Anda di halaman 1dari 22

RESUME CLINICAL REASONING

SKENARIO 2

Nama : Ajeng Salsabilla

NPM : 117170005

Blok : 7.1

Kelompok :4

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
SKENARIO CR 1

Seorang bayi laki-laki usia 0 hari dari ibu G3P2A0 merintih saat lahir.

STEP 1

Keluhan utama : bayi laki-laki merintih saat lahir.

STEP 2

Bayi laki-laki merintih saat lahir.

1. Asfiksia neonatorum
2. Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)
3. Transient Tachypnea of
Newborn (TTN)
4. Sindrom Aspirasi
Mekonium (SAM)
5. Hyaline Membrane Disease
(HMD)
STEP 3

1. Asfiksia neonatorum
a. Definisi
Menurut WHO asfiksia adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Asfiksia perinatal adalah kondisi bayi yang
ditandai dengan hipoksia dan hipercapnia disertai asidosis metabolik.
b. Faktor risiko
- Paritas
- Usia ibu dan usia kehamilan
- Riwayat obstetri jelek
- Ketuban pecah dini
- Berat lahir bayi.
c. Diagnosis
Menurut American College of Obstetrics and Gynecology tahun 2002,
diagnosis asfiksia didasarkan 4 kriteria utama dan 5 kriteria tambahan.
 Kriteria utama
a) Asidosis metabolik (pH < 7.0 dan base deficit ≥ 12 mmol/L)
pada arteri umbilical
b) Ensefalopati sedang atau berat
c) Cerebral palsy tipe spastik quadriplegia atau dyskinetic
d) Bukan penyebab lain
 Kriteria tambahan
a) Sentinel event
b) Perubahan mendadak detak jantung janin
c) Apgar score ≤ 3 kurang dari 5 menit
d) Kegagalan sistem organ dalam 72 jam kehidupan
e) Early imaging evidence.
Diagnosis asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan asam
darah.
Skor Apgar adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk
mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak dan yang dinilai
adalah frekuensi jantung (heart rate), pernafasan (respiratory), tonus otot
(muscle tone), warna kulit (colour) dan refleks ransangan (reflex
irritability). Berikut adalah tabel skor Apgar.

Gambar 1. Apgar Skor


Interpretasi
 7-10 Normal
 4-6 Asfiksia Ringan
Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang
menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu
bernapas.
 0-3 Asfiksia Berat Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif.
d. Tatalaksana

Gambar 2. Tatalaksana bayi baru lahir dengan asfiksia


 Resusitasi
Usaha untuk mengakhiri asfiksia adalah dengan resusitasi memberikan
oksigenasi yang adekuat. Langkah awal resusitasi penting untuk
menolong bayi baru lahir dengan asfiksia dan harus dilakukan dalam
waktu 30 detik. Resusitasi neonatus adalah serangkaian intervensi saat
kelahiran untuk mengadakan usaha nafas dan sirkulasi yang adekuat.
Pada setiap kelahiran, harus ada paling sedikit 1 orang di kamar bersalin
yang tugasnya khusus bertanggung jawab untuk penanganan bayi dan
dapat melakukan langkah awal resusitasi, termasuk pemberian ventilasi
tekanan positif (VTP) dan membantu kompresi dada. Bayi yang
membutuhkan resusitasi saat lahir memiliki risiko untuk mengalami
perburukan kembali walaupun telah tercapai tanda vital yang normal.
Ketika ventilasi dan sirkulasi yang adekuat telah tercapai, bayi harus
dipantau atau ditransfer ke tempat yang dapat dilakukan monitoring
penuh dan dapat dilakukan tindakan antisipasi, untuk mendapatkan
pencegahan hipotermia, monitoring yang ketat dan pemeliharaan fungsi
sistemik dan serebral. berikut adalah tahapan resusitasi.
Gambar 3. Tahapan resusitasi
2. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
a. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit
paru akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU).
Definisi ARDS pertama kali dikemukakan oleh Asbaugh dkk (1967)
sebagai hipoksemia berat yang onsetnya akut, infiltrat bilateral yang difus
pada foto toraks dan penurunan compliance atau daya regang paru. Acute
Lung Injury (ALI) dan ARDS didiagnosis ketika bermanifestasi sebagai
kegagalan pernafasan berbentuk hipoksemi akut, bukan karena
peningkatan tekanan kapiler paru. Bentuk yang lebih ringan dari ARDS
disebut ALI karena ALI merupakan prekursor ARDS.
b. Etiologi
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab
yang dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak
disebut sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom.
c. Faktor risiko
Faktor resiko ARDS dibagi menjadi 2 akibat, akibat sistemik maupun
akibat paru sendiri. Contoh dari faktor resiko akibat sistemik adalah luka
berat dan sepsis, sedangkan untuk contoh faktor resiko akibat paru sendiri
adalah aspirasi asam lambung.
d. Diagnosa
Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak diagnosis kondisi yang
menjadi faktor risiko ARDS. Tandanya adalah takipnea, retraksi
intercostal, adanya ronkhi kasar yang jelas dan adanya gambaran hipoksia
atau sianosis yang tidak respons dengan pemberian oksigen. Bisa juga
dijumpai hipotensi dan febris. Sebagian besar kasus disertai dengan
multiple organ dysfunction syndrome (MODS) yang umumnya
melibatkan ginjal, hati, otak, system kardiovaskuler dan saluran cerna
seperti perdarahan saluran cerna.
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium:
 AGDA: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi),
hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut), bisa terjadi
alkalosis respiratorik pada proses awal dan kemudian berkembang
menjadi asidosis respiratorik.
 Pada darah perifer bisa dijumpai gambaran leukositosis (pada sepsis),
anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan kerusakan
endotel, peningkatan kadar amilase (pada kasus pankreatitis sebagai
penyebab ARDSnya).
 Gangguan fungsi ginjal dan hati, gambaran koagulasi intravaskular
diseminata yang merupakan bagian dari MODS. Radiologi: pada awal
proses, dari foto thoraks bisa ditemukan lapangan paru yang relatif
jernih, namun pada foto serial berikutnya tampak bayangan radio-
opak yang difus atau patchy bilateral dan diikuti pada foto serial
berikutnya tampak gambaran confluent tanpa gambaran kongesti atau
pembesaran jantung. Dari CT scan tampak pola heterogen,
predominan limfosit pada area dorsal paru (foto supine)
e. Tatalaksana
Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan
suportiff bantuan ventilator dan terapi farmakologis. Prinsip umum
perawatan suportif bagi pasien ARDS dengan atau tanpa multiple organ
dysfunction syndrome (MODS) meliputi:
1. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.
2. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma,
infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.
3. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke endorgan
dengan cara meminimalkan angka metabolik.
4. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan
tubuh.
5. Dukungan nutrisi.
Terapi Farmakologis:
- Kortikosteroid seperti methiprednisolon diberikan dengan dosis
1mg/kg.bb/hari selama 14 hari lalu ditapering off.
- Pemberian nitrit okside inhalasi (iNO) dan prostasiklin (PGI2)
mungkin dapat menurunkan shunt pulmoner dan afterload ventrikel
kanan dengan menurunkan impedansi arteri pulmoner.
3. Transient Tachypnea of Newborn (TTN)
a. Definisi
Suatu penyakit ringan pada neonatus yang mendekati cukup bulan atau
neonatus cukup bulan yang mengalami gawat napas segera setelah lahir
dan hilang dengan sendirinya dalam waktu 3-5 hari.
b. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi TTN adalah:
- Penjempitan tali pusar
- Jenis kelamin laki-laki
- Bayi prematur
- Operasi Caesar
- Lahir dari ibu dengan diabetes
- Lahir dari ibu penderita asma
- Kecil masa kehamilan
c. Gejala Klinis
Neonatus biasanya hampir cukup bulan atau cukup bulan dan segera
setelah kelahiran mengalami takipnea (>80 pernapasan/menit), Neonatus
mungkin juga merintih, napas cuping hidung,, mengalami retraksi dada
dan mengalami sianosis, keadaan ini biasanya tidak berlangsung > 72
jam.
d. Diagnosa
a) Anamnesis
Bayi cukup bulan, mengalami sesak nafas riwayat persalinan caesar.
b) Pemeriksaan fisik
Didapatkan pernapaan cuping hidung, retraksi dada (+) bibir sianosis.
c) Pemeriksaan penunjang
Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas
untuk menilai gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada
memerlukan tindakan intubasi segera dan penggunaan ventilasi
mekanis, pengambilan sampel darah arterial diperlukan untuk
menganalisis tekanan gas darah (PaO2, PaCO2, dan pH) sambil
melakukan monitoring dengan pulse oxymetri, rontgen toraks (dapat
dilakukan setelah pemasangan ETT), pemeriksaan darah untuk
skrining sepsis, termasuk pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, apus
darah tepi, C-reactive protein, kultur darah, glukosa darah, dan
elektrolit.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum:
 Pemberian oksigen
 Pembatasan cairan
 Pemberian asupan setelah takipnea membaik Konfirmasi diagnosis
dengan menyisihkan penyebab takipnea lain seperti pneumonia,
penyakit jantung kongenital dan hiperventilasi serebral.
f. Prognosis
Penyakit ini bersifat sembuh sendiri dan tidak ada risiko kekambuhan
atau disfungsi paru lebih lanjut Gejala respirasi membaik sejalan dengan
mobilisasi cairan dan ini biasanya dikaitkan dengan diuresis.
4. Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM)
a. Definisi
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya mekonium kedalam saluran pernafasan bayi.
Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium
yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di
dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Mekonium adalah tinja
janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental, lengket dan berwarna
hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.
Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma ini
sangat parah. Mekonium yang Terhirup lebih kental sehingga
penyumbatan saluran udara lebih berat.
b. Etiologi
Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses
persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih
dari 40 minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami
kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan
usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke
dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan
ketuban dan mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau
dengan kekental yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam
rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama,
maka campuran air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-
paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial
ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan
pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paruparu. Selain itu,
mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara,
menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.
Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan
terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi
yang menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan.
Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat
dan kematian pada bayi baru lahir.
c. Faktor Risiko
Faktor resiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium:
- Kehamilan post-matur
- Pre-eklamsi
- Ibu yang menderita diabetes
- Ibu yang menderita hipertensi
- Persalinan yang sulit
- Gawat janin
- Hipoksia intra-uterin (kekurangan oksigen ketika bayi masih berada
dalam rahim).
d. Gejala dan Tanda
Gejalanya berupa:
 Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya
mekonium di dalam cairan ketuban.
 Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan
lama sebelum persalinan).
 Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah.
 Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis).
 Takipneu (laju pernafasan yang cepat).
 Apneu (henti nafas) − Tampak tanda-tanda post-maturitas.
e. Diagnosa
Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan
diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat
obstruksi dan terdapatnya pneumothorax (gambaran infiltrat kasar dan
iregular pada paru) Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis
metabolik atau respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan
tingkat PCO2.
f. Penatalaksanaan
Setelah kepala bayi lahir, dilakukan pengisapan lendir dari mulut bayi.
Jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukkan sebuah
selang ke dalam trakea bayi dan dilakukan pengisapan lendir. Prosedur ini
dilakukan secara berulang sampai di dalam lendir bayi tidak lagi terdapat
mekonium. Jika tidak ada tanda-tanda gawat janin dan bayinya aktif serta
kulitnya berwarna kehijauan, beberapa ahli menganjurkan untuk tidak
melakukan pengisapan trakea yang terlalu dalam karena khawatir akan
terjadipneumonia aspirasi.
Jika mekoniumnya agak kental, kadang digunakan larutan garam untuk
mencuci saluran udara. Setelah lahir, bayi dimonitor secara ketat.
Pengobatan lainnya adalah:
 Fisioterapi dada (menepuk-nepuk dada)
 Antibiotik (untuk mengatasi infeksi)
 Menempatkan bayi di ruang yang hangat (untuk menjaga suhu tubuh)
 Ventilasi mekanik (untuk menjaga agar paru-paru tetap
mengembang).
Gangguan pernafasan biasanya akan membaik dalam waktu 2-4 hari,
meskipun takipneu bisa menetap selama beberapa hari. Hipoksia intra-
uterin atau hipoksia akibat komplikasi aspirasi mekonium bisa
menyebabkan kerusakan otak. Aspirasi mekonium jarang menyebabkan
kerusakan paru-paru yang permananen.
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan
dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (Neonatal Intensive Care Unit
[NICU]). Tatalaksana yang dilakukan biasanya meliputi :
a) Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikoksigen.
b) Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan
untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi
mekanik.
c) Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada
dada dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.

Pada SAM berat dapat juga dilakukan:

 Pemberian terapi surfaktan.


 Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen
tinggi ke dalam paru bayi.
 Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang
terdapat di dalam ventilator. Penambahan ini berguna untuk
melebarkan pembuluh darah sehingga lebih banyak darah dan
oksigen yang sampai ke paru bayi. Bila salah satu atau kombinasi
dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut dipertimbangkan
untuk menggunakan extra corporeal membrane oxygenation
(ECMO). Pada terapi ini, jantung dan paru buatan akan mengambil
alih sementara aliran darah dalam tubuh bayi. Sayangnya, alat ini
memang cukup langka.
g. Komplikasi
a) Displasia bronkopulmoner
b) Pneumotoraks
c) Aspirasi pnemonia

Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar


untuk menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama
kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa
meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka
panjang tetap baik.

Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit
paru kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan
dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang terjadi, SAM dapat
menimbulkan kematian.

5. Hyaline Membrane Disease (HMD)


a. Definisi
Penyakit memban hialin (PMH) merupakan salah satu penyebab
gangguan pernapasan yang sering dijumpai pada bayi prematur. Angka
kejadian PMH pada neonatus dengan usia gestasi <30 minggu 60 %, usia
gestasi 30-34 minggu 25%, dan usia gestasi 35-36 minggu adalah 5%.
b. Etiologi
Penyakit membran hialin (PMH) merupakan gangguan pernapasan yang
disebabkan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada
neonatus usia gestasi <34 minggu atau berat lahir <1500 gram. Surfaktan
mulai dibentuk pada usia kehamilan 24-28 minggu oleh karena itu
kejadian PMH berbanding terbaling dengan usia gestasi.
c. Faktor Risiko
 Kelahiran operasi sesar dan ibu dengan diabetes.
 Riwayat kelahiran kurang bulan.
 Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin).
 Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membrane
hialin.
d. Gambaran Klinis
1) Gejala bisanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan
2) Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan subkostal, napas
cuping hidung, dan sianosis yang terjadi dalam beberapa jam pertama
kehidupan.
3) Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala:
 Takipnea (frekuensi mnapa > 60 x/menit)
 Grunting atau napas merintih
 Retraksi dinding dada
 Kadang dijumpai sianosis (pada udara kamar).
4) Perhatikan tanda prematuritas
5) Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru
6) Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam
pertama
7) Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan, adanya pmh
dapat disingkirkan.
e. Diagnosa
a) Foto toraks AP dan lateral. Gambaran pencitraan:
 Bentuk toraks yang sempit disebabkan hipoaerasi dan volume
paru berkurang.
 Gambaran ground-glass, retikulogranuler menyeluruh serta
perluasan ke perifer.
 Gambaran udara bronkus (air bronchogram).
 Gambaran granularitas, yaitu distensi duktus dan bronkiolus
yang terisi udara dengan alveoli yang mengalami atelektasis.
 Tatalaksana PMH yang semakin baik, seperti penggunaan
surfaktan dan pemberian CPAP segera setelah bayi lahir
menyebabkan gambaran tidak klasik pada foto toraks.
b) Klasifikasi beratnya PMH pada dibagi atas 4 derajat, yaitu:
 Derajat I: bercak retikulogranuler dengan air brochogram.
 Derajat II: bercak retikulogranular menyeluruh dengan air
bronchogram.
 Derajat III: opasitas lebih jelas, dengan air bronchogram lebih
jelas meluas ke cabang di perifer; gambaran jantung menjadi
kabur.
 Derajat IV: seluruh lapangan paru terlihat putih (opak), tidak
tampak air bronchogram, jantung tak terlihat, disebut juga
“white lung”.
c) Laboratorium
 Darah tepi lengkap dan kultur darah
 Bila fasilitas tersedia dapat dilakukan pemeriksaan analisis gas
darah yang biasanya memberi hasil: hipoksia, asidosis metabolik,
respiratorik atau kombinasi, dan saturasi oksigen yang tidak
normal
 Rasio lesitin/ sfongomielin pada cairan paru (l/S ratio) < 2:1
 Shake test (tes kocok) dilakukan dengan cara pengocokan aspirat
lambung. Jika tidak ada gelembung risiko tinggi untuk terjadinya
PMH (60%).
f. Penatalaksanaan
Manajemen umum:
a) Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka.
b) Terapi oksigen sesuai degan kondisi:
- Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi
yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara
50-70mmhg.
- Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 50 mmhg pada
konsentrasi osigen inspirasi 60% atau lebih, penggunaan nasal
continuous positive airway pressure (NCPAP) terindikasi.
- Penggunanan NCPAP sedini mungkin (early ncpap) untuk
stabilisasi bayi bblsr sejak di rnag persalinan juga
direkomendasikan untuk mencegah klaps alveoli. Pada
pemakaian nasal prong, perlu lebih hati-hati karena pemakaian
yang terlalu ketat dapat merusak septum nasi.
- Ventilator mekanik digunakan pada bayi dengan hmd berat atau
komplikasi yang menimbulkan apneu persisten. Indikasi rasional
untuk penggunaan ventilator adalah:
 Ph darah arteri <7.2
 Pco2 darah arteri 60 mmhg atau lebih
 Po2 darah arteri 50 mmhg atau kurang pada konsentrasi
oksigen 70-l00% dan tekanan cpap 6-10 cmh2o, apneu
persisten.
 Jaga kehangatan
 Pemberian infus cairan intravena dengan dosis rumatan.
 Pemberian nutrisi bertahap, diutamakan asi.
c) Antibiotik: diberikan antibiotik dengan spektrum luas. Biasanya
dimulai dengan ampisilin 50mg/kg intravena tiap 12 jam dan
gentamisin, untuk berat lahir <2 kg dosis 3 mg/kgbb per hari. Jika tak
terbukti ada infeksi, pemberian antibiotik dihentikan.
d) Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi,
tekanan parsial O2 diharapkan antara 50-70 mmhg, PaCO2
diperbolehkan antara 45-60 mmhg (permissive hypercapnia). Ph
diharapkan tetap di atas 7,25 dengan saturasi oksigen antara 88-92%.
Manajemen khusus
Pemberian sufaktan dilakukan bila memenuhi persyaratan, obat tersedia, dan
lebih disukai bila tersedia fasilitas nicu. Syarat pemberian surfaktan adalah:
a) Diberikan oleh dokter yang memiliki kualiflkasi resusitasi neonatal dan
tata laksana respiratorik serta mampu memberi perawatan pada bayi
hingga setelah satu jam pertama stabilisasi.
b) Tersedia staf (perawat atau terapis respiratorik) yang berpengalaman
dalam tata iaksana ventilasi bayi berat iahir rendah.
c) Peralatan pemantauan (radiologi, analisis gas darah, dan pulse oximetry)
harus tersedia.
d) Terdapat protokol pemberian surfaktan yang disetuiui oleh institusi
bersangkutan.
Surfaktan
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti mengalami
penyakit membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui pipa
endotrakea setiap 6-12 jam untuk total 2-4 dosis, tergantung jenis preparat
yang dipergunakan.
Survanta (bovine survaczant) diberikan dengan dosis total 4 ml/kgbb
intratrakea (masing-masing 1 ml/kg berat badan untuk lapangan paru depan
kiri dan kanan serta paru belakang kiri dan kanan), terbagi dalam beberapa
kali pemberian, biasanya 4 kali (masing-masing ¼ dosis total atau 1 ml/kg).
Dosis total 4 ml/kgbb dapat diberikan dalam jangka waktu 48 iam pertama
kehidupan dengan interval minimal 6 jam antar pemberian. Bayi tidak perlu
dimiringkan ke kanan atau ke kiri setelah pemberian surfaktan, karena
surfaktan akan menyebar sendiri melalui pipa endotrakeal. Selama pemberian
surfaktan dapat teriadi obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh viskositas
obat. Efek samping dapat berupa perdarahan dan infeksi paru.
Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika timbul komplikasi yang bersifat fatal seperti
pneumotoraks, pneumomediastinum, empisema subkutan. Tindakan yang
segera dilaksanakan adalah mengurangi tekanan rongga dada dengan pungsi
toraks, bila gagal dilakukan drainase.
Suportif
Lain-lain (rujukan subspesialis, ruiukan spesialis iainnya, dll) bila terjadi
apneu berulang atau perlu bantuan ventilator maka harus dirujuk ke rumah
sakit dengan fasilitas pelayanan neonatal level iii yang tersedia fasilitas nicu.
Pemantauan Terapi
a) Efektifitas terapi dipantau dengan memperhatikan perubahan gejala klinis
yang terjadi.
b) Setelah bkb/bblr melewati masa krisis yaitu kebutuhan oksigen sudah
terpenuhi dengan oksigen ruangan/atmosfer, suhu tubuh bayi sudah stabil
diluar incubator, bayi dapat minum sendiri/ menetek, ibu dapat merawat
dan mengenali tanda-tanda sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi atau
penyulit maka bayi dapat berobat jalan.
c) Pada bblr, ibu diajarkan untuk melakukan perawatan metode kanguru
(PMK).
d) Rekomendasi pemeriksaan retinopathy of prematurity (rop):
 Bayi dengan berat lahir ≤1500 g atau usia gestasi ≤34 minggu
Tumbuh kembang
a) Bayi yang menderita gangguan napas dan berhasil hidup tanpa
komplikasi maka proses tumbuh kembang anak selanjutnya tidak
mengalami gangguan.
b) Apabila timbul komplikasi (hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan O2,
epilepsi, komplikasi palsi serebral, dll) maka tumbuh kembang anak
tersebut akan mengalami gangguan dari yang ringan sampai yang berat
termasuk gangguan penglihatan, sehingga diperlukan pemantauan berkala
pada masa balita.
g. Komplikasi
Keadaan hipoksemia pada pmh dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan intrakranial, perdarahan paru, dan gagal jantung kongestif akibat
left to right shunt melalui PDA. Sedangkan komplikasi penggunaan bantuan
ventilasi dapat terjadi pulmonary interstitial emphysema (PIE), pneumotoraks,
pneumomediastinum, pneumopericardium, pneumoperitoneum, dan
pneumatocele.
DAFTAR PUSTAKA
1. Putra T, Mutiara H. Sindroma Aspirasi Mekonium. Lampung: J. Medula Unila;
2017.
2. Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 3. Interna publishing:
Jakarta. 2014.
3. Aathi M. Transient Tachypnea of Newborn (TTN). Vol.2 No. 2. Ambala:
International Journal of Nursing Education & Research; 2014.
4. Indonesia IDA. Pedoman Pelayanan Medis. II. (Antonius H. Pudjiadi, Hegar B,
Setyo Handryastuti, et al., eds.). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.

Anda mungkin juga menyukai