Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGALAMAN EMPIRIK MODERASI BERAGAMA

DOSEN PENGAMPU
Santi Susanti,S.H.I.,M.H.

Penyusun:

1. Wulan Suci Ramadani [23631071]


2. Wulandari [23631072]
3. Tania Putriga Sundari [23631067]

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
2023

1
A. Konteks Masyarakat Multicultural
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis,
Multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak, kultur (budaya), dan isme (aliran
paham). Secara hakiki. dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia
yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.
Multikulturalisme memiliki banyak pengertian, salah satu pengertiannya menekankan
danya penghargaan terhadap keanekaragaman diluar kebiasaan atau budaya dominan
Pandangan multikulturalisme bermanfaat untuk mengetahui bagaimana struktur social
menciptakan dan menjaga budaya budaya yang berbeda dalam suatu masyarakat. 1
Menurut agyumardi arra, "multikulturalisme" pada dasarnya adalah "pandangan dunia
yang kemudian dapat diterjemahan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang
menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multicultural yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat Muhikulturalisme dapat juga dipahami sebagai
pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam sebuah kesadaran.
Bhikhu Parekh mengatakan bahwa masyarakat multicultural adalah "suatu
masyarakat yang terdiri dari berberapa macam komunitas budaya dengan segala
kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, arti, nilai, bentuk
organisasi, sejarah, adat serta kebiasaan. Masyarakat multikultural merujuk pada suatu
lingkungan sosial di mana terdapat keberagaman budaya, etnis, agama, dan latar belakang
lainnya. Konsep ini menekankan adanya berbagai kelompok yang hidup bersama dalam
satu komunitas atau negara. Masyarakat multikultural dapat ditemukan di berbagai
belahan dunia, dan ciri utamanya adalah keberagaman yang diterima sebagai suatu
kenyataan yang alami.
Beberapa karakteristik masyarakat multikultural melibatkan:
1. Keberagaman Etnis dan Budaya: Masyarakat ini memiliki kelompok-kelompok etnis
dan budaya yang berbeda, yang memiliki tradisi, bahasa, dan norma-norma sosial yang
unik.
2. Keterbukaan dan Penerimaan: Masyarakat multikultural menekankan keterbukaan
terhadap perbedaan dan penerimaan terhadap keberagaman. Ini melibatkan sikap positif
terhadap orang-orang dengan latar belakang yang berbeda.
3. Dialog Antarbudaya: Komunikasi dan pertukaran informasi antara kelompok-
kelompok budaya menjadi penting untuk memahami perbedaan dan menciptakan
pemahaman bersama.
4. Keadilan Sosial: Pemeliharaan keadilan sosial dan hak asasi manusia bagi semua
anggota masyarakat, tanpa memandang latar belakang budaya atau etnis.

1
Suardi Suardi, ‘MASYARAKAT MULTIKULTURALISME INDONESIA’, 2017
<https://doi.org/10.13140/RG.2.2.29013.32484>.

2
5. Toleransi: Masyarakat multikultural mendorong sikap toleransi terhadap perbedaan,
baik itu dalam hal agama, budaya, maupun pandangan politik.
6. Pendidikan Antarbudaya: Masyarakat ini seringkali menekankan pentingnya
pendidikan yang mempromosikan pemahaman dan penghargaan terhadap keberagaman.
7. Politik Inkusif: Sistem politik yang mengakomodasi keberagaman dan memberikan
ruang bagi partisipasi aktif dari berbagai kelompok.
Masyarakat multikultural bukan tanpa tantangan. Konflik dapat muncul
karena perbedaan pendapat, nilai, atau kepentingan antara kelompok-kelompok yang
berbeda. Oleh karena itu, manajemen konflik, pendidikan antarbudaya, dan promosi nilai-
nilai toleransi menjadi penting untuk memastikan harmoni dan koeksistensi yang baik
dalam masyarakat multikultural.
B. Modal Sosial Kultural Moderasi Beragama
Modal sosial kultural dalam moderasi beragama ialah jaringan sosial atau
aset yang memberikan dasar bagi kohesi sosial karena mereka memungkinkan orang
untuk bekerja sama satu sama lain untuk saling menguntungkan. Modal sosial oleh
bourdiu diartikan sebagai jumlah sumberdaya, actual atau potential yang diperoleh
individu atau kelompok melalui jaringan relasi yang bertahan lama dari perkenalan dan
pengakuan bersama baik yang berlembagakan maupun yang kurang berlembagakan
Bourdieu memandang modal sosial lebih kepada jaringan relasi yang membangun secara
individu maupun kelompok, baik institusional maupun non-institusional.
Modal sosial kultural moderasi beragama merujuk pada kumpulan nilai,
norma, dan praktik-praktik sosial yang mendukung pemahaman dan pelaksanaan agama
secara moderat dan toleran.2 Konsep ini menekankan pentingnya kerjasama antarindividu
dan kelompok dalam konteks budaya tertentu untuk menciptakan lingkungan yang
mendorong dialog, pemahaman, dan toleransi dalam hal kepercayaan agama.
Beberapa elemen yang terkait dengan modal sosial kultural moderasi beragama
meliputi:
1.Dialog Antaragama: Masyarakat yang mendorong modal sosial kultural moderasi
beragama cenderung memfasilitasi dialog antaranggota berbagai kepercayaan agama. Ini
dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang keyakinan masing-masing dan
mengurangi ketegangan antar kelompok agama.
2. Toleransi dan Penghargaan Terhadap Perbedaan: Modal sosial kultural ini mencakup
nilai-nilai toleransi terhadap perbedaan keyakinan dan penghargaan terhadap pluralitas
agama. Ini mendorong individu untuk menghormati hak orang lain untuk memiliki
keyakinan agama yang berbeda.

2
Riyanti, Rika, Moderasi Sebagai Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila Di Perguruan Tinggi
Umum. (ADIBA: JOURNALOF EDUCATION, 2022).

3
3. Pendidikan Moderat: Modal sosial kultural moderasi beragama dapat terwujud dalam
pendidikan yang mendorong pemahaman dan penghargaan terhadap keragaman agama,
serta menekankan nilai-nilai moderat dan toleran.
4. Keterlibatan Komunitas: Adanya keterlibatan aktif dari masyarakat dalam
mendukung nilai-nilai moderasi beragama, seperti melalui kegiatan keagamaan bersama,
acara dialog, dan proyek-proyek kemanusiaan yang melibatkan berbagai kelompok
agama.
5. Etika dan Moralitas Moderat: Modal sosial kultural moderasi beragama dapat
mencakup norma-norma etika dan moralitas yang mendukung kehidupan agama yang
moderat dan tidak ekstrem.
6. Pola Komunikasi Positif: Adanya pola komunikasi positif antarindividu dan
kelompok agama, yang mendorong dialog terbuka dan menghargai perbedaan pendapat.
7.Keamanan dan Kesejahteraan Bersama: Masyarakat yang mempraktikkan modal
sosial kultural moderasi beragama cenderung menciptakan lingkungan yang aman dan
sejahtera bagi semua anggotanya, tanpa memandang latar belakang agama.
Modal sosial kultural moderasi beragama dapat berkontribusi pada pembentukan
masyarakat yang lebih inklusif, harmonis, dan stabil. Penting untuk menciptakan
kebijakan dan program-program yang mendukung pengembangan modal sosial ini dalam
upaya mencapai keselarasan agama dalam masyarakat.
C. Moderasi beragama untuk penguat toleransi aktif
Bermoderasi adalah masyarakat dengan keberagaman budaya dengan sikap
kemajemukannya Keberagaman yang mencakup perbedaan budaya, agama, ras, bahasa.
suku, tradisi, dan sebagainya. Moderasi beragama dapat berperan penting dalam
memperkuat toleransi aktif di masyarakat. Moderasi beragama mengacu pada pendekatan
agama yang cenderung moderat, inklusif, dan terbuka terhadap keragaman keyakinan.
Penerapan konsep ini dapat memfasilitasi dialog positif, membangun pemahaman lintas
agama, dan merangsang sikap toleransi aktif di kalangan masyarakat. 3 Berikut adalah
beberapa cara di mana moderasi beragama dapat memperkuat toleransi aktif:
1. Pendidikan dan Kesadaran:
- Mendorong pendidikan yang mempromosikan pemahaman tentang nilai-nilai
moderat dalam berbagai agama.
- Mengedepankan program-program pendidikan antarbudaya yang menekankan
kesamaan dan persamaan di antara berbagai keyakinan agama.
2. Dialog Antaragama:

3
Tahtimatur Rizkiyah and Nurul Istiani, ‘Nilai Pendidikan Sosial Keberagamaan Islam Dalam Moderasi
Beragama Di Indonesia’, POROS ONIM: Jurnal Sosial Keagamaan, 2.2 (2021), 86–96
<https://doi.org/10.53491/porosonim.v2i2.127>.

4
- Mendorong dan mendukung dialog terbuka dan berkelanjutan antara penganut
berbagai agama.
- Mengorganisir acara-acara dialog yang melibatkan tokoh-tokoh agama dan
komunitas.
3. Media yang Bertanggung Jawab:
- Mendorong media untuk menyajikan informasi yang seimbang dan tidak memihak
terkait isu-isu agama.
- Mendukung produksi konten media yang menggambarkan toleransi dan keragaman
dalam konteks agama.
4. Keterlibatan Komunitas:
- Membangun proyek-proyek atau kegiatan komunitas yang melibatkan anggota
berbagai agama secara bersama-sama.
- Menekankan nilai-nilai solidaritas dan kerjasama di tingkat lokal.
5. Kepemimpinan Agama Moderat:
- Mendukung pemimpin agama yang mempromosikan pesan moderat dan toleran.
- Mendorong kerjasama antar pemimpin agama untuk menyampaikan pesan
perdamaian dan toleransi.
6. Inisiatif Keamanan Bersama:
- Mengembangkan inisiatif keamanan bersama yang melibatkan anggota berbagai
agama untuk merespon potensi konflik atau ketegangan.
7. Kebijakan Publik yang Inklusif:
- Mendorong pembentukan kebijakan publik yang mendukung keragaman agama dan
melindungi hak-hak minoritas agama.
- Memastikan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut menciptakan lingkungan yang
inklusif dan adil.
8. Pentingnya Bahasa dan Narasi:
- Menggunakan bahasa yang mendukung kerjasama dan pemahaman, menghindari
retorika yang memprovokasi atau memperkuat perpecahan.
9. Pemberdayaan Perempuan:
- Memperkuat peran perempuan dalam mempromosikan toleransi dan moderasi
beragama, karena perempuan sering kali berperan sebagai agen perdamaian dalam
masyarakat.

5
Melalui kombinasi upaya ini, moderasi beragama dapat menjadi kekuatan
penggerak untuk membangun masyarakat yang lebih toleran, saling menghargai, dan
bekerja sama lintas agama untuk mencapai tujuan bersama.

D. Moderasi Beragama Untuk Nirkekerasan


Visi moderasi (jalan tengah) dalam beragama bukan lagi hal baru, dari sisi
kebijakan misalnya substansi fisi moderasi beragama dapat dilihat dari infasi-kementrian
agama RI terkait kerukunan hidup umat beragama Setiap umat beragama mengakui
bahwa agama yang dipeluk adalah yang paling baik, kendati demikian, adanya moderasi
beragama menjadikan para masyarakat lebih merasa tidak berlebih-lebihan dalam
beragama sehingga tidak terjadi perseteruan atas dasar membanggakan agamanya
masing-masing dan merasa agamanya paling benar. 4

Kerukunan yang terjadi atas dasar toleransi dapat membuat terjalinnya kerja
sama dalam kehidupan masyarakat bangsa dan Negara dibawah payung keberagaman
Ekstrimisme dan kekerasan atas nama agama tidak cukup diatasi dengan gerakan
melainkan juga harus bersinergi dengan gerakan moderasi sehingga terciptanya sikap
toleransi. Moderasi beragama dapat menjadi dasar yang kuat untuk mempromosikan non-
kekerasan dalam konteks keberagaman agama. Ketika nilai-nilai moderat dan inklusif
diadopsi oleh penganut agama, hal ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang
mendukung dialog damai, pemahaman bersama, dan penyelesaian konflik tanpa
kekerasan. Berikut adalah beberapa cara moderasi beragama dapat digunakan untuk
memajukan prinsip nirkekerasan:
1. Pendidikan Damai:
- Mendorong pendidikan agama yang menekankan nilai-nilai perdamaian, toleransi,
dan keadilan.
- Mengintegrasikan pembelajaran tentang resolusi konflik tanpa kekerasan dalam
kurikulum pendidikan agama.
2. Dialog Antaragama untuk Perdamaian:
- Mengadakan dialog terbuka antar kelompok agama untuk meningkatkan pemahaman
dan mencari solusi damai terhadap konflik.
- Mendukung inisiatif dialog yang melibatkan pemimpin agama dan anggota
masyarakat.
3.Pemimpin Agama yang Mendukung Perdamaian:
- Mendorong peran pemimpin agama yang mempromosikan pesan perdamaian,
keselarasan, dan kerjasama antaragama.

4
Sumarto Sumarto, ‘IMPLEMENTASI PROGRAM MODERASI BERAGAMA KEMENTERIAN AGAMA RI’, Jurnal
Pendidikan Guru, 3.1 (2021) <https://doi.org/10.47783/jurpendigu.v3i1.294>.

6
- Memberdayakan pemimpin agama sebagai mediator dalam penyelesaian konflik.
4. Media yang Mendorong Damai:
- Menggalakkan media untuk menyajikan cerita dan informasi yang mempromosikan
perdamaian dan pemahaman antaragama.
- Mendorong produksi konten yang menyoroti upaya-upaya perdamaian dan
kolaborasi lintas agama.
5. Penghargaan Terhadap Keberagaman:
- Mendorong penghargaan terhadap keragaman agama sebagai aset dan kekayaan bagi
masyarakat.
- Menekankan bahwa perbedaan agama tidak harus menjadi sumber konflik, tetapi
sebaliknya, dapat memberikan nilai tambah.
6. Pemahaman Bersama Melalui Budaya dan Seni:
- Menggunakan seni dan budaya sebagai sarana untuk membangun pemahaman
bersama dan menghargai keragaman agama.
- Mendukung proyek seni atau budaya yang melibatkan partisipasi dari berbagai
komunitas agama.
7.Kesadaran HAM dan Kebebasan Beragama:
- Mempromosikan kesadaran hak asasi manusia dan kebebasan beragama sebagai
landasan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan damai.
- Memastikan bahwa kebijakan dan praktik-praktik yang melibatkan agama
mencerminkan prinsip-prinsip HAM.
8.Penguatan Peran Perempuan dalam Perdamaian
- Memberdayakan perempuan sebagai agen perdamaian dan pemimpin dalam upaya
memediasi konflik dan mempromosikan moderasi beragama.
Melalui upaya-upaya ini, moderasi beragama dapat menjadi alat yang
efektif untuk menciptakan budaya perdamaian dan mengurangi potensi konflik yang
melibatkan perbedaan agama. Memahami bahwa nilai-nilai agama dapat bersinergi
dengan prinsip-prinsip perdamaian membantu menciptakan masyarakat yang lebih aman,
inklusif, dan damai.

E. Moderasi Beragama Di Era Disrupsi Digital


Komplesitas kehidupan beragama saat ini menghantarkan dari tantangan
dan perubahan yang sangat ekstrim berbeda dengan masa-masa sebelumnnya karena
dunia sekarang 9/10 telah memasuki era disrups, sehingga dalam kehidupan keagamaan
pun kita bisa menyebut adanya disrupsi beragama. Kata disrupsi didefinisikan sebagai

7
“hal tercabut dari akarnya” biasanya disrup dikaitkan dengan pusatnya keberagaman
teknoligi komunikasi dan informasi yang kini memasuki refolusi industry digital.5

Moderasi beragama di era disrupsi digital menjadi semakin penting karena


perkembangan teknologi dan media sosial dapat mempercepat penyebaran informasi dan
memperkuat polarisasi di antara kelompok agama. Oleh karena itu, praktik moderasi
beragama dapat membantu mengurangi potensi konflik dan ketidaksetaraan di dunia
digital. Berikut adalah beberapa strategi untuk mendorong moderasi beragama di era
disrupsi digital:
1. Pendidikan Digital Moderat:
- Mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan
digital.
- Mendorong literasi digital yang mencakup pemahaman tentang bagaimana teknologi
dapat memengaruhi persepsi agama.
2. Pemantauan Konten Digital:
- Membangun sistem pemantauan konten digital yang dapat mengidentifikasi dan
menanggapi konten yang merugikan, provokatif, atau ekstrem dalam konteks agama.
- Kolaborasi dengan platform media sosial untuk mengembangkan kebijakan dan
algoritma yang mendukung moderasi beragama.
3.Dialog Antaragama Digital:
- Menggunakan platform digital untuk mendorong dialog antaragama dan membangun
pemahaman yang lebih baik.
- Mengorganisir acara dan diskusi online yang melibatkan tokoh-tokoh agama dan
komunitas.
4. Media Digital yang Bertanggung Jawab:
- Mendukung media digital yang mempraktikkan jurnalisme yang bertanggung jawab
dan etika dalam meliput isu-isu agama.
- Menggalakkan pembuat konten digital untuk menyajikan informasi dengan cara
yang mendukung perdamaian dan toleransi.
5. Pelatihan Moderasi Online:
- Melibatkan pengguna internet dalam pelatihan moderasi online untuk
mempromosikan perilaku yang positif dan respek terhadap perbedaan agama.
- Menciptakan ruang aman untuk diskusi online yang memfasilitasi pertukaran ide dan
pandangan tanpa kebencian atau ekstremisme

5
Nasaruddin Umar, Islam Nusantara Jalan Panjang Moderasi Beragama Di Indonesia (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2019).

8
6. Kampanye Kesadaran Digital:
- Meluncurkan kampanye kesadaran digital yang fokus pada nilai-nilai moderasi
beragama.
- Memperkuat pemahaman tentang konsekuensi dari penyebaran informasi palsu atau
provokatif terkait agama
7. Kolaborasi Antar platform dan Pemerintah:
- Menggalakkan kerja sama antarplatform media sosial untuk mengembangkan dan
menerapkan kebijakan moderasi beragama.
- Mendorong pemerintah untuk berperan aktif dalam mengatur dan memantau praktik
digital terkait agama
8. Promosi Kreativitas Digital Positif:
- Mendorong produksi konten digital yang mendukung pesan damai, toleransi, dan
inklusivitas.
- Memberikan penghargaan atau pengakuan untuk proyek-proyek kreatif yang
mendukung moderasi beragama.
9.Peran Pemimpin Agama dalam Ruang Digital:
- Mendorong pemimpin agama untuk aktif berpartisipasi dalam ruang digital,
memberikan pandangan yang moderat dan mendukung dialog positif.
- Memberdayakan pemimpin agama untuk menjadi agen perubahan digital yang
positif.
Dengan mengadopsi pendekatan ini, moderasi beragama dapat diintegrasikan dalam
lingkungan digital untuk menciptakan ruang yang lebih aman, toleran, dan inklusif di
dunia maya.

9
KESIMPULAN
Pengamalan empirik moderasi beragama menunjukkan dampak positif dalam
membentuk masyarakat yang inklusif, toleran, dan damai. Melalui upaya konkret dalam
pendidikan, dialog antaragama, dan inisiatif digital, moderasi beragama menjadi landasan
bagi harmoni antar kelompok agama. Pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai
moderasi beragama membuka pintu untuk pemahaman yang lebih dalam tentang
keberagaman keyakinan. Dialog antaragama, baik dalam bentuk pertemuan fisik maupun
virtual, memperkuat hubungan antar komunitas agama, mengurangi ketegangan, dan
menciptakan ruang untuk dialog terbuka.

Sementara itu, praktik moderasi beragama dalam dunia digital menghadapi


tantangan dan memerlukan kolaborasi antarplatform, pemerintah, dan masyarakat.
Meskipun demikian, penggunaan teknologi secara positif dapat menjadi alat efektif dalam
mendukung moderasi beragama. Secara keseluruhan, pengamalan empirik moderasi
beragama adalah langkah nyata menuju masyarakat yang saling menghormati, menerima
perbedaan, dan bekerja sama demi perdamaian bersama.

10
DAFTAR PUSTAKA
Nasaruddin Umar, Islam Nusantara Jalan Panjang Moderasi Beragama Di Indonesia (Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2019)

Riyanti, Rika, Moderasi Sebagai Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila Di


Perguruan Tinggi Umum. (ADIBA: JOURNALOF EDUCATION, 2022)

Rizkiyah, Tahtimatur, and Nurul Istiani, ‘Nilai Pendidikan Sosial Keberagamaan Islam Dalam
Moderasi Beragama Di Indonesia’, POROS ONIM: Jurnal Sosial Keagamaan, 2.2
(2021), 86–96 <https://doi.org/10.53491/porosonim.v2i2.127>

Suardi Suardi, ‘MASYARAKAT MULTIKULTURALISME INDONESIA’, 2017


<https://doi.org/10.13140/RG.2.2.29013.32484>

Sumarto, Sumarto, ‘IMPLEMENTASI PROGRAM MODERASI BERAGAMA


KEMENTERIAN AGAMA RI’, Jurnal Pendidikan Guru, 3.1 (2021)
<https://doi.org/10.47783/jurpendigu.v3i1.294>

11

Anda mungkin juga menyukai