-keuntungan-tantangan-dan-
prospek-
✓ https://www.topkarir.com/article/detail/strategi-efektif-mengelola-karyawan-remote

2. Wibisono (2006) mengidentifikasi 5 tahap penting dalam perancangan sistem manajemen


kinerja yang efektif.
a. Berikut ini merupakan 5 tahap perancangan sistem manajemen kinerja menurut
Wibisono (2006) :
• Tahap 0 : Fondasi
Dalam mengembangkan sistem manajemen kinerja terdapat 4 fondasi sebagai
pedoman prinsip yang harus dipahami dan laksanakan, yaitu Kemitraan
(Partnership) yang mengacu pada kolaborasi antara manajer dan karyawan dalam
pengelolaan kinerja. Ini menekankan pentingnya memperlakukan karyawan sebagai
mitra dalam proses manajemen kinerja, bukan hanya sebagai objek yang dinilai.
Dengan membangun kemitraan yang kuat, manajer dan karyawan dapat bekerja
sama untuk menetapkan tujuan yang realistis, mengidentifikasi area pengembangan,
dan mengevaluasi kinerja secara objektif. Pemberdayaan (Empowerment) yang
merupakan proses memberikan karyawan kepercayaan, otoritas, dan tanggung jawab
untuk mengelola pekerjaan mereka sendiri. Dalam konteks manajemen kinerja, ini
berarti memberikan karyawan kontrol atas pengembangan tujuan kinerja mereka,
memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi peluang peningkatan, dan
memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses evaluasi kinerja mereka
sendiri. Pemberdayaan dapat meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan produktivitas
karyawan. Perbaikan Kinerja yang Terintegrasi, yang menekankan pentingnya
pendekatan sistematis dan berkelanjutan dalam meningkatkan kinerja organisasi. Ini
melibatkan identifikasi, analisis, dan pemecahan masalah terkait kinerja secara
menyeluruh, serta implementasi tindakan perbaikan yang terkoordinasi dan
terintegrasi ke dalam proses kerja sehari-hari. Dengan demikian, perbaikan kinerja
tidak hanya terjadi sebagai respons terhadap masalah yang muncul, tetapi menjadi
bagian dari budaya dan praktik kerja yang berkelanjutan. Tim yang mandiri mengacu
pada kelompok kerja yang memiliki otonomi dalam mengelola tugas dan tanggung
jawab mereka sendiri. Dalam konteks manajemen kinerja, ini berarti memberikan
tim kontrol atas pengembangan tujuan dan strategi kinerja mereka sendiri, serta
memberikan dukungan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Tim yang
mandiri cenderung lebih efektif dalam memecahkan masalah, berinovasi, dan
mencapai hasil yang diinginkan.
• Tahap 1 : Informasi Dasar
Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan informasi dasar yang diperlukan untuk
memahami kondisi dan kebutuhan organisasi dalam manajemen kinerja. Informasi
ini mencakup data tentang struktur organisasi, proses bisnis, kebijakan, dan budaya
perusahaan
• Tahap 2 : Perancangan
Tahap perancangan melibatkan pembangunan atau penyesuaian sistem manajemen
kinerja sesuai dengan informasi yang telah dikumpulkan pada tahap sebelumnya. Ini
mencakup perancangan instrumen evaluasi kinerja, penetapan tujuan, penentuan
indikator kinerja, serta proses pengukuran dan penilaian kinerja.
• Tahap 3 : Penerapan
Setelah sistem manajemen kinerja dirancang, tahap penerapan melibatkan
implementasi sistem tersebut ke dalam organisasi. Ini meliputi pelatihan bagi
karyawan, pengaturan proses penggunaan instrumen evaluasi, serta integrasi sistem
manajemen kinerja ke dalam rutinitas operasional perusahaan.
• Tahap 4 : Penyegaran
Tahap terakhir adalah tahap penyegaran, di mana dilakukan evaluasi terhadap
efektivitas dan efisiensi sistem manajemen kinerja yang telah diterapkan. Jika
ditemukan kekurangan atau area yang perlu diperbaiki, dilakukan perbaikan atau
penyegaran terhadap sistem tersebut untuk meningkatkan kinerja organisasi secara
keseluruhan.

b. Masing-masing tahap ini penting dalam proses perancangan sistem manajemen


kinerja, karena merupakan langkah-langkah kunci yang harus dilalui untuk
memastikan bahwa sistem tersebut efektif dan sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Pertama, kita perlu membangun fondasi yang kuat dengan memahami visi, misi, dan
nilai-nilai organisasi. Kemudian, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan
informasi dasar tentang bagaimana organisasi bekerja, termasuk struktur, proses
bisnis, dan budaya perusahaan. Setelah itu, tahap perancangan sangat penting karena
di sinilah kita merancang sistem manajemen kinerja sesuai dengan informasi yang
telah dikumpulkan. Ini mencakup pembuatan alat dan proses yang sesuai dengan
tujuan dan kebutuhan organisasi. Tahap berikutnya adalah penerapan, di mana kita
mengimplementasikan sistem tersebut ke dalam kegiatan sehari-hari organisasi. Ini
melibatkan pelatihan karyawan, pengaturan proses penggunaan instrumen evaluasi,
dan integrasi sistem ke dalam rutinitas operasional. Terakhir, tahap penyegaran
sangat penting untuk memastikan kesinambungan dan peningkatan sistem
manajemen kinerja. Ini melibatkan evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi sistem
yang telah diterapkan, serta melakukan perbaikan atau penyegaran jika diperlukan.
Dengan memperhatikan semua tahapan ini, organisasi dapat membangun sistem
manajemen kinerja yang efektif, sesuai dengan tujuan mereka, dan memberikan
dukungan yang memadai bagi karyawan.

c. Berikut merupakan contoh nyata tentang bagaimana lima tahap perancangan sistem
manajemen kinerja dapat diterapkan dalam sebuah perusahaan teknologi yang
sedang berkembang, bernama Tech Solutions

• Tahap 0: Fondasi
Komite eksekutif Tech Solutions mengadakan serangkaian pertemuan strategis untuk
merumuskan visi dan misi perusahaan. Mereka memperjelas bahwa tujuan utama
perusahaan adalah untuk menjadi pemimpin dalam inovasi teknologi dan untuk
memberikan layanan berkualitas tinggi kepada pelanggan. Komite juga
mengidentifikasi nilai-nilai inti perusahaan, seperti kerjasama tim, integritas, dan
keunggulan.
• Tahap 1: Informasi Dasar
Tim manajemen HR Tech Solutions melakukan survei dan wawancara dengan
karyawan dari berbagai departemen untuk mengumpulkan informasi tentang proses
kerja, tantangan yang dihadapi, dan harapan mereka terkait manajemen kinerja.
Mereka juga menganalisis data kinerja sebelumnya untuk mengidentifikasi pola dan
tren.
• Tahap 2: Perancangan
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, tim HR merancang sistem manajemen
kinerja baru. Mereka mengembangkan alat evaluasi kinerja yang terdiri dari tujuan
SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound), dan menyusun
pedoman untuk proses peninjauan kinerja tahunan. Mereka juga meluncurkan
platform online untuk mengelola tujuan kinerja dan memberikan umpan balik.
• Tahap 3: Penerapan
Tim HR menyelenggarakan serangkaian pelatihan untuk manajer dan karyawan
tentang penggunaan sistem manajemen kinerja baru. Mereka memastikan bahwa
setiap karyawan memiliki tujuan yang jelas dan dapat diukur, serta memfasilitasi sesi
umpan balik antara manajer dan bawahan. Selain itu, mereka meluncurkan
kampanye komunikasi internal untuk memperkenalkan sistem baru dan mendukung
adopsi.
• Tahap 4: Penyegaran
Setelah enam bulan penerapan sistem baru, tim HR melakukan evaluasi terhadap
efektivitasnya. Mereka menganalisis data kinerja karyawan, melakukan survei
kepuasan karyawan, dan mengadakan pertemuan fokus kelompok untuk
mendapatkan umpan balik. Berdasarkan hasil evaluasi, mereka menemukan bahwa
sebagian besar karyawan merasa lebih terlibat dan puas dengan sistem baru, tetapi
ada beberapa kekhawatiran tentang kejelasan tujuan dan proses peninjauan kinerja.
Sebagai tanggapan, mereka menyusun rencana tindak lanjut untuk meningkatkan
komunikasi dan memberikan pelatihan tambahan kepada manajer.

Tech Solutions berhasil menerapkan sistem manajemen kinerja yang efektif berkat
penggunaan lima tahap perancangan sistem tersebut. Ini membantu meningkatkan
kinerja karyawan, meningkatkan keterlibatan, dan menciptakan budaya kerja yang
lebih terbuka dan kolaboratif.

SUMBER :
1) BMP EKMA4263 Manajemen Kinerja Modul 2.27 – 2.31
2) https://www.techsolutionsinc.com/
3) https://www.linkedin.com/pulse/sistem-manajemen-kinerja-berbasis-
teknologi-real-time-d5btf/

3. Keterbatasan sistem manajamen kinerja dalam menampung kebutuhan sistem operasi


perusahaan saat ini adalah keterbatasan sistem pengukuran kinerja finansial yang belum
mampu mengakomodasi tuntutan persaingan di pasar bebas , yang meliputi ;
• Ketidakcocokan sistem pengukuran kinerja berbasis finansial bagi pengelolaan usaha
saat ini
• Sistem konvensional berorientasi pada pelaporan kinerja masa lalu
• Berorientasi jangka pendek
• Kurang fleksibel
• Tidak memicu perbaikan
• Sering rancu pada aspek biaya
Maka, untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan tersebut, organisasi harus mengetahui
bagaimana cara mengefektifkan sistem manajemen kinerja sebagai berikut ;
a. Relevance
Pada tahap ini, organisasi harus memastikan bahwa sistem manajemen
kinerja mengukur hal-hal yang benar-benar penting dalam konteks pekerjaan
yang dilakukan oleh karyawan. Ini berarti pengukuran harus mencakup
semua aspek pekerjaan, mulai dari input (seperti keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan), proses (langkah-langkah yang diambil untuk
menyelesaikan tugas), hingga output (hasil akhir yang dihasilkan).
b. Sensitivity
Sensitivitas mengacu pada kemampuan sistem manajemen kinerja untuk
membedakan antara kinerja yang baik dan buruk. Artinya, sistem harus
mampu mengidentifikasi perbedaan kinerja antara karyawan yang berprestasi
tinggi dan yang kurang berprestasi. Dengan kata lain, sistem harus bisa
memberikan umpan balik yang akurat dan relevan kepada setiap karyawan
berdasarkan kinerja mereka.
c. Reliability
Mengacu pada konsistensi dan ketepatan sistem dalam mengukur kinerja dari
waktu ke waktu. Sistem yang dapat diandalkan memberikan hasil yang
konsisten dan objektif, tanpa adanya variasi yang signifikan antara penilaian
yang berbeda. Ini memastikan bahwa keputusan yang diambil berdasarkan
kinerja karyawan adalah adil dan dapat dipercaya.
d. Acceptability
Penerimaan mengacu pada bagaimana sistem manajemen kinerja diterima
dan dimengerti oleh karyawan yang menjadi bagian dari proses tersebut.
Sistem harus mudah dimengerti dan diterima oleh semua pihak yang terlibat,
baik yang melakukan penilaian maupun yang dinilai. Ini melibatkan
komunikasi yang efektif dan transparan tentang tujuan dan proses sistem.
e. Practically
Praktis berarti bahwa sistem manajemen kinerja harus mudah digunakan dan
diterapkan dalam praktik sehari-hari. Ini berarti bahwa alat dan proses yang
digunakan dalam sistem harus sederhana, tidak rumit, dan tidak memakan
waktu. Dengan kata lain, sistem harus memberikan manfaat yang signifikan
tanpa membebani karyawan atau manajer dengan tugas tambahan yang
berlebihan.

SUMBER : BMP EKMA4263 Manajemen Kinerja Modul 1

Anda mungkin juga menyukai