Halaman berisikan penjelasan singkat tentang unsur estetika dalam karya Iva, proses
desain, teknik tekstil, dan material.
Ilustrasi/VISUAL IMAGE yang akan ada adalah
Gambar proses desain
Contoh koleksi flowering, akulturasi, dan Lirik (dok FOTO)
Gambar Material ATBM BATIK (selendang/kain)
Gambar Detail Brushpainting (selendang/kain/kerudung)
Gambar Material Printing & Foiling TAS dan Sepatu
Gambar material bordir
Gambar material Kulit
Gambar material Lurik
Gambar material ATBM polosan
Gambar material ATBM warna
Gambar manik-manik
Contoh koleksi suede sensation (dok FOTO)
Contoh koleksi foiling (dok FOTO)
Estetika
Seiring perkembangan zaman pun, perihal kausal kebutuhan manusia terhadap sandang pun
semakin kompleks, tidak hanya melulu perihal kebutuhan fisik. Berkembang dan melekat dengan
konsepsi diri, ekonomi, politik, religiuisitas, bahkan menjadi karya seni dan desain, estetika! Sekilas
mengenai teori estetika dalam suatu karya, menurut Monroe Beardsley, yang menjelaskan bahwa
terdapat nilai tingkatan yang dapat menjadi ciri maupun sifat umum karya yang mempunyai nilai
estetika adalah kesatuan (unity), kerumitan (complexity), dan kesungguhan (intensity).
Trademark piece Iva Lativah adalah koleksi Islami yang bercirikan tradisi Indonesia. Konsep
religi sebagai pijakan awal dan utama. Meskipun demikian tidak serta merta konsep tersebut menjadi
hambatan dan ruang gerak imajinasinya. Pengembangan ide/gagasan/persepsi atas konsep islami
dikembangkan sedemikian rupa bersamaan dengan ide-ide dan budaya visual yang ditangkap panca
indera. Hal tersebut merupakan kesatuan (unity) yang kompleks namun dinamis, yang dielaborasikan
ke dalam ratusan konsep koleksi dan menjadi luaran ribuan karya dengan komposisi dan visual
berbeda.
Visual kain yang diproses melalui teknik reka struktur/rakit dan reka latar/permukaan,
dipadukan ke dalam gaya busana budaya negara tertentu, contohnya koleksi berjudul “Akulturasi”,
yang memadukan tenun batik klasik, tenun ATBM dengan gaya busana nuansa Korea. Atau
kegagahan tenun lurik Yogya yang disulap dalam nuansa “harajuku: dalam koleksi “Lirik”. Lainnya
yang terinspirasi dari alam; bunga dan dedaunan, seperti koleksi “Flowering” di era 2000-an. Proses
rancang desain dengan aneka topik adalah langkah menciptakan nilai kebaruan.
Prinsip busana islami dan sisi tradisi Indonesia merupakan tema besar sekaligus rambu-
rambu karya Iva Lativah dalam tiga dekade. Jika dicermati, dalam tiap koleksinya, ruh
keindonenesian tidak harus selalu tampil dominan, terutama jika dikolaborasikan dengan ruh budaya
luar lainnya, Terkadang, koleksinya mampu mengarahkan apresiasi penikmat ke dimensi budaya
visual yang beda dan membuat penikmat menebak-nebak citra utama konsep koleksinya. Namun,
penikmat pada akhirya berhasil menemukan sisi lokal Indonesia, baik yang tersirat maupun tersurat,
baik yang terlihat seperti aksen yang menjadi point of view dalam polanya. Ya, setidaknya ada
hembusan trasisi lokal diantara kebaruan akulturasi yang terlihat.
Inspirasi
Image Board
Mood Board
Textile techniques 1
Sketch
Tailoring
Textile techniques 2
Quality Control & Finishing
Tangan-tangan “ajaib”
Brush & Painting
Karya rupa yang “menyerupai” hasil dari teknik
semprot/airbrush memang diketemukan jauh sebelum
diciptakan alat khusus oleh Frank E. Stanley di tahun 1987-
Gambar Material an. Teknik rupa tersebut pada pertengahan abad kedua
puluh kemudian populer. Tidak hanya menjadi bagian dari
Brushpainting proses untuk mendekor body kendaraan, media periklanan,
juga sebagai proses penciptaan desain maupun seni lainnya.
Sekitar tahun 90’an airbrush di Indonesia mulai
berkembang, teknik semprot dengan memanfaatkan tekanan angin itu ternyata menjadi inspirasi
dekorasi material koleksi Iva Lativah.
Era tahun 1990-an, setelah peluncuran labelnya, teknik airbrush painting menjadi dekorasi
lembaran dan gaya busana andalan Iva Lativah. Teknik airbrush di saat itu, masih jarang
diaplikasikan pada busana pesta dan muslim, Tak segan-segan, visual yang dirancang sebelum tahap
penggayaan busana dilukis piawai dan syarat muatan kaidah nirmana dalam karya rupa. Di awal
kemunculannya, airbrush di atas organzanya bernuansa ragam hias batik, terkadang mendekati
visual yang realis, maupun abstrak, yang menjadi ciri rancang materialnya. Oleh karena itu dalam
sekejap, menghantarkan koleksinya berbeda dengan produk lainnya..
Batik Kontemporer
Berbeda dengan teknik airbrush yang termasuk
kategori teknik “kekinian”, batik merupakan
warisan budaya luhur, yang sudah ada sejak
Gambar Material
Indonesia memiliki beberapa kekerajaan yang tiap
Batik Kontemporer wilayahnya dapat disebut “negeri”. Motif Batik
diperkirakan sudah ada sejak abad ke 12 dan
dihasilkan menggunakan alat bantu, terbatas, berupa
canting dan bersifat manual, disebut teknik batik tulis.
Pada abad 19, teknik dan kain batik mulai mengalami perkembangannya, baik dari segi
teknik, motif, dan fungsi. Meskipun demikian, ciri khas batik Indonesia tetap kental, adanya varian
canting dan alat cetak logam, serta dengan tetap menggunakan lilin sebagai perintang warna dan
menggunakan pewarna alam mampu menghasilkan ragam motif di saat itu. Pada mulanya, batik
dibuat terbatas dan diperuntukan untuk keluarga kalangan keraton dan mempunyai nilai cerita yang
memuat unsur cerita, beberapa diantaranya dikenal dengan batik sakral.
Batik zaman dahulu, yang dipakai oleh kalangan kerajaan, dominan mempunyai makna,
filosofi, dan sejarah tertentu. Pada umumnya batik tersebut dikategorikan batik Pedalaman dan
cenderung identik dengan warna sogan, coklat, atau warna natural yang gelap. Lain halnya dengan
kategori batik Pesisiran, motif dan fungsinya lebih dinamis, masyarakat luar kerajaan dapat
memakainya, dan berwarna cerah. Oleh karena itu, batik menjadi Hak kekayaan budaya dan
intelektual yang telah disahkan UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan
Tak Benda pada 2 Oktober 2009 dan Indonesia memperingati Hari Batik Nasional setelahnya, di tiap
tahunnya.
Sekarang, pemahaman terhadap batik meluas, batik tidak hanya dapat dipahami dari segi
teknik yang menjadi ciri khasnya, yaitu canting dan cap logam untuk menorehkan motif, serta lilin
sebagai perintang. Tetapi juga pemahaman batik yang dapat diperkenalkan secara visual, yaitu motif
yang pada umumnya ada di kain batik. Nilai kebaruannya muncul dengan berbagai cara, seperti tetap
menggunakan teknik tradisional namun mengeksplorasi visual atau motifnya saja alias tidak
membuat motif serupa dengan motif klasik, baik pedalaman maupun pesisiran, tetapi membuat motif
“baru”. Bisa juga dengan mengkombinasikan teknik, baik dengan canting/cap dan dengan kuas, serta
tetap menggunakan perintang. Adapula menambahkan teknik celup dan digabungkan dengan teknik
colet. Karena itu, batik sekarang ini tidak hanya terbagi menjadi batik pedalaman dan pesisir, juga
dapat ditambahkan batik non konvensional atau batik kontemporer.
Koleksi batik Iva Lativah termasuk dalam kategori batik non konvensional atau kontemporer.
Terkadang menciptakan kebaruan dengan permainan teknik dan alat lukis, serta permainan motif.
Permukaan kain batik Iva Lativah diciptakan sesuai inspirasinya, seperti yang pernah dideskripsikan
di halaman inspirasi dan ide sebelumnya. Disamping itu, permainan motif pun tidak hanya dibentuk
mendekati realis atau berpola simetris Terdapat beberapa koleksi Iva Lativah yang disusun dan
dikembangkan dari pola geometris, mendekati aliran atau penggayaan desain tertentu, atau
penggabungan nuansa klasik dan pola asimetris. Contohnya koleksi “Decotik”, motif yang disusun
dan dipengaruhi gaya art deco. Perpaduan berbagai bentuk geometris, asimetris, ornamen batik,
siluet, dan warna, sekilas memberikan kesan abstrak, Koleksi “Decotik” menciptakan perpaduan
batik klasik dan kontemporer sehingga terkesan ultra modern, dan mewah.
Manik-manik
Ornamen yang umum digunakan reka
permukaan/surface design di atas kain dan untuk menghias
Gambar Material busana sebagai bagian finishing touch desain adalah manik-
Manik-manik : mute, manik. Masyarakat luas mengenal jenis manik-manik seperti
payet, keramik di galeri
kristal, batu-batuan kecil, payet/mute, manik keramik, dan
lain-lain. Manik-manik dapat disusun menjadi komposisi bentuk motif yang diinginkan. Penggunaan
manik-manik dalam koleksi Iva Lativah bersifat minor, sebagai pelengkap dan pemanis komposisi
motif batik kontemporer, bordir, ataupun aksen di bagian tertentu busana.
Tenun ATBM
Tenun adalah salah satu teknik reka struktur/rakit/rakit. Kegiatan tenun menghasilkan
lembaran atau kain yang dinamakan tenunan. Pengertian umum tenun adalah lembaran yang
dihasilkan melalui metode persilangan benang-benang lusi dan pakan. Alat yang digunakan yang
dikenal luas adalah gedogan, Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan Alat Tenun Mesin (ATM).
Gedogan dan Alat Tenun Bukan Mesin digerakkan secara manual dengan menggunakan kaki dan
tangan, serta biasa dijadikan alat penghasil tenunan dalam industri kecil dan menengah. Sebaliknya
dengan Alat Tenun Mesin (ATM), adalah teknologi dilengkapi dengan motor penggerak/mesin untuk
menghasilkan kain, biasanya dilakukan dalam usaha tingkat industri besar. Tenunan yang dihasilkan
dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dapat dikategorikan ke dalam industri kerajinan dan barang.
Hal tersebut dijelaskan di Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tentang
Kebijakan Industri. tenun ATBM juga termasuk subsektor industri kreatif dalam cakupan usaha
mikro, kecil, ataupun menengah (UMKM).
Sebagian besar jenis tekstil tradisional Indonesia diciptakan melalui tenun ATBM atau
gedogan, seperti putihan untuk kain batik, tenun ikat, sarung, kain songket, kain dengan benang
tambahan, kain kerawang, dan lainnya. Jenis tenunan berdasarkan anyaman penampang kain dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu tenun tenun polos (plain weave), tenun keper (twill), dan tenun saten.
Material koleksi Iva Lativah didominasi oleh tenun polos dan tenun keper/dobby, rata-rata terbuat
dari serat kapas dan sutra.
Disisi lain, tenunan erat kaitannya dengan fesyen. Tenunan hadir menjadi bagian yang
membaur dengan fesyen. Keduanya mempunyai pemahaman serupa, mengenai suatu tindakan
kreativitas dan menghasilkan karya yang kreatif, Keduanya merupakan contoh konkret dari budi dan
daya manusia. Keduanya mempunyai fungsi sebagai media sekaligus wahana untuk memenuhi
kebutuhan manusia, sekaligus pembentuk citra dan identitas. Serta keduanya mempunyai potensi dan
unsur pembentuk budaya benda dan tak benda, yang kelak mampu menjadi ciri peradaban suatu
bangsa. Sementara, busana muslim adalah karya yang terintegrasi dari keduanya. Oleh karena itu,
Iva Lativah memutuskan mengoptimalkan pemakaian bahan baku tenun ATBM Indonesia tidak
hanya sekedar sebagai material dan media karya, tapi juga harapan ikut serta mengembangkan
ekonomi lokal dan budaya Indonesia.
Gambar
Material Lurik,
polosan ATBM (broken white)
polosan ATBM berwarna
Proses desain dan produksi, menjaga relasi, dan kualitas karya, merupakan pondasi
pembentuk brand equity atas merek Iva Lativah. Menjadikannya suatu merek dengan pencitraan
karya yang elegan, sophisticated, mewah nan bersahaja. Sisi lain dari keunikan permainan kombinasi
teknik, desain, atau material menciptakan koleksi dengan nuansa eklektik yang menawan. Organza
dan tenun ATBM lukis bermotif batik non konvensional/kontemporer, bordiran cantik, eksplorasi di
atas kulit, padu padan lurik, katun, dan sifon, serta batu-batuan merupakan representasi dari Shades
of Art-nya.
Koleksi Iva Lativah disimpan oleh klien yang percaya diri, sosok yang menghargai
penampilan tertutup, dan golongan yang memahami pentingnya perhatian terhadap penampilan pada
momen-momen tertentu. Namun tidak hanya kalangan sosialita dan negarawan yang merasa
membutuhkan sandang sebagai bagian eksistensi diri yang bersifat “pribadi”, juga masyarakat
lainnya yang menjadikan karya berlabel Iva Lativah merupakan aspirasi.