Oleh
Rafiqah Azzahra
2210312022
Kelompok 1
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas
2023/2024
A.TROMBOSIS
1.Definisi dan Klasifikasi
Trombosis vaitu proses pembentukan trombus atau adanya trombus dalam pembuluh darah atau
ruang jantung. Trombosis dapat terjadi pada arteri dan vena
Trombosis pada arteri disebut trombus putih karena komposisinya selain fibrin didominasi oleh
trombosit. Berbeda dengan trombus pada vena disebut trombus merah karena komposisinya
selain fibrin didominasi oleh sel darah merah.
Epidemioogi
Angka kejadian trombosis vena dalam/DVT yang baru berkisar 50/100.000 penduduk,
sedangkan pada usia lebih dari 70 th diperkirakan 200/100.000 penduduk
b) Trombosis Vena
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik/stimulus (faktor abnormalitas
hemostasis) dan mekanisme protektif terganggu.
1. Faktor thrombogenic (Triad Of Virchow)
o Gg. endotel pembuluh darah, (co: trauma berulang, inflamasi berulang) shg proses
pembekuan tidak maksimal maka terbentuk trombus
o Gg. aliran darah, (co : keadaan stasis lama, seperti bedrest yang lama)
o hiperkoagulasi
2. Mekanisme protektif
o Inaktivasi faktor pembekuan oleh inhibitor bermasalah
o Eliminasi zat2 pembekuan darah oleh fagosit dan liver bermasalah, tidak tejadi
fibrinolitik
o Enzim fibrinolitik yang bermasalah
4. Manifestasi Klinis
a) Trombosis Arteri
Biasanya tidak menimbulkan gejala pada penyumbatan yang masih kecil.akan menimbulka
gejala sesuai lokasi diman terbentukny sumatan
Gejala penyakit jantung koroner : angina,aritmia
Gejala peripheral arterial disease : gangrene (matinya jaringan tubuh akibat tidak
mendapat pasokan darah)
Gejala stroke
Ekstremitas(daerah yang tidak teraliri darah) terasa dingin
Penurunan pulsasi arteri pada ekstremitas/pada daerah yang tidak dialiri darah
Jari dan kaki(ekstremitas)menghitam/membiru akibat nekrosis
Nyeri otot
Kesemutan di ujung jari akibat iskemik
Kulit pucat
Kelemahan otot
blister(Blister adalah kantong kecil berisi cairan yang terbentuk pada kulit setelah
terjadinya cedera pada kulit.)
A.koroner :
Angina pectoris,infark miokard
Arteri cerebral (A.carotis communis) :
Transient iskemik attack /stroke iskemik
Mati rasa/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
Sulit berbicara
Penurunan konsentrasi dan kesadaran
Sakit kepala
Arteri perifer :
gangrene
Mati rasa/kelemahan pada ekstremitas
Ekstremitas pucat bahkan sampai kebiruan
b) Trombosis Vena
Gejala utama : Phlegmasia Cerulea Dolens, yaitu keadaan 1 tungkai menjadi kebiruan
disebabkan DVT iliofemoral masif
Manifestasi klinis :
Nyeri tungkai unilateral
Nyeri tekan
Pitting edema
Distensi vena, vena dapat dipalpasi
Sianosis
5. Diagnosis
a) Trombosis Arteri
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah : hematokrit,faktor koagulasi(clotting time),trombosit(bleeding
time),gula darah,kolesterol
Doppler ultrasound
Angiografi dengan kontras :gold standard
b) Trombosis Vena
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan kuesioner Skor-Wells
( https://whitecoathunter.com/test/probabilitas-dvt-sistem-skor-well/ )
Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan anti-
trombin. Tanda peningkatan D-dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif.
Pemeriksaan radiologis : venografi (Gold Standard) / flebografi, USG doppler, USG kompresi,
MRI
Kerugian menggunakan tes venografi adalah pemasangan kateter vena dan risiko alergi terhadap
bahan radiokontras atau yodium.
MRI digunakan untuk diagnosis DVT pada ibu hamil atau DVT daerah pelvis
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Trombosis Arteri
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah : hematokrit,faktor koagulasi(clotting time),trombosit(bleeding
time),gula darah,kolesterol
PRP (meningkat),
Doppler ultrasound
Angiografi dengan kontras :gold standard
Petanda aktivasi Koagulasi:
• F 1.2
• TAT complex
• Fibrin monomer
• FPA
• D dimer
Petanda aktivasi Trombosit:
• -thromboglobulin
• PF 4
• P selectin
• TxB2
• Micropartikel
Pemeriksaan untuk menilai penyebab:
Trombosis arteri
• ACA, LA
• Profil lipid
• Glukosa darah
• Agregasi trombosit
• Homosistein
• Lp a
• PAI-1
b) Trombosis Vena
Pemeriksaan lab
Pemeriksaan D-Dimer Plasma (ELISA).
o Interpretasi : jika D-Dimer meningkat curiga DVT
Pencitraan
USG Vena (pemeriksaan lini 1), untuk menentukan lokasi DVT
Venografi (gold standard), dengan memasukkan zat kontras ke dalam pembuluh vena,
kemudian melakukan foto rontgen
7. Tatalaksana
a) Trombosis Arteri
Pemberian antikoagulan
Pemberian antiplatelet
Operasi dan amputasi (pada nekrosis jaringan)
-Thrombectomy, yaitu prosedur operasi untuk mengangkat gumpalan darah dari pembuluh arteri
yang tersumbat
-Angioplasti, yaitu prosedur pembukaan pembuluh arteri yang tersumbat dengan balon kateter
untuk selanjutnya dilebarkan menggunakan kateter dan dipasang stent sehingga tetap lebar
-Coronary artery bypass graft (CABG), yaitu prosedur membuat rute aliran darah baru dengan
mengambil pembuluh darah dari bagian tubuh
b) Trombosis Vena
1. Antikoagulan
1. Untuk DVT Proksimal
Anti-vitamin K
Direct oral anticoagulant (DOAC), minimal 3 bulan
Trombolitik
Evaluasi dengan USG vena = apakah lanjut DOAC atau stop
2. Untuk DVT Distal
Dengan risiko tinggi berdasarkan Skor-Wells
Anti-koagulan 3 bulan dengan unfractionated heparin (UFH) atau low molecular
weight heparin (LMWH)
Dengan risiko rendah berdasarkan Skor-Wells
anti- koagulan 4-6 minggu atau
Cukup dengan pantau menggunakan USG Vena
2. Terapi trombolitik, bertujuan untuk melisiskan trombus secara cepat dengan
mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Pemakaiannya harus dipertimbangkan
dengan baik, karena mempunyai risiko perdarahan 3x lipat dibandingkan terapi
antikoagulan saja
3. Trombektomi, terutama DVT dengan fistula arteriovena sementara
4. Filter vena cava inferior, digunakan pada trombosis diatas lutut pada kasus tidak
bekerjanya antikoagulan (kontraindikasi atau gagal) mencegah emboli berulang
9. Indikasi Rujukan
Jika ditemukan Phlegmasia Cerulea Dolens, dan dilakukan Skor-Well dicurigai DVT, maka
pasien dirujuk dengan suspect diagnosis DVT dengan rencana pemeriksaan :
D-Dimer
Pencitraan venografi
B. HEMOFILIA
1. Definisi dan Klasifikasi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang
diturunkan (herediter) secara sex-linkedrecessive pada kromosom X( X h).
Klasifikasi hemofilia berdasarkan defisiensi faktor pembekuan dan kadar / aktivitas faktor
pembekuan. Berdasarkan defisiensi faktor pembekuan, hemofilia dibagi atas :
1. Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi pembekuan VIII (FVIIIc).
2. Hemofilia B(Christmas disease) akibat defisiensi atau disfunasi FIX (faktor Christmas).
3. Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor XI.
Pada hemofilia, terjadi mutasi genetik yang diturunkan atau didapat, yang mengakibatkan
disfungsi atau defisiensi pada faktor pembekuan terutama faktor VIII, dan IX. Akibatnya,
pembentukan bekuan darah akan terlambat dan tidak stabil, oleh karena itu penderita hemofilia
biasanya akan sulit mengalami pendarahan tetapi jika sudah terjadi pendarahan maka darah akan
sulit berhenti.
4. Manifestasi Klinis
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus hemofilia.
Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedanq serta dapat
timbul saat bavi mulai belaiar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergantung pada beratnya
hemofilia (aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahanyang seringdijumpaiyaituberupa
hemartrosis, hematom subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan
intrakranial, episktaksis, dan hematuria. Sering pula dijumpaiperdarahanyang berkelanjutan
paska operasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut: sendi
lutut.
siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena ketidakmampuannya menahan
gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi
peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskular teriadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot
region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan
kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi spontan atau sesudah
trauma. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan jalan napas dapat
mengancam kehidupan. Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal
tetapi tidak mengancam kehidupan. Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa
jam sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.
5. Diagnosis
Sampai saat in riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan tapisan pertama
terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat 20-30% kasus hemofilia terjadi akibat mutasi
spontan kromosom X pada gen penyandi F VIII / F IX. Seorang anak laki-laki diduga menderita
hemofilia jika terdapat riwayat perdarahan berulang (hemartrosis, hematom) atau riwayat
perdarahan memanjang setelah trauma atau tindakantertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting sebelum memutuskan pemeriksaan penunianq
lainnya.
Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemostasis, seperti pemanjanganmasa
pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial teraktivasi (aPTT), abnormalitas uji
thromboplastin generation, dengan masa perdarahan dan masa protrombin (PT) dalam batas
normal.
Diagnosis definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas FVIII/FIX, dan jika sarana
pemeriksaan sitogenetik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan petanda gen FVIII/ FIX. Aktivitas
FVIII/ FIXdinyatakan dalam U/ml dengan arti aktivitas faktor pembekuan dalam 1 ml plasma
normal adalah 100%. Nilai normal aktivitas F VIII/F IX adalah 0,5-1,5 U/ml atau 50-150%.
Penting untuk dingat adalah membedakan hemofilia A dengan penyakit von Willebrand yaitu
dengan melihat rasio F VIlIc/F VIllag dan aktivitas FvW (uji ristosetin) rendah.
Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan risiko. Pemeriksaan
aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada trimester kedua dapat
membantu menentukan status janin terhadap kerentanan hemofilia A. Identifikasi gen F VIII dan
petanda gen tersebut lebih baik dan lebih dianjurkan.
Seorang perempuan diduga sebagai pembawa sifat hemofilia (karier) jika dia memiliki lebih dari
satu anak lelaki pasien hemofilia atau mempunyai seorang atau lebih saudara laki-laki dan
seorang anak lelaki pasien hemofilia atau ayahnya pasien hemofilia (Gambar 1). Deteksi pada
hemofilia A karier dapat dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas F VIIIc dengan antigen
FVIlIvW. Jika nilai kurang dari 1 memiliki ketepatan dalam menentukan hemofilia karier sekitar
90%; namun hati-hati pada keadaan hamil, memakai kontrasepsi hormonal dan terdapatnya
penyakit hati karena dapat meningkatkan aktivitas FVIIIc. Aktivitas F VIII rata-rata pada karier
50%, tetapi kadang-kadang < 30% dan dapat terjadi perdarahan sesudah trauma atau
pembedahan. Analisis genetika dengan menggunakan DNA probe, yaitudengan caramencari
lokus polimorfik pada kromosom X akan memberikan informasi yang lebih tepat.
Diagnosis Banding
7. Tatalaksana
Terapi Suportif
Pengobatan rasionalpada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor anti hemofilia yang
kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Melakukan pencegahan baik menghindari luka / benturan
- Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%
- Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti
rest, ice, compressio, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
- Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
prosesinflamas pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemar- trosis.
Pemberian prednison 0,5-1 mg/kgBB/hari salama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya
gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta
menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia
- Analgetika. Pemakaian analgetika dindikasikar pada pasien hemartrosis dengan nyeri
hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu ag'egasi trombosit (harus
dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)
- Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan
holistik dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan ecukasi.
Rehabilitasi medik artritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas
(hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.
Terapi Pengganti Faktor Koagulan
Pemberiaan faktorpembekuan dilakukan 3 kali s e ringgu utnuk menghindari kecacatan fisik
(terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk
mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan
biaya yanq tinggi.
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan memberikan F VIII
atau F IX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup
banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian biasanva dilakukan dalam beberapa hari
sampai luka atau pembenqkakan membaik: serta khususnva selama fisioterapi.
Pencegahan
Tindakan pencegahan pada hemofilia adalah yang berhubungan dengan komplikasi masalah
perdarahan. Dengan kemajuan pengobatan, pasien hemofilia sekarang mungkin bisa hidup
dengan normal.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari komplikasi, contohnya:
- Ikuti rencana terapidengan tepat seperti vang telah diresepkan dokter.
- Memeriksakan secara rutin dan vaksinasi seperti yang direkomendasikan
- Beritahukan pada semua penyedia pelayanan kesehatanseperti dokter, dokter gigi,
farmasi, pelatih senam dan instruktur olah raga tentang kondisi anda.
- Melakukan perawatan gigi secara teratur. Dokter gigi dapatmemberikan obat yang akan
menurunkan perdarahan selama tindakan prosedur gigi.
- Kenali tanda dan geiala perdarahan di sendi dan bagian lain dari tubuh. Harus tahu kapan
menelpon dokter anda atau pergi ke UGD. Contohnya, anda akan memerlukan perawatan
bila anda mempunyai:
o Perdarahan berat yang tidak dapat dihentikan atau luka yang terus mengeluarkan
darah.
o Setiap tanda atau gejala pedarahan di otak. Pedarahan seperti i n mengancam jiwa
dan membutuhkan perawatan segera.
o Gerakan yang berbatas, nyeri atau pembengkakan di sendi manapun.
9. Indikasi Rujukan
Pasien harus segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut jika mengalami memar atau perdarahan
yang sulit berhenti. Gusi dan hidung yang berdarah spontan, perdarahan terus menerus
Gen VWF adalah satu-satunya gen yang telah diidentifikasi menyebabkan VWD. Gen VWF
mengatur (mengkodekan) VWF. Mutasi pada gen ini mengakibatkan rendahnya tingkat VWF,
atau VWF yang rusak dan tidak berfungsi dengan baik. Seperti disebutkan di atas, VWF
memiliki dua peran utama dalam tubuh. Fungsinya untuk membawa dan melindungi faktor VIII,
mencegahnya dipecah (dimetabolisme) sebelum mencapai lokasi cedera dan membantu
trombosit menempel pada pembuluh darah. Kekurangan atau cacat VWF gagal untuk bertindak
sebagai perekat untuk menahan trombosit bersama-sama di lokasi cedera pembuluh darah.
Akibatnya, trombosit tidak menempel pada dinding pembuluh darah dan gumpalan darah pecah
sebelum waktunya. Dalam beberapa kasus, kekurangan atau cacat VWF menyebabkan
rendahnya tingkat faktor VIII dalam darah, yang mengakibatkan pembekuan darah
membutuhkan waktu lama untuk terbentuk.
Klasifikasi:
Tipe 1
Tipe yang paling umum dan ringan, dimana pasien memiliki VWF dibawah normal. Pasien ini
juga memiliki faktor VIII di bawah normal. 85% pasien adalah VWD tipe 1
Tipe 2
Pada tipe ini, walaupum jumlah VWF normal namun VWF tidak bekerja sebagai mana mestinya.
Tipe ini dibagi menjadi:
- Tipe 2A, VWF tidak berukuran normal dan tidak membantu perlekatan trombosit
- Tipe 2B, VWF menempel pada trombosit di waktu yang salah (saat tidak ada trauma).
Tubuh menghancurkan trombosit yg menempel dengan VWF yg mengakibatkan
penurunan jumlah platelet dan VWF di darah saat dibutuhkan
- Tipe 2M, VWF tidak menempel pada trombosit dengan seharusnya, dimana penurunan
kemampuan platelet untuk membentuk sumbat saat trauma
- Tipe 2N, VWF menempel dg platelet secara normal. Namun, VWF tidak menempel kpd
protein lain, FVIII, dimana juga dibutuhkan untuk pembekuan darah. Hal ini
mengakibatkan tubuh menghancurkan FVIII.
Tipe 3
Tipe yang paling berat, dimana pasien memiliki VWF sangat rendah atau bahkan tidak ada, dan
kadar FVIII rendah. Hanya 3% orang dg VWD tyg memiliki tipe 3
4. Manifestasi Klinis
Gejala paling sering terjadi meliputi: perdarahan gusi, hematuri,epistaksis, perdarahan saluran
kemih, darah dalam feses, mudah memar, menoragi.
Pasien PVW simtomatik, seperti pada gangguan fungsi trombosit lainnya, biasanya tampil
dengan perdarahan mukokutan, terutama epistaksis, mudah memar, menoragi, dan perdarahan
gusi dan gastrointestinal.
Pasien dengan kadar faktor VIll yang sangat rendah bahkan dapat menunjukkan hemartrosis dan
perdarahan jaringan dalam tubuh. Seringkali gambaran kelainan itu tidak nyata sampai terdapat
faktor pemberat seperti t r a u m aatau pembedahan. PVW dapat diturunkan sebagai satu sifat
(trait) dominan atau resesif autosomal. Seringkali terdapat riwayat y a n gjelas dalam keluarga
dengan perdarahan abnormal dan berat, namun daya tembus (penetrance) dan ekspresi gen yang
mengalami mutasi sangat bervariasi. Meskipun orangtua dengan autosom dominan
memindahkan genyang abnormal ke 50% anak- anakya, penyakit dengan gejala yang nyata
hanya pada 30-40% keturunannya.
Pasien dengan gen resesif tunggal khas asimtomatiktetapi dapat menunjukkan kadar aktivitas
antigen FVW abnormal. Keturnan dengan heterozigot ganda, yang diturunkan dari orangtua yang
keduanya membawa gen cacat (defective), menghasilkan penyakit berat (tipe 3 PVW).
Meskipun jarang, PVW yang didapat, terlihat pada pasien dengan keadaan tertentu (states)
penyakit limfoproliferatif atau imunologi akibat autoantibodi terhadap FVW.
5. Diagnosis
Bila pasien dalam keadaan kritis, sulit menetapkan diagnosis yang tepat. Bila PVW dianggap
merupakan faktor penunjang pada perdarahan pasien, lebih dahulu harus diobati secara
empirisdan penelusuran laboratoris yang rumit ditunda sampai pasien secara klinis stabil dan
tidak mendapat produk darah dan obat selama beberapa minggu.
6. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium sangat beragam. Pola diagnosis paling sering merupakan
kombinasi:
- pemanjangan BT
- penurunan kadar FVW plasma
- penurunan secara paralel kadar aktivitas biologi di- periksa dengan penentuan kadar
kofaktor ristosetin
- penurunan aktivitas faktor VIll
Beragamnya tes laboratorium dikaitkan pada sifat-sifat kelainan yang heterogen pada PVW
maupun kenyataan bahwa kadarnya dalam plasma dipengaruhi oleh tipe golongan darah ABO,
kelainan sistem saraf pusat, sistem inflamasi, dan kehamilan.
Evaluasi Penapisan
Untuk PVW harus mencakup pemeriksaan BT, hitung trombosit, PT, dan APTT.
7. Tatalaksana
Secara umum terapi meliputi pemberian obat, transfusi darah, dan menghindari keadaanyang
dapat menyebabkan rudapaksa atau perdarahan.
Pengelolaan Segera
Fungsi trombosit yang abnormal sering yang pertama tampaksebagai komplikasi penyakit akut
ataupembedahan. Beberapa faktor pemberat dapat menentukan beratnya tendensi perdarahan.
Pada keadaan demikian, diagnosis yang tepat dapat ditunda, namun tindakan harus disesuaikan
dengan sebanyak mungkin faktor pendorong yang potensial.
Daftar ini termasuk:
• menghentikan obat yang menghambat fungsi trombosit
• secara empiris memberikan FVW, dan
• tansfusi trombosit yang normal, tergantung beratnya perdarahan.
Meskipun pendekatan ini kurang tepat, namun efektif. Kelairan fungsi trombosit, baik yang
didapat maupun kongenital, dapat segera diatasi dengan mengontrol perdarahan klinis yanq
berat.
Pengelolaan Jangka Panjang
Kelainan fungsi trombosit harus didasari diagnosis yang tepat. Pasien dengan kelainan
kongenital harus dinasihati untu‹ menghindari obat yang memperberat kelainan fungsidan
menyebabkan perdarahan.
- Aspirin dan analgesik nonsteroid adalah offender primer, pasien-pasien PVW dan
trombasteni menunjukkan pemanjangan bermakna BT denganpemberian aspirin dan
merupakan risiko lebih besar terhadap perdarahan klinis.
- Pasien demikian juga harus benar-benar diajari tentang sifat kelainan mereka
- Harus membawa serta identifikasi atau memakai gelang peringatan (warning).
Protokol ini dapat bermanfaat sebagai petunjuk untuk terapi transfusi yang memadai pada
keadaan darurat.
Sebagai prinsip umum, sifat kelainan f u n s i akan menuntun pilihan pengobatan. Misalnya,
pasien PVW dencan jumlah FVW yang tidak normal akan berespon terhadap obat yang
meningkatkan kadar FVW plasma. Pada situasi demikian, trombosit perlu normal begitu
kelainan FVW diperbaiki. Sebaliknya, pasien dengan defek kongenital metabolisme trombosit
akan memerlukan transfusi trombosit yang normal. Seperti untuk kelainan fungi trombosit yang
didapat, kebenaran terletak somewhere i nbetween.Terdapat bukti klinis bahwa pasien dengan
defek yang didapat sekunder terhadap pemberian obat, uremia, dan penyakit hati akan merespons
terhadap DDVAP, pemberian FVW, atau keduanya. Data ini mendukung bahwa peningkatan
kadar FVW dapat sebagian mengkompensasi kelainan bersumber trombosit
Komplikasi
Pembentukan allo-antibodi (antibodi yang menargetkan antigen eritrosit non-diri) dapat
terjadi pada 10-15% pasien dengan penyakit tipe 3 saat pemberian konsentrat FVIII/FVB.
Ini berarti bahwa potensi komplikasi ini memerlukan manajemen yang tepat karena
pasien ini memiliki peningkatan resiko reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa terhadap
preparat VWF-FVIII
Perdarahan hebat
Anemia
9. Indikasi Rujukan
Pasien yang sudah didiagnosis VWD akan dirujuk kepada spesialis jika:
Membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk pemeriksaan VWF
Perdarahan terus-menerus
Hamil dan akan melahirkan
Harus menjalani tindakan operasi
Berdasarkan etioloqi, PTI dibaqi meniadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan
onset penyakit dibedakan tipe akut bila keiadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya
teriadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa).
Epidemiologi
Insidensi PTI pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, PTI akut umumnya teriadi pada anak-anak
usia antara 2 - 6 tahun. 7- 28% anak-anak dengan PTI akut berkembang meniadi kronik 15-20%.
Purpura Trombositopenia |mun (PTI) pada anak berkembang menjadi bentuk PTI kronik pada
beberapa kasus menyerupai PTI dewasa yang khas. Insidensi PTI kronis pada anak diperkirakan
0,46 per 100.000 anak per tahun.
Insidensi PTI kronis dewasa adalah 58- 66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-6,6 per
100.000)di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Purpura Trombositopenia |mun (PTI)
kronik pada umumnya ter- dapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40 - 4 5 tahun.
Ratio antara perempuan dan laki-laki adalah1: 1pada penderita PTI akut sedanqkan pada PTI
kronik adalah 2- 3: .1
Penderita PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi dengan kortikosteroid
dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit dibawah
normal atau ada perdarahan. Penderita PTI refrakter ditemukan kira-kira 25 - 30 persen dari
jumlah penderita PTI. Kelompok ini mempunyai respons jelek terhadap pemberian terapi dengan
morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.
Sindroma PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear
melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi
membran trombosit glikoprotein lIb/Illa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan
mendemostrasikan bahwa autoantibodi eluate dari trombosit pasien PTI berikatan dengan
trombosit normal.
Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian transient
trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita PTI, dan perkiraan ini
didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse
plasma kaya IgG, dari seorang penderita PTI. Trombosit yanq diselimuti oleh autoantibodi IgG
akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah
berikatan dengan reseptor Fcy yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar
penderita, akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada
sebagaian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi
trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag didalam sumsum tulang (intramedullary),
atau karena hambatan pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin
tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal.
Antigen pertama yang berhasil didentifikasi berasal dari kegagalan antibodi PTI untuk berikatan
dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks glikoprotein lIb/Illa. Kemudian
berhasil didentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX, la/lla, VI dan V dan
determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap berbagai antigen
yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh
antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antibodi
yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni
Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein lIb/Illa memperlihatkan restriksi
penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang berasal dari display phage menunjukkan
penggunaan gen V. Pelacakan pada daerah yang berikatan dengan antigen dari antibodi- antibodi
in menunjukkan bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel Byang mengalami seleksi afinitas
yang diperantarai antigen dan melalui mutasi somatik. Penderita PTI dewasa seringmenunjukkan
peningkatanjumlah HLA- DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor interleukin 2 dan
peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor selThelper dan sel Thelpertipe
1. Pada pasien- pasien ini, sel Takanmerangsang sintesis antibodi setelah terpapar fragmen
glikoprotein lIb/Iliatetapi bukan karena terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kriptik ini
secara in vivo dan alasan aktivasi sel T yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.
Dari gambar 1 dapat menperjelas bahwa, faktor yang memicu produksi autoantibodi tidak
diketahui. Kebanvakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaantrombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya glikoprotein
lIb/ Illa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum
terbentuk pada tahap ini (1). Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel
penyaji antigen (makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcy kemudian mengalami
proses internalisasidan degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein
lIb/Illa, tetapi juga memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain (3). Sel
penyaji antigen yang teraktivasi (4) mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan
bantuan kostimulasi (yang dituniukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin
yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T cell clone (T-cell clone-1) dan
spesifitas tambahan (T-cell clone-2) (5). Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali
antigen trombosit (B-cell clone-2) dengan demikian akan menginduksi proli-ferasi dan sintesis
antiglikoprotein 1b/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi anti-glikoprotein lIb/Illa
antibodi oleh B-cell clone .1
4. Manifestasi Klinis
PTI Akut
PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, onset penyakit biasanya
mendadak, riwayat infeksi mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem
pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus
merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik.Virus yang paling banyak
didentifikasi adalah varisella zooster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan PTI akut pada
anak biasanva ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada PTI dewasa,
bentuk akutjarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perialanan penyakit lebih
fulminan. PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada
90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6minggudan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.
PTI Kronik
PTI kronik biasanya terdapat pada umur dewasa, onset PTI kronik biasanyatidak menentu,
banyak terjadi pada wanita di umur pertengahan riwayat perdarahan sering dari ringan sampai
sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, dan memiliki perjalanan klinis yang
fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,
mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarangterjadidan tampakya
remisi tidak lengkap.
Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis, peteki, purpura. Pada umumnya berat dan
frekwensi perdaahan berkorelasi d e n g a njumlah trombosit (gambar.3) (George, 2004). Secara
m u m hubungan antarajumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT > 50.000 /
uL maka biasanya asimptomatik, AT 30.000 - 50.000 / L terdapat luka memar/hematom, AT
10.000 - 30.000 /ML terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan memanjang bila ada
luka, AT < 10.000 / aL. teriadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan
genitourinaria) dan risiko perdarahan sistem saraf pusat.
Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi peteki pada mukosa nasal,
juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. Traktus genitourinaria merupakan tempat
perdarahan yang paling sering, menoragi dapat merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan
mungkin tampak pertama kali pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering.
Perdarahan gastrointestinal bisanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan
hematemesis
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling serius pada PTI. Hal ini mengenai
hampir 1% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di subarachnoid, sering
multipel dan ukuran bervariasi dari peteki sampai ekstravasasi darah yang luas
5. Diagnosis
Diagnosis ITP akan tegak ketika penyebab trombositopenia lain telah disingkirkan:
- Infeksi: HIV, Hepatitis C, infeksi Helicobacter pylori, dan CMV.
- Keganasan
- Pengaruh obat: asam valproat dan heparin
- SLE
Diagnosis Banding
Diagnosis banding PTI antara lain: anemia aplastik, leukemia akut, Dissaminated intravascular
coagulation (DIC), Thrombotic thrombocytopenic purpura-hemolytic uremic syndrome (TTP-
HUS), Antiphospholipid antibody syndrome (APS), Myelodysplastic syndrome, hipersplenisme,
alcoholic liver disease, bentuk sekunder PTI (SLE, HIV, leukemia limfositik kronik),
pseudotrombositopenia karena ethvlenediamine tetraacetate (EDTA), obat-obatan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
- Perdarahan tipe trombosit
- Tidak ditemukan pembesaran organ
Pemeriksaan Labor
- Apusan darah tepi dijumpai megatrombosit
- Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler, atau tidak
mengandung trombosit
- Selularitas sumsum tulang normal
7. Tatalaksana
Terapi PTI lebihditujukan untuk meniaga jumlahtrombosit dalam kisaran aman sehingga
mencegah terjadinva perdarahan mayor. Manifestasi perdarahan berat di kulit. epistaksis yang
lama, perdarahan gusi, gross hematuria, atau menorrhagia mungkin akan berlangsung jika AT
kurang dari 10.0000/ ML. Perdarahan spontan intra kranial atau post trumatic atau perdarahan di
organ internal lainnya adalah jarang teriadi pada AT di kisaran antara 10.000 dan 20.000/ L t a p
a didahului penanda perdarahan sebelumnva. Terapi umum meliputi hindari aktivitas fisik
berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang
mempengaruhi fungi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakoloqis. Indikasi perawatan di
rumah sakit jika dijumpai perdarahan mukokutaneus yang luas atau perdarahan internal disertai
adanya AT kurang dari 20.000 / L dan mempunyai riwayat perdarahan sebelumnya. Jika
manifestasi berat bisa langsung diberikan kortikosteroid dosis tinggi dengan kombinasi IVIG.
- ITP baru terdiagnosis, dengan trombositopenia yang berat dan gejala perdarahan tidak
ada/ringan (petekie dan hematom) hanya dilakukan observasi dan edukasi
- perdarahan mukosa atau perdarahan berat untuk anak berusia ≤ 1 tahun diterapi dengan IVIg
atau kortikosteroid atau dilakukan transfuse trombosit
- Lini I:
• IVIG dosis tunggal 0,8-1g/kgBB. (hanya dipakai jika mengancam jiwa)
• Steroid jangka pendek
• Metilprednisolon 2mg/kgBB per hari atau 60 mg/kgBB/hari selama 14 hari
- Pada pasien yang tidak membaik dengan terapi standar kortikosteroid, dapat diberikan pilihan
terapi lini kedua, yaitu steroid dosis tinggi, imunoglobulin intravena dosis tinggi
- ITP persisten/kronik
· Deksametason 28 mg/kgBB/hari.
· Metil prednisolon 30 mg/kgBB/hari.
· Rituximab 100 mg/minggu
· Splenektomi, Dipertimbangkan pada pasien yang simtomatik persisten dan
trombositopenia berat (trombosit <I 0.000/ mm3) setelah mendapat terapi prednison.
8. Prognosis dan Komplikasi
Prognosis
Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI dewasa hanya
sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan, penyebab kematian pada PTI biasanya
disebabkan oleh perdarahan intra kranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih dari
40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.
Komplikasi
Infeksi, immunocompromised, DM induced steroid, hipertens
Key Points
• ITP primer muncul sebagai trombositopenia terisolasi (jumlah trombosit < 100 × 109/ L) tanpa
adanya penyebab atau kelainan lain yang mungkin berhubungan dengan trombositopenia, atau
sebagai kelainan sekunder, paling sering dikaitkan dengan penyakit autoimun (seperti lupus
eritematosus sistemik ) atau infeksi kronis (seperti H. Pylori atau Hepatitis C)
• ITP primer pada anak-anak biasanya bersifat self-limited, dengan sekitar 80% kasus sembuh
dalam waktu 6-12 bulan. Sebaliknya, ITP berkembang menjadi kelainan kronis pada 80% orang
dewasa.
• Antibodi glikoprotein anti-trombosit menyebabkan trombositopenia melalui dua mekanisme: 1)
mengurangi kelangsungan hidup trombosit yang bersirkulasi, dan 2) menghambat produksi
trombosit baru oleh megakariosit sumsum tulang.
• Terapi lini pertama untuk ITP mencakup kortikosteroid, terkadang dikombinasikan dengan
IVIg atau anti-Rh(D). Meskipun terapi ini efektif, namun tidak ada satu pun terapi yang dapat
menginduksi remisi jangka panjang.
• Terapi lini kedua untuk ITP mungkin mencakup Rituximab, splenektomi, atau agonis reseptor
trombopoietin (TRA). Tidak ada konsensus mengenai mana yang lebih unggul, dan tidak ada
data terkontrol yang mendukung preferensi penggunaan salah satu dari yang lain. Splenektomi
memberikan peluang terbesar untuk remisi jangka panjang, namun penggunaannya semakin
menurun.
4. Manifestasi Klinis
Perdarahan
- Perdarahan kulitdan mukosayang luas
- Perdarahan dari insisi operasi, luka, kateter atau bekas tusukan jarum
Trombosis
- Purpura fulminan
- Akrosianosis perifer
- Perubahan pregangrenous pada jari, genital, dan jantung
Manifestasi disfungsi organ
- Perubahan penanda serum dari liver, ginjal, dan fungsi jantung
- Ikterus
- Gangguan irama jantung
- Perdarahan alveolar difus
- Adult respiratory distress syndrome
- Abnormalitas system saraf pusat
- Ulserasi mukosa gastrointestinal
- Insufiensi adrenal
- Petekie dan purpura fulminan
5. Diagnosis
KID selalu bersifat sekunder terhadap kondisi patologik lain yang mendasari. Diagnosis KID
didasarkan atas gambaran klinik dan temuan laboratorium. Tidak ada pemeriksaan
laboratorium tunggal untuk konfirmasi diagnosis KID. Salah satu cara dengan menggunaan skor
diagnostik dari tes koagulasi yang bisa dilakukan secara luas. Jumlah skor 5 atau lebih sesuai
diagnosis KID overt
6. Pemeriksaan Penunjang
- Hitung trombosit
- D-dimer
- PT dan aPTT
- Fibrinogen
- Pemeriksaan Film Darah
7. Tatalaksana
Penatalaksanaan Penyakit yang Mendasari
Terapi utama penderitadengan KID ditujukan pada penyakit vang mendasari. Perbaikan KID
tergantung tingkat berat penyakit yang mendasari, misalnya pengeluaran segera janin
danplasenta akan mengembalikan homeostasis pada penderita dengan KID obstetrik. Eradikasi
infeksi dengan antibiotik dan/atau tindakan pembedahan pada sindroma sepsis mungkin tidak
akan member efek yang sama karena mash ada kerusakan endotel yang luas.
Terapi Suportif dan Komponen Darah
Terapi suportif pada penderita dengan KID meliputi:
1. suport hemodinamik yang cukup untuk mempertahankan perfusi
2. transfusi suportif dengan produk darah yang sesuai
Pada penderita dengan KID yang disertai perdarahan aktif atau mempunyai risiko tinggi untuk
terjadi perdarahan, perlu pemberian transfusi trombosit, plasma segar beku (FFP), kriopresipitat
dan eritrosit. Penderita yang memerlu- kan tindakan invasif p e r l dilindungi dengan transfusi
trombosit yang sesuai. Target transfusi yang dianggap rasional adalah: trombosit diatas 50.000/L,
fibrinogen diatas 1.0 g/L, dan mempertahankan PT danAPTT sedekat mungkin dengan kisaran
normal.
Vitamin K berperan sebagai kofaktor yang dibutuhkan untuk aktivitas beberapa faktor
pembekuan darah yang mempunyai residu asam karboksiglutamat (FII, FVII, FIX, FX).
Vitamin K Deff Bleeding terjadi ketika pendarahan pada bayi tidak bisa berhenti karena ridak
memiliki vitamin k yang cukup untuk membantu proses pembekuan darah. Pendarahan bisa
terjadi di luar ataupun di dalam tubuh. Biasanya bayi dengan VKDB akan mengalami
pendarahan pada intestinal atau otak yang mana dapat mengakibatkan kerusakan otak bahkan
kematian
4. Manifestasi Klinis
Sayangnya, di sebagian besar VKDB, tidak ada Warning Sign yang ditunjukkan. Tapi biasanya
gejala muncul secara perlahan, seperti :
1. Memar/lebam, khususnya sekitar kepala dan muka bayi.
2. Pendarahan dari hidung atau pusar
3. Kulit lebih pucat dari sebelumnya. Untuk bayi yang berkulit gelap, gusi mungkin pucat.
4. Setelah 3 minggu, sklera mungkin ikterik
5. Muntah darah, dimana darahnya bergumpal, hitam, dan lengket.
6. Iritabilitas, kejang, rasa kantuk yang berlebihan, sering muntah mungkin merupakan
tanda-tanda pendarahan di otak.
5. Diagnosis
Anamnesis : Identifikasi faktor risiko, seperti obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama
persalinan, ASI, saat terjadi perdarahan.
Nilai keadaan klinis bayi
Lakukan pemeriksaan laboratorium segera : Hb, leukosit, trombosit, PT, APTT, tes
substitusi
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratory-confirmed coagulopathy => pemanjangan PT hingga 4 kali dari normal. Terjadi
pendarahan simptomatik. Pemanjangan APTT tannpa trombositopenia, CT scan > MRI >
Ultrasound (untuk melihat apakah ada pendarahan internal)
7. Tatalaksana
Preventif
VKDB dapat dicegah dengan pemberian injeksi vitamin K 1 mg secara intra-muskular pada
paha. Satu injeksi yang diberikan tepat sesudah kelahiran akan melindungi bayi dari VKDB.
Juga dapat diberikan 6 jam sejak lahir agar tidak mengganggu proses bonding antara bayi dan
ibu.
Kuratif
Vitamin K dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari
Fresh Frozen Plasma (FFP) dosis 10-15ml/kgBB
Operasi apabila ada perdarahan internal
Promotif
Menjelaskan kepada ibu mengenai pentingnya pemberian profilaksis vitamin K pada setiap bayi
baru lahir.
Oleh
Rafiqah Azzahra
2210312022
Kelompok 1
Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas
2023/2024