Anda di halaman 1dari 4

Bagian Pertama

Izinkan kami menyelami kejujuran sendiri

Izinkan kami membaca suara-suara hati

Laut nyatanya tak cukup luas menampung getaran ini

Langit pun teramat jauh dijangkau mata

Izinkan kami berdendang dalam ratapan kejujuran diri

Kepada warga Legundi, kata-kata hati kami baca malam ini:

Kami adalah kumpulan mahasiswa yang haus akan kehidupan nyata

Dari berjuta manusia, kami pengembara intisari jiwa, intisari kemanusiaan kita

Di kampus tak ada fakultas cinta manusia

Kampus hanya mengajarkan kami ilmu logika dan ilmu kerja

Kami tidak menguasai bahasa cinta masyarakat desa

Tertatih-tatih kami melebur ke dalam kebudayaan manusia Jawa

Padahal, spanduk di kampus terbentang lebar yang berbunyi: mahasiswa harus berdaulat atas
manisnya alam dan masyarakatnya

Nyatanya, kami hidup dalam himpitan gedung-gedung tinggi, kemacetan jalan, dan sekumpulan
manusia yang terasing dengan dirinya dan sekelilingnya

Kami dipertemukan tidak sekadar program birokrasi


Kami dipertemukan untuk meraih kemanusiaan yang tak pupus

Di selatan timur Yogyakarta, jiwa yang hilang menemui cinta dan citanya

Legundi nama desanya

Ia menyambut kami dengan semburat senyum ramah warga

Legundi menjadi bagian dari fakultas kebudayaan dan kemanusiaan yang tak habis kami pelajari

Bagian Kedua

Untuk mempelajari warna kami bisa melihat bunga-bunga

Untuk mempelajari kilau cahaya kami bisa melihat sinar matahari atau lampu pijar

Untuk mempelajar suara, kami bisa melihat kokok ayam

Tetapi untuk mempelajari cinta, kami harus lebur ke dalam jati diri manusia

Di Legundi, telah kami temui kemesraan jiwa yang tak mungkin dibangun melalui puing-puing
gedung tinggi seperti di kota

Di sini, perhatian dan kasih sayang seharga kibas angin dan derai hujan

Orang-orang dusun terus mencetak pesonanya seperti menyusun riwayat kearifan leluhurnya

Di Legundi, nyatanya kami seolah menziarahi potensi terbaik dari diri kami

Yakni menjadi pribadi yang tidak dibatasi ego diri

Tetapi pribadi yang jatuh ke dalam ruang terdalamnya:

Manusia yang tidak sekadar hidup, tetapi juga memiliki cinta dan cita
Bagian Ketiga

Tidak banyak yang kami beri

Tidak ada artinya pemberian kami

Tetapi kenangan ini sewaktu-waktu akan bangkit menggedor-gedor air mata

Maka dari hati yang tulus, kami menyeru salam pamit kepada ibu, bapak, mas, mbak, dan adik-
adik

Jangan anggap ini sebagai perpisahan

Perpisahan hanya ada karena manusia mencintai melalui mata

Pandanglah ini sebagai kebersamaan dalam bentuk lain

Sebab sejatinya kami tak pernah pergi

Kami tautkan hati kami di sini sebagai pembelajaran hidup kelak

Bulan meraba-raba kepergian

Angin menghembuskan kata pulang

Suara-suara hewan melagukan kata perpisahan

Tetapi jiwa kami menyala kebersamaan

Legundi bagi kami adalah suara

Suara-suara yang akan terus berdendang di telinga kami

Sekalipun gedung-gedung kota menghalangi

Sekalipun kampus kami tak seindah di sini

Tetapi suara-suara itu akan menuntun hidup kami


Terima kasih atas rasa yang telah diberi

Ia kini telah mendidih di jantung kemanusiaan kami

Salam cinta dari kami!

Gunungkidul, 20/08/2023

Anda mungkin juga menyukai