Anda di halaman 1dari 27

library.uns.ac.

id 5
digilib.uns.ac.id

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu
Motivasi akan mempengaruhi tindakan dari seseorang, salah satunya
adalah petani. Aprilia et al., (2018) melakukan penelitian tentang “Motivasi
Petani dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi
Sawah di Desa Jatiragas Hilir, Kecamatan Patok Besi, Kabupaten Subang”.
Penelitian tersebut dilakukan karena adanya petani yang belum mencapai
ketahanan pangan. Aprilia (2018) menjelaskan bahwa kinerja seorang petani
dipengaruhi oleh motivasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
motivasi petani dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga petani padi
sawah serta mengetahui faktor-faktor yang cenderung berhubungan dengan
motivasi petani dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga petani padi
sawah. Penelitian ini dilakukan di Desa Jatiragas Hilir, Kecamatan Patok Besi,
Kabupaten Subang. Teknik pengambilan data dilakukan secara purposif
terhadap 29 petani di Desa Jatiragas Hilir yang menerapkan usaha tani padi
sawah. Metode yang digunakan merupakan kualitatif. Analisis yang digunakan
adalah deskriptif.
Hasil penelitian dari Aprilia et al., (2018) menunjukkan bahwa petani
penerima rastra memiliki motivasi yang tinggi dalam mewujudkan ketahanan
pangan rumah tangga petani padi sawah karena dilihat dari ketidakpuasan
mereka dengan kondisi ekonomi saat ini namun memiliki keinginan dan upaya-
upaya yang dilakukan dalam mewujudkan ketahanan pangannya namun belum
bisa tahan pangan karena bantuan yang diberikan oleh pemerintah yaitu rastra
hanya sedikit sehingga tidak berdampak pada pemenuhan kebutuhan pangan
rumah tangga petani, luas lahan yang mereka punya sempit dan modal yang
mereka miliki kurang. Pada petani bukan penerima rastra memiliki motivasi
yang rendah dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga petani padi
sawah karena kepuasaan mereka dengan kondisi ekonomi saat ini dan sedikit
upaya yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga petani
padi sawah hal tersebut. Tujuan utama mereka bertani tidak lagi hanya sebatas

5
library.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

memenuhi kebutuhan pangan dalam rumah tangganya namun kebutuhan


lainnya.
Hasil penelitian Aprilia (2018) tersebut adalah faktor internal dan
eksternal dari motivasi petani penerima dan bukan penerima rastra. Faktor
internal tersebut adalah umur, pengalaman usaha tani, dan luas lahan garapan.
Petani yang berumur produktif memiliki kemampuan beradaptasi lebih cepat
dan baik di bandingkan petani yang berumur tidak produktif. Pengalaman usaha
tani yang lama menjadikan petani terbiasa melakukan usaha tani dan memiliki
kemampuan yang baik dalam berusaha tani. Lahan garapan yang luas
memberikan hasil produksi yang lebih banyak dibandingkan petani dengan luas
lahan yang sempit. Faktor eksternalnya adalah ketersedian modal dan
ketersediaan sarana dan prasarana produksi dalam usaha tani padi sawah
tersebut. Ketersedian modal yang cukup akan mempermudah petani dalam
melakukan usaha tani. Ketersedian sarana dan prasarana produksi yang
memadai akan memperlancar produksi padi sawah. Pada petani bukan penerima
rastra tidak ada kecederungan hubungan antara faktor internal dan eksternal
dengan motivasi dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga petani
padi sawah.
Wiweka et al., (2018) menambahkan penelitian mengenai motivasi
dengan judul “Motivasi Petani dalam Membudidayakan Tanaman Pepaya
Calina (Carica papaya L) (Kasus Kelompok Tani Pepaya Calina di Desa
Sulangai, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung)”. Penelitian ini
menggunakan teknik wawancara dan observasi. Variabel pada penelitian ini
adalah motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh anggota Kelompok tani pepaya calina yang membudidayakan
pepaya calina di Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung yang
berjumlah 20 orang petani. Sampel ditentukan dengan metode sensus.
Berdasarkan data hasil penelitian dari Wiweka (2018), tingkat motivasi
petani dalam membudidayakan tanaman pepaya calina di Desa Sulangai,
Kecamatan Petang, Kabupaten Badung termasuk kategori tinggi. Hal tersebut
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

menunjukkan bahwa petani mendapat dorongan yang besar baik dalam dirinya
maupun dari orang lain. Jika dilihat dari motivasi instrinsik, tingkat motivasi
menandakan petani ingin meningkatkan kemampuannya untuk dapat menanam
pepaya calina dengan baik karena kemampuan yang baik dalam
membudidayakan pepaya calina bisa meningkatkan kualitas buah yang baik dan
dapat meningkatkan hasil panen buah pepaya calina agar dapat menambah
penghasilan yang mereka dapatkan. Motivasi intrinsik yang dimaksud adalah
kebutuhan pokok, sosial, rasa aman, penghargaan dan aktualisasi diri.
Kebutuhan pokok kategori sangat tinggi karena petani membudidayakan
tanaman pepaya calina untuk menambah pendapatan agar dapat memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Petani menganggap budidaya tanaman pepaya calina
menguntungkan secara finansial maupun non finansial. Secara finansial
penghasilan petani bertambah dari hasil penjualan buah pepaya calina,
sedangkan secara non finansial dapat memanfaatkan lahan yang dulunya kurang
produktif menjadi lahan produktif setelah dijadikan lahan budidaya tanaman
pepaya calina sehingga dapat dijadikan bisnis menguntungkan serta mampu
menambah pendapatan petani. Kebutuhan akan rasa aman petani dalam
membudidayakan tanaman pepaya calina termasuk kategori sedang, artinya
petani sudah cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan akan rasa aman saat
melakukan budidaya tanaman pepaya calina sehingga pemenuhan kebutuhan ini
tidak menjadi prioritas saat ini. Kebutuhan ini dipenuhi melalui kemampuan
petani dalam meminimalisir hal-hal yang dapat mengancam keberhasilan
budidaya tanaman pepaya calina yang mereka lakukan. Kebutuhan akan rasa
aman yang dimaksud petani ialah kecilnya resiko kecelakaan fisik, resiko gagal
panen akibat pengaruh cuaca dan serangan hama penyakit, serta resiko
pencurian dalam melakukan budidaya tanaman pepaya calina. Kebutuhan akan
penghargaan rendah karena petani belum cukup puas atas kebutuhan akan
penghargaan. Petani merasa bantuan tersebut belum cukup untuk
mengembangkan usahatani mereka meskipun pemerintah memberi bantuan
berupa biji buah pepaya calina. Kebutuhan sosial tinggi karena petani memiliki
kebutuhan sosial yang dapat terpenuhi. Kebutuhan sosial yang dimaksud yaitu
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

adanya komunikasi yang baik antar petani pepaya calina karena


membudidayakan tanaman yang sama. Petani juga menjalin hubungan kerja
yang harmonis dan kompak baik saat menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga maupun saat menggunakan tenaga kerja diluar keluarga. Kebutuhan
aktualisasi diri sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa petani
membudidayakan tanaman pepaya calina atas keinginan sendiri untuk
mengembangkan usahanya yang sangat besar, karena buah pepaya calina
merupakan varietas buah pepaya unggul.
Arifin et al., (2015) melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Petani dalam Meningkatkan Produksi
Padi di Desa Bungaraya Kecamatan Bungaraya Kabupaten Siak” karena jumlah
produksi padi lebih tinggi di desa tersebut dibandingkan dengan desa yang
lainnya. Metode yang digunakan adalah metode survey. Populasi dalam
penelitian ini adalah petani padi di Desa Bungaraya Kecamatan Bungaraya
Kabupaten Siak. Responden dipilih secara acak (simple random sampling).
Sebanyak 30 orang sampel petani padi laki-laki akan diambil sebagai sampel.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer melalui
wawancara mendalam (indepth interview) dan data sekunder melalui laporan-
laporan tahunan tertulis lembaga atau institusi yang terkait dalam penelitian ini.
Analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian tersebut adalah metode
deskriptif dan Skala Likert’s Summated Rating (SLR).
Hasil analisa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
petani dalam meningkatkan hasil produksi padi di Desa Bungaraya yaitu
karakteristik internal dan eksternal yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan,
jumlah tanggungan keluarga, lama pengalaman usahatani, lama menjadi
anggota kelompok tani, penghasilan perbulan, penguasaan lahan,
kekosmopolitan, intensitas penyuluh, ketepatan saluran penyuluhan, jumlah
sumber informasi, keterjangkauan harga saprodi, dan ketersediaan saprodi.
Motivasi internal dan eksternal terdiri dari harga diri, harapan pribadi,
keinginan, kebutuhan, kepuasan kerja, jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

dimana seseorang bergabung, situasi lingkungan pada umumnya, organisasi


tempat bekerja, dan sistem imbalan yang berlaku.
Widiyanti et al., (2016) dalam penelitian yang berjudul “Kinerja
Usahatani dan Motivasi Petani dalam Penerapan Inovasi Varietas Jagung
Hibrida pada Lahan Kering di Kabupaten Lombok Timur” menunjukkan
inovasi yang didapatkan dari sebuah motivasi. Motivasi merupakan salah satu
aspek penting yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi inovasi.
Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis perbedaan kinerja usahatani antara
petani hibrida dan non hibrida, menganalisis tingkat motivasi dan faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi petani dalam penerapan inovasi varietas jagung
hibrida. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten
Lombok Timur. Pemilihan tempat ini dilakukan secara purposive, berdasarkan
pertimbangan bahwa Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu sentra
produksi jagung unggulan di Nusa Tenggara Barat. Metode analisis data yang
digunakan adalah analisis uji beda (uji-t), uji mann-whitney dan uji korelasi rank
spearman. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja usahatani
antara petani hibrida dan non hibrida. Pada kondisi normal, petani hibrida dapat
memproduksi rata-rata 11,45 ton per hektar, sedangkan petani non hibrida dapat
memproduksi rata-rata 7,43 ton per hektar. Terdapat perbedaan tingkat motivasi
antara petani hibrida mayoritas awal dan mayoritas akhir. Motivasi petani
hibrida mayoritas akhir lebih tinggi dibandingkan mayoritas awal. Faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi petani dalam penerapan inovasi varietas jagung
hibrida yaitu, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, luas
lahan garapan, sifat kosmopolit dan ketersediaan modal.
Pada penelitian ini membahas mengenai budidaya dan karakteristik
kopi. Alnopri et al., (2018) dalam penelitiannya tentang “Idiotipe Kopi Arabika
Tanaman Belum Menghasilkan pada Lingkungan Dataran Rendah dan
Menengah” menawarkan teknologi dengan merakit keunggulan sifat kopi
Robusta (habitat dataran rendah) dan sifat kopi arabika kopi Arabika (habitat
dataran tinggi) pada suatu tanaman dinamakan kopi Robbika. Idiotipe tanaman
kopi arabika tanaman belum bisa menghasilkan dikaji pada lingkungan dataran
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

rendah dan menengah. Rancangan tata ruang menggunakan rancangan acak


kelompok disusun secara petak terpisah (split plot), dengan petak utama (main
plot) adalah ketinggian tempat sebanyak 2 lokasi (10 mdpl 500 mdpl), dan sub
plot adalah 10 genotipe kopi Arabika (5 genotipe arabika dan 5 genotipe
robbika), diulang 3 kali dengan masing-masing 4 tanaman. Tanaman sampel
yang diamati adalah tanaman tengah (dua tanaman per perlakuan per ulangan).
Hasil yang didapatkan adalah idiotipe genotipe kopi robbika atau kopi arabika
yang mempunyai batang bawah kopi robusta dan berbatang atas kopi arabika
lebih baik dibandingkan kopi arabika, kondisi lingkungan dataran menengah
(400-600 mdpl) lebih kondusif untuk pertumbuhan kopi arabika dibandingkan
kondisi lingkungan dataran rendah dan budidaya kopi arabika pada dataran
menengah memerlukan teknologi rekayasa lingkungan dengan cara menanam
pohon naungan dari famili leguminosae.
Saragih (2018) melakukan penelitian tentang kopi arabika di dataran
tinggi Sumatera Utara karena secara monokultur usaha tani kopi arabika tidak
mendukung keberlanjutan ekologi dan pasar internasional menginginkan
produk kopi arabika sesuai dengan standar ramah lingkungan yang
memperhatikan aspek ekologis dalam pengelolaannya. Penelitiannya berjudul
“Aspek Ekologis dan Determinan Produksi Kopi Arabika Spesialti di Wilayah
Dataran Tinggi Sumatera Utara”. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode
multi-stage cluster sampling dan sampel petani ditentukan dengan metode
sampel acak sederhana. Aspek ekologis dianalisis secara deskriptif. Hasil
analisis menunjukkan bahwa usaha tani kopi arabika berpelindung sebanyak
32% dari keseluruhan usaha tani kopi arabika di wilayah penelitian dengan
jumlah populasi rata-rata 45 pohon/ha. Pemangkasan tanaman kopi dan
pengendalian hama penggerek buah kopi (PBKo) menjadi determinan penting
untuk meningkatkan produksi kopi arabika spesialti. Kegiatan konservasi lahan,
jumlah pohon pelindung, dan pupuk organik ini dapat menjaga kelestarian lahan
dan mendukung produksi kopi arabika berkelanjutan dalam jangka panjang.
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

B. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan Pertanian Komoditas Kopi di Indonesia
Pembangunan pertanian berperan strategis dalam perekonomian
nasional. Peran strategis tersebut ditunjukkan dalam pembentukan kapital,
penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi,
penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan, serta
pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan.
Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan menuju pembangunan
pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai bagian dari
implementasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan yang mewujudkan
kebutuhan hidup saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi
mendatang untuk mewujudkan kebutuhan hidupnya. Pembangunan
pertanian yang berkelanjutan merupakan isu penting strategis yang menjadi
perhatian dan pembicaraan disemua negara dewasa ini. Pembangunan
pertanian berkelanjutan selain sudah menjadi tujuan, juga sudah menjadi
paradigma pola pembangunan pertanian (Rudy dan Anugrah, 2011).
Paradigma modernisasi dalam pelaksanaan pembangunan pertanian
yang mengutamakan prinsip efisiensi, secara nyata telah mengakibatkan
terjadinya berbagai perubahan pada masyarakat petani, baik struktur sosial,
budaya dan politik, maupun struktur ekonomi di perdesaan. Keberhasilan
pembangunan pertanian yang belum optimal, salah satunya ditenggarai
akibat belum optimalnya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM),
sehingga mempengaruhi keberlanjutan pelaksanaan pembangunan itu
sendiri. Maju mundurnya suatu negara dan bangsa sangat ditentukan
keunggulan kualitas dan daya saing SDM-nya. (Elizabeth, 2007). Menurut
Arifa (2017) pembangunan pertanian dapat diterapkan melalui penerapan
kebijakan otonomi daerah karena merupakan kesempatan besar bagi para
kepala daerah untuk berinovasi dengan potensi lokal yang dimilikinya.
Kepala daerah mempunyai kewenangan yang sangat longgar dalam
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

membuat kebijakan untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan bagi


masyarakatnya.
Pembangunan pertanian harus difokuskan pada komoditas-
komoditas unggulan dengan tujuan mengurangi biaya produksi,
meningkatkan produksi dan produktivitas, sehingga dapat meningkatkan
keuntungan dan pendapatan petani. Pengembangan komoditas unggulan
dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian agroekosistemnya guna
meningkatkan produktivitas dan nilai jualnya. Pengembangan komoditas
unggulan berbeda untuk setiap wilayah bergantung dari karakteristik dan
potensi sumber dayanya. Komoditas unggulan adalah komoditas yang
sesuai dengan agroekologi setempat dan berdaya saing, baik di pasar lokal,
daerah lain dalam lingkup nasional, maupun di pasar internasional
(Mulyono dan Munibah, 2016).
Komoditas unggulan Indonesia yang dapat bersaing di pasar
internasional adalah kopi. Data Direktorat Jendral Perkebunan 2016
menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kenaikan nilai ekspor kopi ke
berbagai negara dari tahun 2006 senilai US$ 586.877.000 menjadi
US$1.197.735.000 pada tahun 2015. Total produksi yang dihasilkan yakni
639.412 ton, sekitar 70,65% kopi untuk kebutuhan ekspor, sedangkan
sisanya (33%) untuk kebutuhan dalam negeri.
2. Budidaya Kopi
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor
yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan
banyak sektor karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai dengan
penanganan industri hilir (Astira, 2016). Kopi dapat dapat tumbuh dimana
saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur
yang sangat tinggi atau daerah-daerah tandus yang memang tidak cocok
bagi kehidupan tanaman. Kopi yang dikembangkan di Indonesia yaitu kopi
arabika dan kopi robusta. Kopi arabika merupakan jenis kopi tradisional
yang memiliki rasa paling enak dan kopi robusta yang memiliki kafein lebih
tinggi (Abimanyu et al., 2018).
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada


ketinggian tempat di atas 700 m di atas permukaan laut (dpl). Beberapa klon
saat ini dapat ditanam mulai di atas ketinggian 500 m dpl namun yang
terbaik seyogyanya kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi
robusta. Kopi arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada
ketinggian di atas 1000 m dpl. Kopi arabika dikonsumsi dalam jumlah lebih
banyak dibanding kopi robusta. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan cara
minum kopi, yaitu dua-pertiga atau lebih campuran seduhan merupakan
kopi arabika, sedangkan sisanya adalah kopi robusta. Secara tidak langsung
kebiasaan tersebut juga mempengaruhi pangsa pasar kopi dunia terhadap
kebutuhan kopi arabika (Prastowo et al., 2010)
Budidaya kopi diawali dengan pemilihan lahan, persiapan lahan,
pembibitan, penanaman, pemupukan, pemangkasan, dan pengendalian
hama. Permentan (2014) berpendapat bahwa lahan yang digunakan untuk
tanaman kopi Arabika, Robusta maupun kopi lainnya memiliki karakter
ketinggian tempat, jenis tanah, dan lama bulan kering yang berbeda. Kopi
arabika tumbuh pada ketinggian 1.000-2.000 mdpl, tekstur tanah
berlempung dengan struktur tanah lapisan atas remah, dan bulan kering 1-3
bulan. Kopi robusta tumbuh pada ketinggian 100-600 mdpl, tekstur tanah
berlempung dengan struktur tanah lapisan atas remah, dan bulan kering 3
bulan.
Persiapan lahan untuk kopi dengan membuka lahan, mengendalikan
alang-alang dan mengatur jarak tanam dan lubang tanam. Pembukaan lahan
dilakukan dengan membongkar pohon-pohon, tunggul beserta
perakarannya serta membersihkan gulma. Gulma dapat dibersihkan secara
manual maupun secara kimiawi menggunakan herbisida sistemik maupun
kontak tergantung jenis gulmanya secara bijaksana. Pada lahan yang
memiliki kemiringan lebih dari 30% perlu dibuatkan teras-teras.
Pengendalian alang-alang dapat dilakukan dengan cara manual, mekanis,
kultur teknis, maupun pengendalian secara erpadu dengan pengolahan tanah
minimum dan penggunaan herbisida. Jarak tanam yang digunakan untuk
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

menanam kopi robusta adalah 2,5 m x 2,5 m atau 3 x 2 m. Jarak tanam pada
kopi arabika sama dengan jarak tanam kopi robusta (Permentan, 2014).
Pada tahap pembibitan dapat dilakukan secara generatif maupun
vegetatif. Pembibitan secara generatif dilakukan mengecambahkan benih
kopi. Kebutuhan benih untuk 1 ha dibutuhkan 3.000 benih. Pembuatan
bedengan pesemaian dibuat arah utara-selatan, lebar bedeng 80-120 cm,
panjang disesuaikan menurut kebutuhan. Tanah dicangkul kemudian
dibersihkan dari sisa-sisa akar dan rumput. Bedengan ditinggikan kurang
lebih 20 cm menggunakan tanah subur dan gembur, di atasnya ditambah
lapisan pasir halus setebal 5 cm. Pinggirnya diberi penahan dari bambu atau
bata merah agar tanah tidak longsor. Bedengan ditutup plastik selama 7 hari,
kemudian benih boleh disemaikan. Bedengan diberi atap/naungan berupa
alang-alang, daun tebu, kelapa, dll, tinggi sebelah barat 120 cm, sebelah
timur 180 cm. Penyemaian benih dilakukan dengan membenamkan biji
sedalam 0,5 cm. Jarak tanam benih 3 cm x 5 cm. Benih yang telah tertata di
atas bedengan di atasnya ditaburi potongan jerami atau alang-alang kering,
agar terlindung dari sengatan matahari maupun curahan air siraman.
Penyiraman disesuaikan dengan kondisi kelembaban lingkungan.
Pemupukan sesuai umur benih, pupuk dibenamkan atau dilarutkan dalam
air. Dosisnya, umur 1-3 bulan = 1 g Urea + 2 g TSP + 2 g KCl, umur 3-8
bulan = 2 g Urea. Urea diberikan 2 minggu sekali, apabila berupa larutan
diberikan dengan konsentrasi 0.2% sebanyak 50-100 ml/benih/2-minggu.
Pengendalian hama penyakit dan gulma dilakukan secara manual atau
kimiawi. Hama yang sering menyerang benih kopi yaitu ulat kilan, belalang
dan bekicot. Penyakit yang sering dijumpai yaitu penyakit rebah batang
(Rizoctonia solani). Benih siap tanam umur 10-12 bulan dari penyemaian
(Permentan, 2014).
Pembibitan secara vegetatif menggunakan penyambungan maupun
stek. Penyambungan menggunakan batang atas dan batang bawah kopi yang
berbeda jenis. Pada bagian atas dari batang bawah (5 cm di leher akar)
dibuat celah 1 cm. Bagian bawah dari batang atas (4 cm dari daun kepel)
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

disayat miring pada kedua sisinya sehingga membentuk huruf V. Batang


disisipkan pada celah yang telah dibuat pada batang bawah. Frekuensi
penyiraman 1-2 hari sekali tergantung keadaan. Waktu penyiraman
sebaiknya dilakukan pagi hari dengan cara membuka salah satu sisi sungkup
dan ditutup kembali. Dua minggu setelah penyambungan dilakukan
pemeriksaan hasil sambungan. Sambungan jadi ditandai dengan tidak
layunya benih sambungan. Pada pembuatan benih stek dapat digunakan
kopi Arabika maupun kopi Robusta. Benih stek dapat dipakai sebagai
batang bawah untuk pembuatan benih sambungan. Keuntungan benih stek
dibandingkan benih semaian yaitu menjamin kemurnian klon, umur siap
tanam relatif pendek (9-12 bulan) sejak perakaran, perakaran cukup banyak
dan akar tunggang pengganti yang tidak kalah kokoh dengan akar tunggang
asal biji, mempunyai sifat yang sama dengan pohon induknya, mutu yang
dihasilkan seragam, dan prekositas (masa berbuah awal) relatif pendek (1-2
tahun). Persiapan bahan tanam dan pelaksanaan penyetekan dengan
melakukan inventarisasi kebun entres agar diketahui klon dan umur entres.
Kebun entres yang terlalu tua harus diremajakan. Umur entres yang
digunakan yaitu 3-6 bulan, karena pada umur tersebut bahan cukup baik
untuk stek. Pemotongan bahan stek dengan cara menggunakan satu ruas 6-
8 cm dengan sepasang daun yang dikupir, pangkal stek dibuat runcing. Jarak
tanam stek 5-10 cm. Stek yang sudah tertanam dilakukan penutupan dengan
plastik. Penyiraman dilakukan 1-2 hari sekali dengan cara membuka salah
satu sisi sungkup dan segera ditutup. Umur 3 bulan dilakukan hardening
secara bertahap. Umur 4 bulan stek dipindah ke kantong plastik dan
dipelihara seperti lazimnya pemeliharaan benih di bedengan. Benih siap
dipindah tanam di lapangan setelah berumur 7 bulan di pembenihan
(Permentan, 2014).
Pada tahap penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam
dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 40 cm, berbentuk trapesium. Lubang tanam
sebaiknya dibuat 6 bulan sebelum penanaman. Tiga bulan sebelum tanam,
lubang tanam ditutup 2/3 bagian dengan tanah lapisan atas dicampur dengan
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

bahan organik/pupuk kandang/kompos. Kriteria benih siap salur telah


memiliki 6-8 pasang daun normal dengan sepasang cabang primer.
Penanaman dilakukan pada awal musim hujan. Lubang tanam dipadatkan,
kemudian tanah dicangkul sedalam 30 cm. Akar tunggang yang terlalu
panjang dipotong, sedangkan untuk benih dalam polibeg dilakukan dengan
memotong bagian dasar polibeg + 2-3 cm dari bawah. Benih ditanam
sebatas leher akar, tanah dipadatkan kemudian polibeg yang telah disobek
dengan parang/arit ditarik keluar. Penutupan lubang tanam dibuat cembung
agar tidak terjadi genangan air (Permentan, 2014).
Pupuk yang dibutuhkan tanaman kopi ada 2 jenis, yaitu pupuk
organik dan pupuk an-organik. Pupuk organik berupa kompos, pupuk
kandang atau limbah kebun lainnya yang telah dikomposkan. Dosis aplikasi
pupuk organik yaitu 10-20 kg/pohon/tahun. Pupuk organik umumnya
memberikan pengaruh yang sangat nyata pada tanah yang kadar bahan
organiknya rendah (<3,5%). Pupuk organik tidak mutlak diperlukan pada
tanah yang kadar bahan organiknya > 3,5%. Dosis umum pupuk an-organik
diberikan setahun dua kali, yaitu pada awal dan pada akhir musim hujan.
Pemupukan dilakukan lebih dari dua kali pada pada saat musim hujan untuk
memperkecil resiko hilangnya pupuk karena pelindian (Permentan, 2014).
Pemangkasan tanaman kopi Arabika maupun kopi Robusta di
Indonesia dapat menggunakan sistem batang tunggal maupun sistem batang
ganda. Keunggulan pangkasan batang tunggal adalah tanaman tetap rendah
sehingga mudah perawatannya, membentuk cabang-cabang produksi yang
baru secara berkesinambungan dalam jumlah cukup, mempermudah
masuknya cahaya dan memperlancar sirkulasi udara dalam tajuk,
mempermudah pengendalian hama penyakit, mengurangi terjadinya
fluktuasi produksi yang tajam (biennial bearing) dan resiko terjadinya
kematian tanaman disebabkan pembuahan yang berlebihan (overbearing
dieback) serta mengurangi dampak kekeringan. Pangkasan lewat panen
bertujuan mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman yang
diperoleh dari pangkasan bentuk dengan cara menghilangkan cabang-
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

cabang tidak produktif. Cabang tidak produktif yang dibuang meliputi


cabang tua yang telah berbuah 2-3 kali, cabang balik, cabang liar, cabang
cacing, cabang terserang hama dan penyakit/rusak dan wiwilan (tunas air).
Cabang B3 (berbuah tiga kali) dapat dipelihara tetapi secara selektif.
Pemotongan cabang produksi dilakukan pada ruas cabang yang telah
mengeluarkan tunas dan diusahakan sedekat mungkin dengan batang
(Permentan, 2014).
Hama yang menyerang kopi adalah Nematoda parasit (Pratylenchus
coffeae dan Radopholus similis). Pengendalian hama terpadu dilakukan
dengan mengaplikasikan dengan pupuk kandang 10 kg/pohon/6 bulan dan
jamur Paecilomyces lilacinus strain 251, sebanyak 20 g/pohon/6 bulan. Jika
hama berupa Penggerek Buah Kopi (PBKo) / Hypothenemus hampei maka
dilakukan tindakan secara kultur teknis, biologi, penggunaan tanaman yang
masak serentak, maupun penggunaan perangkap. Pengendalian secara
kultur teknis dilakukan untuk memutus daur hidup PBKo, meliputi tindakan
petik bubuk, lelesan, rampasan. Petik bubuk yaitu mengawali panen dengan
memetik semua buah masak yang terserang PBKo 15-30 hari menjelang
panen besar. Lelesan yaitu pemungutan semua buah kopi yang jatuh di tanah
baik terhadap buah terserang maupun buah tidak terserang.
Racutan/rampasan yaitu memetik seluruh buah yang ada di pohon pada
akhir panen. Semua buah hasil petik bubuk, lelesan dan racutan direndam
dalam air panas suhu 60oC selama + 5 menit. Pengendalian secara biologi
menggunakan parasitosid dan jamur patogen serangga (Beauveria
bassiana). Aplikasi B. bassiana dianjurkan dengan dosis 2,5 kg biakan
padat atau 100 g spora murni per hektar selama tiga kali aplikasi per musim
panen. Penggunaan perangkap dengan memasang alat perangkap dengan
senyawa penarik (misalnya: Hypotan) yang ditaruh di dalam alat perangkap.
Trap biasa dipasang dengan kepadatan 24 per hektar selama mínimum dua
tahun dan setelah musim panen berakhir. Penyakit karat daun pada kopi
Arabika / Hemileia vastatrix dilakukan dengan menanam varietas kopi
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Arabika yang tahan atau toleran serta melakukan pemupukan berimbang,


pemangkasan dan pemberian naungan yang cukup (Permentan, 2014).
3. Karakteristik Pesisir
Indonesia membentang dari 60 LU sampai 110 LS dan 920 sampai
1420 BT, terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang jumlahnya kurang
lebih 17.504 pulau. Tiga perempat wilayahnya adalah laut (5,9 juta km2),
dengan panjang garis pantai 95.161 km terpanjang kedua setelah Kanada.
Indonesia menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia menjadi satu
kesatuan wilayah NKRI melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang telah diakui dunia internasional
melalui konvensi hukum laut PBB ke tiga, United Nation Convention on the
Law of the Sea 1982 kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-
Undang No.17 Tahun 1985. Total luas wilayah laut Indonesia menjadi 5,9
juta km2 terdiri atas 3,2 juta km2 perairan teritorial dan 2,7 km2 perairan
Zona Ekonomi Eksklusif. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia. Pasal 25A UUD 1945 menyebutkan bahwa
“NKRI adalah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah
yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-undang”. Ini
semakin mengukuhkan eksistensi Indonesia sebagai negara maritim.
Lahirnya UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, lebih jelas mengakui eksistensi sektor kelautan dan
perikanan serta pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai
salah satu agenda pembangunan nasional (Lasabuda, 2013).
Pembangunan nasional di kawasan pesisir salah satunya dengan
penggunaan lahan pesisir. Lahan pesisir umumnya mempunyai sifat tanah
yang tidak stabil, lengas tanah rendah, evapotranspirasi tinggi, kandungan
garam tinggi, dan rendah kandungan bahan organik. Kapasitas Tukar Kation
(KTK), C-organik dan Ca yang sangat rendah, daya mengikat air rendah,
kekurangan unsur nitrogen, serta luas permukaan yang kecil dan pori yang
besar menyebabkan kapasitas menahan air menjadi rendah. Hal tersebut
menyebabkan media cepat kehilangan air dan kelembaban media menurun.
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Berlian et al., (2015) melakukan penelitian terhadap lahan pesisir dengan


penambahan kompos kulit kopi mampu meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman cabai keriting (Capsicum annum L.) pada parameter
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buah dan berat buah cabai keriting.
Hasil penelitian Simanjuntak (2013) dan Sahputra et al.,. (2013) dalam
Bertham (2018) bahwa pemberian kompos kulit kopi berpengaruh nyata
terhadap peningkatan produksi bawang merah per plot.
4. Motivasi
Jabal (2001) dalam Sukananta et al., (2015) menyatakan bahwa
motivasi merupakan pendorong yang dapat memicu dan mengarahkan
perilaku individu untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Perbedaan
individu akan menghasilkan prilaku yang berbeda pula, yang selanjutnya
secara tidak langsung mempengaruhi kerjanya. Siregar dan Saridewi (2010)
dalam Ruhimat (2015) menambahkan bahwa motivasi merupakan suatu
bentuk dorongan/kemauan yang menjadi dasar atau alasan untuk melakukan
atau tidak melakukan suatu kegiatan. Kast dan Rosenzweig (2005) dalam
Andjarwati (2015) mendefinisikan motif sebagai sesuatu yang
menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau
setidaknya untuk mengembangkan suatu kecenderungan perilaku yang
khas. Motivasi dapat didefinisikan sebagai satu kekuatan dalam diri
seseorang yang mendorong atau menggerakkannya untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan dasarnya. Tingkat kebutuhan akan memutuskan
penghargaan seperti apa yang akan memuaskan seorang pekerja. Dessler
(2006) dalam Andjarwati (2015) menjelaskan kebanyakan psikolog
meyakini bahwa semua motivasi berasal dari suatu ketegangan yang terjadi
jika satu atau lebih kebutuhan penting kita tidak terpenuhi.
Menurut Maslow (1994), seseorang berperilaku atau bekerja karena
adanya dorongan untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Maslow
berpendapat, bahwa kebutuhan manusia berjenjang, artinya bila kebutuhan
yang pertama telah terpenuhi maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi
yang utama. Jika kebutuhan kedua telah terpenuhi maka muncul kebutuhan
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

ketiga dan seterusnya sampai pada tingkat kebutuhan kelima. Manusia


mempunyai sejumlah kebutuhan beraneka ragam yang pada hakekatnya
sama. Kebutuhan manusia diklasifikasikan pada lima tingkatan yaitu
kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan rasa aman (safety
needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan penghargaan
(appreciation needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization).
Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan biologis yang
langsung berhubungan dengan kelangsungan hidup seperti kebutuhan akan
rasa lapar, rasa haus, sex, perumahan, dan sebagainya. Kebutuhan akan rasa
aman (safety needs) adalah kebutuhan keselamatan, perlindungan dari
bahaya, ancaman dan perampasan atau pemecatan dari pekerjaan.
Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan akan rasa cinta, kepuasan
dalam menjalin hubungan dengan orang lain, perasaan memiliki serta
diterima dalam suatu masyarakat, diterima dalam suatu kelompok, rasa
kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang. Kebutuhan penghargaan
(appreciation needs) adalah kebutuhan akan status atau kedudukan,
kehormatan diri, reputasi, dan prestasi. Kebutuhan aktualisasi diri (self
actualization) adalah kebutuhan pemenuhan diri, pengembangan diri
semaksimal mungkin, kreatifitas, dan melakukan apa yang paling cocok
serta menyelesaikan pekerjaan sendiri.
Alderfer akhirnya mengembangkan teori motivasi yang disebut teori
ERG (Existence, Relatedness and Growth). Teori ERG merupakan
penyempurnaan dari teori Maslow. Existence berarti mempertahankan
eksistensi seseorang yang merupakan kebutuhan mendasar. Eksistensi jika
diklasifikasi Maslow berarti terpenuhinya kebutuhan fisik dan rasa aman.
Relatedness tercermin pada sifat dasar manusia sebagai insan sosial. Setiap
orang ingin mengaitkan keberadaannya dengan orang lain dan dengan
lingkungannya. Klasifikasi Maslow kebutuhan relatedness identik dengan
kebutuhan sosial dan penghargaan. Growth tercermin pada keinginan
seseorang untuk tumbuh dan berkembang. Kebutuhan ini dijelaskan
Maslow sebagai aktualisasi diri (Sasongko, 2014).
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Seseorang memungkinkan beberapa kebutuhan dapat beroperasi


sebagai motivator pada saat yang sama. Teori kebutuhan ERG yang
dikemukakan oleh Clayton Alderfer merupakan teori kebutuhan hirarki
yang tidak kaku seperti teori kebutuhan Maslow. Teori kebutuhan Maslow
menyatakan bahwa seseorang akan tetap pada tingkat kebutuhan tertentu
sampai kebutuhannya terpuaskan, setelah terpuaskan mereka akan naik ke
tingkat yang lebih tinggi. Hubeis (2014) dalam Dewi (2016) menyatakan
bahwa pada teori ERG jika kebutuhan di tingkat yang lebih tinggi buruk
maka seorang individu mungkin kembali untuk meningkatkan kepuasan
dari kebutuhan tingkat rendah yang disebut sebagai aspek frustasi-regresi.
Ball (2010) dalam Dewi (2016) juga menyatakan bahwa seseorang tidak
harus benar-benar merasa puas pada satu tingkatan saja, dan juga
memungkinkan urutan kebutuhan berbeda untuk orang yang berbeda.
Clayton Alderfer dalam Kadji (2012) perbedaan teori hierarki
kebutuhan dengan teori ERG adalah untuk memperlihatkan bahwa dapat
beroperasi sekaligus lebih dari satu kebutuhan, dan jika kepuasan dari suatu
kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan, hasrat untuk memenuhi kebutuhan
tingkat lebih rendah meningkat. Hierarki kebutuhan Maslow mengikuti
kemajuan yang bertingkat-tingkat dan kaku. Teori ERG tidak
mengandaikan suatu hierarki yang kaku di mana kebutuhan yang lebih
rendah harus lebih dahulu cukup banyak dipuaskan sebelum orang dapat
maju terus, misalnya seseorang dapat mengusahakan pertumbuhan
meskipun kebutuhan eksistensi dan hubungan belum dipuaskan atau ketiga
kategori kebutuhan dapat beroperasi sekaligus. Maslow berargumen bahwa
seorang individu akan tetap pada suatu tingkat kebutuhan tertentu sampai
kebutuhan tersebut dipenuhi. Teori ERG menyangkalnya dengan
mengatakan jika suatu tingkat kebutuhan lebih tinggi terhalang, akan terjadi
hasrat individu itu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat yang lebih
rendah.
Motivasi terdapat dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan belajar pada diri
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

seseorang yang berasal dari kesadaran sendiri akan kebutuhan belajar


tersebut. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi atau dorongan yang
timbul dari luar atau orang lain. Tingginya motivasi ekstrinsik akan
berpengaruh terhadap keberhasilan dalam melakukan suatu usaha karena
ada faktor-faktor pendukung atau pendorong dari luar diri seseorang
(Wiweka et al., 2018).
Ada beberapa sumber yang menjelaskan mengenai faktor-faktor
motivasi. Faktor-faktor motivasi menurut Ruhimat (2015) adalah persepsi
petani, kapasitas petani, dukungan pihak luar, karakteristik petani, peran
kelompok tani dan peran penyuluh. Faktor yang berpengaruh terhadap
motivasi petani adalah kapasitas petani dan persepsi petani. Faktor yang
berpengaruh tidak langsung terhadap motivasi petani adalah peran
kelompok tani, karakteristik petani, peran penyuluh dan dukungan pihak
luar. Arifin et al., (2015) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi adalah usia, pendidikan, jumlah tanggungan
keluarga, penghasilan per bulan, lama pengalaman usahatani, lama menjadi
anggota kelompok, penguasaan lahan, intensitas penyuluh serta
ketersediaan saran dan prasarana. Harmoko (2017) juga memiliki pendapat
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu sikap, pendidikan,
umur, tanggungan keluarga, jumlah ternak dan penyuluhan. Faktor yang
berpengaruh hanya sikap sedangkan pendidikan, umur, jumlah tanggungan
keluarga, penyuluhan dan jumlah ternak tidak berpengaruh terhadap
motivasi petani. Dewi et al., (2016) beranggapan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi adalah umur, pendidikan formal, penyuluhan,
pelatihan, luas lahan, pendapatan, sumber kredit, pasar beras, dan lokasi
dusun.
Wijayanti et al., (2015) meneliti tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi respon petani terhadap inovasi budidaya sorgum dibedakan
menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari
umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha tani sorgum, persepsi, dan
motivasi. Faktor eksternal terdiri dari luas lahan dan intensitas mengikuti
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

penyuluhan. Persepsi dan motivasi berpengaruh nyata terhadap respons


petani adanya inovasi budidaya dan pemanfaatan sorgum sedangkan faktor-
faktor yang tidak berpengaruh nyata adalah umur, tingkat pendidikan, luas
lahan, pengalaman usaha tani sorgum, dan intensitas mengikuti penyuluhan.
Beberapa pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi, maka penelitian ini menggunakan variabel-variabel antara lain:
a. Pendidikan nonformal
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 butir 12 menjelaskan
pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan terstruktur dan berjenjang. Pada Bab IV pasal
26 menambahkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi
warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan
nonformal berfungsi mengembangkan potensi dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan
nonformal salah satunya adalah pendidikan keterampilan dan pelatihan.
Pelatihan digunakan untuk meningkatkan prestasi kerja karena
pelatihan diarahkan untuk membantu pekerjaan saat ini secara lebih
baik. Menurut Kusuma et al., (2015) pelatihan memiliki kontribusi yang
banyak bagi petani dalam menjalankan usahataninya, sebab pelatihan
membantu petani untuk memahami dan menentukan aplikasi yang
digunakan serta informasi yang bermanfaat bagi usahataninya. Semakin
sering petani mengikuti pendidikan non formal maka pola fikir petani
semakin meningkat sehingga mereka tidak hanya memikirkan untuk
langsung menjual habis hasil panennya, tetapi juga berkeinginan dan
termotivasi untuk menyimpan hasil panen guna memenuhi kebutuhan
hidup keluarga mereka yang mungkin tidak terduga hingga panen
berikutnya. Soekartawi (2004) dalam Reflis et al., (2011) menyebutkan
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

bahwa melalui aktivitas dalam mengikuti penyuluhan, pelatihan atau


kursus yang diikuti, dapat meningkatkan pengetahuan serta
keterampilan, sehingga makin tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan,
pelatihan dan kursus maka makin cepat proses penerapan inovasi baru
atau perubahan terbaru sehingga masyarakat dapat menerima inovasi
baru di bidang pertanian.
b. Pendapatan
Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam
menunjang perekonomian keluarga. Tingkat pendapatan merupakan
salah satu indikasi sosial ekonomi seseorang yang sangat dipengaruhi
oleh sumberdaya dan kemampuan dalam diri individu. Jenis pekerjaan
dan tingkat pengeluaran seseorang juga menentukan tingkat
kesejahteraan dalam status sosial seseorang (Soekartawi, 1988).
Pendapatan petani biasanya dialokasikan untuk kegiatan produktif
(biaya produksi periode selanjutnya), kegiatan konsumtif (pangan,
papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan pajak-pajak), investasi serta
tabungan (Hernanto, 1984). Menurut Cahyono (1983) mengatakan
bahwa sempitnya lahan pertanian akan berpengaruh terhadap hasil yang
diperoleh. Rendahnya pendapatan yang diperoleh dari hasil pertanian
akan mendorong petani untuk mencari pekerjaan lain. Pendapatan total
adalah hasil perolehan yang didapat oleh petani dari kegiatan usahatani
dan non usahatani dalam satu bulan. Tingkat pendapatan yang dimiliki
petani akan mempengaruhi petani dalam memilih komoditas yang akan
diusahakan. Pendapatan dapat digunakan sebagai tabungan untuk
berjaga-jaga jika mengalami gagal panen.
c. Peran Penyuluh
Penyuluh pertanian merupakan agen bagi perubahan perilaku
petani, yaitu dengan mendorong masyarakat petani untuk mengubah
perilakunya menjadi petani dengan kemampuan yang lebih baik dan
mampu mengambil keputusan sendiri, yang selanjutnya akan
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Menurut Yuniarti dkk (2017)
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Peran penyuluh dalam pemberdayaan kelompok tani diukur dengan lima


indikator, yaitu peran penyuluh sebagai organisator, sebagai konsultan,
sebagai mediator, sebagai motivator, dan sebagai fasilitator.
Peran penyuluh pertanian sebagai inisiator dalam kinerja
kelompok tani merupakan tugas yang diharapkan dapat dijalankan oleh
penyuluh pertanian dalam menggali ide baru dengan memanfaatkan
sarana yang ada untuk meraih peluang sehingga dapat membantu petani
melalui peningkatan pendapatannya dalam berusahatani. Hubungan
yang baik antara penyuluh dengan petani merupakan hal yang sangat
penting agar penyuluh memperoleh kredibilitas di mata petani, sehingga
anjuran yang disampaikan penyuluh lebih mudah dipatuhi atau
dipercaya petani (Faqih, 2014).
Peran penyuluh pertanian sebagai motivator dalam kinerja
kelompok tani merupakan tugas yang diharapkan dapat dijalankan
penyuluh pertanian dalam membangkitkan semangat petani dan
mempengaruhi petani agar tergerak untuk berpartisipasi dalam kegiatan
usahatani. Tingkat peran penyuluh pertanian sebagai motivator dapat
dilihat dari kontribusi yang telah diberikan penyuluh pertanian kepada
petani dalam upaya memberikan dorongan serta semangat untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok tani. Penyuluh
pertanian juga meluaskan pemikiran petani dengan adanya penyuluhan
yang dimuati penyampaian-penyampaian informasi tentang adanya
keuntungan dalam mengikuti kegiatan kelompok sehingga petani
semakin bersemangat dalam mengikuti kegiatan kelompok
(Faqih, 2014).
Peran penyuluh pertanian sebagai mediator dalam kinerja
kelompok tani merupakan tugas yang dapat diharapkan dapat dijalankan
oleh penyuluh pertanian dalam memberikan informasi dan
menghubungkan petani dengan sumber informasi untuk mengatasi
masalah yang dihadapi. Adapun peran penyuluh sebagai mediator dapat
diukur dari indikator frekuensi pemberian informasi, kejelasan dalam
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

penyampaian informasi dan menghubungkan sumber informasi dengan


petani (Faqih, 2014).
Peran penyuluh pertanian sebagai supervisor dalam kinerja
kelompok tani merupakan tugas yang dapat diharapkan dapat dijalankan
oleh penyuluh pertanian dalam melakukan pengawasan dalam kegiatan
sehingga ditemukan hambatan serta kemajuan dari kegiatan kelompok.
Peran penyuluh pertanian sebagai fasilitator merupakan tugas yang
diharapkan dapat dijalankan oleh penyuluh pertanian dalam melayani
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat binaannya atau
memberikan bantuan dalam pelaksanaan suatu proses atau kegiatan
melalui pelatihan (Faqih, 2014).
d. Lingkungan Sosial
Tamara (2016) berpendapat bahwa lingkungan sosial adalah
semua orang dan tempat yang dapat mempengaruhi kita baik secara
langsung maupun tidak langsung. Penelitian yang dilakukan oleh
Setiawan dan Wijayanti (2017) lingkungan sosial dapat memotivasi
petani dalam kegiatan usahatani karena sebagian responden
pengetahuan budidaya padi di dapatkan dari turun temurun dan
sebagiannya lagi didapatkan dari penyuluh.
e. Sarana dan Prasarana
Pengertian sarana dan prasarana menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008) dalam Jannah (2018) bahwa sarana adalah sebuah
perangkat peralatan, bahan perabot yang secara langsung digunakan
dalam sebuah kegiatan atau aktivitas. Sarana menjadi sebuah
kelengkapan keperluan dalam menjalankan sebuah kegiatan atau
aktivitas. Prasarana adalah segala sesuatu merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses. Rukka (2003) dalam Widiyanti et al.,
(2016) pada penelitiannya menyatakan bahwa sarana yang tersedia
dalam jumlah, mutu, harga, dan waktu yang tepat akan sangat
menunjang keberhasilan usahatani, serta adanya lembaga keuangan
dapat memberikan pelayanan terhadap petani terkait dengan akses
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

modal. Hal tersebut akan menimbulkan persepsi yang positif dari para
petani sehingga mendorong mereka untuk melakukan usahataninya
dengan baik. Ketersediaan sarana dan prasarana akan memudahkan
penerapan inovasi baru serta dapat menunjang kegiatannya sehingga
mampu meningkatkan skala ekonomis usaha yang dijalankan oleh
kelompok maupun anggota kelompok dengan menjaga kuantitas
maupun kontinuitas (Pratama et al., 2016).
C. Kerangka Berfikir
Kopi pesisir merupakan bentuk inovasi baru yang dibudidayakan di
Desa Pucangan Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen oleh salah satu tokoh
masyarakat karena tumbuh di daerah pesisir dengan ketinggian 6 mdpl. Pada
tahun 2008 kopi pesisir hanya ditanam oleh 8 orang karena kondisi lahan
nonproduktif yang ada di Desa Pucangan. Pada tahun 2018 akhirnya
bertambah menjadi 212 orang yang ikut membudidayakan kopi pesisir.
Penghasilan tambahan yang didapatkan dari lahan nonproduktifnya
memotivasi masyarakat untuk membudidayakan kopi pesisir ini.
Bertambahnya masyarakat dipengaruhi oleh faktor motivasi. Motivasi akan
mempengaruhi pengambilan suatu keputusan seseorang. Motivasi bisa dari
dalam diri seseorang ataupun dari pihak luar.
Motivasi menurut Winardi (2001) adalah suatu kekuatan potensial
yang ada dalam diri seseorang manusia yang dapat dikembangkannya sendiri
atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang ada, intinya berkisar
sekitar imbalan materi dan imbalan non materi, yang dapat mempengaruhi
hasil kinerjanya secara positif atau negatif, dimana tergantung pada situasi dan
kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Adanya motivasi ini
memunculkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi seseorang yang datangnya dari dalam diri seseorang. Faktor eksternal
adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang yang
bersumber dari lingkungan luar yaitu lingkungan dimana terkait pencapaian
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

tujuan tersebut. Faktor-faktor tersebut diharapkan memiliki dampak positif


bagi kehidupan masyarakat Desa Pucangan Kecamatan Ambal Kabupaten
Kebumen baik di kehidupan ekonomi maupun sosial sehingga tercipta
masyarakat yang lebih sejahtera.
Adapun susunan kerangka berfikir tentang Motivasi Masyarakat dalam
Budidaya Kopi Pesisir di Desa Pucangan Kecamatan Ambal Kabupaten
Kebumen adalah sebagai berikut :

Pendidikan non formal


(X1)
Motivasi masyarakat
dalam budidaya kopi
Pendapatan (X2) pesisir (Y):
a. Eksistensi (existence)
Peran Penyuluh (X3) b. Hubungan
(relatedness)
c. Pertumbuhan
Lingkungan sosial (X4) (growth)/ aktualisasi
diri
Sarana dan Prasarana (X5)

Gambar 1. Kerangka Berpikir Motivasi Masyarakat dalam Budidaya Kopi


Pesisir di Desa Pucangan Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen
Keterangan : : Mempunyai pengaruh
D. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka
berfikir yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian Motivasi Masyarakat
dalam Budidaya Kopi Pesisir di Desa Pucangan Kecamatan Ambal Kabupaten
Kebumen adalah faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi (pendidikan non
formal, pendapatan, peran penyuluh, lingkungan sosial, serta sarana dan
prasarana) berpengaruh nyata terhadap motivasi masyarakat Desa Pucangan
Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen.
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

E. Pembatasan Masalah
1. Masyarakat yang dijadikan objek penelitian berdomisili di Desa Pucangan
Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen serta membudidayakan kopi
pesisir.
2. Faktor-faktor pembentuk motivasi yang diteliti adalah pendidikan non
formal, pendapatan, peran tokoh masyarakat, lingkungan sosial, serta sarana
prasarana.
3. Motivasi yang diteliti adalah eksistensi (existence), hubungan (relatedness),
dan pertumbuhan (growth).
F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Definisi Operasional :
a. Faktor-faktor pembentuk motivasi yaitu :
1) Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal untuk mengembangkan potensi dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian professional yang dapat
dilihat melalui frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi
mengikuti diskusi dalam penyuluhan budidaya kopi pesisir selama
bulan Oktober 2018-September 2019. Variabel ini diukur dengan
menggunakan skala ordinal.
2) Pendapatan adalah hasil perolehan yang didapat oleh masyarakat
dari kegiatan usahatani dan non usahatani kopi selama satu tahun
terakhir (bulan Oktober 2018 – September 2019). Variabel ini
diukur dengan menggunakan skala nominal.
3) Peran penyuluh merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki
seorang penyuluh dalam memberi tugas penyampaian informasi ke
masyarakat pembudidaya kopi sebagai motivator (memberikan
motivasi), fasilitator (membantu menyediakan fasilitas dalam sarana
dan prasarana budidaya kopi pesisir, dan mediator (memberikan
informasi mengenai kopi pesisir serta bantuan mengenai kendala
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

yang dihadapi). Variabel ini diukur dengan menggunakan skala


ordinal.
4) Lingkungan sosial adalah semua orang dan tempat yang dapat
mempengaruhi seseorang baik secara langsung maupun tidak
langsung, dalam hal ini adalah sumber yang mengenalkan kopi
pesisir, pengaruh tetangga, teman atau kerabat dalam mengambil
keputusan untuk membudidayakan kopi serta membantu dalam
menghadapi masalah budidaya kopi. Variabel ini diukur dengan
skala ordinal.
5) Sarana dan prasarana adalah sebuah perangkat peralatan, bahan
perabot yang secara langsung digunakan sebagai penunjang utama
budidaya kopi pesisir, dalam hal ini adalah sarana prasarana untuk
perawatan hingga pemanenan budidaya kopi pesisir seperti yaitu
merupakan ketersediaan dan harga pupuk organik dan pupuk
anorganik. Variabel ini diukur dengan skala ordinal.
b. Motivasi masyarakat diartikan sebagai suatu kondisi yang mendorong
seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dalam rangka mencapai
tujuannya. Motivasi ini diukur dengan skala ordinal menggunakan
pernyataan-pernyataan dari sub variabel yaitu :
1) Existence berarti mempertahankan eksistensi seseorang yang
merupakan kebutuhan mendasar, dalam hal ini mengukur keinginan
masyarakat Desa Pucangan dengan terpenuhinya kebutuhan pangan,
sandang, papan, kebutuhan biaya pendidikan anak, rasa aman
dengan memiliki tabungan hari tua, pendapatan meningkat, serta
keinginan untuk hidup sejahtera dengan budidaya kopi pesisir.
2) Relatedness tercermin pada sifat dasar manusia sebagai insan sosial
dengan mengaitkan keberadaannya dengan orang lain dan dengan
lingkungannya, dalam hal ini dilihat dari keinginan masyarakat
untuk memiliki banyak relasi, keinginan untuk berdiskusi, bekerja
sama dengan pembudidaya lainnya, menjalin hubungan baik,
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

membantu dalam menghadapi masalah, dan keinginan dalam


mendapatkan bantuan dari sesama pembudidaya kopi.
3) Growth tercermin pada keinginan seseorang untuk tumbuh dan
berkembang dilihat dari keinginan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, mengembangkan bisnis, penghargaan sebagai
pembudidaya kopi yang sukses, serta keinginan menjadi contoh bagi
para pembudidaya kopi lainnya.
2. Pengukuran Variabel
Berdasarkan definisi operasional dari masing-masing variabel yang
telah diuraikan diatas maka selanjutnya masing-masing variabel tersebut
akan diuraikan sesuai dengan indikator dan kriteria yang telah ditentukan,
kemudian dilakukan penyekoran dari kriteria-kriteria yang ada tersebut.
Pegukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal.
a. Faktor-faktor pembentuk motivasi
Variabel faktor-faktor pembentuk motivasi terdiri dari
pendidikan non formal, pendapatan, peran penyuluh, lingkungan sosial,
serta sarana dan prasarana. Masing-masing variabel memiliki indikator,
kriteria dan kategori. Variabel-variabel tersebut diukur menggunakan
skala ordinal. Pengukuran variabel faktor-faktor pembentuk motivasi
masyarakat terdapat pada lampiran 1.
b. Motivasi masyarakat dalam budidaya kopi pesisir di Desa Pucangan
Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen.
Variabel motivasi diukur menggunakan beberapa sub variabel.
Sub variabel yang diteliti adalah eksistensi (existence), hubungan
(relatedness), dan pertumbuhan (growth). Variabel motivasi diukur
dengan skala ordinal. Pengukuran sub variabel motivasi terdapat pada
lampiran 2.

Anda mungkin juga menyukai