Anda di halaman 1dari 12

TATALAKSANA MALARIA

No.Dokumen : / /B/PUSK-
S SDLK/ /2023
No.Revisi :
O Tanggal Terbit :
Halaman :
P
UPTD Puskesmas Esly Saragih SKM
Saribudolok Nip.197007131992032003
Pengertian Malaria adalah suatu infeksi penyakit akut maupun kronik yang
disebabkan oleh parasite Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah dengan
gejala demam,mengigil,anemea dan pembesaran limpah.
Tujuan Sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan medis pada pasien
dengan malaria.
Kebijakan SK Kepala Puskesmas No : / /B/PUSK-SDLK/ /2023
tentang uraian tugas pokok ,fungsih dan wewenang pejabat
Fungsional pada Pada Puskesmas Saribudolok.
Refrensi Permenkes RI Nomor 05 Tahun 2014.

Alat dan Bahan Laboratorium sederhana untuk pembjuatan hapusan darah,


pemeriksaaan darah rutin dan pemeriksaan darah rutin.
Prosedur 1. Menanyakkan keluhan pasien seperti demam yang hilang
timbul,pada saat demam hilang disertai dengan
menggigil,BERKERINGAT,dapat disertai dengan sakit
kepala,nyeri otot dan persendian nafsu makan menurun ,sakit
perut,mual muntah , dan diare.
2. Tanyakkan factor resikonya yaitu :
a) Riwayat menderita malaria sebelumnya,
b) Tinggal didaerah yang endemis malaria,
c) Pernah berkunjung 1-4 minggu didaerah endemic malaria.
3. Melakukan Pemeriksaan Fisik :
a) Ukuran BB,TD, Suhu Badan
b) Adanya tanda Patognomonis:
1) Pada periode demam:
 Kulit terlihat memerah,teraba panas,suhu tubuh
meningkat dapat sampai diatas 40°C dan kulit
kering,
 Pasien dapat juga terlihat pucat,
 Nadi teraba cepat,
 Pernafasan cepat,
(takipnue)
2) Pada periode dingin dan berkeringat :
 Kulit teraba dingin dan berkeringat,
 Pada kondisi tertentu bias ditemukan penurunan
kesadaran.
 Kepala : konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir
sianosis,dan pada malaria serebral
 Ditemukan kaku kuduk (rujuk).
c) Toraks : terlihat pernapasan cepat
d) Abdomen : teraba pembesaran hepar dan limpa, dapat
juga ditemukan asites
e) Ginjal : bisa ditemukan urin berwarna coklat kehitaman,
oligouri atau anuria (rujuk)
f) Ekstremitas : akral teraba dingin merupakan tanda tanda
syok (stabilkan dan rujuk)

Unit Terkait Lintas Program, Kepala Desa,

PENANGGULANGAN
KECACINGAN
No.Dokumen : / /B/PUSK-
S SDLK/ /2023
No.Revisi :
O Tanggal Terbit :
Halaman :
P

UPTD Puskesmas Esly Saragih SKM


Saribudolok Nip.197007131992032003
Pengertian Pengertian kecacingan merupakan salah satu parasit pada manusia
dan sangat merugikan salah satunya dapat menghambat
pertumbuhan fisik,anemia atau kadar hb rendah.
Tujuan 1. Agar anak-anak bisa terhindar dari penyakit kecacingan sehingga
pertumbuhan mereka lebih baik
2. status gizi anak semakin baik, sehingga tidak menyebabkan
menurunkan produktifitas, kecerdasan dan daya tahan tubuh
3. Melalui program pemberian obat cacing jenis Albendazole
membunuh beberapa jenis cacing serta dapat membunuh cacing,
larva dan telur.

Kebijakan 1. Undang-undang no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Refrensi Petunjuk Teknis Surveilans Campak direktorat jenderal PPM-PL
DEPKES RI DIT.EPIM-KESMA,Subdit Surveilans
Epidemiologi,Jakarta 2006
Alat dan Bahan  Alat tulis kantor
 Lefleat kecacingan
 Obat Albendazole
Prosedur Bagan Alur1. .

Hal-Hal yang perlu Mengetahui jumlah sasaran yang akan diberikan obat cacing
diperhatikan
Unit Terkait 1. Gizi2.
2. Imunisasi
3. TK/Paud
4. SD/MI
Dokumen Terkait Laporan Hasil kegiatan

RABIES
No.Dokumen : / /B/PUSK-
S SDLK/ /2023
No.Revisi :
O Tanggal Terbit :
Halaman :
P

UPTD Puskesmas Esly Saragih SKM


Saribudolok Nip.197007131992032003
Pengertian Penanganan pertama pada pasien dengan dugaan gigitan
binatang terduga rabies

Tujuan Petugas dapat melakukan pengelolaan penyakit meliputi


1. Anamnesa (subjective)
2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang sederhana
(objektif)
3. Penegakan diagnose (assessment)
4. Penatalaksanaan Komprehensif

Kebijakan SK Kepala Puskesmas No : / /B/PUSK-SDLK/ /2023 tentang Kebijakan


Pelayanan Rabies
Cente

Refrensi Permenkes RI No.5 Tahun 2014


Alat dan ALAT
Bahan 1. Cairan desinfektan
2. Serum Anti Rabies (SAR)
3. Vaksin anti Rabies (VAR)
Prosedur Anamnesa
Keluhan
a) Stadium Prodormal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual dan nyeri di
tenggorokan selama beberapa hari
b) Stadium sensoris
Penderita merasa nyeri , merasa panas disertai kesemutan
pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala
cemas , dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang
sensorik
c) Stadium ekstasi
Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi meninggi dan
gejala hyperhidrosis,hipersalivasi,hiperlakrimasi dan pupil
dilatasi. Hal yang sangat khas pada stadium ini adalah
munculnya macam-macam phobia seperti hydrophobia.
Kontraksi otot faring dan otot pernafasan dapat
ditimbulkan oleh rangsangan sensoris misalnya dengan
meniupkan udara kemuka pasien . pada stadium ini dapat
menjadi apneu, sianosis,konvulsan dan takhikardi tindak
tanduk pasien rasional kadang maniacal disertai dengan
responsive. Gejala eksitasi terus berlangsung sampai
penderita meninggal.
d) Stadium paralisis
Sebagaian besar penderita rabies meninggal dalam
stadium sebelumnya , namun kadang ditemukan pasien yang tidak
menunjukan gejala eksitasi melainkan paresis otot yang terjadi secara
progresif karena karena gangguan pada medulla spinalis Pada umumnya
rabies pada manusia mempunyai masa inkubasi 3-8 minggu. Gejala-gejala
jarang timbul sebelum 2 minggu . mengetahui port de entry virus
tersebut secepatnya pada tubuh pasien merupakan kunci untuk
meningkatkan pengobatan pasca gigitan (post exposure therapy) saat
pemeriksaan . luka gigitan mungkin sudah sembuh bahkan mungkin
telah dilupakan , tetapi pasien sekarang mengeluh tentang perasaan
(sensasi) yang lain ditempat bekas gigitan tersebut, seperti tertusuk
Anamnesa penderita terdapat riwata tergigit, tercakar atau kontak dengan
anjing,kucing atau binatang lainnya yang :
 Positif rabies
 Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit bukan dibunuh
 Tak dservasi setelah menggigit (dibunuh, lari,dan sebaginya)
 Tersangka rabies (hewan berubah sifat , mals makan , dan lain-lain)
Masa inkubasi rabies 3-4 bulan (95%) bervariasi antara 7 hari-7 tahun.
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka
gigitan, dan lokasi luka gigitan ( jauh dekatnya ke system saraf pusat,
derajat pathogenesis virus dan persyarafan daerah luka gigitan).
Luka pada kepala inkubasi 25 -48 hari , dan pada ekstermitas 46-
78 hari
1. Melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sederhana
(objective) Pemeriksaan fisik
a) Pada saat pemeriksaan , luka gigitan mungkin sudah sembuh bahkan
mungkin sudah dilupakan
b) Pada pemeriksaan dapat ditemukan gatal dan paresthesia pada luka
bekas gigitan yang sudah sembuh(50%) mioedema ( menetap selama
perjalanan penyakit)
c) Pada stadium lanjut dapat berakibat koma dan kematian
d) Tanda patognomosis Encephalitis rabies :agitas,kesadaran fluktuatif,
demam tinggi yang persisten, nyeri pada faring terkadang seperti rasa
tercekik (inspiratoris spasme) hipersalivasi, kejang, hydrophobia, dan
aerofobia. Pemeriksaan penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium kurang
bermakna
2. Penegakan diagnose (assessment)
Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ditegakkan dengan riwayat (+) dan hewan yang
menggigit mati dalam 1 minggu
Gejala fase awal tidak khas : gejala flu, ,malaise,anoreksia ,kadang
ditemukan paresthesia pada daerah gigitan , gatal-gatal, rasa
terbakar(panas), berdenyut Gejala lanjutan : agitasi, kesadaran fluktuatif,
demam tinggi yang persisten, nyeri pada faring terkadang seperti rasa
tercekik (inspiratory spasme ), hipersaliva, kejang,hidrofobia dan
aerofobia.
Diagnosis Banding
a) Tetanus
b) Ensefalitis
c) Intoksikasi obat-obatan
d) Japanese encephalitis
e) Herpes Simplex
f) Encephalitius post vaksinasi
Komplikasi

a) Gangguan hipotalamus : diabetes insipidus , disfungsi otonomik yang


menyebabkan hipertensi, hipotensi,hipo/hiper termia,aritmia dan henti
jantung.
b) Kejang dapat local atau generalisata, sering bersamaan dengan aritmia
dan dspneu.
c) Penatalaksanaan komprehensif Penatalaksanaan
 Isolasi pasien penting segera setelah diagnosis ditegakkan untuk
menghindari rangsangan –rangsangan yang bisa menimbulkan
spasme otot ataupun untuk mencegah penularan.
 Fase awal; luka gigitan harus segera dicuci dengan air sabun
( detergen) 5-10 menit kemudian dibilas dengan air bersih ,
dilakukan debridement dan diberikan desinfektan seperti alcohol
40-70%, tinktura yodii atau larutan ephita , jika terkena selaput lendir
seperti mata ,hidung dan mulut , maka cucilah kawasan tersebut
dengan air lebih lama ; pencegahan dilakukan dengan pembersihan
luka dan vaksinasi.
 Fase lanjut ; tidak ada terapi untuk untuk penderita rabies yang
sudah menunjukan gejala rabies , penanganan hanya berupa
tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal
nafas.
 Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) bila serum heterolog
( berasal dari serum kuda) dosis 40 IU/kg BB disuntikkan secara
IM. Skin test perlu dilakukan terlebih dahulu , bila serum
homolog (berasal dari serum manusia) dengan dosis 20 IU/kgBB,
dengan cara yang sama.
 Pemberian serum dapat dikombinasikan dengan Vaksin anti rabies
pada kunjungan pertama
 Pemberian Vaksin Anti Rabies dalam waktu 10 hari infeksi yang
dikenal sebagai post exposure prophylaksis atau “PEP”VAR
secara IM pada otot deltoid atau anterolateral paha dengan dosisi
0,5 ml pada hari 0,3,7,14 ,28(regimen essen atau rekomendasi
WHO) atau pemberian VAR 0,5 ml pada hari 0,7,21 9 rekomendasi
WHO)
 Pada orang yang sudah mendapat vaksin rabies dalam kurun waktu
5 tahun terakhir , bila digigit binatang tersangka rabies, vaksin
cukup diberikan 2 dosis pada hari 0 dan 3, namun bila gigitan berat
vaksin diberikan lengkap.
 Pada luka gigitan yang parah , gigitan di daerah leher ke atas, pada
jari tangan dan genetalia diberikan SAR 20 IU/kg BB dosis tunggal
. Cara pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi pada
sekitar luka dan setengah dosis IM pada tempat yang berlainan
dengan suntikan

Unit 1. IGD
Terkait 2. Poli Umum

DBD
No.Dokumen : / /B/PUSK-
S SDLK/ /2023
No.Revisi :
O Tanggal Terbit :
Halaman :
P

UPTD Puskesmas Esly Saragih SKM


Saribudolok Nip.197007131992032003
Pengertian Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang di tularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus yang
sebelumnya telah terinfeksi oleh virus Dengeu dari penderita DBD
lainnya terutama menyerang anak-anak, ditandai dengan panas
tinggi, perdarahan dan dapat menimbulkan kematian. Penyakit ini
termasuk salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah.
Tujuan Menurunkan angka insidens kasus DBD sebesar

1/100.000 penduduk di daerah endemis.


2. Tercapainya angka bebas jentik ( ABJ ) > 95 %.
3. Tercapai nya angka kematian DBD / CFR < 1 %.
4. Daerah KLB DBD < 5 %.

Kebijakan Meningkatkan prilaku hidup bersih sehat dan


kemandirian terhadap P2DBD.
2. Meningkatkan perlindungan Kesehatan masyarakat
terhadap penyakit DBD.
3. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program
DBD.
4. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas
sektor.
Meningkatkan prilaku hidup bersih sehat dan
kemandirian terhadap P2DBD.
2. Meningkatkan perlindungan Kesehatan masyarakat
terhadap penyakit DBD.
3. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program
DBD.
4. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas
sektor.
Meningkatkan prilaku hidup bersih sehat dan
kemandirian terhadap P2DBD.
2. Meningkatkan perlindungan Kesehatan masyarakat
terhadap penyakit DBD.
3. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program
DBD.
4. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas
sektor.
Meningkatkan prilaku hidup bersih sehat dan kemandirian
terhadap P2DBD.
Meningkatkan perlindungan Kesehatan masyarakat terhadap
penyakit DBD. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
program DBD. 4. Meningkatkan kerjasama lintas program dan
lintas sektor.
Refrensi Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Indonesia.
Prosedur 1. Penemuan suspek penderita DBD baik aktif dan pasive di unit
pelayanan kesehatan dengan gejala tidak ada tanda kedaruratan
dilakukan uji Tourniquet dan dilakukan pemeriksaan laboratorium
atau RDT.
2. Jika hasil positif dengan Jumlah trombosit ≤ 100.000/µl, penderita
di rujuk ke Rumah Sakit.
3. Selanjutnya dilakukan Penyelidikan Epidemiologi di wilayah
penderita dan apabila memenuhi kriteria fogging maka dilakukan
pengasapan dengan 2 siklus dengan interval 1 minggu.
4. Jika hasil positif dengan Jumlah trombosit > 100.000/µl,penderita
tidak perlu di rujuk cukup dilakukan kontrol dan tetap dilakukan
Penyelidikan Epidemiologi di wilayah penderita
Apabila memenuhi kriteria fogging maka dilakukan pengasapan
dengan 2 siklus dengan interval 1 minggu.
1. Dan jika hasil negatif maka akan diberikan pengobatan sesuai
simptomatis.
2. Jika ditemukan penderita dengan tanda kedaruratan atau
penderita dari Rumah Sakit, PE dilaksanakan berdasarkan
laporan dari RS ( S0 dan hasil laboratorium )
3. Apabila memenuhi kriteria fogging maka dilakukan
pengasapan dengan 2 siklus dengan interval 1 minggu.
Unit Terkait
Dokumen Terkait 1. Dinas Kesehatan
2. Rumah Sakit
3. UPTD Kesehatan/Puskesmas
4. Pustu
5. Poskesdes/Polindes.

Anda mungkin juga menyukai