Anda di halaman 1dari 70

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

1.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Sejarah Perkembangan Batik

Kusni Asa (2006:16) menjelaskan bahwa Batik, suatu istilah yang sangat

popular dan menjadi baku sebagai nama kain yang dibuat melalui teknik celup

rintang dengan media perintang berupa lilin. Istilah yang sudah ada ini sudah ada

sejak puluhan abad yang lalu yang berawal dari keraton dan akhirnya menjadi

suatu hasil kerajinan rakyat. Apabila ditinjau dari morfologi bahasa, kata “batik”

terdiri dari dua kata yang bergabung menjadi satu yaitu “ba” dan “tik”. Keduanya

memang hamper tidak memiliki arti. Namun demikian, kata “batik” sebenarnya

merupakan elemen seni rupa untuk mengawali karya tulis. Masing-masing kata

tersebut mempunyai padanan yang terdiri dari kata “ba” dengan awalan “am” dan

kata “tik”, sehingga bila digabung diperoleh kata “ambatik” yang artinya

membuat titik. Hasilnya adalah batik yang polanya berupa garis-garis yang

tersusun dari titik-titik. Dalam khasanan seni rupa, terjadi bentuk diawali dengan

titik, tersambung menjadi garis dan selanjutnya akan berkembang menjadi sebuat

bentuk. Konsepsi smacam itu secara kebetulan hadir pada proses pembuatan batik

dan selama ini kata batik tidak dipersoalkan lagi karena sudah merupakan nama

baku. Dalam bahasa jawa, “bathik”, mengacu pada huruf Jawa “tha” yang

menunjukan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang membentuk

gambaran tertentu. Berdasarkan setimologi tersebut, sebenarnya “batik” tidak

dapat diartikan sebagai salah satu atau dua kata, maupun satu padaan kata tanpa

penjelasan lebih lanjut.


11

Menurut Ari Wulandari (2011:4) dalam bukunya yang berjudul “Batik

Nusantara” menjelaskan bahwa Batikdalam bahasa jawa, “bathik”, mengacu pada

huruf Jawa “tha” yang menunjukan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik

yang membentuk gambaran tertentu, berdasarkan etimologi tersebut, sebenarnya

“batik” tidak dapat diartikan sebagai salah satu atau dua kata, maupun satu padaan

kata tanpa penjelasan lebih lanjut. Batik sangat identik dengan suatu teknik

(proses) dari mulai penggambaran motif hingga pelorodan. Salah satu cirri khas

batik adalah cara penggambaran motif pada kain yang menggunakan proses

pemalaman, yaitu menggoreskan malam (lilin) yang ditempatkan pada wadah

yang bernama canting dan cap.

Dra. Darniasih M.M. M. Par and ria Kuniasih (2015:66) dalam Jurnal

“Management of Kampung batik Laweyan to Increase The Number of Torism

Visi Surakarta” berpendapat bahwa ”Batik is a masterpiece of our cultural

heritage which has continued flourished over the years and has shown sign of

becoming even more widespread boosted by dynamic development in technology,

aesthetic, and economic. Batik has developed to be an important industry that

contributes considerably to Indonesian economic through export.” Artinya “Batik

adalah karya warisan budaya kita yang terus berkembang selama bertahun-tahun

dan telah menunjukkan tanda menjadi semakin meluas perkembangan dinamis

dalam teknologi, estetika, dan ekonomi. Batik telah berkembang menjadi industri

penting yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia melalui

ekspor.”
12

Mila karmila (2010: 9) dalam bukunya menjelaskan bahwa batik adalah

suatu kegiatan yang berawal dari menggambar suatu bentuk misalnya ragam hias

diatas sehelai kain dengan menggunakan lilin batik (malam), kemudian diteruskan

dengan pemberian warna.

Romadhoni Syahputra and Indah Soesanti (2016:168) dalam Jurnal yang

berjudul “Design Of Automatic Electric Batik Stove ForBatik Industry”

mengemukakan bahwa “Batik is the process of writing a picture or decoration on

any media by using wax batik as a color barrier. In the manufacture of batik,

batik wax was applied to the fabric to prevent the absorption of color during the

dyeing process” artinya “Batik adalah proses penulisan gambar atau hiasan pada

media apa saja dengan menggunakan batik lilin sebagai penghalang warna. Dalam

pembuatan batik, lilin batik diaplikasikan pada kain untuk mencegah penyerapan

warna selama proses pencelupan.”

Adhi kusumastuti and Rodia syamwil (2016:48) dalam Jurnal yang

berjudul “The Recyle of Batik Wax an Effort to Ward Enviromental Friendly

process.” Berpendapat bahwa“Batik, defined as a variety of typical decorative

cloth, traditionally prepared by resist dyeing method. In this application, wax is

used as a resist agent. It is therefore, Doellah [4] stated that a batik cloth must

fulfill two basic principles: made by resist dyeing method and has a typical colour

and distinctive decorative batik. Batik can only be prepared by using material

cloth. Initially, batik was made on a medium construction cotton cloth, known as

Cambridge. Later, batik was also made on silk cloth as well as others natural

materials cloth. Should be noted that synthetic cloth cannot be used in batik
13

technique. This is due to synthetic materials cloth needs to be dyed in high

temperature [5]. While batik wax will be melted in high temperature, therefore the

pattern won’t be perfectly formed.” Artinya “Batik, didefinisikan sebagai berbagai

kain dekoratif yang khas, secara tradisional disiapkan dengan metode celup resist.

Diaplikasi ini, lilin digunakan sebagai agen resisten. Oleh karena itu, Doellah [4]

menyatakan bahwa kain batik harus memenuhi dua dasarprinsip: dibuat dengan

metode celup resist dan memiliki warna khas batik khas dan khas batik. Batik

hanya bisadisiapkan dengan menggunakan bahan kain. Awalnya, batik dibuat pada

kain katun konstruksi menengah, yang dikenal sebagai Cambridge.Belakangan,

batik juga dibuat di atas kain sutera dan juga kain-kain alam lainnya. Perlu dicatat

bahwa kain sintetistidak bisa digunakan dalam teknik batik. Hal ini disebabkan

bahan sintetis kain perlu dicelup dalam suhu tinggi [5]. SementaraLilin batik akan

meleleh dalam suhu tinggi, oleh karena itu pola tidak akan terbentuk sempurna.”

Melalui beberapa penjelasan diatas dapat diketahui bahwa batik adalah

suatu kegiatan yang dituangkan diatas sehelai kain dari rangkaian titik-titik yang

membentuk gambar menggunakan lilin batik (malam), yang kemudian diteruskan

dengan pemberian warna.

Agus Sardjono, dkk (2013:130) dalam Jurnal yang berjudul “Indonesian

Experience in Dealing With tademark Law, Cas Study of Batik SME s”

mengemukakan pendapatnya bahwa “ Batik Indonesia not only possesses

commercial value as a business, but also an authentic cultural value. Protecting

Indonesia’s batik means as protecting both the commercial and cultural value.

Batik Indonesia is also diverse. Each batik community in each local area can
14

possess its own quality, characteristic, and reputation, which all of them are

cultural, and commercial. Batik Indonesia was acknowledged by the United

Nations Educational, Scientific,and Cultural Organization (UNESCO) as an

intangible cultural heritage in 2009. It was acknowledged that Indonesian batik

culture represents three domains as an intangible cultural heritage: (1) oral

tradition, (2) social custom, and (3) traditional handcraft”s artinya batik

Indonesia tidak hanya memiliki nilai komersial sebagai bisnis, tetapi juga nilai

budaya yang otentik. Melindungi batik Indonesia berarti sebagai melindungi nilai

komersial dan budaya. Batik Indonesia juga berbeda. Setiap komunitas batik di

masing-masing daerah dapat memiliki kualitas sendiri, karakteristik, dan reputasi,

yang semuanya bersifat budaya, dan komersial. Batik Indonesia diakui oleh

United Nations Educational, Scientific, dan Budaya Organisasi (UNESCO)

sebagai warisan budaya takbenda di tahun 2009. Diakui bahwa budaya batik

Indonesia mewakili tiga domain sebagai warisan budaya tak benda: (1) tradisi

lisan, (2) kebiasaan sosial, dan (3) handcrafts tradisional.

Aep S Hamidin (2010:7) menjelaskan bahwa sejarah perkembangan batik

Indonesia merupakan sejarah warisan leluhur dari generasi ke generasi.Istilah

batik berasal dari “amba” (jawa), yang artinya menulis dan “nitik”.Kata batik

sendiri merujuknpada teknik pembuatan corak menggunakan canting atau cap dan

pencelupan kain, dengan menggunakan bahan perintang warna corak, bernama

“malam” (lilin) yang diaplikasikan diaplikasikan diatas kain.Sehingga menahan

masuknya bahan pewarna.Dalam bahasa inggris, teknik ini dikenal dengan istilah

“wax-resist dyeing”. Jadi, kain batik adalah kain yang memiliki ragam hias
15

(corak) yang diproses dengan “malam” menggunakan canting atau cap sebagai

media menggambarnya.

Kerajinan batik dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus

berkembang hingga kerajaan dan raja-raja berikutnya. Batik menjadi semacam

tradisi bagi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, akhir abad ke-18 atau awal

ke 20 (usai PD 1 tahun 1920-an) mulai berkembang batik kreasi baru, yakni batik

cap. Adapun kaitannya dengan penyebaran ajaran islam. Banyak daerah-daerah

santri, selanjutnya batik menjadi penguat perjuangan tokoh-tokoh pedagang

Muslim melawan perekonomian Belanda dan Cina.Kerjinan batik merupakan

suatu kerajinan gambar di atas kainuntuk pakaian.Dalam perkembangan

selanjutnya menjadi salah satu ikon budaya keluarga bangsawan Indonesia di

zaman dulu.Awalnya batik dikerjakan terbatas didalam keraton saja hasilnya pun

hanya dipakai raja yang tinggal diluar kraton, proses mengerjakan kerajinan ini

dibawa dan dikerjakan di rumah masing-masing. Lama kelamaan, masyarakat

diluarkraton banyak yang menjadi pengrajin batik. Batik yang awalnya hanya

dijadikan pakaian keluarga kraton, menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik

perempuan maupun pria (Aep S.Hamidi, 2010:8).

Abiyu Mifzal (2012:12) dalam bukunya menjelaskan bahwa awalnya batik

ditulis dan dilukis diats daun lontar sebagai hiasan pada daun lontar yang berisi

naskah atau tulisan agar tampak lebih menarik.Seiring perkembangan zaman dan

isteraksi nenek moyang bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa asing,

selanjutnya mulai dikenal media batik yang lain, yaitu kain.Ketika itu, motif batik

didominasi bentuk tumbuhan dan hewan. Namun, seiring dengan berjalannya


16

waktu, corak batik terus mengalami perkembangan, hingga munculah beragam

motif abstrak, seperti relief candi, awan, dan wayang.Batik telah dikenal sejak

zaman majapahit dan terus berkembang pada masa kerajaan-kerajaan sesudahnya.

Beberapa catatan menyebutkan bahwa pengembangan batik banyak dilakukan

pada masa Kerajaan Mataram islam, lalu pada masa Kerajaan Yogyakarta dan

Surakarta.

Bahan pembuatan batik pada masa itu mutlak bergantung pada alam.Kain

putih yang digunakan untuk membatik didapat dari menenun sendiri.Lalu, untuk

bahan pewarna diambil dari tumbuh-tumbuhan, seperti pohon nila, soga, dan

mengkudu. Bahan lain yang digunakan untuk membatik adalah soda abu dan

garam. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik Indonesia

sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi

(Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).Dan tanggal 2

Oktober kemudian diperingati sebagai Hari Hari Batik Nasional (Abiyu Mifzal,

2012:13).

2.1.2 Sejarah Awal Batik Pekalongan

Menurut letak geografisnya, daerah pemukiman pada masa Pekalongan

Kuno berupa desa yang mulai berkembang sejak masa neolithik hingga masa

Hindu klasik kurang lebih pada abad XV masehi yaitu Pekalongan masa islam

disebut Pekalongan Baru (Pekalongan sekarang ini). Permukiman masa kuno

disesuaikan dengan perkembanagn pantai. Oleh ahli geologi dari Universitas

Gadjah Mada yaitu Ir. Sutoto, SU, berdasarkan penelitian van Bemmelen tahun
17

1941 tentang perkembangan pantai Semarang disebutkan sebagai pantai purba

(Kusnin Asa, 2006:22).

Sesuai dengan garis pantai purba pada seribu tahun yang lalu, letak pantai

berada di daerah Doro dan Kedungwuni. Pada saat itu kedalaman laut dari pantai

purba hingga Pekalongan sekarang adalah sekitar 100-150 meter (Ir. Sutoto, SU,

Posisi Garis Pantai Permukiman). Kedalaman pantai di Doro dan Gringsing di

Batang cukup memungkinkan kapal untuk berlabuh, sehingga menjadikannya

pelabuhan tempat bersinggahnya kapal-kapal jung dan perahu cadik, seperti yang

digambarkan pada relief candi Borobudur. Dengan adanya perahu kuno semacam

itu, maka laut Jawa diramaikan oleh arus lalu lintas perdagangan dan kedatangan

kaum imigran dari Cina, India, Melayu maupun Keling, yang sengaja mencari

kehidupan dan tempat baru di Bumi Jawa.

Sampai dengan bad ke-11 nama Pekalongan disebut sebagai Pu-Choa-

Lung, sedangkan Chou-Ju-Kua dari naskah Wai-tai-ta pada tahun 1178 Masehi

menyebutkan bahwa She-Po (Jawa) adalah nama P’u-Choa-Lang atau

Pekalongan. Oleh sebab itu, pada masa Dinasti Sung diketahui bahwa Pekalongan

adalah pelabuhan utama untuk perdagangan Cina (Kusnin Asa, 2006:23).

Masyarakat dibeberapa tempat di desa-desa Jawa maupun Pekalongan

Kuno sudah terbiasa memakai tapih dan bebed, sedangkan anak-anak memakai

jenis kain rangga. Pemakaian kain jenis bebed maupun tapih tidak saja putih

polos sesui aslinya, tetapi diberi warna serta ragam hias dengan cara membatik

untuk menambah keindahan serta tujuan tertentu dan dibuat oleh golongan

pengrajin yang disebut Astacandala. Meskipun para Astacandala terdiri dari


18

golongan rakyat biasa. Mereka mendapat tempat atau kedudukan yang dihormati

karena kepandaiannya oleh para Pu atau pendeta. Kain batik tersebut selain dibuat

untuk bebed atau tapih, juga dipakai sebagai benda pelengkap upacara

keagamaan. Batik dengan hiasan dan warna tertentu dipakai sebagai alas tempat

sesaji dalam pura (Kusnin Asa, 2006:34).

Secara umum, perkembangan ragam hias batik kuno pertama kali diilhami

dari bentuk ragam hias pahatan tiga dimensi yang terdapat pada relief-relief candi

maupun hiasan arca. Kedua adalah bentuk tumbuh-tumbuhan (flora) dan binatang

(fauna) seperti sulur-sulur daun, bunga, ikan, burung, dan singa. Ketiga adalah

bentuk garis atau bidang berbentuk geometris yang mengandung lambing tanda

perhitungan hari dan bulan serta bentuk bangun tertutup berupa garis-garis,

segitiga, setengah bulatan, bulat-bulatan atau bentuk lambing yang lainnya.

Ragam hias seperti itu sebenarnya sudah hadir dan merupakan ragam hias yang

sudah umum pada masa pra sejarah, khususnya pada jaman perunggu.

Peninggalan nenek moyang berupa batu kubur dipulau Sumba telah menggunakan

ragam hias semacam itu.

Ada beberapa pola batik pada masa Hindu Kuno di Jawa, antara lain pola

kawung, tumpal, ceplokan, padmasabha, dan sebagainya. Semuanya itu menjadi

dasar bentuk pola-pola ragam hias batik. Pola semacam itu bersumber dari

lingkaran candi sedangkan itu bersumber dari lingkaran candi sedangkan kawung,

tumpal, ceplokan dipengaruhi oleh bentuk ragam hias yang terdapat pada hiasan

kubur batu pada masa pra sejarah (Kusnin Asa, 2006:36).


19

Para pembatik pekalongan menggunakan lilin sebagai perintang warna

adalah suatu cara yang pertama kali dilakukan oleh masyarakat kuno dalam

membatik. Cara itu dilakukan sebelum ditemukannya lilin tawon dan lemak.

Namun lilin daun tidak digunakan lagi setelah ditemukannya lilin tawon, tetapi

beberapa abad kemudian yaitu sekitar tahun 1830, pengusaha batik dari cilacap

ataupun Banyumas kembali menggunakan lilin daun dalam membuat batik. Para

pembatik pekalongan kuno menggunakan warna alam tersebut sampai adanya

pengaruh batik bercorak Cina. Mereka menggunakan bahan warna kimia

(indigosol) yang didatangkan dari Cina dan India. Pada masa berikutnya,

pengrajin batik di Pekalongan masih menggunakan bahan warna alam seperti

warna-warna yang diperoleh dari kulit soga. Namun, lambat laun pewarnaan

dengan menggunakan bahan alam tersebut tidak menggunakan bahan alam

tersebut tidak digunakan lagi dan beralih kepada pewarna kimia karena mudah

dalam penggunaannya (Kusnin Asa, 2006:39).

Batik pekalongan terkenal dengan warna-warni yang sangat mencolok,

batik-batik di Pesisir Utara Jawa seperti Demak, Rembang dan Lasem, hampir

semuanya menunjukkan warna yang jelas warna klasik soga, nila dan mengkudu

yang mendapatkan warna tambahan kuning dan hijau. Pada awalnya warna-warna

tersebut diperoleh dari bahan pewarna alam. Akhirnya, pola batik Pesisiran adalah

sebuah adaptasi dari pola lama yang berasal dari batik Pedalaman atau Keraton

yang digabung dengan stirilisasi pola baru setelah terjadinya konversi islam di

Jawa serta pengaruh ragam-ragam hias dari kaum pendatang manca Negara

seperti Cina, India, Arab, dan Belanda (Kusnin Asa, 2006: 57).
20

Di Pekalongan ada beberapa wilayah yang di sebut sebagai kampung

batik, diantaranya lokasi hunian masyarakat golongan Arab berada di sebelah

timur kampong sampangan dan sampai sekarang disebut kampong Arab. Makam

islam yang di temukan di kampong itu yaitu nisan dari makam Kiai Derpowongso

yang diperkirakan dari abad XVI. Nama-nama kampong dari kampong dari

kelompok hunian sering kali dikaitkan dengan nama jenis kegiatan. Misalnya,

kampong Sampangan atau pecinan yang awalnya merupakan pusat perdagangan

biasa kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan biasa kemudian

berkembang menjadi pusat lawe (bahan benang pembuat kain) maka disebut

Ponolawen. Namun kampong penjual kayu bakar untuk memproses batik disebut

Sorogenen (Soro Geni) yang artinya bahan untuk membuat api. Pekalongan mulai

menjadi bagian dari daerah gubernur wilayah utara Jawa Tengah pada masa

Pemerintahan Hindia Belanda (Kusnin Asa, 2006:72)

Batik Jlamprang merupakan salah satu jenis batik yang berasal dari

pekalongan, dan juga namanya menjadi nama salah satu nama jalan di daerah

krapyak. Batik Jlamprang merupakan batik asli yang dimiliki masyarakat

Pekalongan sebagai pewaris budaya kosmologis dengan mengetengahkan ragam

hias ceplokan dalam bentuk lung-lungan dan bunga padma dan di tengahnya

disilang dengan gambar peran dunia kosmis yang hadir sejak Agama Hindu dan

Budha berkembang di Jawa. Pola ceplokan distilirisasi dalam bentuk dekoratif

menunjukan corak peninggalan masa pra sejarah yang kemudian hari. Pola

ceplokan, anak panah, dan lung padmasana biasanya merupakan lambing-lambang

dari konsep mandala Agama Hindu-Syiwa yang beraliran tantra. Batik Jlamprang
21

merupakan batik asli Pekalongan dengan makna lambing-lambang dari Agama

Hindu-Syiwa yang beraliran Tantra (Kusnin Asa, 2006:79).

Pada saat batik Pekalongan memasuki pasar dengan konsumen orang-

orang yang menggemari pola-pola buketan (Belanda). Para pengusaha Tionghoa

di Pekalongan mulai menerapkan ragam hias buketan bagi produknya sebagai

salah satu pola batik Cina yang mendapat pengaruh budaya Eropa (Belanda)

setelah tahun 1910. Seiring perkembangan ragam pola batik, maka batik

belandapun menampilkan ragam hias buket-buket yang halus dan indah dengan

warna-warna cerah serta serasi, bahkan sering dipadukan dengan isen latar ragam

hias tradisional keraton seperti galaran, gringsing, dan blangreng, yang dibatik

sangat halus (lebih halus daripada batik Keraton), setelah bahan pewarna kimia

masuk ke Jawa, maka batik Belanda yang semula hanya menampilkan dua warna

itu, mulai menampilkan beragam warna sehingga tampak lebih indah dan lebih

halus. Pola buketan tersebut pertaman kali diproduksi oleh Cristina Van Zuylen

yaitu salah satu seorang pengusaha batik asal Belanda kelas menengah di

Pekalongan pada tahun 1880 (Kusnin Asa, 2006:100).

Seiring perkembangan zaman, maka terjadi perang batik di Jawa yaitu

pada tahun 1910 saat pemerintah hindia-Belanda mengeluarkan ordonasi yang

memuat tentang pemberian kebebasan bergerak yang lebih bagi orang-orang

Tionghoa deni kepentingan perdagangan. Pada tanggal 18 februari 1912 terjadi

kerusuhan di kalangan penduduk Tionghoa di Jakarta (Batavia) maupun Surabaya.

Dampak pengusaha Tionghoa yang menguasai pemasaran menengah yang

mempermainkan para konsumen di Indonesia, dan hal ini sangat dirasakan oleh
22

kalangan pengusaha batik di Pekalongan maupunkota-kota pedalamanseperti Solo

dan Yogyakarta. Hal itu disebabkan karena mereka harus membeli bahan-bahan

batiknya dari pengusaha Tionghoa, karena mereka masih menjadi penguasa

pemasaran sehingga mereka akhirnya tidak hanya berdagang bahan-bahan untuk

batik tetapi produk batik juga (Kusnin Asa, 2006:102).

Jenis batik yang lain adalah batik Djawa Hokokai yang berawal dari

gerakan produksi batik yang dipacu oleh program ekonomi Jepang di wilayah

pendudukan lewat organisasi Hokokai merupakan awal dimulainya batik

Pekalongan yang dibuat dan berkembang pada masa pendudukan Jepang (1942-

1945) yaitu batik Djawa Hokokai. Batik tersebut dinamakan Hokokai karena

setiap orang yang membuat batik untuk organisasi Hokokai bersemangat dengan

meneriakan yel-yel “Hokokai!”. Ragam-ragam hias berupa kupu-kupu, bunga

sakura, serta warna-warna-warna bernuansa Jepang hampir selalu terlihat pada

batik Djawa Hokokai. Menurunnya ekonomi akibat penjajahan Jepang, akhirnya,

para pengusaha batik di Pekalongan berupaya memproduksi batik yang

disesuaikan dengan kondisi yang serba kekurangan tersebut. Pengusaha Tionghoa

membuat suatu pola khusus yaitu menampilkan dua macam pola batik pada

selembar kain dengan maksudbahwa satu kain batik dapat dipakai dua kali dengan

dua pola yang berbeda. Batik yang memiliki format seperti itu dinamakan batik

Pagi Sore dan mulai berkembang sejak periode penjajahan Jepang. Batik pagi sore

merupakan satu bagian polanya bisa dipakai untuk waktu pagi dan sore.

Kemerdekaan yang telah diraih Negara Indonesia tidak berpengaruh di

kota Pekalongan. Hal ini disebabkan karena sampai tahun 1945 ketika terjadi
23

peristiwa tiga daerah, kota Pekalongan yang menjadi pusat administrator

pemerintahan karesidenan tidak mengalami pergolakan. Bahkan ketika sekutu

atau Belanda kembali menduduki Indonesia pada masa Clash II tahun 1947,

pekalongan terhindar dari peperangan karena sekutu atau Belanda tidak memasuki

Pekalongan. Pada saat itu daerah yang diblokade sekutu sangat sulit untuk

mendapatkan sandang maupun pangan, sedangkan daerah yang surplus dan tidak

terkena peperangan lebih cepat memperbaiki keadaan perekonomiannya. Oleh

karena itu, dalam hal melaksanakan program ekonomi rakyat pata tahun 1950,

pemerintah mendorong didirikannya koperasi dan membagi-bagikan lisensi bagi

koperasi serta pengusaha. Pada tahun inilah, sentra-sentra pengrajin batik yang

dahulu merupakan pusat industri batik, mulai bangkitkembali dan merambat

sampai ke luar daerah, misalnya Kedungwuni, Pekajangan (Pekalongn Selatan),

Wirodeso, Tirto dank e arah timur sampai Setono (Kusnin Asa, 2006:115).

Pada tahun 1952 merupakan persatuan dari lima pengusaha batik, yaitu H.

achmad Djahri, H. Ridwan Zaeni Muhammad, H. Muhammad thatin, dan H.

Mirza Djahri. Mendirikan koperasi Persatuan Pembatikan Indonesia Pekalongan

(PPIP) yang memiliki 750 anggota (Kusnin Asa, 2006:116).

Pada tahun 1952 sejak abad XVI kampung arab menjadi pusat industri batik.

Kampung Arab menciptakan marjinalisasi perdagangan batik terbentuk transaksi

yang dilakukan secara “kodian” berlaku di kampong Arab, artinya nilai penjualan

didasarkan menurut jumlah barang dalam harga, dalam transaksi di pasar

kampung Arab penjual (produsen) tidak dapat mengandalkan corak untuk


24

mendukung penentuan harga jual karena pemilihan corak ditentukan oleh

pedagang pengumpul yang seringkali melakukan berdasarkan pesanan.

Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan

kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa

catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan

Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Kesenian batik ini di

Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang

pada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Batik Pekalongan pola batiknya

dipengaruhi oleh ragam hias keraton Cirebon. Selain dipengaruhi oleh ragam hias

batik Cirebon, batik Pekalongan dipengaruhi olehragam hias Cina dan Arab dan

pola-pola batikkeraton Mataram (Khusnin Asa,2006:127).

Awal perkembangan batik yang erat hubungannya dengan pengaruh masa

Kesultanan Cirebon terdapat pada batik Pekalongan dan batik Cirebon.

Perkembangan batik di kedua kota tersebut tidak terlepas dari adanya hubungan

Cultural lokal yang sumber utamanya bertolak dari sejarah bangunan yang

ditunjang keomponen pendukungnya. Pola hias batik Keraton Cirebon mendapat

beberapa pengaruh antara lain bentuk ragam hias dari taman Sunyaragi dan ke

raton Pakungwati. Batik Cirebon sangat mempengaruhi batik Pekalongan. Jika

batik Cirebon memiliki ragam hias dari taman Sunyaragi dan kraton sedang

orientasi batik Pekalongan lebih banyak ke arah ragam hias dari keramik Cina

yang menghiasi Keraton kasepuhan dan makam Raja-raja Cirebon di Gunungjati.

Secara filosofi, para pengrajin batik Pekalongan telah menempatkan hiasan

keramik Cina sebagai manifestasi ikatan kebudayaan leluhur yang


25

dalamlukisannya memiliki kefasihan dan kelembutan. Pemilihan ragam hiasjenis

tumbuhan yang sebagian besar menjadi objek utama dan banyak terdapat pada

lukisan kermaik Cina. Selain itu ragam hias berbentuk binatang seperti burung

pipit, burung merak, ular naga dan kupu-kupu turut melengkapi ragam hias

tumbuhan. Pola-pola batik untuk kepentingan peribadatan mengadaptasi ragam-

ragam hias bentuk-bentuk manusia dewa dalam kerajaan langit sesuai

kepercayaam agama leluhur yang disebut Tok-Wi. Batik jenis ini digunakan untuk

alas altar persembahyangan. Pengaruh batik Cirebon pada perkembangan

batikPekalongan juga nampak pada penghargaan yang diberikan keraton Cirebon

terhadap batik Pekalongan khususnya oleh kalangan ningrat Cina. Penghargaan

keraton Cirebon terhadap batik Pekalongan nampaknya bukan hanya disebabkan

oleh ragam hias dari keramik dinasti Ming namun juga disebabkan oleh ciri khas

batik Pekalongan yaitu cara pembuatan yang berbeda dengan cara pembuatanbatik

di daerah lain khususnya pada masa itu (Kusnin Asa, 2006:128)

Kejayaan koperasi batik di Pekalongan berlangsung hingga tahun 1973,

namun pada tahun 1974 mulai terjadi kemerosotan pada saat Indonesia memasuki

era baru dengan masuknya industri tekstil motif batik yang disebut batik printing.

Salah satu penyebab dari sejumlah faktor lain yang menyangkut kebijakan politik

pemerintah dalam investasi perdagangan bebas. Membanjirnya produk garmen

dan tekstil impor yang memiliki teknologi manajemen canggih telah menggeser

dengan cepat kedudukan batik yang mulai tumbuh di Indonesia.

Awal perkembangan batik yang erat hubungannya dengan pengaruh masa

Kasepuhan Cirebon terdapat pada batik Pekalongan dan batik Cirebon.


26

Perkembangan batik dikedua kota tersebut tidak terlepas dari hubungan kultural-

lokal yang sumber utamannya bertolak dari sejarah bangunan yang ditunjang

komponen pendukungnya.pola batik Cirebon sangat mempengaruhi pola batik

Pekalongan. Obyek lukisan keramik Cina pada masa Dinasti Ming yang menjadi

lambing kemegahan dan kekayaan Keraton Cirebon menjadi perhatian para

pengrajin batik dipekalongan, namun jauh sebelum ragam hias dari lukisan

keramik Cina mewarnai corak batiknya, batik Pekalongan mendapatkan

penghargaan di tengah keluarga Cina ningrat yaitu Ratu Roro Sumanding yang

merupakan istri dari Sunan Cirebon Syarif Hidayatulloh, pengharagaan tersebut

diberikan karena teknik pembuatannya memang berbeda dengan pembuatan batik

diberbagai daerah lainnya pada masa itu.

Ragam hias itu yang sejak awal menjadi pilihan bagi perkembangan batik

Pekalongan. Warna-warna yang menyolok tampak sangat kontras apabila

dibandingkan dengan Batik Yogya dan Solo. Batik Pekalongan menggambarkan

sebuah cirri kehidupan masyarakat pantai yang mudah mengadaptasi pengaruh

budaya luar dan sebagian besar dari bentuk-bentuk ragam hias batik daerah

pendalaman (Kusnin Asa, 2006:127).

Teknik pewarnaan batik Pekalongan lebih maju dari daerah-daerah lain,

ketika daerah-daerah lain masih menggunakan teknik celup (dipping technique)

dalam teknik pewarnaan, maka selain teknik tersebut, teknik melukis (natural

brushing technique) juga sudah digunakan oleh pengrajin batik Pekalongan,

terutama setelah bahan pewarna kimia masuk ke Pekalongan. System melukis

mempermudah dalam mencapai warna yang dikehendaki pada pada saat yang
27

bersamaan, sehingga setiap detail ragam hias dapat dilukis dan diwarnai dengan

cepat dan sempurna sesuai dengan aslinya. Oleh karena itu, teknik melukis dengan

sapuan kuas (colet) bukan suatu hal baru bagi para pengrajin batik Pekalongan.

Perkembangan batik pada periode awal di Pekalongan baru mengikuti

perkembangan penduduk muslim yang terjadi di kota-kota pesisir utara Jawa yang

menggunakan kain sarung untuk mengganti bebed atau tapih. Kain sarung

tersebut berupa kain batik yang digunakan pula sebagai sarana untuk beribadah

selain sebagai busana. Sementara itu, penduduk Tionghoa peranakan meneruskan

tradisi orang tua mereka terutama ibu-ibu (wanita-wanita pribumi) yang diperistri

oleh kaum Tionghoa, dengan membuat kain batik untuk dijadikan tapih (kain

panjang). Munculnya batik Pekalongan di bawah penguasaan kerajaan Islam

Demak maupun Cirebon. Namun, kebudayaan Keraton Cirebon-lah yang

mendominasi tumbuhnya seni batik yang dikembangkan oleh kelompok etnis

Pekalongan (Kusnin Asa, 2006:137).

2.1.3 Motif Batik dan Filosofi Batik Pekalongan

Motif batik adalah suatu dasar atau pokok dari suatu pola gambar yang

merupakan pangkal atau pusat suatu rancangan gambar., sehingga makna dari

tanda, symbol, atau lambing dibalik motif batik tersebut dapat diunkap. Motif

merupakan susunan terkecil dari gambar atau kerangka gambar pada benda. Motif

terdiri atas unsur bentuk atau objek, skala atau proporsi, dan komposisi.Motif

menjadi pangkalan atau poko dari suatu pola. Motif itu mengalami proses

penyusunan dan diterapkan secara berulang-ulang sehingga diperoleh sebuah pola.

Pola itulah yang nantinya akan diterapkan padab benda lain yang nantinya akan
28

menjadi sebuah ornament. Dibalik kesatuan motif, pola, dan ornament, terdapat

pesan dan harapan yang ingin disampaikan oleh pencipta motif batik. Berikut ini

adalah macam-macam motif batik, antara lain: Motif sawat, motif ceplok, motif

gurdha (motif burung garuda), motif meru (gunung), motif truntum, motif udan

liris, motif parang kusuma, motif parang rusak barong, motif slobog, motif

tambal, motif ciptoning, motif parikesit, motif sido luhur, motif sido drajat, motif

sido mukti, motif cuwiri, motif kawung, motif nitik karawitan, motif burung huk

(burung merak), motif parang dan lereng, motif mega mendung, motif semen

rama, motif semen ageng, motif abstrak (Ari Wulandari, 2011:113).

Motif adalah desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai

macam garis/elemen-elemen yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-

bentuk stilasi alam benda,dengan gaya dari ciri khas tersendiri (Hery

Suhersono,2007: 11)
Dahulu motif dalam kain tenun berbeda-beda sesuai dengan tingkatan

kebangsawanan dan tingkat derajat seseorang. Motif antara rakyat jelata dengan

para bangsawan sangatlah berbeda,walaupunmotif lurik terdiri dari garis-garis,

namun sangat menarik untuk dikaji, hal ini adalah dikarenakan lurik memiliki

makna,tradisi, adat dan kepercayaan bagi orang Jawa baik dari kalangan atas

maupun rakyat (Nian S Djoemana,2000:54)

Menurut Drs. Hamzuri (1989: 35) macam-macam motif batik anatara lain:

motif parang, motif geometri motif banji, motif tumbuh-tumbuhan menjalar, motif

tumbuh-tumbuhan air, motif bunga, motif satwa dalam alam kehidupannya.

Agus Sardjono, dkk (2013:130) dalam Jurnal yang berjudul “Indonesian

Experience in Dealig With tademark Law, Case Sudy of Batik SME s”“cloths
29

and/or clothes have also become part of societies’ cultural outfits either as daily

dress or in special or distinct events, such as marriage, 7th month of a mother’s

pregnancy, or being used as slings for carrying babies. For each use on such

events, different pattern of batik cloth is applied, in which each of the pattern has

its own symbol, meaning, and philosophy that correlates with its aim of use.

Besides, the cloth is also designed for particular functions, such as sarong, which

is used to cover body parts from waist to the feet, or kemben, a piece of cloth

which is used to cover the women’s chest1. The batik cloths, as well as the tools

used, are made by hands, therefore Batik culture involves distinguished

craftmanships2. For instance, the craftmanship’s abilities are not only on the

creation of patterns/motifs of batik cloth, but also in the coloring quality and

technique” artinya “batik adalah kain dan / atau pakaian juga menjadi bagian dari

pakaian budaya masyarakat sebagai pakaian sehari-hari atau dalam acara khusus

atau berbeda, seperti pernikahan, bulan ke-7 kehamilan ibu, atau digunakan

sebagai sling untuk membawa bayi. Untuk setiap penggunaan pada acara-acara

seperti itu, pola kain batik yang berbeda diterapkan, di mana masing-masing Pola

memiliki simbol, makna, dan filosofi sendiri yang berkorelasi dengan tujuan

penggunaan. Selain itu, kain juga dirancang untuk fungsi-fungsi tertentu, seperti

sarung, yang digunakan untuk menutupi bagian tubuh dari pinggang hingga kaki,

atau kemben, selembar kain yang digunakan untuk menutupi dada wanita1. Kain

batik, serta alat-alat yang digunakan, dibuat oleh tangan, oleh karena itu budaya

Batik melibatkan craftmanships2 terkemuka. Misalnya, keterampilan


30

craftmanship tidak hanya pada kreasi motif / motif kain batik, tetapi juga dalam

pewarnaan kualitas dan teknik.”

Beberapa jenis batik dan filosofinya yang muncul dan berkembang dikota

Pekalongan antara lain:

1. Batik Jelamprang

Gambar 1. Motif Batik Jelamprang


(Sumber : Kusnin Asa, 2006: 79)

Batik Jelamprang merupakan batik asli yang dimiliki masyarakat

Pekalongan sebagai pewaris budaya kosmologis dengan mengetengahkan ragam

hias ceplokan dalam bentuk lung-lungan dan bunga padma dan ditengahnya

disilang dengan gambar perang dunia kosmis yang hadir sejak agama Hindu-

Budha berkembang di Jawa. Pola ceplokan distilirisasi dalam bentuk dekoratif


31

menunjukan corak peninggalan masa pra sejarah yang kemudian menjadi waris

agama Hindu-Budha.

Batik Jelamprang yang memiliki warna-warni yang cerah itu berkembang

sampai ke daerah pedalaman, bahkan mampu menembus tembok Keraton

Yogyakarta. Ragam hias batik Jelamprang yang berkembang di daerah pedalaman

ditampilkan sesuai dengan warna batik Keraton yaitu biru tua,coklat soga, dan

putih. Pola batik tersebut diberi nama nitik dan saat ini telah tercipta kuranglebih

86 pola nitik sebagai hasil pengembangan pola Jelamprang di Yogyakarta.

Beberapa dari pola nitik tersebut mengandung makna filosofi guna keperluan

upacara-upacara adat Jawa, antara lain nitik cakar dan simbar lintang (Kusnin

Asa,2006:79-80).

Batik Jelamprang adalah waris dari budaya kosmologis yang di pakai

sebagai mediumekspresi untuk menghubungkan dunia atas (dunia dewa-dewa atau

dunia prayangan). Batik Jelamprang sebagai medium kosmis yang memiliki

symbol mistis tentunya menjadi alat yang tepat dan diterimab oleh dunia atas

(dunia Hyang) dan disini kita sebut sebagai dunianya Den Ayu Lanjar sebagai

penguasa kosmis. Oleh karena itu, berdasarkan alam mitologi ratu laut jawa ini,

maka sangat wajar kalau batik Jelamprang disukai penguasa laut Utara. Dalam

kaitanyya dengan batik jelamprang sebagai medium ekspresi, batik tersebut

dahulu telah dijadikan batik sacral seperti juga raja-raja mataram mensakralkan

batik parang rusak dan sidomukti.


Pada masa lalu, batik Jelamprang sudah menjadi batik profan ( umum) da

tidak dsakralkan lag. Namun demikian, sebagian masyarakat Pekalongan masih

menyertakan batik Jelamprang sebagai bagian dari benda-benda upacara dalam


32

upaya menjadi kelestarian budaya mistis yang berhubungan dengan upacara

nyadran yaitu upacara korban dilauk untuk menyatakan syukur kepada penguasa

alam (Tuhan). Menurut masyarakat Pekalongan, alaat-alat upacara

tersebut(termasuk batik Jelamprang) dimasudkan sebagai persembahan kepada

Ratu Laun Den Ayu Lanjar(Kusnin Asa,2006:83).


2. Batik Buketan

Gambar 2. Motif Batik Buketan


(Sumber : Kusnin Asa, 2006: 101)

Pada saat batik Pekalongan memasuki pasar dengan konsumen orang-

orang yang menggemari pola-pola Buketan (Belanda), para pengusaha tionghoa di

Pekalongan mulai menerapkan raham hias buketan bagi produknya sebagi salah

satu pola batik Cina yang mendapat pengaruh budaya Eropa (Belanda) setelah

tahun 1910, langkah para pengusaha yang terkenal jeli dalam membaca situasi

pasar itu, memang cukup tepat. Penerapan ragam hias Buketan itu mereka lakukan

pada saat batik Belanda yang berawal kurang lebih pada tahun 1840 dan di

pelopori oleh Carolin Josephine Van Franquemont dan Catherina Carolin Van

Oostru, berada dalam puncak pemasarannya.


Pada awalnya batik belanda tidak menampillkan pola-pola Buketan.

Namun seiring dengan adanya perkembangan ragam polanya, maka batik belanda
33

pun menampilkan ragam hias buket-buket yang halus dan indah dengan warna-

warna cerah serta serasi, bahkan sering dipadu dengan ragam hias tradisional

Keraton seperti galaran, gringsing, balnggreng yang dibatik sangat halus daripada

batikan Keraton. Setelah pewarna kimia masuk ke Jawa, maka batik Belanda yang

semula hanya menampilkan dua warna itu, mulai menampilkan beragam warna

sehingga tampak lebih indah dan halus.


Pola buketan pertama kali diproduksi oleh Christina Van Zuylen yaitu

salah satu pengusaha batik keturunan Belanda kelas menengah di Pekalongan.

pada tahun 1880, Christina Van Zuylen telah mengubah karya batik yang semula

sebagai karya anonym (tanpa diketahui identitas pembuatnya) dan bersifat missal,

menjadi karya individual. Identitas nama Christina Van Zuylen dituliskan disudut

bagian dalam kain dalam bentuk tanda tangan yang berbunyi “T. van Zuylen”

(kependekan dari Tina van Zuylen), pada setiap karyanya. Batik buketan yang

terkenal adalah karya van Zuylen bersaudara yaitu Christina Van Zuylen dan Lies

van Zuylen. Batik tersebut sangat laku sehingga pengusaha-pengusaha menengah

Tionghoa yang semula menerapkan pola-pola dengan ragam hias mitos Cina

maupun keramik cina, mulai membuat batik Buketan setelah tahun 1910

sebagaimana diuraikan dimuka. Para pengusaha tersebut antara lain Lock Tjan

dari tegal, Oey-Soe-Tjoen dari Kedungwuni, dan Nyonya Tan-Ting Hu yang

muali tahun 1925 telah memproduksi batik dengan format “pagi-sore”. Selain itu,

dikampung Kwijan (tempat tinggal Kepala Daerah pekalongan Tan kwi Jan) juga

terdapat dua orang pengusaha batik buketan dari golongan Tionghoa yang cukup

terkenal yaitu Tjoa Sing Kwat dan Mook Bing Liat(Kusnin Asa,2006:100).
34

Basiroen V.J and Lapian M.E (2016:132) dalam Jurnal yang berjudul

“Implementation of Design Thingking Process in Creating new Batik Lasem

Design and New Media” mengemukakan pendapatnya “This bouquet motif has

been used from time immemorial by the Dutch colonisers to approach people by

providing flower arrangements / bouquet. Buketan motif is a flower arrangement

motif. The Buketan word comes from the Dutch language and French is

“bouquet” that means flower arrangements. In addition to flowers, this motif can

also be a plant or a bird. Motif buketan can be seen in the coastal batik because

the flowers are grown in the coastal areas of Java and the flowers are bright and

flashy. Buketan motif is very suitable for use in clothing as it motives can add an

aura to a women’s beauty.”Artinya “Motif buketan ini telah digunakan sejak

zaman dahulu oleh penjajah Belanda untuk mendekati orang-orang dengan

memberikan karangan bunga / karangan bunga. Motif Buketan adalah motif

merangkai bunga. Kata Buketan berasal dari bahasa Belanda dan Perancis adalah

"buket" yang berarti rangkaian bunga. Selain bunga, motif ini juga bisa menjadi

tanaman atau burung. Motif buketan dapat dilihat di batik pesisir karena bunga-

bunga ditanam di daerah pesisir Jawa dan bunga-bunga cerah dan mencolok.

Motif Buketan sangat cocok untuk digunakan dalam pakaian karena motif dapat

menambah aura untuk kecantikan wanita”

3. Batik Djawa Hokokai


35

Gambar 3. Motif Batik Djawa Hokokai


(Sumber : Kusnin Asa, 2006: 111)

Perang dunia II telah mengakibatkan situasi perdagangan mengalami

kekacauan dan terhenti, baik ekspor maupun impor. Adanya situasi demikian,

menyebabkan jepang juga menerapkan sistem penjajahan bahan sandang selain

juga menerapkan sistem romusha dan sebagainya, sebagai bagian dari polotik

swasembada diwilayah pendudukan. Jepang mengetahui bahwa selama masa

colonial rakyat didaerah pendudukan tidak sempat memikirkan pakaian, sehingga

sebagian besar rakyat hanya memakai penutup badan seadanya untuk sekedar

menutupi badan daripada telanjang.


Sejak awal pendudukan, sepuluh pabrik tekstil di Jawa telah diambil alih

oleh Jepang termasuk pabrik tekstil terbesar milik Belanda yang ada di Tegal.

Pabrik tekstil di Tegal itu telah menghasilkan bahan kain seharga 15 juta rupiah

setiap tahunnya dan mempekerjakan tidak kurang dari 12000 buruh pribumi.

Tekstil hasil pabrik di Tegal itu sebagian didistribusikan oleh Jepang kepada

rakyat di Karisidenan Pekalongan melalui para pamong yang diserahi tugas


36

membagikan jatah sandang. Namun karena jatah untuk rakyat banyak dikorupsi

oelh petugas pamong, maka pembagiannya tidak merata, sehingga banyak rakyat

yang tidak menerima jatah tersebut. Oleh karena itu, mereka terpaksa

menggunakan karung gni sebagai penutup badan. Dalam pebagian jatah sandang

di Karesidenan Pekalongan, cadangan kain sebanyak 50 juta yard yang dibagikan

kepada rakyat secara bertahap ternyatra tidak mencukupu lagi. Namun demikian,

guna membangkitkan semangat rakyat di bidang pembatikan, maka beberapa jenis

tekstil berkualitas disediakan untuk para pengrajin batik agar mereka dapat

memproduksi batik kembali. Jepang sangat menaruh perhatian etrhadap industri

batik Pekalongan karena secara kebetulan ragam hias batik Pekalongan memiliki

kesamaan dengan ragam hias seperti beberapa ragam hias yang diterapkan pada

kimono Jepang.
Kromolawi diangkat oleh Jepang menjadi kepala seksi perdagangan

orgaisasi Hokokai merangkap ketua barisan pelopor. Selain itu kromolwi juga

merupakan pimpinan perjimpunan kebaktian rakyat Hokokai yang pada tahun

1943 menggantikan PUTERA. Melalui organisasi Hokokai tersebut, pengusaha

batik di Pekalongan digerakkan untuk membuat batik bergaya Jepang dengan

semangat Bushido. Seorang pengusaha yang bernama H. Djajuli telah menerima

pesanan dari organisasi Hokokai untuk mengumpulkan dan mengadakan

pembelian batik dari rakyat dan para pengusaha untuk disetorkan ke Pemerintahan

Jepang. Hal inilah yang memacu berkembangnya jenis batik yang sangat

dipengaruhi oleh budaya jepang. Gerakan ekonomi Jepang di wilayah pendudukan

lewat organisasi Hokokai merupakan awal dimulainya batik Pekalongan yang


37

dibuat dan berkembang pada masa kependudikan jepang (1942-1945) yaitu batik

Djawa Hokokai.
Batik tersebut dinamakan batik Djawa Hokokai karena setiap orang yang

membuat batik untuk organisasi Hokokai bersemangat dengan meneriakan yel-yel

“Hokokai!”. Ragam-ragam hias berupa kupu-kupu, bunga sakura, serta warna-

warna bernuansa selera Jepang hampir selalu terlihat pada bnatik Djawa Hokokai

(Kusnin Asa,2006:109-110).
Pada masa ini pengusaha batik mengalami kesulitan ekonomi yang

berdampak pada kekurangan bahan baku batik, maka pengusaha batik di

Pekalongan berupaya memproduksi batik disesuaikan dengan keadaan tersebut,

dengan cara membuat dua pola dalam satu kain yang dapat diapakai dua kali

dengan dua pola yang berbeda yang dinamakan batik pagi-sore. Batik pagi sore itu

satu bagian polanya bisa dipakai waktu pagi dan bagian lainnya dipakai untuk

sore hari. Batik pagi sore mengambarkan sulitnya memperoleh bahan tekstil pada

masa kependudukan Jepang. Keindahan penampilan batik pagi sore antara lain

dengan adanya isenlatar pola-pola batik tradisional seperti kawung, parang,

ceplokan, serta ragam-ragam hias yang sangat halus ditampilkan pada kedua

ujung sertabagian bawah kain yang disebut susomoyo (Kusnin Asa,2006:112).

4. Batik Jawa Hokokai Baru


38

Gambar 4. Motif Batik Jawa Hokokai Baru


(Sumber : Kusnin Asa, 2006: 117)

Para pengusaha batik yang paad masa kependudukan jepang telah

memproduksi batik-batik Djawa Hokokai, ternyata masih tetap memproduksi

batik bergaya Jepang itu sampai dengan masa kemerdekaan. Para pengusaha batik

muslim seperti H. Ma’um dan sebagainya, telah mengembangkan batik tersebut

dengan memberikan suasana baru pada ragam hiasanya dan namanya disesuaikan

dengan suasana pasca kemerdekaan ketika industri batik di Pekalongan bangkit

dan kembali bersemngat. Oleh sebab itu, batik-batik Djawa Hokokai yang

diproduksi pada masa pasca kemerdekaan disebut batik Jawa Baru. Nama batik

tersebut mempuyai maksud bahwa batik itu bergaya Hokokai dengan identitas

pola batik Jawa dan dikerjakan oleh pengusaha pribumi (Kusnin Asa,2006:116).

5. Batik Tiga Negeri Pekalongan


39

Gambar 5. Motif Batik Tiga Negeri Pekalongan


(Sumber : Kusnin Asa, 2006: 122)

Batik ini memiliki beberapa warna dalam satu kain, taitu merah, biru, dan

soga yang semuanya dibuat di pekaloongan.Kadang-kadang warna biru diganti

dengan warna ungu dan hijau.

Kejayaan usaha pembatikan di Pekalongan berlangsung hingga tahun 1975.

Menurut catatan koperasi batik dari PPIP,penyebab kemerosotan perusahaan

pembatikan di Pekalongan yang mulai terjadi pada tahun 1974 adalah pada saat

memasuki era baru dengan masuknya industri tekstil motif batikyang disebut

dengan batik Printing. Namun, hal itu hanyalah salah satu penyebab dari sejumlah

faktor lainyang menyangkut kebijakan politik pemerintah dalam investasi

perdagangan bebas. Membanjirnya produk garment dan tekstil impor memiliki

teknologi dan manajemen canggih telah menggeser dengan cepat kedudukan batik

yang mulai tumbuh diindonesia.dengan demikian, bahan sandang batik yang

semula memiliki potensi untuk menggantikan bahan sandang tekstil impor,

keberadaanya kembali merosot. Pada era inilah mulai muncul motif batik

kontemporer.
40

Batik kontemporer ini terlihat tidak lazim untuk disebut batik, tetapi

proses pembuatannya sama seperti membuat batik. Warna dan coraknya

cenderung seperti kain pantai khas Bali atau kadang warna dan coraknya seperti

kain sasirangan.Batik kontemporer banyak dikembangkan oleh desainer batik

untuk mencari terobosan-terobosan baru dalam mengembangkan batik dan mode

pakaian yang didesain (Kusnin Asa,2006:121).

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin melihat apakah beberapa jenis

batik yang berkembang di Pekalongan tersebut diproduksi oleh batik Nulaba.

2.1.4 Jenis batik

Veronica S Moertini and Benhard Sitohang (2005:143) dalam Jurnal yang

berjudul “Algorithm of Clustering and Classifying Batik Image based on Color,

Contrast and Motif” mengemukakan pendapatnya “Over the last decades, many

kinds of batik style have been produced, such as batik kraton (batik from the

courts), batik sudagaran, batik Belanda, batik Cina, batik Djawa Hokokai, and

batik Indonesia which also called batik modern. These types of batik differ in

terms of their motifs, the way they are produced, color variety, coloring material,

and cloth material. Although batik has been changing over the time, according to

Iwan Tirta, a well known batik artist and designer, Indonesian batik has unique

properties. They are their motifs, pakem (the way the motifs are organized),

produced using wax, having philosophies, and containing isen-isen (small

ornaments used to fill the empty space in or between the main motifs (Kompas (19

Agustus 2001)). The items formed motifs are called ornaments. Pakem, which

could be geometrical and non-geometrical, plays important roles in defining the


41

philosophies or meaning of batik (Doellah (2002), Kerloug (2004), Hamzuri

(1981) and Susanto (1980)). Batik produced on the coastal area (Pekalongan,

Cirebon, Madura, etc.), called batik pesisir, expresses more freedom and

dynamical statement through the pakem, artinyaas opposed to the ones produced

close to the court (Yogyakarta, Solo, etc.) Although nowadays batik has been

modernized, many classical motifs are still preserved (but, the motifs are

somewhat modified for varieties). Iwan Tirta states that as batik motifs or pakems

have meaning, people could select certain motifs to match with their profile or to

give certain impression when wearing batiks. Some examples of classical motifs,

their philosophical meaning and impressions that the wearers give is shown on

Table 2. Some motifs sometimes are also designed for special occasions, such as

wedding parties, engagement, funeral, child-birth ceremonies, dating (in order to

attract others), for daily use, etc. Some examples of batik motifs are given on

Figure 1” Artinya “Selama beberapa dekade terakhir, banyak jenis gaya batik

telah diproduksi, seperti batik kraton (batik dari pengadilan), batik sudagaran,

batik Belanda, batik Cina, batik Djawa Hokokai, dan batik Indonesia yang juga

disebut batik modern. Jenis-jenis batik ini berbeda dalam hal motif mereka, cara

mereka diproduksi, variasi warna, bahan pewarna, dan bahan kain. Meskipun

batik telah berubah dari waktu ke waktu, menurut Iwan Tirta, seorang seniman

batik terkenal dan desainer, batik Indonesia memiliki sifat yang unik. Mereka

adalah motif mereka, pakem (cara motifnya diatur), diproduksi menggunakan

lilin, memiliki filosofi, dan mengandung isen-isen (hiasan kecil yang digunakan

untuk mengisi ruang kosong di dalam atau di antara motif utama (Kompas (19
42

Agustus 2001)) Item yang membentuk motif disebut ornamen, Pakem, yang bisa

geometris dan non-geometris, memainkan peran penting dalam mendefinisikan

filosofi atau makna batik (Doellah (2002), Kerloug (2004), Hamzuri (1981) dan

Susanto (1980). )) Batik yang diproduksi di daerah pantai (Pekalongan, Cirebon,

Madura, dll.), Yang disebut batik pesisir, mengekspresikan lebih banyak

kebebasan dan pernyataan dinamik melalui pakem, yang bertentangan dengan

yang diproduksi dekat dengan pengadilan (Yogyakarta, Solo, dll) .) Meskipun saat

ini batik telah dimodernisasi, banyak motif klasik masih dipertahankan (tetapi,

motif-motif tersebut agak dimodifikasi untuk varietas). Iwan Tirta menyatakan

bahwa sebagai motif batik atau pakem memiliki makna, orang dapat memilih

motif tertentu agar sesuai dengan profil mereka atau untuk memberikan i tertentu

marak saat memakai batik. Beberapa contoh motif klasik, makna filosofis dan

kesan yang diberikan oleh pemakai ditunjukkan pada Tabel 2. Beberapa motif

kadang-kadang juga dirancang untuk acara-acara khusus, seperti pesta pernikahan,

pertunangan, pemakaman, upacara kelahiran anak, kencan (untuk menarik orang

lain), untuk penggunaan sehari-hari, dll.”

Reni Kusumawardhanni (2012:11) dalam bukunya menjelaskan bahwa

jenis batik yang dikenal masyarakat dilihat dari teknik pembuatannya, adalah

1. Batik Tulis

Batik tulis bernilai seni lebih tinggi dan bercita rasa eksklusif, karena

dibuat dengan menggunakan tangan. Pengerjaannya juga memakan waktu lama,

dengan menggunakan peletakan lilin dan canting tulis. Batik tulis mengandung
43

filosofi, terkadang legenda. Di dalam batik tulis, berbagai peradaban dan budaya

yang berpadu menghasilkan suatu karya batik yang sangat atraktif dan berkisah.

2. Batik Cap

Batik cap adalah membuat motif dengan menggunakan canting cap,

dengan teknik pewarnaan pelekatan lilin. Batik cap kwalitasnya jauh berbeda

dengan batik tulis. Batik cap ini mudah dikerjakan dan lebih singkat

pengerjaannya. Karena sifatnya yang masal, baik motif dan warna dianggap

kurang luwes.

3. Batik Cap dan Tulis

Batik cap dan tulis atau disebut juga batik kombinasi adalah batik yang

dihasilkan dari proses cetak dan disempurnakan dengan proses batik tulis. Artinya

sebagian motif dibuat dengan cetak, sebagian lainnya dengan tangan.

4. Batik Printing

Proses pembuatan batik printing dengan menggunakan mesin, sama

dengan motif tekstil lainnya. Dan tidak menggunakan lilin dalam proses

pewarnaannya

5. Batik Prada

Dalam bahasa Jawa Prada artinya emas, jadi batik prada adalah batik yang

diberi sentuhan emas. Jenis batik ini biasanya digunakan oleh keluarga kerajaan

pada hari perayaan, dan sangat lazim digunakan di lingkungan kerjaan Yokyakarta

maupun Surakarta.

Ma’ruf redzuan and Fariborz Aref (2010:130) dalam Journal yang

berjudul “Path- analysis Model of The Development of Handicarft (Batik)


44

Industriesin Kelantan, Malasyia” mengemukakan bahwa,“The "modern" way of

batik making began with the canting method, believed to be a Javanese invention

which dates back to the seventeenth century. A rather new method of batiking

which was introduced in the middle of the nineteenth century was called the chop

(or cap) or "printing block", which was also invented by the Javanese” artinya

“Cara "modern" pembuatan batik dimulai dengan metode canting, yang diyakini

sebagai penemuan Jawa yang berasal dari abad ke-17. Metode pemukul yang agak

baru yang diperkenalkan pada pertengahan abad kesembilan belas disebut chop

(atau cap) atau "blok pencetakan", yang juga ditemukan oleh orang Jawa.”

Asti Musman dan Ambar B.Arini (2011:17) menjelaskan bahwa menurut

prosesnya, batik dibagi menjadi tiga macam, yaitu: batik tulis,batik cap, dan batik

kombinasi antara batik tulis dan cap, namun seiring dengan perkembangan

teknologi dan meghindari lamanya proses produksi batik, digunakan screen

printing agar dapat diproduksi dengan cepat. Namun produk dari screen printing

ini tidak bisa digolongkan sebagi suatu batik tetapi dinamakan tekstil motif batik

atau batik printing. Dengan perkembangan material dan teknologi, perkembangan

batik pun menjadi sangat beragam, seperti batik hals dan kasar, batik cap, sablon

(screening), dan printing, atau kombinasi dari proses-proses tersebut. Biasanya

bahan dasarnya adalam katun (mori), sutra, rayon, polyester, dan hasil tenun

ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).

Basiroen V.J and Lapian M.E (2016:132) dalam Jurnal yang berjudul

“Implementation of Design Thingking Process in Creating new Batik Lasem

Design and New Media” mengemukakan pendapatnya “This bouquet motif has
45

been used from time immemorial by the Dutch colonisers to approach people by

providing flower arrangements / bouquet. Buketan motif is a flower arrangement

motif. The Buketan word comes from the Dutch language and French is

“bouquet” that means flower arrangements. In addition to flowers, this motif can

also be a plant or a bird. Motif buketan can be seen in the coastal batik because

the flowers are grown in the coastal areas of Java and the flowers are bright and

flashy. Buketan motif is very suitable for use in clothing as it motives can add an

aura to a women’s beauty.”Artinya “Motif buketan ini telah digunakan sejak

zaman dahulu oleh penjajah Belanda untuk mendekati orang-orang dengan

memberikan karangan bunga / karangan bunga. Motif Buketan adalah motif

merangkai bunga. Kata Buketan berasal dari bahasa Belanda dan Perancis adalah

"buket" yang berarti rangkaian bunga. Selain bunga, motif ini juga bisa menjadi

tanaman atau burung. Motif buketan dapat dilihat di batik pesisir karena bunga-

bunga ditanam di daerah pesisir Jawa dan bunga-bunga cerah dan mencolok.

Motif Buketan sangat cocok untuk digunakan dalam pakaian karena motif dapat

menambah aura untuk kecantikan wanita”

S.K Sewan Susanto (1973:10) dalam bukunya menjelaskan bahwa ada

beberapa macam batik dilihat dari cara pembuatannya:

1. Batik tulis
Batik tulis adalah batik yang cara pengerjaannya menggunakan canting untuk

melukiskan lilin batik cair pada kain, canting tulis dibuat dari plat tembaga,

bentuk seperti kepala burun.

2. Batik cap
46

Batik cap adalah batik yang cara pembuatannya dengan cara mencapkan lilin batik

cair pada permukaan kain, alat cap atau disebut pula canting cap, adalah

berbentuk “stempel” yang dibuat dari plat tembaga.


3. Batik lukis
Batik lukis adalah batik yang dibuat dengan cara melukis dengan lilin batik

dilakukan secara spontan, maka biasanya dikerjakan lukisan lilin batik itu tanpa

pola bagi pelukis-pelukis yang telah mahir, dan dibuat pola kerangka atau coretan

bagi pelukis yang belum mahir atau kurang pengalaman.

Berdasarkan uraian penjelasan beberapa jenis batik, maka dapat

disimpulkan bahwa jenis batik ada beberapa macam berdasarkan cara

pembuatannya ada 3 macam yaitu: batik tulis, batik cap, dan batik lukis, dari

ketiga batik tersebut jenis batik yang diproduksi di Home industry batik Nulaba

adalah batik tulis dan cap.

2.1.5 Ornamen dan Isen-isen Batik

Menurut Ari Wulandari (2011: 105) pada sehelai kain batik, corak atau

motif batik dikelompokan menjadi dua bagian utama, yaitu:

1. Ornamen utama

Ornamen utama adalah suatu corak yang menentukan makna motif

tersebut. Pemberian nama motif batik tersebut didasarkan pada perlambang yang

ada pada ornamen utama ini. jika corak utamanya adalah parang, maka biasanya

batik tersebut diberi nama parang. Ornamen utama terdapat beberapa jenis, antara

lain: meru (gunung), api, naga, burung, garuda,pohon hayat (kehidupan),

tumbuhan, bangunan, parang, dan lain-lain.

2. Isen-isen
47

Isen-isen merupakan aneka corak pengisi latar kain dan bidang-bidang

kosong corak batik. Pada umunya, isen-isen berukuran kecil dan kadang rumit.

Dapat berupa titik-titik, garis-garis, atau pun gabungan keduangya. Banyak

terdapat ragam jenis isen-isen, tetapi pada perkembangannya hanya beberapa saja

yang masih biasa dijumpai dan masih dipakai pada saat ini.

Isen-isen pengisi latar antara lain: galaran, rawan, ukel, udar, belara sineret,

anam karsa, debundel atau cebong, kelir, kerikil, sisik melik, uceng mudik,,

kembang jati, dan gringsing. Sedangkan isen-isen pengisi bidang kosong antara

lain cecek, kembang jeruk, kembang suruh (sirih), kembang cengkeh, sawat,

sawut kembang, srikit, kemukus, serit, dan untu walang. Pembuatan isen-isen

memerlukan waktu yang cukup lama karena bentuknya yang kecil dan rumit

membutuhkan ketelitian yang tinggi.

Menurut Sewan Susanto (1973:212) motif adalah kerangka gambarv yang

mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik atau

pola batik menurut unsur-unsurnya motif batik dibagi menjadi dua bagian utama,

yaitu:

a. Ornamen motif batik


b. Isen motif batik

Ornamen motif batik dibedakan lagi atas ornamen utama dan ornamen

pengisi bidang atau ornamen tambahan.

Adi Kusriyanto (2013:123) menjelaskan tentang ornamen dikelompokkan

berdasarkan wilayah alam (dalam falsafah Jawa), maka menjadi berikut :

1. Alam Bawah
- Perahu
- Naga/ular
48

- Binatang air lainnya


2. Alam Tengah
- Pohon hayat
- Meru (gunung)
- Bangunan
- Binatang berkaki empat
- Pusaka
- Binatang-binatang darat lainnya
3. Alam Atas
- Garuda (burung)
- Kupu-kupu
- Lidah api
- Dampar
- Binatang-binatang terbang lainnya.

Sewan Susanto (1973:212) dalam bukunyan juga menjelaskan bahwao

rnamen utama adalah suatu ragam hias yang menentukan dari pada motif tersebut,

dan pada umumnya ornamen utama itu masing-masing mempunyai arti. Ornamen

tambahan tidak mempunyai arti dalam pembentuka motif dan berfungsi sebagai

pengisi bidang. Isen motif adalah bereupa titik-titik, garis-garis, gabungan titik

dan garis, yang berfungsi untuk mengisi ornamen dari motif atau mengisi bidang

diantara ornamen-ornamen tersebut. Berikut ini adalah ornamen-ornamen pokok

dalam motif batik, antara lain:

a. Ornamen Meru

Meru adalah bentuk gambaran gunung dilihat dari samping, kadang-

kadang digambarkan rangkaian dari tiga gunung, yang tengah sebagai gunung

puncak. Menurut paham Indonesia kuno, gunung melambangkan unsur “bumi”

ataun tanah, sebagai salah satu dari pengertian tentang “empat unsur hidup” yaitu

Bumi, Geni, Banyu dan Angin. Dalam kebudayaan Jawa-Hindu, meru untuk

menggambarkan puncak gunung yang tinggi, tempat bersemayam para dewa.

Pada seni motif atau pola batik, meru untuk menyimbulkan unsure tanah atau
49

“bumi”untuk menggambarkan proses hidup tumbuh dia atas tanah, proses hidup-

tumbuh ini disebut “semi” (Jawa), dan hal yang menggambarkan seni ini disebut

“semen”.

Golongan motif batik banyak mengalami perubahan-perubahan antara lain

langsung digabung dengan bentuk lain, terutama dengan bentuk tumbuhan karena

motif batik telah turun-temurun secara tradisi, ditambah pula para pembuat pola

kurang memahami arti semula dan bentuk asal dari setiap ornamen.

Contoh-contoh bentuk meru

- Meru digabung dengan bagian tumbuhan


- Meru digabung dengan bentuk lain dari sebelah atas dan sebelah bawah,

bentuk meru hampir tidak nyata lagi.


- Meru menjadi dasar dari suatu gambaran yang menggelombang, merupakan

suatu bentuk.
- Susunan tiga meru dihias dan digabung dengan semacam daun.
- Dari meru tumbuh suatu tumbuhan, meru digambarkan sebagai tempat

tumbuh.
- Meru-meru digambarkan diatas puncak-puncak dari bentuk tumbuhan.
b. Ornamen Pohon Hayat

Pohon hayat didalam seni kebudayaan Indonesia berupa suatu bentuk

pohon khayalan yang bersifat pepohonan sakti, lambing dari “kehidupan”. Pohon

hayat digambarkan dalam seni anyaman, disebut “Batang Garing”. Didalam seni

wayang pohon hayat digambarkan dengan bentuk gunungan atau kayon. Pohon

hayat disebut pula pohon surga. Pohon surge digambarkan pada candi-candi dari

abad ke 9, misalnya pada relief pada dinding candi pohon hayat dalam seni batik.

Ornamen pohon hayat terdapat motif-motif yang tergolong motif semen, tetapi

tidak semua motif semen terdapat ornamen pohon hayat. Pada umumnya terdapat
50

pada motif semen yang klasik. Pohon hayat menggambarkan bentuknya seperti

pada bentuk yang terdapat pada seni batik yang sudah muncul pada abad ke13,

misalnya relief dari candi jago Jawa Timur. Ornamen pohon hayat lebih jelas

terdapat pada lukisan semacam semen yang terdapat pada.

Pohon hayat khayalan digambarkan dengan bentuk lengka, batang, dahan,

kuncup, dan daun. Dalam motif ini terjadi penurunan timbale-menimbal secara

tradisi, terjadi perubahan dan variasi pada motif-motif batik, salah satunya adalah

bentuk ornamen pohon hayat dalam motif batik. Berikut ini contoh-contoh

ornamen pohon hayat:

- Pohon hayat terdapat pada motif batik semen rama, masih berupa bentuk

lengkap, bagian batang,, bunga kuncup dan daun, akar bahkan ada bunganya.
- Pohon hayat dengan bentuk bervariasi, terutama pada bentuk dahan terdapat

pada sido-mulya
- Bentuk pohon hayat yang digambarkan berpangkal pada dahan dan bervariasi

pada bagian kuncupdan daunnya terdapat pada motif semen ragas.


- Pohon hayat yang digambarkan dengan bentuk dahan yang unik dan sobrah

banyak, ini misalnya terdapat pada motif semen Sawat mangkara.


- Bentuk pohon hayat sederhana digabung dengan meru terdapat pada motif

batik semen Tokol


- Bentuk pohon hayat sederhana digabung dengan meru, terdapat pada motif

semen Tokol.
c. Ornamen Tumbuhan

Ornamen tumbuhan, digambarkan secara stilir dari salah satu bagian,

misalnya bunga, sekelompok daun atau kuncup, atau rangkaian dari daun dan

bunga. Pada motif batik klasik ornamen tumbuhan memegang peranan, baik

sebagai ornamen pokok maupun sebagai ornamen pengisi. Tumbuhan


51

digambarkan semacam tanaman menjalar, bentuk berlengkung-lengkung, bentuk

ini disebut lung-lungan, dalam seni ornamentik disebut piling atau spiral.

Pada motif batik ornamen tumbuhan terdapat dalam golongan motif semen

dan motif-motif geometris, yaitu pada golongan motif genggong dan ceplok

digambarkan penampang dari buah, bunga atau susunan daun, biasanya tersusun

dalam bidang-bidang bentuk geometris.

Pada motif batik klasik, tumbuhan disusun bersama dengan ornamen yang

lai seperti: meru, burung garuda, pohon hayat dan binatang,. Motif-motif semen

yang diciptakan. Pada golongan motif ini meskipunornamen menggambarkan

unsure semen tidak lengkap disebut motif semen. Untuk menggambarkan

menonjolkan ornamen tumbuhan dalam motif, motif tersebut diberi nama seperti

nama tumbuhan seperti Lung Anggur, lung Gadung, Lung Pakis, Lung Klewer,

Kembang Gempol, Lung Gedawung, Kembang Pundak, kembang Cengkeh,

Ceplok manggis dan lain-lain. Contoh-contoh bentuk ornamen tumbuhan:

1. Ornamen tumbuhan digambarkan sebagai bentuk lung-lungan terdapat

misalnya pada motif batik semen


d. Ornamen Garuda

Garuda adalah suatu mahluk khayalan atau mitos, suatu bentuk yang

perkasa dan sakti, digambarkan dengan bentuk badanyya seperti manusia.

Kepalanya seperti burung raksasa dan bersayap. Kendaraan Dewa Wisnu

digambarkan pula sebagai garuda. Pada motif batik, ornamen garuda digambarkan

sebagai bentuk stilir dari burung Garuda, suatu bentuk burung yang perkasa

seperti rajawali dan sebagai stilir burung merak.

Ornamen garuda digambarkan dengan beberapa macam bentuk, antara lain:


52

- Bentuk dua sayap lengkap dengan ekor, seperti gambar burung merak-

ngigeldilihat dari depan. Bentuk semacam ini disebut “sawat”.


- Bentuk garuda disusun dengan dua sayap. Bentuk semacam ini disebut pula

“mirong”.
- Garuda digambarkan dengan satu sayang. Bentuk ini seolah-olah

menggambarkan makhluk bersayap dari samping, Sebagai variasinya pada

pangkal sayap digambarkan kepala burung atau kepala burung raksasa atau

bentuk yang lain.


- Bentuk sayap garuda dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sayap terbuka

dan sayap tertutup.

Ornamen garuda dalam motif batik sangat terkenal, hampir menjadi cirri

khusus batik Indonesia. Garuda ini dipakai sebagai ornamen-ornamen pokok

dalam motif-motif semen, tidak dipakai sebagai ornamen pengisi.

Salah satu contoh bentuk garuda didaerah Pantai Uatara Jawa atau daeran lain,

dimana sudah terdapat perubahan-perubahan bentuk. Susunan masih berupa dua

sayap dan ekor, tetapi bagian sayap dan ekor sudah menyerupai bentuk daun.

Suatu gambaran bahwa sayap garuda merupakan bagian dari semacam burung

tetapi kepala burung itu berupa kepala naga atau kepala raksasa.

e. Ornamen Burung

Ornamen burung terdapat pada motif batik golongan semen. Ornamen

burung dipakai sebagi ornamen pokok dan dipakai sebagai ornamen pengisi.

Bentuk ornamen burung terdapat tiga macam tipe, yaitu:

- Burung tipe merak, yaitu kepala terdapat jengger, sayapnya seperti sayap

garuda, bentuk terbuka, ekor sayap tidak menggelombang. Ornamen tipe ini

banyak terdapat didaerah pembatika Jawa-Tengah, yaitu Yogya dan Solo.


53

- Ornamen burung tipe burung phoenix, digambarkan dengan bulu panjang dan

bergelombang, yaitu pada sayap dan ekor, kepalanya berjambul dan

bergelombang. Tipe burung phoenix ini terdapat didaerah pembatika pantai

Utara, seperti Lasem, Pekalongan, Tegal, dan Cirebon.


- Ornamen burung tipe burung aneh atau khayalan, tipe ini terdapat diberbagai

tempat daerah pembatikan di Indonesia. Bentuk ornamen ini antara lain,

kepala berjengger dan berbalung, berkepala naga, berkepala dua, berkepala

burungberanggota bagian tumbuhan, badan burung berbentuk lingkaran.

Ornamen burung umumnya terdapat pada semen, sebagian kecil saja

terdapat pada motif ceplok atau motif yang lain. Burung sebagai ornamen pengisi

digambarkan kecil. Contoh-contoh ornamen burung antara lain:

- Bentuk ornamen burung, tipe sederhana, menyerupai tipe phoenix, sayap dan

ekor bergelombang pendek.


- Bentuk ornamen burung sederhana, tipe burung merak, terdapat pada motif

batik semen ngreni.


- Bentuk ornamen burung yang tipenya terletak antara burung merak dan

phoenix, yaitu pada sayap terdapat bulu panjang. Ornamen burung ini

misalnya terdapat pada motif batik semen gunung.


- Ornamen burung tipe merak digambarkan secara sederhana, terdapat misalnya

pada motif batik semen gunung


- Ornamen burung tipe burung merak digambarkan secara sederhan, terdapat

pada kain batik semen gunung


- Ornamen burung berbentuk unik tetapi tipenya jelas tipe phoenix, ini terdapat

pada kain batik motif sido luhur dari yogya, tipe burung ini diambil dari

ornamen Cirebonan atau daerah pantai utara yang lain


f. Ornamen Bangunan
54

Ornamen bangunan adalah bentuk yang menggambarkan semacam rumah,

terdiri dari lantai dasar dan atap. Bentuk bangunan ini terdapat pada relief candi

dari abad ke 9 (Prambanan dan Borobudur), sampai candi-candi di Jawa Timur

(candi Jawi dan candi Jago) serta pada kompleks makam Ratu Kalinyamat

mantingan dekat Jepara (tahun 1559 AD). Bentuk dan gambaran bangunan ini

hampir selalu bersamaan, sebagai variasinya pada bagian bawah terdapat

semacam bentuk bagian tumbuhan. Variasi lain terdapat pada tingkatan dari

bagian dasar, dari satu tingkat sampai tiga tingkat. Contoh-contoh bentuk

bangunannya antara lain:

- Ornamen bangunan, dua tingkat dan bagian bawah terdapat untaian, terdapat

pada motif batik Semen rama.


- Ornamen bangunan tingkat dua, dibawah tidak terdapat untaian, terdapat pada

motif batik Semen Jali-rante.


- Ornamen bangunan bertingkat tiga, punya bentuk untaian, kita dapati pada

motif batik Semen Ngreni


- Ornamen bangunan ini motif batik Semen Candra, bertingkat dua dan

beruntaian dibagian bawah


- Ornamen bangunan ini sangat sederhana, bertingkat satu, terdapat pada motif

batik Semen Peksi Purna.


- Ornamen bangunan dari motif batik semen klewer, susunan bertingkat dua,

tetapi hiasan samping sampai menonjol kebawah.


g. Ornamen Lidah Api

Ornamen lidah api dalam seni batik digambarkan dengan dua macam bentuk:

- Sebagai deretan nyala api, dipakai sebagai hiasan pinggir atau batas antara

bidang bermotif dan bidang tidak bermotif. Bentuk ini dalam pembatikan

disebut “cemukiran” atau “modang”


55

- Bentuk yang lain berupa deretan ujung lidah api membentuk seperti

blumbangan memanjang. Bentuk ini terdapat motif semen sebagai ornamen

pokok dalam suatu motif.


- Ornamen lidah api ini hanya terdapat pada motif-motif semen klasik secara

terbatas, seperti halnya ornamen Bangunan.

Dalam paham Indonesia kuno, api melambangkan kekuatan sakti, yang

dapat mempengaruhi watak manusia. Pada pengertian empat unsure hidup (bumi,

geni, angin), api sebagai unsure kedua bila dikuasai, dikembangkan, dan

dikendalikan akan menjadi watak pemberani dan pahlawan, tetapi bila tidak

dikuasai dan tidak dikendalikan menjadi sifat angkara murka. Contoh-contoh

bentuk lidah api antara lain:

- Ornamen lidah api bagian dari bentuk cemukiran atau modang, biasanya

terdapat pada kain yang mempunyai “blumbangan” seperti pada kain dodot,

kain kemben dan kain ikat kepala.


- Ornamen lidah api, bentuknya sederhana, terdapat pada motif batik merak

ngigel.
- Lidah api bentuk sederhana, terdapat pada motif batik Semen Ngreni.
- Bentuk ornamen lidah api terdapat pada motif batik Semen Rama
- Bentuk ornamen lidah api terdapat pada motif batik Semen Candra.
- Ornamen lidah api, terdapat pada motif batik cuwiri kembang.
h. Ornamen Naga

Naga adalah ular besar, mempunyai kekuatan luar biasa dan sakti. Ular

besar ini digambarkan dengan bentuk kepala raksasa memakai mahkota, bersayap,

bersayap dan berkaki. Dua naga disusun simetris sehingga menyerupai ornamen

garuda atau bentuk lainnya. Ornamen naga adalah bentuk khayalan, seperti halnya

garuda dan pohon hayat.


56

Ornamen naga terutama terdapat pada motif semen, beberapa terdapat

pada motif lain sebagai “ceplokan’ pada motif Parang Rusak, motif ini diberi

nama Parang Rusak Naga. Ornamen naga kita jumpai pada motif-motif Semen

yang klasi, penciptaan motif semen pada waktu belakangan jarang menggunakan

ornamen naga. Dalam pengertian simbul, naga melambangkan dunia dibawah air,

perempuan, bumi, yoni, pintu dan musik. Contoh-contoh ornamen naga dalam

motif batik, antara lain:

- Bentuk naga kepala raksasa dan berjambul, terdapat pada Semen srikaton.
- Bentuk naga kepala bermahkotadan badan sedikit berlengkung, terdapat pada

Semen Naga Cindula.


- Bentuk ornamen naga dengan kepala raksasa, bermahkota dan badan

bergelung, terdapat pada Semen Naga Bisikan.


- Ornamen naga, dua disusun simetris dan dihias dengan bentuk lain, terdapat

pada Semen Uret Manglar.


- Ornameen naga dengan kepala raksasa bermahkota, bersayap dan punya dua

kaki, terdapat pada Semen Candi Mintuna.


- Ornamen naga bersayap dan badan bergelung, terdapat pada Semen Naga raja.
i. Ornamen Binatang

Ragam hias atau ornamen binatang (berkaki empat) terdapat di Indonesia

sejak zaman kesaktian, sebelum zzaman Indonesia-Hindu. Binatang yang sering

digambarkan dalam pornamen seni berupa Lembu, Kijang, Gajah, Singa atau

Harimau. Binatang-binatang itu kadang digambarkan dengan bertuk aneh atau

khayalan, misalnya singa bersayang, gajah bersayap, kuda atau lembu berbelai,

atau binatang dengan ekor berbunga. Motif batik dari daerah Yogya dan Solo

ornamen binatang digambarkan secara stilir yaitu bentuk khusus dalam motif

batik. Didaerah pembatikan yang lain, terutama daerah pantai Utara Jawa,
57

binatang digambarkan maya atau bentuk nyata. Ornamen binatang ini terdapat

pada motif batik klasik, terdapat pula pada motif-motif semen ciptaan baru.

Berdasarkan adanya ornamen binatang ini, motif batik semen kadang-kadang

digolongkan “motif alas-alasan” yaitu corak yang menggambarkan keadaan hutan

dengan berbagai binatang. Binatang digambarkan dengan keperkasaan dan

kesaktian.contoh-contoh ornamen binatang antara lain:

- Bentuk binatang muka menggambarkan lembu dan kepala berjambul, terdapat

pada motif semen


- Bentuk binatang sederhana, jambul kepala seperti kuncup tumbuhan, demikian

pula pada ujung ekor, terdapat pada Semen Sawat Garuda


- Bentuk binatang berbelalai ini terdapat pada motif batik Semen Prabu
- Bentuk binatang kepala bertanduk cabang rupanya menggambarkan kijang,

terdapat pada motif batik Sidoluhur Yogya


- Bentuk binatang seperti kijang, tanduk kepala bercabang, terdapat pada motif

batik Semen Rama.


j. Ornamen Kupu-kupu

Ornamen kupu-kupu ragam hias yang bentuknya semacam kupu, biasanya

digambarkan penampang dari sebelah atas punggung pada keadaan terbang.

Binatang ini kita kelompokkan sebagai ornamen kupu-kupu. Golonggan ornamen

kupu-kupu ini mungkin juga bukan kupu, melainkan binatang-binatang seperti

kumbang, bibis, kuwang-wung, kelelawar atau lainnya. Ornamen dalam golongan

ini terdapat pula bentuk-bentuk yang aneh, seperti ekor seperti daun, dirangkai

dengan tumbuhan, sayapnya mendekati bentuk pohon hayat, badannya seperti

susunan daun dan bunga, sayapnyaseperti rangakaian daun. Ornamen kupu-kupu

ini terdapat pada motif batik golongan semen dan golongan ceplok, dan sedikit

terdapat pada ganggong dan lereng. Pada umumnya berfungsi sebagai ornamen
58

pokok, ada pula sebagai pengisi bidang meskipun jumlahnya sedikit yang kita

jumpai. Contoh-contoh ornamen bentuk kupu-kupu antara lain:

- Bentuk binatang sederhana menyerupai bibis, terdapat motif batik parang

jaladri (jaladri = laut), menggambarkan bibis laut, yaitu undur-undur


- Bentuk menyerupai kupu ini terdapat pada motif batik motif peksi endra
- Bentuk ornamen menyerupai kupu bersayap lar (sayap garuda) dan berekor

seperti daun, terdapat pula motif batik semen Lung Simbar


- Bentuk ornamen dengan sayap bergelombang dan ekor juga bersayap, terdapat

pada semen Lung Simbar


- Ornamen dengan sayap seperti sayap phoenix terdapat pada motif batik kupu-

kupu
- Ornamen bentuk binatang dengan sayap berkatup kedepan dan kebelakang,

terdapat pada motif batik semen Kembang Asem


k. Ornamen Pengisi

Ornamen pengisi adalah ornamen-ornamen yang berfungsi sebagai pengisi

bidang untuk memperindah motif secara keseluruhan. Ornamen pengisi ini

bentuknya lebih kecil dan lebih sederhana, sedang yang digambarkan dapat

berbagai macam, bentuk burung, bentuk binatang sederhana atau bentuk

tumbuhan, seperti kuncup, daun, bunga atau lung-lungan. Dalam satu motif,

ornamen pengisi itu dapat hanya satu macam ornamen pengisi, dapat pula diisi

dengan beberapa macam ornamen pengisi. Misalnya pada motif trenggiling-

mentik, sebagai ornamen pengisi berupa lung-lungan saja, sedang pada motif naga

bisikan dan naga puspa sebagai ornamen pengisi berupa lung-lungan, kupu dan

burung dengan bentuk kecil. Berikut ini beberapa contoh ornamen pengisi:

- Ornamen pengisi bentuk burung


- Ornamen pengisi bentuk burung
- Ornamen pengisi bentuk daun
- Ornamen pengisi bentuk rangkaian kuncup
59

- Ornamen pengisi bentuk rangkaian sayap


- Ornamen pengisi bentuk rangkaian daun.
b. isen-isen motif batik

Sewan Susanto (1973-279) menjelaskan bahwa motif batik terdiri dari

unsure-unsur motif yaitu ornamen utama dan ornamen pengisi. Keduanya diberi

lukisanpengisi atau isen pengisi jumlahnya banyak sekali, diantaranya terdapat

yang sudah jarang dijum[ai dalam susunan motif batik. Bentuk-bentuk isen yang

masih banyak kita jumpai dalam motif-motif yang berkembang sampai saat ini,

anatara lain:

- cecek-cecek
- cecek-pintu
- sisik-melik
- cecek-sawut
- cecek-sawut daun (bentuk megar
- herangan
- sisik
- gringsing
- sawut
- gelaran
- rambutan atau rawan
- sirapan
- cacah-gori
c. Pengisian Ornamen

Pola batik didalamnya terdapat ornamen-ornamen yang menggambarkan

kerangka saja, sehingga didalam penyelesaiannya peerlu diberi isen dupaya motif

tersebut menjadi indah.

Pola untuk kain batik tulis, pola untuk batik tulis, yang memulai dan

menyelesaikannya adalah para pembatik. Pola ciptaan baru, pencipta memberi

contoh beberapa ornamen diberi isen. Cara pengisian ornamen dari bentuk

tertentu. Pada batik cap, penempatan isen ditentukan pada saat membuat rencana
60

cap (isen telah diisikan atau ditempatkan pada cap).pada penyelesaian pola

disamping menempatkan isen-isen, juga menyempurnakan bentuk ornamen.

Contoh-contoh penempatan isen dan penyempurnaan ornamen:

- Ornamen bentuk kerangka, seperti kebiasaan menggambarkan dalam pola

batik (1a), dalam penyelesaiannya diberi isen seperti (1b) pada atap

ditempatkan motif sirapan, pada tutup atap dengan cecek-sawut dan pada

dasar diberi isen bentuk tumpal kecil dan cecek-sawut.


- Pada ornamen bentuk tumbuhan (2a), pada bentuk bundar diberi isen cecek-

pitu, pada daun diisi dengan cecek-sawut, pada daun kecil atau kuncup diisi

dengan cecek. Ornamen setelah diisi menjadi bentuk yang indah (2b).
- Pada ornamen kerangka bentuk burung (3a), bulu pada sayap digambarkan

dengan gais-garis lengkung, tetapi setelah diselesaikan menjadi bentuk bulu

lengkung dan runcing, badan burung diisi titik, dan sayapnya diisi dengan

dengan cecek-sawut.

d. Menyusun motif batik

Sewan Susanto (1973-283) menjelaskan tentang cara atau teknik

menyusun suatu motif berdasarkan pengetahuan seni batik yang sudah dipelajari,

disesuaikan dengan maksud kita. Penciptaan motif batik didalamnya

mengusahakan terciptanya keindahan visual dan jiwa dari motif yang kita

ciptakan. Jiwa motif adalah arti atau makna dari motif tersebut secara

keseluruhan. Jiwa atau simbul yang terkandung dalam suatu motif, sesuai dengan

sifat.tinggi rendahnya nilai ajaran keutamaan ini tergantung dari pada pencipta
61

sendiri. Lambing unsur-unsur hidup itu bila dihubungkan dengan seni ornamentik

klasik, dapat dinyatakan sebagi berikut:

- Unsur bumi, digambarkan dengan ornamen meru, simbul warna hitam, jika

tidak dikendalikan akan mendorong sifat angkara-murka, tetapi bila dapat

dikendalikan (jawa:diracut), maka akan menjadi sifat kesentausaan abadi.


- Unsur geni atau api, digambarkan dengan ornamen lidah-api, disimbulkan

dengan warna merah, bila tidak dikendalikan akan menjadi pemarah, bila

dikendalikan emnjadi watak pemberani dan pahlawan.


- Unsur banyu atau air, digambarkan dengan ornamen ular atau ikan,

dilambangkan dengan warna kuning, bila tidak dikendalikan akan berkembang

kearah sifat pembohong, tetapi bila dikendalikan akan menjadi sifat jujur dan

kesatria.
- Unsur angina tau maruta (udara), digambarkan dengan ornamen burung,

dilambangkan dengan warna putih, unsure ini akan berkembang menjadi

watak “berbudi-bawakalaksana” yaitu sifat adil dan berperikemanusiaan.

Motif yang menggambarkan unsur hidup atau “sangkan paraning dumadi”

dapat digambarkan dengan motif yang tersusun dengan 5 ornamen pokok, yaitu

garuda sebagai lambing Kuasa dan Sumber Hidup, Meru sebagai lambing unsure

Bumi, Lidah –api sebagai lambing Geni, Ular sebagai lambing Banyu dan Burung

sebagai lambing Angin. Motif ini kita beri nama motif batik Semen Panca Murti,

ganbarnya sebagai berikut:

Cara pelaksanaan penyusunan motif, sebagai berikut:

- Tentukan ornamen-ornamen pokok dalam motif, dan susun menurut letak dan

perimbangan ukuran dalam bidang sesuai dengan syarat-syarat harmonitas.


62

- Beri ornamen-ornamen pengisi yang sesuai dengan gaya motif yang

dikehendaki, yang dimaksud gaya motif misalnya semacam suwiri

pengisianya bentuk tumbuhan dan seterusnya


- Berilah unsure-unsur isen pada ornamen pokok dan ornamen pengisi
- Adakan evaluasi motif yang telah disusun secara keseluruhan. Bila terdapat

kekurangan-kekurangan dilaklukan perbaikan seperlunya, tetapi bila dianggap

kurang memuaskan susun sekali lagi, bila sudah memuaskan teruskan dalam

penyelesaian pembuatan batik.

Menurut Adi kusrianto (2013-15) menjelaskan bahwa dasar pola batik

kalsik disusun berdasarkan ragam hias yang sudah baku, dimana susunanya

terdiri dari tiga komponen, yaitu:

- Komponen utama, berupa ornamen-ornamen dambar bentuk gambar bentuk

tertentu yang merupakan unsur pokok. Ornamen ini sering kali dijadikan nama

motif batik ini


- Komponen pengisi, merupakan gambar-gambar yang dibuat untuk mengisi

bidang diantara motif utama. Bentuknya lebih kecil dan tidak turut

membentuk arti atau jiwa dari pola batik itu. Motif pengisi ini juga disebut

ornamen selingan
- Isen-isen, gunanya unutk memperindah pola batik secara keseluruhan.

Komponen ini bisa diletakkan untuk menghias motif utama maupun pengisi,

dan juga untuk mengisi dan menghiasi bidang kosong antara motif-motif

besar. Isen-isen umumnya merupakan titik garis lurus, garis lengkung,

lingkaran-lingkaran kecil, dan sebagainya. Isen inimemiliki nama-nama

tertentu sesuai bentuknya. Dan tidak jarang nama isen ini ditertakan pada

nama motif batik.


e. Hiasan dan isen batik Modern
63

Batik modern pada umunya bercorak suatu susunan tidak teratur dan tidak

berulang, tetapi dalam tata hias indah. Kerangka dasar batik modern yang dicipta

oleh seniman secara lukis spontan dengan melukiskan lilin batik ditatas mori,

kemudian lukisan itu disempurnakan secara memberikan isen didalamnya dan

hiasan disekitarnya.

Unsur isen dan hiasan pada batik modern ini ada yang berupa unsure isen

dari batik klasik, ada pula unsur-unsur yang tidajk terdapat pada batik klasik,

sedang penempatan isen tidak terikat oleh bentuk-bentuk dari pola dasar batik

modern. Contoh-contoh diberikan beberapa unsure isen dan hiasan yang sering

terdapat pada batik modern, anatara lain sebagai berikut:

f. Hiasan dan Isen pada Batik Bordir

Pada mulai tahun 1970, di Tasikmalaya mucul suatu bentuk gabungan

anatara batik dan border (sulam), maka kain ini disebut “batik bordir” atau

“batikbordel”.hiasan dan isen dari batik border ini berupa titik-titik dan garis.

Titik-titik tersusun pada bidang sekitar suatu bentuk atau ornamen, pada bidang

dekat bentuk itu rapat letaknya, makin jauh dari bentuk atau ornamen makin

berjauhan, sehingga tampak makin jauh makin tipis. Batik ini hanya dengan satu

warna, kemudian dibordir dengan benang border dengan beraneka warna, dan

kadang-kadang diseling dengan benang emas.

g. Ornamen-Ornamen dalam Motif Dinamis

Ornamen-ornamen pokok dalam motif batik klasik, seperti lidah api,

pohon hayat, garuda, burung, meru, bangunan, tumbuhan, dapat diubah menjadi
64

suatu bentuk ornamen yang mempunyai tipe atau gaya yang lain, gaya dinamis,

tetapi mempunyai pokok pengertian yang sama. Misalnya sebagai berikut

- Meru dari ornamen klasik, diubah menjadi meru bentuk berbeda, yaitu

terdapat gaya dinamis, tetapi secara pengertian pokok bentuk baru ini adalah

ornamen meru pula.


- Ornamen bangunan (candi), bentuk klasik ini diubah menjadi bentuk lain yang

dinamis dengan diberi variasi seperlunya. Secara umum bentuk baru ini masih

dapat dimengerti sebagai ornamen bangunan.


- Ornamen tumbuhan pada gaya klasik nyata adanyadaun, tangkai daun dan

batang, diubah menjadi bentuk dinamis, dimana bagian-bagian dari tumbuhan

tidak nyata lagi, tetapi orang masih dapat mengerti bahwa ornamen gubahan

baru ini adalah ornamen tumbuhan


- Lidah api dalam ornamen klasik digambarkan sebagai cemukiran dan nyala

api, dapat digubah menjadi bentuk semacam obor atau sesuatu yang menyala

dengan bentuk nyala yang bergaya. Pengertian atau gambaran tentang api

masih nyata dalam ornamen bentuk baru ini


- Ornamen pohon hayat yang digambarkan sebagai pohon khayalan dengan

selalu terdapat semacam akar tunjang, maka dapat digubah menjadi bentuk

lain yang masih menggambarkan sebagai gambaran dari pohon yang hidup
- Garuda gaya klasik, baik bersayap satu maupun bersayap dua, dapat digubah

menjadi bentuk dinamis dan sederhana tapi masih dapat dimengerti sebagai

garuda
- Ornamen burung dalam motif-motif klasik mempunyai bentuk khusus, dapat

pula digubah menjadi bentuk sederhana dan dinamis, dalam bentuk ini tidak

perlu dengan komposisi lengkap, tetapi member gambaran sebagai burung.


65

- Ornamen-ornamen pokok gaya dinamis ini menjadi suatu motif dengan diberi

ornamen pengisi isen-isen selayaknya yang sesuai dengan gaya dinamis yang

cukup.
2.1.6 Komponen batik

Menurut Ari Wulandari (2011:78) Batik memiliki dua komponen utama,

yaitu warna dan garis. Kedua kompobnen inilah yang membentuk batik menjadi

tampilan kain yang indah dan menawarkan tanpa perpaduan warna dan garis yang

serasi dan selaras, tidak mungkin ada hiasan-hiasan maupun corak dan motif yang

sesuai. Perpaduan tersebut sangat bergantung pada pengolahan dan kreativitas

sang pembatik.

2.1.7 Warna

Warna adalah sprektum tertentu yang terdapat didalam suatu cahaya

sempurna (bewarna putih). Identitas suatu warna ditentukan dari panjang

gelombang cahaya tersebut. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangani

mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer.

Warna yang ada di alam sangat beragam dan pengelompokannya adalah

sebagai berikut:

- Warna netral, adalah warna-warna yang tidak lago memilikikemurnian warna

atau dengan kata lain bukan merupakan warna primer maupun sekunder.

Warna ini merupakan campuran ketiga komponen warna sekaligus, tetapi

tidak dalam komposisi yang tepat dan sama


- Warna kontras, adalah warna yang berkesan berlawanan satu dengan lainnya.
- Warna paanas , adalah kelompok warna dalam rentang setengah lingakaran di

dalam lingkaran warna mulai dari merang hingga kuning.


66

- Warna dingin, adalah kelompok warna dalam rentang setengah lingkaran

didalam lingkaran mulai dari warna hijau hingga ungu.

Warna dapat diperoleh dengan bermacam cara. Zat pewarna dapat dibedakan

menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil, terbagi menjadi dua, yaitu:

- Zat pewarna alam, diperoleh dari alam, yaitu berasal dari hewan (lac dyes)

atau pun tumbungan berasal dari akar, batang, daun, buah, kulit dan bunga.

Zat warna ini biasanya dibuat secara sederhana dan umumnya memiliki warna

yang sangat khas


- Zat pewarna sistesis adalah zat war buatan (zat warna kimia)

Syarat-syatrat memilih pewarna batik sintesis adalah sebagai berikut:

- Pemakaiannya dalam keadaan dinging, atau jika memerlukan suhu panas,

prosesnya tidak sampai melelehkan malam


- Obat bantunya tidak merusak malam dan tidak menyebabkan kesualitan pada

proses selanjutnya.
- Zat pewarna tersebut tidak menimbulkan iritasi bagi pembatik dan pengguna

batik.

Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan warna-warna alam seperti

warna biru yang diperoleh dari dua pohon nila atau warna merah yang dapat

diperoleh dari akar pohon mewengkudu (mengkudu). Warna coklat tua dapat

diperoleh dari kulit kayu tageran dan kulit kayu soga. Sedangkan warna kuning

dengan cara mencampurkan cairan umbi kunyit atau kayu tegeran dengan sari

kuning. Semua pewarnaan tersebut dilakukan dengan teknik celup. Meskipun

banyak warna dapat diperoleh dari bahan alam, pewarnaan batik pada masa

pekalongan Kuno hanya menggunakan dua jenis warna. Pada umumnya, warna

yang digunakan adalah biru dan putih yang merupakan warna dasar kecuali pada
67

pewarnaan batik Jelamprang. Untuk memperoleh warna biru kehitaman

menggunakan campuran warna soga dan kulit kayu tegaran

Para pembatik pada masa Pekalongan Kuno menggunakan warna alam

tersebut sampai adanya pengaruh batik bercorak Cina. Mereka menggunakan

bahan warna kimia (indigosol) yang didatangkan dari Cina dan India. Pada masa

berikutnya, pengrajin batik di Pekalongan masih menggunakan bahan warna alam

seperti warna-warna yang diperoleh dari kulit soga. Namun demikian, lambat laun

pewarnaan dengan menggunakan bahan alam tersebut tidak digunakan lagi dan

beralih kepada pewarna kimia karena mudah dalam penggunaannya (Kusnin Asa,

2006:39).

Agus Sardjono, dkk (2013:130) dalam Junal yang berjudul “Indonesian

Experience in dealing With Tademark law, Case Study of Batik SME s” “The

quality of batik’s colors can be assessed from how fast the colors infiltrate into the

cloth, and whether the colors are easily become dull or otherwise. Such

traditional knowledge and technique on color-dyeing, including the materials

needed and used for colors, are passed on from one craftman/ craftwoman to

his/her following generations. The famous four colors of classical batik are indigo

which results in blue colors, mengkudu from morinda citrifolia for red colors,

tegerang from cudriana javanesis for yellow color, and soga from pelthophorum

ferrungineum which results in chocolate/old yellow color” artinya “Kualitas

warna batik dapat dinilai dari seberapa cepat warna meresap ke dalam kain, dan

apakah warnanya mudah menjadi kusam atau sebaliknya. Pengetahuan dan teknik

tradisional semacam itu pada pewarnaan warna, termasuk bahan yang dibutuhkan
68

dan digunakan untuk warna, diteruskan dari satu pengrajin / craftwoman ke

generasi berikutnya. Empat warna batik klasik yang terkenal adalah nila yang

menghasilkan warna biru, mengkudu dari morinda citrifolia untuk warna merah,

tegerang dari cudriana javanesis untuk warna kuning, dan soga dari pelthophorum

ferrungineum yang menghasilkan coklat / warna kuning tua.”

2.1.8 Garis

Garis adalah suatu hasil goresan diatas permukaan benda atau bidang

gambar. Garis-garis inilah yang menjadi paduan dalam penggambaran pola dalam

membatik. Menurut bentuknya, garis dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Garis lurus (tegak lurus, horizontal, dan condong)


2. Garis lengkung
3. Garis putus-putus
4. Garis gelombang
5. Garis zig-zag
6. Garis imajinatif

Garis inilah yang membentuk corak dan motif batik sehingga menjadi

gambar-gambar yang indah sesuai dengan yang diharapkan. Tanpa garis-garis

yang menjadi panduan ini, tidaklah mungkin terbentuk pola-pola batik yang

sesuai. Garis-garis tersebut akan dibentuk dan dikreasikan sesuai dengan motif

yang diinginkan (Ari wulandari: 2011:81).

2.2 Deskripsi Hasil Penelitian yang Relevan

Referensi hasil penelitian berikut dapat dijadikan bahan pembanding,

pendukung dan masukan.Penelitin terdahulu yang telah menyinggung

permasalahan tentang Perkembangan Motif Batik yaitu Prasetyaningtyas (2011),

Jauharorun Nuriya (2016), Siti Nurohmah (2014), Khotibul Umam, dkk (2017),
69

Elisabeth Denis Septiani and Suyoto (2010), dan Veronica S Moertini and benhard

Sitohang (2005)

Hasil dari Skripsi Prasetyaningtyas Fakultas Bahasa dan Seni Rupa,

Universitas Negeri Yogyakarta 2011, yang berjudul “Perkembangan Motif dan

Warna Batik Mega Mendung di Kawasan Sentra Batik Trusmi Cirebon Jawa

Barat”, mengutamakan pembahasan mengenai perkembangan motif dan warna

mega mendung di Kawasan Sentra Betik Trusmi Cirebon, Jawa Barat. Jenis

penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan menghasilkan data

yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukka adanya perkembangan

motif dan warna batik mega mendung seperti awan bergumpal dan mendominasi

bagian kain. Seiring dengan perkembangannya, motif mega mendung

dikombinasikan dengan cirri khas motif batik dari Cirebon seperti singa barong,

cumi-cumi, gentong, dan lain-lain. Proses pembuatan desain mega mendung

dibuat secara manual digambar oleh pemilik toko dan pengrajin. Motif mega

mendung terdiri dari ornamen utama, ornamen tambahan, dan isen-isen. Warna

yang digunakan pada mega mendung awalnya adalah bang biru (merah biru)

dengan latar kain berwarna merah dan gradasi biru pada motifnya. Setelah terjadi

perkembangan mega mendung kini menggunakan beraneka warna seperti: merah,

biru, ungu, hijau, dan lain-lain. Pewarna yang digunakan pada mega mendung

adalah pewarna sintesis seperti napthol dan indigosol. Pada perkembangannya

mega mendung tidak selalu menggunakan gradasi warna pada motifnya.


Hasil dari Skripsi Jauharotun Nuriya Fakultas Ilmu Sosial dan

Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2016 yang

berjudul “Pengaruh Perkembangan Industri Batik Tulis terhadap Motif


70

Melestarikan Budaya di Desa Bakaran Wetan Juwana Pati”, mengutamakan

pembahasan tentang hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu pengujian terdapat

pengaruh yang signifikan antara perkembangan industri batik tulis terhadap motif

melestarikan budaya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan uji

statistic product moment person dan analaisis regresi linier dengan menggunakan

tariff signifikan 1%. Temuan penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan

antara perkembangan industri batik tulis dengan motif melestarikan budaya

sebesar 0,273% atau 27,3% untuk satu variable yaitu perkembangan industri batik

tulis diperoleh persamaan regresi linier sederhana Y= 26,955 + 0,497 X, yang

artinya apabila X (perkembangan industri batik tulis) mengalami kenaikan maka

Y (motif melestarikan budaya) juga akan mengalami kenaikan sebaliknya apabila

X (perkembangan industri batik tulis) mengalami penurunan maka Y (motif

melestarikan budaya juga akan turun).


Hasil dari Tesis Siti Nurrohmah Program Pascasarjana, Institut Seni

Indonesia (ISI) Yogyakarta 2014, tentang Seni Kerajinan Batik Jlamprang dalam

Dinamika Perubahan dan Perkembangannya, mengutamakan pembahasan tentang

gambaran hal-hal yang berhubungan dengan perubahan dan perkembangan batik

Jlamprang. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif dengan pendekatan

multidisiplin, yaitu pendekatan sosiologi dan estetis. Sampel ditetpkan

berdasarkan teknik pengambilan sample yang bertujuan. Data dikumpulkan

melaui wawancara, pengamatan, dan studi pustaka, data tersebut kemudian di

identifikasi, diklasifikasi, diseleksi, dan selanjutnya dianalisis dan diinterpretasi

sesuai teks dan konteksnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika

perubahan dan perkembangan seni kerajinan batik jlamprang karena adanya faktor
71

eksternal seperti pemerintah, pendidikan, lembaga swasta, pariwisata, pasar, dan

teknologi serta media informasi dan faktor internal yaitu kreativitas dan inovasi

perajin serta adanya tokoh perajin kreatif. Kedua faktor tersebut mempengaruhi

secara bersama-sama pada seni kerajinan batik jlamprang sehingga produk batik

jlamprang mengalami perubahan dan perkembangan pada fungsi, gaya, dan

strukturnya.

Khotibul Umam, dkk. Electronics Engineering Polyhecnic Institude of

Surabaya. 2017 in a Journal entitled “Semantic Madurase batik Search With

cultural Computing of Symblic Impression Extration and Analytical

Aggregation of Color, Shape and Area Features” suggests that, “Lack of

information media about Madurese batik causes low awareness of younger

generation to maintain the production of Madurese batik. Actually, Madurese

Batik also has a high philosophy, which the motif and colour reflect the character

of the Madurese. Madurese Batik has useful motif as a mean of traditional

communication in the form of certain cultural symbols. We collected images of

Madurese Batik by identifying the impression of Madurese Batik motif taken from

several literature books of Madurese Batik and also the results of observation of

experts or craftsmen who understand about Madurese Batik. This research

proposed a new approach to create on application which can identify Madurese

Batik impression by using 3D-CVQ feature extraction methods to extract color

features, and used Hu Moment Invariant for feature feature extraction.

Application searching of Madurese Batik image has two ways of searching, those

are based on the image input Madurese Batik and based on the input of
72

impression Madurese batik. We use 202 madurese batik motifs and use search

techniques based on colors, shapes and aggregations (color and shape

combinations). Performance results using based on image queries used:(1) based

on color, the average precision 90%, (2) based on shape, the average precision

85%, (3) based on aggregation, the average precision 80%, the conclusion is the

color as the best feature in image query. While the performance results using

based on the impression query are: (1) based on color, the average value of true

6.7, total score 40.3, (2) based on shape, the average value of true 4.1, total score

24.1, and (3) based on the aggregation, the average value of true 2.5, the total

score is 13.8, the conclusion is the color as the best feature in impression query.”

Artinya Khotibul Umam, dkk. Rekayasa Elektronik Instansi Polyhecnic Surabaya.

2017 dalam Jurnal berjudul "Semantic Madurase batik Search Dengan cultural

Computing of Symblic Impression Extration dan Analytical Aggregation of Color,

Shape and Area Features" menunjukkan bahwa, "Kurangnya media informasi

tentang batik Madura menyebabkan rendahnya kesadaran generasi muda untuk

mempertahankan produksi." Batik Madura. Sebenarnya, Batik Madura juga

memiliki filosofi tinggi, yang motif dan warnanya mencerminkan karakter orang

Madura. Batik Madura memiliki motif yang berguna sebagai sarana komunikasi

tradisional dalam bentuk simbol budaya tertentu. Kami mengumpulkan gambar

Batik Madura dengan mengidentifikasi kesan motif Batik Madura yang diambil

dari beberapa buku sastra Madura Batik dan juga hasil pengamatan ahli atau

pengrajin yang mengerti tentang Batik Madura. Penelitian ini mengusulkan suatu

pendekatan baru untuk membuat aplikasi yang dapat mengidentifikasi kesan Batik
73

Madura dengan menggunakan metode ekstraksi fitur 3D-CVQ untuk mengekstrak

fitur warna, dan menggunakan Hu Moment Invariant untuk ekstraksi fitur fitur.

Aplikasi pencarian citra Madura Batik memiliki dua cara pencarian, yaitu

berdasarkan masukan gambar Batik Madura dan berdasarkan masukan dari kesan

batik Madura. Kami menggunakan 202 motif batik madura dan menggunakan

teknik pencarian berdasarkan warna, bentuk dan agregasi (kombinasi warna dan

bentuk). Hasil kinerja menggunakan berdasarkan pertanyaan gambar yang

digunakan: (1) berdasarkan warna, presisi rata-rata 90%, (2) berdasarkan bentuk,

presisi rata-rata 85%, (3) berdasarkan agregasi, presisi rata-rata 80%, kesimpulan

adalah warna sebagai fitur terbaik dalam kueri gambar. Sedangkan hasil kinerja

yang menggunakan berdasarkan query tayangan adalah: (1) berdasarkan warna,

nilai rata-rata true 6.7, total skor 40.3, (2) berdasarkan bentuk, nilai rata-rata true

4.1, total skor 24.1, dan ( 3) berdasarkan agregasi, nilai rata-rata true 2.5, total

skor adalah 13,8, kesimpulannya adalah warna sebagai fitur terbaik dalam query

tayangan. ”

Elisabeth Denis Septiani and Suyoto. 2010 in a Journal entitled “New

Edge Detection Method using Elisabeth Method case Study Javanes Batiks”

suggests that “Elisabeth method is combining between Prewit and modification of

Sobel Method. This new method is complementary between Prewitt and Sobel

advantages and disadvantages. Prewitt is given in the matrix X because Prewitt

have some benefits that are: (1) Prewitt has good method in handling straight

line. (2) Using Prewitt method giving the result a noise reduction. The matrix X is

is the first matix and this matrix is very important to the result. Matrix X is the
74

main matrix. If we use Prewitt as the first matrix than the result must be less noise

and having good edge detection in handling straight vertical line. The matrix Y is

modification of Sobel matrix. Sobel matrix is quite simple and easy to modificate.

The Sobel method give result with more noise but quite good in detecting curve

line. Elisabeth method is combining both of methods. The results of Elisabeth

Method are: (1) Good in detecting straight vertical and horisontal line. (2)

Reduce noise so the result is clearer. (3) For curve line the result is better and

clear. (4) When the color have similarity of color with neighborhood pixel the

edge detection result is not really clear. (5) This method is complementary

between 2 method so its combining the advantages and disadvantages from

Prewitt and Sobel Method.”Artinya Elisabeth Denis Septiani dan Suyoto. 2010

dalam Jurnal berjudul "Metode Deteksi Tepi Baru menggunakan Metode

Elisabeth, studi Kasus Javanes Batiks" menunjukkan bahwa "metode Elisabeth

adalah menggabungkan antara Prewit dan modifikasi Metode Sobel. Metode baru

ini saling melengkapi antara kelebihan dan kekurangan Prewitt dan Sobel. Prewitt

diberikan dalam matriks X karena Prewitt memiliki beberapa manfaat yaitu: (1)

Prewitt memiliki metode yang baik dalam menangani garis lurus. (2)

Menggunakan metode Prewitt memberikan hasil pengurangan kebisingan. Matriks

X adalah deadx pertama dan matriks ini sangat penting untuk hasilnya. Matriks X

adalah matriks utama. Jika kita menggunakan Prewitt sebagai matriks pertama

maka hasilnya pasti lebih sedikit noise dan memiliki deteksi tepi yang baik dalam

menangani garis vertikal lurus. Matriks Y adalah modifikasi matriks Sobel.

Matriks sobel cukup sederhana dan mudah dimodifikasi. Metode Sobel


75

memberikan hasil dengan lebih banyak noise tetapi cukup baik dalam mendeteksi

garis kurva. Metode Elisabeth menggabungkan kedua metode. Hasil dari Metode

Elisabeth adalah: (1) Bagus dalam mendeteksi garis lurus vertikal dan horisontal.

(2) Mengurangi kebisingan sehingga hasilnya lebih jelas. (3) Untuk garis kurva

hasilnya lebih baik dan jelas. (4) Ketika warna memiliki kesamaan warna dengan

piksel lingkungan, hasil deteksi tepi tidak benar-benar jelas. (5) Metode ini adalah

pelengkap antara 2 metode sehingga menggabungkan kelebihan dan kekurangan

dari Metode Prewitt dan Sobel. ”

Veronica S Moertini and benhard Sitohang. 2005 in a Journal entitled

“Algorithm of Clutering and Classifying Batik Images Based on Color,

Contrast and Motif” suggests that “In this research,we have explored many

existing methods of clustering and classifying images, use them in our algorithms,

and proposed our own algorithms. We have also conducted experiments to

compare the performance of all algorithms. The experiment results show that: (1)

Color-based clustering algorithm works quite well, but further work is needed

especially to search the right combination of H,S,V color component value for the

gray hair owners. (2) Contrast-based algorithm using Haar wavelet also

performs quite well. The issue remains to be solved is how to determine the

contrast as how human do (human tend to compare segment to segment of

images). (3) The best of clustering and classification algorithms based on batik

motif is the algorithm that uses mask (shape-based) and wavelet (texture-based),

but the accuracy is not very high. The main issue in shape-based classifying is

how to “filter-out” isen-isen from the main shapes, and in texture-based is


76

preparing the most representative training images, as well as finding a better

method that could lead to better accuracy. Both groups of algorithms also need to

be improved in dealing with different sizes and angles of ornaments. For better

classifying batik motif, future work should classify batik images based on detailed

motif (kawung, nitik, buketan, semen, etc.) that has specific meaning, as well as

determining the origin of batiks (Pekalongan, Solo, Lasem, etc.), which also

important in finding the meaning of the motif. The algorithms discussed in this

paper might also be used to analyze other textile images but with some

modifications.futher interesting work wouldinclude experimenting the algorithms

using other type textile image, finding the problems and modifying the algorthms

to solve the problems.” Artinya Veronica S Moertini dan benhard Sitohang. 2005

dalam Jurnal berjudul "Algoritma Klutering dan Klasifikasi Batik Gambar

Berdasarkan Warna, Kontras dan Motif" menunjukkan bahwa "Dalam penelitian

ini, kami telah menjelajahi banyak metode yang ada mengelompokkan dan

mengklasifikasikan gambar, menggunakannya dalam algoritma kami, dan

mengusulkan kami sendiri algoritma. Kami juga telah melakukan eksperimen

untuk membandingkan kinerja semua algoritma. Hasil percobaan menunjukkan

bahwa: (1) algoritma pengelompokan berbasis warna bekerja cukup baik, tetapi

pekerjaan lebih lanjut diperlukan terutama untuk mencari kombinasi yang tepat

dari H, S, V nilai komponen warna untuk pemilik rambut abu-abu. (2) algoritma

berbasis Kontras menggunakan Haar wavelet juga berkinerja cukup baik.

Masalahnya masih harus dipecahkan adalah bagaimana menentukan kontras

seperti bagaimana manusia melakukannya (manusia cenderung membandingkan


77

segmen dengan segmen gambar). (3) Yang terbaik dari pengelompokan dan

klasifikasi algoritma berdasarkan motif batik adalah algoritma yang menggunakan

topeng (berbasis bentuk) dan wavelet (berbasis tekstur), tetapi keakuratannya

tidak terlalu tinggi. Masalah utama dalam klasifikasi berdasarkan bentuk adalah

bagaimana "menyaring-keluar" isen-isen dari bentuk utama, dan dalam tekstur

berbasis mempersiapkan gambar pelatihan yang paling representatif, serta mencari

metode yang lebih baik yang dapat menghasilkan akurasi yang lebih baik. . Kedua

kelompok algoritma juga perlu ditingkatkan dalam menangani berbagai ukuran

dan sudut ornamen. Untuk mengklasifikasikan motif batik yang lebih baik,

pekerjaan di masa depan harus mengklasifikasikan gambar batik berdasarkan

motif rinci (kawung, nitik, buketan, air mani, dll) yang memiliki arti khusus, serta

menentukan asal batik (Pekalongan, Solo, Lasem, dll.) ), yang juga penting dalam

menemukan makna motif. Algoritma yang dibahas dalam makalah ini juga dapat

digunakan untuk menganalisa gambar tekstil lainnya tetapi dengan beberapa

modifikasi. Pekerjaan yang menarik akan memasukkan percobaan algoritma

menggunakan jenis gambar tekstil lainnya, menemukan masalah dan

memodifikasi algoritma untuk memecahkan masalah. ”

Berdasarkan Keenam penelitian diatas cukup relevan dengan penelitian

yang berjudul Perkembangan Motif Batik di Home Industry Nulaba Pekalongan.

2.3 Kerangka Fikir

Penelitian ini menunjukan adanya perkembangan motif batik di Home

Industry Batik Nulaba Pekalongan. Perkembangan motif batik Di Home Industry

Batik Nulaba Pekalongan meliputi: jenis motif, warna, ornamen, isen-isen,


78

kualitas motif, teknik pembatikan dan kualitas pewarnaan. Perkembangan motif

batik di kota Pekalongan dari tahun ke tahun sentasiasa berubah, sehingga Batik

Nulaba sebagai Home Industry juga melakukan penyesuaian pada jenis motif,

warna, ornamen, isen-isen, kualitas motif, tenik pembatikan dan kualitas

pewarnaan.

Motif batik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari industri batik di

Pekalongan meskipun mengalami perkembangan dari masa kemasa.

Perkembangan motif batik di Home Industry Nulaba Pekalongan dimulai dari

jenis motif yang digunakan dahulu dan sekarang, penamaan motif, dan

pengaplikasian motif dalam bentuk produk. Kemudian warna juga mengalami

perkembangan dimulai dari zat warna yang digunakan, kombinasi zat warna, dan

warna latar. Sedangkan ornamen dan isen-isen lebih cenderung mengalami

perkembangan pada variasi penggunaannya. Perkembangan dalam kualitas morif

batik Nulaba bisa dilihat dari kehalusan garis pada motif batik dan klowongan

batik yang digunakan serta desain motif yang menyesuaikan dengan

perkembangan teknologi yang ada. Perkembangan motif batik yang terakhir dapat

dilihat pada teknik pembatikan yang disesuaikan dengan selera konsumen dan

kualitas pewarnaan yang lebih efisien sehingga industri Batik Nulaba senantiasa

bisa bersaing dalam perindustrian batik di Pekalongan. Berikut adalah skema

penelitian Perkembangan Motif Di Home Industry batik Pekalongan.

Motif Batik

Jenis Motif Ornamen Isen-isen


79

Warna

Perkembangan Motif Batik


Di Home Industry Nulaba Pekalongan
Gambar 6 Bagan Kerangka Fikir
(Sumber: peneliti)

Anda mungkin juga menyukai