Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN BELAJAR MANDIRI

MODUL 4 BLOK 2.1


Dosen Tutor : Prof. Dr. dr. Masrul, M.Sc, Sp.GK

Oleh

Rafiqah Azzahra
2210312022

Kelompok 1

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas

2023/2024
A.TROMBOSIS
1.Definisi dan Klasifikasi
Trombosis vaitu proses pembentukan trombus atau adanya trombus dalam pembuluh darah atau
ruang jantung. Trombosis dapat terjadi pada arteri dan vena
Trombosis pada arteri disebut trombus putih karena komposisinya selain fibrin didominasi oleh
trombosit. Berbeda dengan trombus pada vena disebut trombus merah karena komposisinya
selain fibrin didominasi oleh sel darah merah.

2. Etiologi, Epidemiologi dan Faktor Resiko


a) Trombosis Arteri
Etiologi
 Pecahnya plak aterosklerosis
 Aritmia
 Valvulitis
 Aterosklerosis
 Infark miokard
 Endotel pembuluh darah yang tidak utuh
 Defisiensi anti pembekuan tubuh
 Penurunan jumlah faktor pembekuan aktif
 Penurunan fungsi sistem fibrinolisis
Faktor resiko :
 Obesitas
 Hipertensi
 Hiperlipidemia
 DM
 Hyperhomocysteinemia
 Defek fibrinolisis
 Inflamasi
Epidemiologi
Prevalensinya lebih tinggi daripada dvt tapi kejadiannya lebih sering dalam bentuk
komplikasi/manifestasi klinis
 Pada MCI terjadi sebanya 7.500.000 kasus
 Stroke 4.600.000
jarang ditemukan pada orang di bawah 40 tahun.70% kasus ditemukan di negara dengan
penghasilan rendah dan menengah, 87% kematian (stroke) juga ditemukan pada negara-negara
tersebut. Sedangkan pada negara dengan penghasilan tinggi, insidensi telah berkurang sebanyak
42% dalam beberapa dekade terakhir.
b) Trombosis Vena
etiologi
Terdapat beberapa penyebab :
1. Masalah dinding pembuluh darah
2. Masalah aliran darah
3. Masalah keseimbangan prokoagulan antikoagulan

Epidemioogi
Angka kejadian trombosis vena dalam/DVT yang baru berkisar 50/100.000 penduduk,
sedangkan pada usia lebih dari 70 th diperkirakan 200/100.000 penduduk

3. Patogenesis dan Patofisiologis


a) Trombosis Arteri
Penyebab tertentu(etiologi) dapat merusak endotel/pembuluh → endotel/pembuluh yang rusak
akan menarik trombosit untuk menempel pada daerah tersebut → terjadi adhesi dan agregasi →
terbentuk plak trombosit → terbentuk sumbatan dari benang fibrin(terjadi hemostasis sekunder)
→ pada saat terjadi kerusakan endotel akan terjadi induksi sintesis plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1) yang akan menghambat aktivator plasminogen untuk mengubah plasminogen
menjadi plasmin,mekanisme ini dapat menyebabkan fibrinolisis berkurang → terjadi
ketidakseimbangan antara penyebab trombosis dan pencegahanya → terbentuklah trombus →
trombus yang tidak terlisis akan dapat menyumbat pembuluh darah
Rusaknya endotel arteri dipengaruhi oleh semua komponen pada triad virchow
 Komponen vaskular : terjadi abnormalitas pada pembuluh darah yang menyebabkan
pembuluh menjadi kaku,sempit,keras(kehilangan sifatnya),pada kondisi ini jika terdapat
plak pada pembuluh darah maka plak akan sangat rentan untuk pecah disertai dengan
rusaknya endotel
 Komponen dinding vaskular : abnormalitas aliran darah yang disebabkan oleh beberapa
hal seperti,pada kondisi hiperfibrinogenemia dapat menyebabkan peningkatan viskositas
darah.ketika viskositas darah meningkat akan terjadi perubahan pola aliran darah menjadi
turbulensi dan selain itu viskositas yang tinggi dapat meningkatkan gaya gesek antara
darah dan dinding pembuluh,peningkatan gaya gesekan sering menyebabkan kerusakan
pada pembuluh/endotel
 Komponen darah : komponen darah yang abnormal seperti,hiperaktivitas platelet

b) Trombosis Vena
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik/stimulus (faktor abnormalitas
hemostasis) dan mekanisme protektif terganggu.
1. Faktor thrombogenic (Triad Of Virchow)
o Gg. endotel pembuluh darah, (co: trauma berulang, inflamasi berulang) shg proses
pembekuan tidak maksimal maka terbentuk trombus
o Gg. aliran darah, (co : keadaan stasis lama, seperti bedrest yang lama)
o hiperkoagulasi
2. Mekanisme protektif
o Inaktivasi faktor pembekuan oleh inhibitor bermasalah
o Eliminasi zat2 pembekuan darah oleh fagosit dan liver bermasalah, tidak tejadi
fibrinolitik
o Enzim fibrinolitik yang bermasalah

4. Manifestasi Klinis
a) Trombosis Arteri
Biasanya tidak menimbulkan gejala pada penyumbatan yang masih kecil.akan menimbulka
gejala sesuai lokasi diman terbentukny sumatan
 Gejala penyakit jantung koroner : angina,aritmia
 Gejala peripheral arterial disease : gangrene (matinya jaringan tubuh akibat tidak
mendapat pasokan darah)
 Gejala stroke
 Ekstremitas(daerah yang tidak teraliri darah) terasa dingin
 Penurunan pulsasi arteri pada ekstremitas/pada daerah yang tidak dialiri darah
 Jari dan kaki(ekstremitas)menghitam/membiru akibat nekrosis
 Nyeri otot
 Kesemutan di ujung jari akibat iskemik
 Kulit pucat
 Kelemahan otot
 blister(Blister adalah kantong kecil berisi cairan yang terbentuk pada kulit setelah
terjadinya cedera pada kulit.)
A.koroner :
 Angina pectoris,infark miokard
Arteri cerebral (A.carotis communis) :
 Transient iskemik attack /stroke iskemik
 Mati rasa/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
 Sulit berbicara
 Penurunan konsentrasi dan kesadaran
 Sakit kepala
Arteri perifer :
 gangrene
 Mati rasa/kelemahan pada ekstremitas
 Ekstremitas pucat bahkan sampai kebiruan
b) Trombosis Vena
Gejala utama : Phlegmasia Cerulea Dolens, yaitu keadaan 1 tungkai menjadi kebiruan
disebabkan DVT iliofemoral masif
Manifestasi klinis :
 Nyeri tungkai unilateral
 Nyeri tekan
 Pitting edema
 Distensi vena, vena dapat dipalpasi
 Sianosis

5. Diagnosis
a) Trombosis Arteri
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah : hematokrit,faktor koagulasi(clotting time),trombosit(bleeding
time),gula darah,kolesterol
 Doppler ultrasound
 Angiografi dengan kontras :gold standard
b) Trombosis Vena
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan kuesioner Skor-Wells
( https://whitecoathunter.com/test/probabilitas-dvt-sistem-skor-well/ )
Pada pemeriksaan laboratorium hemostasis didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan anti-
trombin. Tanda peningkatan D-dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif.
Pemeriksaan radiologis : venografi (Gold Standard) / flebografi, USG doppler, USG kompresi,
MRI
Kerugian menggunakan tes venografi adalah pemasangan kateter vena dan risiko alergi terhadap
bahan radiokontras atau yodium.
MRI digunakan untuk diagnosis DVT pada ibu hamil atau DVT daerah pelvis

6. Pemeriksaan Penunjang
a) Trombosis Arteri
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah : hematokrit,faktor koagulasi(clotting time),trombosit(bleeding
time),gula darah,kolesterol
 PRP (meningkat),
 Doppler ultrasound
 Angiografi dengan kontras :gold standard
Petanda aktivasi Koagulasi:
• F 1.2
• TAT complex
• Fibrin monomer
• FPA
• D dimer
Petanda aktivasi Trombosit:
• -thromboglobulin
• PF 4
• P selectin
• TxB2
• Micropartikel
Pemeriksaan untuk menilai penyebab:
Trombosis arteri
• ACA, LA
• Profil lipid
• Glukosa darah
• Agregasi trombosit
• Homosistein
• Lp a
• PAI-1
b) Trombosis Vena
Pemeriksaan lab
 Pemeriksaan D-Dimer Plasma (ELISA).
o Interpretasi : jika D-Dimer meningkat curiga DVT
Pencitraan
 USG Vena (pemeriksaan lini 1), untuk menentukan lokasi DVT
 Venografi (gold standard), dengan memasukkan zat kontras ke dalam pembuluh vena,
kemudian melakukan foto rontgen

7. Tatalaksana
a) Trombosis Arteri
 Pemberian antikoagulan
 Pemberian antiplatelet
 Operasi dan amputasi (pada nekrosis jaringan)
-Thrombectomy, yaitu prosedur operasi untuk mengangkat gumpalan darah dari pembuluh arteri
yang tersumbat
-Angioplasti, yaitu prosedur pembukaan pembuluh arteri yang tersumbat dengan balon kateter
untuk selanjutnya dilebarkan menggunakan kateter dan dipasang stent sehingga tetap lebar
-Coronary artery bypass graft (CABG), yaitu prosedur membuat rute aliran darah baru dengan
mengambil pembuluh darah dari bagian tubuh

b) Trombosis Vena
1. Antikoagulan
1. Untuk DVT Proksimal
 Anti-vitamin K
 Direct oral anticoagulant (DOAC), minimal 3 bulan
 Trombolitik
 Evaluasi dengan USG vena = apakah lanjut DOAC atau stop
2. Untuk DVT Distal
 Dengan risiko tinggi berdasarkan Skor-Wells
 Anti-koagulan 3 bulan dengan unfractionated heparin (UFH) atau low molecular
weight heparin (LMWH)
 Dengan risiko rendah berdasarkan Skor-Wells
 anti- koagulan 4-6 minggu atau
 Cukup dengan pantau menggunakan USG Vena
2. Terapi trombolitik, bertujuan untuk melisiskan trombus secara cepat dengan
mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Pemakaiannya harus dipertimbangkan
dengan baik, karena mempunyai risiko perdarahan 3x lipat dibandingkan terapi
antikoagulan saja
3. Trombektomi, terutama DVT dengan fistula arteriovena sementara
4. Filter vena cava inferior, digunakan pada trombosis diatas lutut pada kasus tidak
bekerjanya antikoagulan (kontraindikasi atau gagal) mencegah emboli berulang

8. Prognosis dan Komplikasi


a) Trombosis Arteri
Komplikasi : serangan jantung,stroke.
Prognosis : prognosis pemeburuk ketika sudah terjadi kematian pada jaringan.
Prognosis juga baik pada penderita usia muda karna tingkat elastisitas pembuluh.
b) Trombosis Vena
Komplikasi : dapat terjadi emboli paru

9. Indikasi Rujukan
Jika ditemukan Phlegmasia Cerulea Dolens, dan dilakukan Skor-Well dicurigai DVT, maka
pasien dirujuk dengan suspect diagnosis DVT dengan rencana pemeriksaan :
 D-Dimer
 Pencitraan venografi

B. HEMOFILIA
1. Definisi dan Klasifikasi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang
diturunkan (herediter) secara sex-linkedrecessive pada kromosom X( X h).

Klasifikasi hemofilia berdasarkan defisiensi faktor pembekuan dan kadar / aktivitas faktor
pembekuan. Berdasarkan defisiensi faktor pembekuan, hemofilia dibagi atas :
1. Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi pembekuan VIII (FVIIIc).
2. Hemofilia B(Christmas disease) akibat defisiensi atau disfunasi FIX (faktor Christmas).
3. Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor XI.

Hemofilia A dan B diturunkan secara sex-linked recessive sedangkan hemofilia C diturunkan


secara autosomalrecessive pada kromosom 4g32g35.
Berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau FIX) dalam plasma yang
diklasifikasikan oleh Legg, kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/ dl (50-150%),
sedangkan pada hemofilia berat bila kadar faktor pembekuan <1%, sedang 1-5%, serta ringan 5-
30%. (Tabel 1). Pada hemofilia b e r a tdapat teriadi perdarahan spontan atau akibat trauma
ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang, perdarahan teriadiakibat trauma yang
cukup kuat; sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma
cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut, siku dll)

2.Etiologi, Epidemiologi dan Faktor Resiko


Etiologi
Bila anda mempunyai hemofilia yang diwariskan, anda lahirdengan kelainan ini. In disebabkan
oleh defek salah satu gen yang menentukan bagaimana tubuh membuat faktor pembekuan darah
VIII atau IX. Gen ini berlokasi di kromosom X (KRO-muh-somz). Wanita mempunvai 2
kromosomX,sedanqkanlaki-lakimempunyaisatuXdan satu Y kromosom. Hanya kromosom X
membawa gen yang berhubungan dengan faktor pembekuan. Seorang laki-laki yang mempunyai
gen hemofilia padakromosom X-nya akan mempunyai hemofilia. Seoranq wanita harus
merpunyai gen cacat pada kedua kromosom X-nya, dia disebut karier hemofilia. Karier tidak
mempunyai hemofilia namun mereka dapat menurunkan gen cacat pada anak- anak mereka.
Dibawah ini adalah dua contoh bagaimana gen hemofilia diturunkan.
Wanita dengan karier hemofilia biasanya mempunvai cukup faktor pembekuan dari satu
kromosom Xvang normal untuk mencegah masalah perdarahan serius. Namun, sampai 50%
karier mempunyai peningkatan risiko perdarahan. Sangat jarang, seorang anak perempuan lahir
dengan hemofilia. Ini dapat terjadi bila ayah mereka dan ibu mereka adalah karier. Beberapa
anak laki-laki yang mempunyai kelainan ini lahir dari ibu yang bukan karier. Dalam kasus ini,
mutasi (perubahan acak) teriadi di dalam gen dan diturunkan ke anak.

Epidemiologi dan Faktor Resiko


Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1 : 10.000
orang dan hemofilia B sekitar 1 : 25.000-30.000 orang. Belum ada data mengenai angka
kekerapan di Indonesia, namun saat ini diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200 juta penduduk
di Indonesia. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan hemofilia B, yaitu berturut-
turut mencapai 80-85% dan 10-15% t a p a memandang ras, geografi dan keadaan sosial
ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien
tapa riwayat keluarga.

3. Patogenesis dan Patofisiologi


Hemostasis bergantung pada beberapa faktor diantaranya faktor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi trombosit,
agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan
darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses
fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.

Pada hemofilia, terjadi mutasi genetik yang diturunkan atau didapat, yang mengakibatkan
disfungsi atau defisiensi pada faktor pembekuan terutama faktor VIII, dan IX. Akibatnya,
pembentukan bekuan darah akan terlambat dan tidak stabil, oleh karena itu penderita hemofilia
biasanya akan sulit mengalami pendarahan tetapi jika sudah terjadi pendarahan maka darah akan
sulit berhenti.
4. Manifestasi Klinis
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus hemofilia.
Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedanq serta dapat
timbul saat bavi mulai belaiar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergantung pada beratnya
hemofilia (aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahanyang seringdijumpaiyaituberupa
hemartrosis, hematom subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan
intrakranial, episktaksis, dan hematuria. Sering pula dijumpaiperdarahanyang berkelanjutan
paska operasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut: sendi
lutut.
siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena ketidakmampuannya menahan
gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi
peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskular teriadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot
region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan
kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi spontan atau sesudah
trauma. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan jalan napas dapat
mengancam kehidupan. Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal
tetapi tidak mengancam kehidupan. Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa
jam sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.

5. Diagnosis
Sampai saat in riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk melakukan tapisan pertama
terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat 20-30% kasus hemofilia terjadi akibat mutasi
spontan kromosom X pada gen penyandi F VIII / F IX. Seorang anak laki-laki diduga menderita
hemofilia jika terdapat riwayat perdarahan berulang (hemartrosis, hematom) atau riwayat
perdarahan memanjang setelah trauma atau tindakantertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting sebelum memutuskan pemeriksaan penunianq
lainnya.
Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemostasis, seperti pemanjanganmasa
pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial teraktivasi (aPTT), abnormalitas uji
thromboplastin generation, dengan masa perdarahan dan masa protrombin (PT) dalam batas
normal.
Diagnosis definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas FVIII/FIX, dan jika sarana
pemeriksaan sitogenetik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan petanda gen FVIII/ FIX. Aktivitas
FVIII/ FIXdinyatakan dalam U/ml dengan arti aktivitas faktor pembekuan dalam 1 ml plasma
normal adalah 100%. Nilai normal aktivitas F VIII/F IX adalah 0,5-1,5 U/ml atau 50-150%.
Penting untuk dingat adalah membedakan hemofilia A dengan penyakit von Willebrand yaitu
dengan melihat rasio F VIlIc/F VIllag dan aktivitas FvW (uji ristosetin) rendah.
Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan risiko. Pemeriksaan
aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada trimester kedua dapat
membantu menentukan status janin terhadap kerentanan hemofilia A. Identifikasi gen F VIII dan
petanda gen tersebut lebih baik dan lebih dianjurkan.
Seorang perempuan diduga sebagai pembawa sifat hemofilia (karier) jika dia memiliki lebih dari
satu anak lelaki pasien hemofilia atau mempunyai seorang atau lebih saudara laki-laki dan
seorang anak lelaki pasien hemofilia atau ayahnya pasien hemofilia (Gambar 1). Deteksi pada
hemofilia A karier dapat dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas F VIIIc dengan antigen
FVIlIvW. Jika nilai kurang dari 1 memiliki ketepatan dalam menentukan hemofilia karier sekitar
90%; namun hati-hati pada keadaan hamil, memakai kontrasepsi hormonal dan terdapatnya
penyakit hati karena dapat meningkatkan aktivitas FVIIIc. Aktivitas F VIII rata-rata pada karier
50%, tetapi kadang-kadang < 30% dan dapat terjadi perdarahan sesudah trauma atau
pembedahan. Analisis genetika dengan menggunakan DNA probe, yaitudengan caramencari
lokus polimorfik pada kromosom X akan memberikan informasi yang lebih tepat.

Diagnosis Banding

- Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor X Idan XI


- Hemofilia A dengan penyakit von Willebrand (khususnya varian Normandy), inhibitor F
VIII yang didapat dan kombinasi defisiensi F VIII dan V kongenital
- Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K, sangat
jarang inhibitor FIX yang didapat
6. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap => mendeteksi fungsi dan kerja faktor pembekuan darah
melalui tes PT, APTT, dan fibrinogen.
 Tes genetik

7. Tatalaksana
Terapi Suportif
Pengobatan rasionalpada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor anti hemofilia yang
kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Melakukan pencegahan baik menghindari luka / benturan
- Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%
- Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti
rest, ice, compressio, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
- Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
prosesinflamas pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemar- trosis.
Pemberian prednison 0,5-1 mg/kgBB/hari salama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya
gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta
menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia
- Analgetika. Pemakaian analgetika dindikasikar pada pasien hemartrosis dengan nyeri
hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu ag'egasi trombosit (harus
dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)
- Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan
holistik dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan ecukasi.
Rehabilitasi medik artritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas
(hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.
Terapi Pengganti Faktor Koagulan
Pemberiaan faktorpembekuan dilakukan 3 kali s e ringgu utnuk menghindari kecacatan fisik
(terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk
mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan
biaya yanq tinggi.
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan memberikan F VIII
atau F IX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup
banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian biasanva dilakukan dalam beberapa hari
sampai luka atau pembenqkakan membaik: serta khususnva selama fisioterapi.
Pencegahan
Tindakan pencegahan pada hemofilia adalah yang berhubungan dengan komplikasi masalah
perdarahan. Dengan kemajuan pengobatan, pasien hemofilia sekarang mungkin bisa hidup
dengan normal.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari komplikasi, contohnya:
- Ikuti rencana terapidengan tepat seperti vang telah diresepkan dokter.
- Memeriksakan secara rutin dan vaksinasi seperti yang direkomendasikan
- Beritahukan pada semua penyedia pelayanan kesehatanseperti dokter, dokter gigi,
farmasi, pelatih senam dan instruktur olah raga tentang kondisi anda.
- Melakukan perawatan gigi secara teratur. Dokter gigi dapatmemberikan obat yang akan
menurunkan perdarahan selama tindakan prosedur gigi.
- Kenali tanda dan geiala perdarahan di sendi dan bagian lain dari tubuh. Harus tahu kapan
menelpon dokter anda atau pergi ke UGD. Contohnya, anda akan memerlukan perawatan
bila anda mempunyai:
o Perdarahan berat yang tidak dapat dihentikan atau luka yang terus mengeluarkan
darah.
o Setiap tanda atau gejala pedarahan di otak. Pedarahan seperti i n mengancam jiwa
dan membutuhkan perawatan segera.
o Gerakan yang berbatas, nyeri atau pembengkakan di sendi manapun.

8. Prognosis dan Komplikasi


Prognosis
Pasien hemofilia mempunyai prognosis yang baik apabila diterapi dengan tepat. Sebagian besar
pasien dapat hidup seperti orang normal
Komplikasi
Komplikasi vang sering ditemukan adalahartropati hemofilia yaitu penimbunan darah intra-
artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago, tulanqdan sendi secara progresif. Hal
in menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola
dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial
yang tidak kunjung henti. Send yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku.
Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan
terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat
sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi, operasi
intra abdomen/intra torakal) (Tabel 3), sedanqkan perdarahan akibat trauma sehari-
hari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom. Perdarahan
intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi dapat berakibat fatal.

9. Indikasi Rujukan
Pasien harus segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut jika mengalami memar atau perdarahan
yang sulit berhenti. Gusi dan hidung yang berdarah spontan, perdarahan terus menerus

C. VON WILLWBRAND DISEASE


1. Definisi dan Klasifikasi
Kelainan perdarahan kronis yang ditandai dengan agregasi trombosit maupun pembentukan
bekuan tidak teriadi secara memadai. Kelainan adhesi trombosit munakin karena kelainan
resentor trombosit intrinsik atau kelainan/ defisiensi molekul pelekat seperti FVW. PVW
ditemukan melalui studi pedigree sebuah keluarga secara cermat di kepulauan Uland. Penvakit
ini merupakan kelainan perdarahan herediter yang paling m u m . Diturunkan sebagai s a t sifat
(trait) dominan autosomal dengan prevalensi sekitar 1/100 sampai 3/100.000 orang. Namun,
PVW berat dengan riwayat perdarahan yang mengancam jiwa terjadi pada kurang dari 5orang
per1 juta penduduk di negara-negara barat. Terdapat 3 varian utama PVW, masing -masing
berbeda dalam beratnya gejala. PVW juga disebut sebagai pseudohemofilia atau hemofilia
vaskular.
2. Etiologi, Epidemiologi dan Faktor Resiko
Etiologi
Kelainan perdarahan yg diwariskan secara autosomal dominan (VWD tipe 1) dan autosomal
resesif (VWD tipe 2 dan 3). Mengakibatkan kekurangan atau tidak berfungsinya FWB dengan
baik.
Faktor Resiko
 Genetik
 Jenis kelamin
Epidemiologi
- gangguan perdarahan yang sangat umum, ditemukan sekitar 1% di populasi Amerika
- itu berarti 3,2jt (1 dari 100) orang di AS menderita VWD
- gejala pada VWD lebih terlihat pada wanita karena perdarahan abnormal saat menstruasi atau
setelah melahirkan
3. Patogenesis dan Patofisiologi

Gen VWF adalah satu-satunya gen yang telah diidentifikasi menyebabkan VWD. Gen VWF
mengatur (mengkodekan) VWF. Mutasi pada gen ini mengakibatkan rendahnya tingkat VWF,
atau VWF yang rusak dan tidak berfungsi dengan baik. Seperti disebutkan di atas, VWF
memiliki dua peran utama dalam tubuh. Fungsinya untuk membawa dan melindungi faktor VIII,
mencegahnya dipecah (dimetabolisme) sebelum mencapai lokasi cedera dan membantu
trombosit menempel pada pembuluh darah. Kekurangan atau cacat VWF gagal untuk bertindak
sebagai perekat untuk menahan trombosit bersama-sama di lokasi cedera pembuluh darah.
Akibatnya, trombosit tidak menempel pada dinding pembuluh darah dan gumpalan darah pecah
sebelum waktunya. Dalam beberapa kasus, kekurangan atau cacat VWF menyebabkan
rendahnya tingkat faktor VIII dalam darah, yang mengakibatkan pembekuan darah
membutuhkan waktu lama untuk terbentuk.
Klasifikasi:

 Tipe 1

Tipe yang paling umum dan ringan, dimana pasien memiliki VWF dibawah normal. Pasien ini
juga memiliki faktor VIII di bawah normal. 85% pasien adalah VWD tipe 1

 Tipe 2

Pada tipe ini, walaupum jumlah VWF normal namun VWF tidak bekerja sebagai mana mestinya.
Tipe ini dibagi menjadi:

- Tipe 2A, VWF tidak berukuran normal dan tidak membantu perlekatan trombosit
- Tipe 2B, VWF menempel pada trombosit di waktu yang salah (saat tidak ada trauma).
Tubuh menghancurkan trombosit yg menempel dengan VWF yg mengakibatkan
penurunan jumlah platelet dan VWF di darah saat dibutuhkan
- Tipe 2M, VWF tidak menempel pada trombosit dengan seharusnya, dimana penurunan
kemampuan platelet untuk membentuk sumbat saat trauma
- Tipe 2N, VWF menempel dg platelet secara normal. Namun, VWF tidak menempel kpd
protein lain, FVIII, dimana juga dibutuhkan untuk pembekuan darah. Hal ini
mengakibatkan tubuh menghancurkan FVIII.

 Tipe 3

Tipe yang paling berat, dimana pasien memiliki VWF sangat rendah atau bahkan tidak ada, dan
kadar FVIII rendah. Hanya 3% orang dg VWD tyg memiliki tipe 3

4. Manifestasi Klinis

Gejala paling sering terjadi meliputi: perdarahan gusi, hematuri,epistaksis, perdarahan saluran
kemih, darah dalam feses, mudah memar, menoragi.

Pasien PVW simtomatik, seperti pada gangguan fungsi trombosit lainnya, biasanya tampil
dengan perdarahan mukokutan, terutama epistaksis, mudah memar, menoragi, dan perdarahan
gusi dan gastrointestinal.

Pasien dengan kadar faktor VIll yang sangat rendah bahkan dapat menunjukkan hemartrosis dan
perdarahan jaringan dalam tubuh. Seringkali gambaran kelainan itu tidak nyata sampai terdapat
faktor pemberat seperti t r a u m aatau pembedahan. PVW dapat diturunkan sebagai satu sifat
(trait) dominan atau resesif autosomal. Seringkali terdapat riwayat y a n gjelas dalam keluarga
dengan perdarahan abnormal dan berat, namun daya tembus (penetrance) dan ekspresi gen yang
mengalami mutasi sangat bervariasi. Meskipun orangtua dengan autosom dominan
memindahkan genyang abnormal ke 50% anak- anakya, penyakit dengan gejala yang nyata
hanya pada 30-40% keturunannya.
Pasien dengan gen resesif tunggal khas asimtomatiktetapi dapat menunjukkan kadar aktivitas
antigen FVW abnormal. Keturnan dengan heterozigot ganda, yang diturunkan dari orangtua yang
keduanya membawa gen cacat (defective), menghasilkan penyakit berat (tipe 3 PVW).

Meskipun jarang, PVW yang didapat, terlihat pada pasien dengan keadaan tertentu (states)
penyakit limfoproliferatif atau imunologi akibat autoantibodi terhadap FVW.

5. Diagnosis

Diagnosis PVW memerlukan:

- kecurigaan terhadap gambaran klinis tingkat tinggi dan


- kecakapan pemanfaatan laboratorium.

Bila pasien dalam keadaan kritis, sulit menetapkan diagnosis yang tepat. Bila PVW dianggap
merupakan faktor penunjang pada perdarahan pasien, lebih dahulu harus diobati secara
empirisdan penelusuran laboratoris yang rumit ditunda sampai pasien secara klinis stabil dan
tidak mendapat produk darah dan obat selama beberapa minggu.

6. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium sangat beragam. Pola diagnosis paling sering merupakan
kombinasi:

- pemanjangan BT
- penurunan kadar FVW plasma
- penurunan secara paralel kadar aktivitas biologi di- periksa dengan penentuan kadar
kofaktor ristosetin
- penurunan aktivitas faktor VIll

Beragamnya tes laboratorium dikaitkan pada sifat-sifat kelainan yang heterogen pada PVW
maupun kenyataan bahwa kadarnya dalam plasma dipengaruhi oleh tipe golongan darah ABO,
kelainan sistem saraf pusat, sistem inflamasi, dan kehamilan.

Evaluasi Penapisan

Untuk PVW harus mencakup pemeriksaan BT, hitung trombosit, PT, dan APTT.

- PVW ringan tipe 1biasanya hasil pemeriksaan normal.


- Bila penyakit lebih berat BT memanjang antara 15-30 menit sedang hitung trombosit
normal.
- Pasien dengan defisiensi berat FVW atau kelainan faktor VIll mengikat FVW berakibat
pemanjangan APTT, sekunder akibat menurunnya kadar faktor VIII dalam plasma.
- Untuk menetapkandiagnosisdiperlukan pemeriksaan khusus kadar FVW dan fungsinya.

Evaluasi Lengkap VWD


Diperlukan pemeriksaan aktivitas VIII:C, Ag:FVW, aktivitas (fungsi) FVW (ristocetin cofactor
activity), dan analisis besarnya (size) multimer FVW menggunakan elektroforesis qel agarosa.
- Aktivitas faktor VIIIdiperiksa dari kemampuan dilusi plasma pasien untuk mengkoreksi
pemanjangan APTTpada plasma yang kekurangan faktor VI.
- Ag:FVW dihitung dengan assay enzyme-like immunosorbent atau immunoassay,
- Aktivitas FVW dihitung dengan mencampur berbagai konsentrasi ristocetin dengan
plasma pasien dantrombosit normal dalam agregometer. Derajat aktivitas
- FVW akan setara atau lebih rendah dibandingkan derajat Ag:FVW.
- Bergantung subtipe PVW, analisis multimer FVW sangat penting untuk diagnosis
klasifikasi varian PVW tipe 2. Klasifikasi PVW penting untuk perencanaan pengelolaan
klinis.

7. Tatalaksana
Secara umum terapi meliputi pemberian obat, transfusi darah, dan menghindari keadaanyang
dapat menyebabkan rudapaksa atau perdarahan.
Pengelolaan Segera
Fungsi trombosit yang abnormal sering yang pertama tampaksebagai komplikasi penyakit akut
ataupembedahan. Beberapa faktor pemberat dapat menentukan beratnya tendensi perdarahan.
Pada keadaan demikian, diagnosis yang tepat dapat ditunda, namun tindakan harus disesuaikan
dengan sebanyak mungkin faktor pendorong yang potensial.
Daftar ini termasuk:
• menghentikan obat yang menghambat fungsi trombosit
• secara empiris memberikan FVW, dan
• tansfusi trombosit yang normal, tergantung beratnya perdarahan.
Meskipun pendekatan ini kurang tepat, namun efektif. Kelairan fungsi trombosit, baik yang
didapat maupun kongenital, dapat segera diatasi dengan mengontrol perdarahan klinis yanq
berat.
Pengelolaan Jangka Panjang
Kelainan fungsi trombosit harus didasari diagnosis yang tepat. Pasien dengan kelainan
kongenital harus dinasihati untu‹ menghindari obat yang memperberat kelainan fungsidan
menyebabkan perdarahan.
- Aspirin dan analgesik nonsteroid adalah offender primer, pasien-pasien PVW dan
trombasteni menunjukkan pemanjangan bermakna BT denganpemberian aspirin dan
merupakan risiko lebih besar terhadap perdarahan klinis.
- Pasien demikian juga harus benar-benar diajari tentang sifat kelainan mereka
- Harus membawa serta identifikasi atau memakai gelang peringatan (warning).
Protokol ini dapat bermanfaat sebagai petunjuk untuk terapi transfusi yang memadai pada
keadaan darurat.
Sebagai prinsip umum, sifat kelainan f u n s i akan menuntun pilihan pengobatan. Misalnya,
pasien PVW dencan jumlah FVW yang tidak normal akan berespon terhadap obat yang
meningkatkan kadar FVW plasma. Pada situasi demikian, trombosit perlu normal begitu
kelainan FVW diperbaiki. Sebaliknya, pasien dengan defek kongenital metabolisme trombosit
akan memerlukan transfusi trombosit yang normal. Seperti untuk kelainan fungi trombosit yang
didapat, kebenaran terletak somewhere i nbetween.Terdapat bukti klinis bahwa pasien dengan
defek yang didapat sekunder terhadap pemberian obat, uremia, dan penyakit hati akan merespons
terhadap DDVAP, pemberian FVW, atau keduanya. Data ini mendukung bahwa peningkatan
kadar FVW dapat sebagian mengkompensasi kelainan bersumber trombosit

8. Prognosis dan Komplikasi


Prognosis
Bagi sebagian besar pasien, VWD adalah gangguan perdarahan ringan yang dapat ditangani.
Perdarahan klinis yang parah biasanya hanya terlihat dengan trauma atau prosedur invasif.
Keberhasilan penanganan pasien VWD dengan desmopressin tergantung tipenya:
 Tipe 1 VWD yang lebih ringan menunjukkan respons yg sangat baik, dengan
pemendekan BT dan peningkatan kadar VWF dan FVIII-C
 Tipe 2A atau 2M VWD mempunyai respons yang baik terhadap DDVAR meskipun BT
tidak menjadi normal dan efeknya bertahan relatif singkat
 Tipe 2N VWD biasanya tidak respons, meskipun uji terapi menunjukkan pasien tertentu
dapat ditangani melalui pembedahan minor
 Tipe 3 VWD tidak akan merespons terhadap pemberian obat, sebab pasien ini tidak ada
persediaan VWF di endotel. Baik VWF maupun FVIII harus disiapkan untuk
memperbaiki kelainan pada tipe 2N dan tipe 3

Komplikasi
 Pembentukan allo-antibodi (antibodi yang menargetkan antigen eritrosit non-diri) dapat
terjadi pada 10-15% pasien dengan penyakit tipe 3 saat pemberian konsentrat FVIII/FVB.
Ini berarti bahwa potensi komplikasi ini memerlukan manajemen yang tepat karena
pasien ini memiliki peningkatan resiko reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa terhadap
preparat VWF-FVIII
 Perdarahan hebat
 Anemia

9. Indikasi Rujukan
Pasien yang sudah didiagnosis VWD akan dirujuk kepada spesialis jika:
 Membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk pemeriksaan VWF
 Perdarahan terus-menerus
 Hamil dan akan melahirkan
 Harus menjalani tindakan operasi

D. IMMUNE TROMBOSITOPENIA PURPURA


1. Definisi dan Klasifikasi
Purpura Trombositopenia Imun (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan
trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 100.000/ μL) akibat
autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam
sistem retikuloendotel terutama di limpa.

Berdasarkan etioloqi, PTI dibaqi meniadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan
onset penyakit dibedakan tipe akut bila keiadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya
teriadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa).

2. Etiologi, Epidemiologi dan Faktor Resiko


Etiologi dan Faktor Resiko
- Primer: imun (abnormal autoantibodi, umumnya IgG) terhadap glikoprotein membran
trombosit
- Sekunder : Infeksi HIV, SLE, Gangguan limfoproliferatif (leukemia limfositik kronis), obat
(heparin, quinine/ quinidin, Sulfonamid), Infeksi Helicobacter pylori, Toksin, seperti etanol, dll

Epidemiologi
Insidensi PTI pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, PTI akut umumnya teriadi pada anak-anak
usia antara 2 - 6 tahun. 7- 28% anak-anak dengan PTI akut berkembang meniadi kronik 15-20%.
Purpura Trombositopenia |mun (PTI) pada anak berkembang menjadi bentuk PTI kronik pada
beberapa kasus menyerupai PTI dewasa yang khas. Insidensi PTI kronis pada anak diperkirakan
0,46 per 100.000 anak per tahun.
Insidensi PTI kronis dewasa adalah 58- 66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-6,6 per
100.000)di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Purpura Trombositopenia |mun (PTI)
kronik pada umumnya ter- dapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40 - 4 5 tahun.
Ratio antara perempuan dan laki-laki adalah1: 1pada penderita PTI akut sedanqkan pada PTI
kronik adalah 2- 3: .1
Penderita PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi dengan kortikosteroid
dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit dibawah
normal atau ada perdarahan. Penderita PTI refrakter ditemukan kira-kira 25 - 30 persen dari
jumlah penderita PTI. Kelompok ini mempunyai respons jelek terhadap pemberian terapi dengan
morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.

3. Patogenesis dan Patofisiologi

Sindroma PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear
melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi
membran trombosit glikoprotein lIb/Illa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan
mendemostrasikan bahwa autoantibodi eluate dari trombosit pasien PTI berikatan dengan
trombosit normal.
Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat kejadian transient
trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita PTI, dan perkiraan ini
didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse
plasma kaya IgG, dari seorang penderita PTI. Trombosit yanq diselimuti oleh autoantibodi IgG
akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah
berikatan dengan reseptor Fcy yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar
penderita, akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada
sebagaian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi
trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag didalam sumsum tulang (intramedullary),
atau karena hambatan pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin
tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal.
Antigen pertama yang berhasil didentifikasi berasal dari kegagalan antibodi PTI untuk berikatan
dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks glikoprotein lIb/Illa. Kemudian
berhasil didentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX, la/lla, VI dan V dan
determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap berbagai antigen
yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh
antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antibodi
yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni
Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein lIb/Illa memperlihatkan restriksi
penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang berasal dari display phage menunjukkan
penggunaan gen V. Pelacakan pada daerah yang berikatan dengan antigen dari antibodi- antibodi
in menunjukkan bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel Byang mengalami seleksi afinitas
yang diperantarai antigen dan melalui mutasi somatik. Penderita PTI dewasa seringmenunjukkan
peningkatanjumlah HLA- DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor interleukin 2 dan
peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor selThelper dan sel Thelpertipe
1. Pada pasien- pasien ini, sel Takanmerangsang sintesis antibodi setelah terpapar fragmen
glikoprotein lIb/Iliatetapi bukan karena terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kriptik ini
secara in vivo dan alasan aktivasi sel T yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.
Dari gambar 1 dapat menperjelas bahwa, faktor yang memicu produksi autoantibodi tidak
diketahui. Kebanvakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaantrombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya glikoprotein
lIb/ Illa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum
terbentuk pada tahap ini (1). Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel
penyaji antigen (makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcy kemudian mengalami
proses internalisasidan degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein
lIb/Illa, tetapi juga memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain (3). Sel
penyaji antigen yang teraktivasi (4) mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan
bantuan kostimulasi (yang dituniukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin
yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T cell clone (T-cell clone-1) dan
spesifitas tambahan (T-cell clone-2) (5). Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali
antigen trombosit (B-cell clone-2) dengan demikian akan menginduksi proli-ferasi dan sintesis
antiglikoprotein 1b/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi anti-glikoprotein lIb/Illa
antibodi oleh B-cell clone .1

4. Manifestasi Klinis
PTI Akut
PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, onset penyakit biasanya
mendadak, riwayat infeksi mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem
pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus
merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik.Virus yang paling banyak
didentifikasi adalah varisella zooster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan PTI akut pada
anak biasanva ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada PTI dewasa,
bentuk akutjarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perialanan penyakit lebih
fulminan. PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada
90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6minggudan lebih dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.

PTI Kronik
PTI kronik biasanya terdapat pada umur dewasa, onset PTI kronik biasanyatidak menentu,
banyak terjadi pada wanita di umur pertengahan riwayat perdarahan sering dari ringan sampai
sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, dan memiliki perjalanan klinis yang
fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,
mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi spontan jarangterjadidan tampakya
remisi tidak lengkap.
Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis, peteki, purpura. Pada umumnya berat dan
frekwensi perdaahan berkorelasi d e n g a njumlah trombosit (gambar.3) (George, 2004). Secara
m u m hubungan antarajumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT > 50.000 /
uL maka biasanya asimptomatik, AT 30.000 - 50.000 / L terdapat luka memar/hematom, AT
10.000 - 30.000 /ML terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan memanjang bila ada
luka, AT < 10.000 / aL. teriadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal dan
genitourinaria) dan risiko perdarahan sistem saraf pusat.
Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi peteki pada mukosa nasal,
juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. Traktus genitourinaria merupakan tempat
perdarahan yang paling sering, menoragi dapat merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan
mungkin tampak pertama kali pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering.
Perdarahan gastrointestinal bisanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan
hematemesis
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling serius pada PTI. Hal ini mengenai
hampir 1% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di subarachnoid, sering
multipel dan ukuran bervariasi dari peteki sampai ekstravasasi darah yang luas

5. Diagnosis
Diagnosis ITP akan tegak ketika penyebab trombositopenia lain telah disingkirkan:
- Infeksi: HIV, Hepatitis C, infeksi Helicobacter pylori, dan CMV.
- Keganasan
- Pengaruh obat: asam valproat dan heparin
- SLE
Diagnosis Banding
Diagnosis banding PTI antara lain: anemia aplastik, leukemia akut, Dissaminated intravascular
coagulation (DIC), Thrombotic thrombocytopenic purpura-hemolytic uremic syndrome (TTP-
HUS), Antiphospholipid antibody syndrome (APS), Myelodysplastic syndrome, hipersplenisme,
alcoholic liver disease, bentuk sekunder PTI (SLE, HIV, leukemia limfositik kronik),
pseudotrombositopenia karena ethvlenediamine tetraacetate (EDTA), obat-obatan.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
- Perdarahan tipe trombosit
- Tidak ditemukan pembesaran organ
Pemeriksaan Labor
- Apusan darah tepi dijumpai megatrombosit
- Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler, atau tidak
mengandung trombosit
- Selularitas sumsum tulang normal

7. Tatalaksana

Terapi PTI lebihditujukan untuk meniaga jumlahtrombosit dalam kisaran aman sehingga
mencegah terjadinva perdarahan mayor. Manifestasi perdarahan berat di kulit. epistaksis yang
lama, perdarahan gusi, gross hematuria, atau menorrhagia mungkin akan berlangsung jika AT
kurang dari 10.0000/ ML. Perdarahan spontan intra kranial atau post trumatic atau perdarahan di
organ internal lainnya adalah jarang teriadi pada AT di kisaran antara 10.000 dan 20.000/ L t a p
a didahului penanda perdarahan sebelumnva. Terapi umum meliputi hindari aktivitas fisik
berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang
mempengaruhi fungi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakoloqis. Indikasi perawatan di
rumah sakit jika dijumpai perdarahan mukokutaneus yang luas atau perdarahan internal disertai
adanya AT kurang dari 20.000 / L dan mempunyai riwayat perdarahan sebelumnya. Jika
manifestasi berat bisa langsung diberikan kortikosteroid dosis tinggi dengan kombinasi IVIG.
- ITP baru terdiagnosis, dengan trombositopenia yang berat dan gejala perdarahan tidak
ada/ringan (petekie dan hematom) hanya dilakukan observasi dan edukasi
- perdarahan mukosa atau perdarahan berat untuk anak berusia ≤ 1 tahun diterapi dengan IVIg
atau kortikosteroid atau dilakukan transfuse trombosit
- Lini I:
• IVIG dosis tunggal 0,8-1g/kgBB. (hanya dipakai jika mengancam jiwa)
• Steroid jangka pendek
• Metilprednisolon 2mg/kgBB per hari atau 60 mg/kgBB/hari selama 14 hari
- Pada pasien yang tidak membaik dengan terapi standar kortikosteroid, dapat diberikan pilihan
terapi lini kedua, yaitu steroid dosis tinggi, imunoglobulin intravena dosis tinggi
- ITP persisten/kronik
· Deksametason 28 mg/kgBB/hari.
· Metil prednisolon 30 mg/kgBB/hari.
· Rituximab 100 mg/minggu
· Splenektomi, Dipertimbangkan pada pasien yang simtomatik persisten dan
trombositopenia berat (trombosit <I 0.000/ mm3) setelah mendapat terapi prednison.
8. Prognosis dan Komplikasi
Prognosis
Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI dewasa hanya
sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan, penyebab kematian pada PTI biasanya
disebabkan oleh perdarahan intra kranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih dari
40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.
Komplikasi
Infeksi, immunocompromised, DM induced steroid, hipertens

Key Points
• ITP primer muncul sebagai trombositopenia terisolasi (jumlah trombosit < 100 × 109/ L) tanpa
adanya penyebab atau kelainan lain yang mungkin berhubungan dengan trombositopenia, atau
sebagai kelainan sekunder, paling sering dikaitkan dengan penyakit autoimun (seperti lupus
eritematosus sistemik ) atau infeksi kronis (seperti H. Pylori atau Hepatitis C)
• ITP primer pada anak-anak biasanya bersifat self-limited, dengan sekitar 80% kasus sembuh
dalam waktu 6-12 bulan. Sebaliknya, ITP berkembang menjadi kelainan kronis pada 80% orang
dewasa.
• Antibodi glikoprotein anti-trombosit menyebabkan trombositopenia melalui dua mekanisme: 1)
mengurangi kelangsungan hidup trombosit yang bersirkulasi, dan 2) menghambat produksi
trombosit baru oleh megakariosit sumsum tulang.
• Terapi lini pertama untuk ITP mencakup kortikosteroid, terkadang dikombinasikan dengan
IVIg atau anti-Rh(D). Meskipun terapi ini efektif, namun tidak ada satu pun terapi yang dapat
menginduksi remisi jangka panjang.
• Terapi lini kedua untuk ITP mungkin mencakup Rituximab, splenektomi, atau agonis reseptor
trombopoietin (TRA). Tidak ada konsensus mengenai mana yang lebih unggul, dan tidak ada
data terkontrol yang mendukung preferensi penggunaan salah satu dari yang lain. Splenektomi
memberikan peluang terbesar untuk remisi jangka panjang, namun penggunaannya semakin
menurun.

E.DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION


1. Definisi dan Klasifikasi
Definisi KID menurut subkomite SSC dari ISTH (Scientific and Standardization Committee of
the International Society on Thrombosis a n dHemostasis): KID adalah suatu sindroma yang
didapat, ditandai oleh aktivasi koagulasi intravaskular secara luas (tidakbersifat lokal) yang
muncul dari berbagai sebab yang berbeda. KID bisa dimulai dari dan akan menyebabkan
kerusakan mikrovaskular, dan apabilacukup berat dapat mengakibatkan disfungsi organ.
Istilah lain KID adalah koagulopati konsumtif, sindrom defibrinasi, dan gangguan
trombohemoragik konsumtif. Terminologi ini secara deskriptifcukupakurat, namun istilah KID
merupakan istilah yang diterima secara universal.

2. Etiologi, Epidemiologi dan Faktor Resiko


Etiologi
KID capat disebabkan oleh berbagai kondisi patologik yang amat luas. Beberapa penyebab
penting (tabel 1.) dapat mericu teriadina KID.3,4 Sindroma sepsis merupakan penyebab paling
sering ditemukan. Bakteri gram-negatif m e rpunyai risiko paling tinggi, meskipun infeksi
dengan kuman gram-positif dan infeksi non-bakteri juga dapat sebagai penyebab. Trauma,
komplikasi kehamilan, dan penyakit keganasan merupakan penyebab lain KID yang sering
ditemui dalam praktek.
Epidemiologi
Epidemiologi disseminated intravascular coagulation (DIC) dilaporkan mempengaruhi 35%
pasien sepsis berat. Epidemiologi di Indonesia masih belum diketahui.
DIC ditemukan sebagai komplikasi pada sekitar 35% kasus sepsis berat dan menyumbang angka
1% pada pasien rawat inap rumah sakit. Menurut data di Jepang, proporsi kejadian DIC
mencapai 300/10 juta populasi.
DIC dapat terjadi pada 30-50% pasien yang mengalami sepsis, dan 1% dari total keseluruhan
pasien yang dirawat inap. DIC dapat terjadi pada seluruh usia, ras dan jenis kelamin.

3. Patogenesis dan Patofisiologi


Patogenesis KID meliputi disregulasi dari berbagai mekanisme homeostatic secara serentak
yakni :
1. Pengaktifan Sistem Koagulasi
2. Hambatan system inhibitor koagulasi ( antikoagulan alamiah)
3. Hambatan fibrinolysis

4. Manifestasi Klinis
Perdarahan
- Perdarahan kulitdan mukosayang luas
- Perdarahan dari insisi operasi, luka, kateter atau bekas tusukan jarum
Trombosis
- Purpura fulminan
- Akrosianosis perifer
- Perubahan pregangrenous pada jari, genital, dan jantung
Manifestasi disfungsi organ
- Perubahan penanda serum dari liver, ginjal, dan fungsi jantung
- Ikterus
- Gangguan irama jantung
- Perdarahan alveolar difus
- Adult respiratory distress syndrome
- Abnormalitas system saraf pusat
- Ulserasi mukosa gastrointestinal
- Insufiensi adrenal
- Petekie dan purpura fulminan

5. Diagnosis
KID selalu bersifat sekunder terhadap kondisi patologik lain yang mendasari. Diagnosis KID
didasarkan atas gambaran klinik dan temuan laboratorium. Tidak ada pemeriksaan
laboratorium tunggal untuk konfirmasi diagnosis KID. Salah satu cara dengan menggunaan skor
diagnostik dari tes koagulasi yang bisa dilakukan secara luas. Jumlah skor 5 atau lebih sesuai
diagnosis KID overt

6. Pemeriksaan Penunjang
- Hitung trombosit
- D-dimer
- PT dan aPTT
- Fibrinogen
- Pemeriksaan Film Darah

7. Tatalaksana
Penatalaksanaan Penyakit yang Mendasari
Terapi utama penderitadengan KID ditujukan pada penyakit vang mendasari. Perbaikan KID
tergantung tingkat berat penyakit yang mendasari, misalnya pengeluaran segera janin
danplasenta akan mengembalikan homeostasis pada penderita dengan KID obstetrik. Eradikasi
infeksi dengan antibiotik dan/atau tindakan pembedahan pada sindroma sepsis mungkin tidak
akan member efek yang sama karena mash ada kerusakan endotel yang luas.
Terapi Suportif dan Komponen Darah
Terapi suportif pada penderita dengan KID meliputi:
1. suport hemodinamik yang cukup untuk mempertahankan perfusi
2. transfusi suportif dengan produk darah yang sesuai
Pada penderita dengan KID yang disertai perdarahan aktif atau mempunyai risiko tinggi untuk
terjadi perdarahan, perlu pemberian transfusi trombosit, plasma segar beku (FFP), kriopresipitat
dan eritrosit. Penderita yang memerlu- kan tindakan invasif p e r l dilindungi dengan transfusi
trombosit yang sesuai. Target transfusi yang dianggap rasional adalah: trombosit diatas 50.000/L,
fibrinogen diatas 1.0 g/L, dan mempertahankan PT danAPTT sedekat mungkin dengan kisaran
normal.

8. Prognosis dan Komplikasi


Prognosis :
 KID akan mengalami perbaikan spontan pada banyak kasus jika penyakit dasar ditangani
dengan baik
 Pasien sepsis dengan KID memiliki mortalitas lebih tinggi, yakni 43%, dibandingkan
pasien sepsis tanpa KID sebesar 27%.3 Mortalitas tinggi juga sering karena
keterlambatan diagnosis dan terapi. Oleh karena itu, diagnosis dini penting untuk
mendukung keberhasilan terapi, sehingga angka mortalitas dapat diturunkan.
Komplikasi :
Komplikasi DIC yang mungkin dapat terjadi antara lain:
 gagal ginjal akut (25%)
 perubahan status mental (2%)
 disfungsi pernafasan (16%)
 disfungsi hati (19%)
 perdarahan (64%)
 trombosis yang mengancam nyawa (pada pasien dengan DIC sedang-berat hingga berat),
tamponade jantung, hemotorak, hematoma intraserebral, gangren pada jari-jari, syok
(14%), kematian
F. VITAMIN K DEFICIENCY BLEEDING
1. Definisi dan Klasifikasi
Nama lain : Acquired Prothombine Complex Defisiency (APCD), Hemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN)

Vitamin K berperan sebagai kofaktor yang dibutuhkan untuk aktivitas beberapa faktor
pembekuan darah yang mempunyai residu asam karboksiglutamat (FII, FVII, FIX, FX).

Vitamin K Deff Bleeding terjadi ketika pendarahan pada bayi tidak bisa berhenti karena ridak
memiliki vitamin k yang cukup untuk membantu proses pembekuan darah. Pendarahan bisa
terjadi di luar ataupun di dalam tubuh. Biasanya bayi dengan VKDB akan mengalami
pendarahan pada intestinal atau otak yang mana dapat mengakibatkan kerusakan otak bahkan
kematian

2. Etiologi, Epidemiologi dan Faktor Resiko


Etiologi
1. Bayi tidak mendapatkan injeksi vitamin K saat lahir. Resikonya bahkan lebih tinggi jika
mereka diberikan ASI eksklusif.
2. Apabila ibunya mengonsumsi obat-obatan seperti antikonvulsan, antibiotik, anti-tbc.
Obat-obatan dapat mengganggu tubuh dalam menggunakan vitamin K.
3. Bayi yang memiliki penyakit pada hepar
4. Bayi yang punya diare, penyakit usus atau cyctic fibrosis sering kali memiliki masalah
dalam penyerapan vitamin termasuk Vitamin K dari makanan yang mereka makan.
Faktor Resiko
1. Pemberian injeksi vitamin K pada saat baru lahir
2. Konsumsi obat-obatan pada orang tua
3. Gangguan pada organ dalam bayi
4. Penyakit pada bayi yang dapat menyebabkan sulitnya menyerap vitamin
Epidemiologi
VKDB dikategorikan menjadi 3 tipe : early (0-24 jam setelah lahir), classical (1-7 hari setelah
lahir), dan late(2-12 minggu setelah lahir, tetapi pada bayi yang sehat bisa terjadi sampai 6 bulan
setelah lahir).
1. Early dan classical VKDB lebih sering terjadi. Sekitar 1:60 sampai 1:250 bbl. Risiko
lebih tinggi untuk early VKDB bagi bayi yang ibunya mengonsumsi obat-obatan selama
kehamilan.
2. Late VKDB jarang, sekitar 1:14.000 sampai 1:25.000 bayi.
3. Bayi yang tidak mendapatkan injeksi vitamin K saat lahit, berisiko 81 kali mengidap late
VKDB daripada bayi yang mendapatkan injeksi vitamin K saat lahir.
4. 30-60% bayi dengan Late VKDB mengalami pendarahan pada otak.
5. 1 dari 5 bayi dengan VKDB mengalami kematian.
6. Di negara berkembang 5-25:100.000 kelahiran

3. Patogenesis dan Patofisiologi


Seluruh bayi memiliki risiko lebih tinggi untuk VKDB sampai mereka memakan mpasi biasanya
pada bulan ke 4-6, dan sampai bakteri normal pada intestinal mulai membentuk vitamin K.
Ketika baru lahir, bayi hanya punya sedikit sekali vitamin K dalam tubuhnya karena hanya
sebagian kecil yang dapat tersalurkan melalui plasenta ibunya. Bakteri baik yang memproduksi
vitamin K belum ada pada intestinal bbl. ASI mengandung jumlah vitamin K yang sedikit.

4. Manifestasi Klinis
Sayangnya, di sebagian besar VKDB, tidak ada Warning Sign yang ditunjukkan. Tapi biasanya
gejala muncul secara perlahan, seperti :
1. Memar/lebam, khususnya sekitar kepala dan muka bayi.
2. Pendarahan dari hidung atau pusar
3. Kulit lebih pucat dari sebelumnya. Untuk bayi yang berkulit gelap, gusi mungkin pucat.
4. Setelah 3 minggu, sklera mungkin ikterik
5. Muntah darah, dimana darahnya bergumpal, hitam, dan lengket.
6. Iritabilitas, kejang, rasa kantuk yang berlebihan, sering muntah mungkin merupakan
tanda-tanda pendarahan di otak.
5. Diagnosis
 Anamnesis : Identifikasi faktor risiko, seperti obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama
persalinan, ASI, saat terjadi perdarahan.
 Nilai keadaan klinis bayi
 Lakukan pemeriksaan laboratorium segera : Hb, leukosit, trombosit, PT, APTT, tes
substitusi
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratory-confirmed coagulopathy => pemanjangan PT hingga 4 kali dari normal. Terjadi
pendarahan simptomatik. Pemanjangan APTT tannpa trombositopenia, CT scan > MRI >
Ultrasound (untuk melihat apakah ada pendarahan internal)

Pemeriksaan Fisik : perdarahan retina, penurunan kesadaran, defisit neurologi fokal

7. Tatalaksana
Preventif
VKDB dapat dicegah dengan pemberian injeksi vitamin K 1 mg secara intra-muskular pada
paha. Satu injeksi yang diberikan tepat sesudah kelahiran akan melindungi bayi dari VKDB.
Juga dapat diberikan 6 jam sejak lahir agar tidak mengganggu proses bonding antara bayi dan
ibu.
Kuratif
 Vitamin K dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari
 Fresh Frozen Plasma (FFP) dosis 10-15ml/kgBB
 Operasi apabila ada perdarahan internal
Promotif
Menjelaskan kepada ibu mengenai pentingnya pemberian profilaksis vitamin K pada setiap bayi
baru lahir.

8. Prognosis dan Komplikasi


Prognosis
Bergantung pada derajat dan lokasi perdarahan, respon terhadap terapi, jika treatment diberikan
segera, maka prognosis baik
Komplikasi
Jika tidak, maka prognosis buruk dan dapat menyebabkan hidrosephalus, masalah persarafan,
brain damage, bahkan kematian.
Daftar Pustaka
1. Buku Ajar IPD FK UI ed. VI
2. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam, Panduan Praktis Klinis Hematologi
Onkologi Medik
3. Kapita Selekta Kedokteran ed. IV
4. PAPDI Hematoloi
5. Hematologi Klinik Ringkas, Prof. Dr. I Made Bakta
6. Vitamin K Deficiency, Rina E. Eden; Jean M. Coviello
7. Immune Trombocytopenia, Hematol Oncol Clin North Am. 2013 June ; 27(3): 495–520.
doi:10.1016/j.hoc.2013.03.001
REFERENSI JURNAL
MODUL 4 BLOK 2.1
Dosen Tutor : Prof. Dr. dr. Masrul, M.Sc, Sp.GK

Oleh

Rafiqah Azzahra
2210312022

Kelompok 1

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas

2023/2024

Anda mungkin juga menyukai