MEMUTUSKAN
BAB 1
PENDAHULUA
N
PENDAHULUAN
Perencanaan Penanggulangan Bencana Rumah Sakit (Hospital
Disaster Plan) adalah kegiatan perencanaan dari Rumah Sakit untuk
menghadapi kejadian bencana, baik perencanaan untuk bencana yang
terjadi di dalam Rumah Sakit (Internal Hospital Disaster Plan) dan
perencanaan Rumah Sakit dalam menghadapi bencana yang terjadi di luar
Rumah Sakit (External Hospital Disaster Plan). Di Klinik yang merupakan
fasilitas kesehatan tingkat pertama juga diperlukan adanya Disaster Plan.
LATAR BELAKANG
Bencana adalah merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau factor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis
Peristiwa musibah dengan korban masal atau bencana baik karena
perbuatan manusia maupun karena faktor alam seringkali terjadi di sekitar
kita. Diperlukan kesiapan untuk dapat menangani korban yang timbul secara
cepat, tepat dan cermat guna mencegah kecacatan dan kematian yang
sebenamya dapat dicegah.
Dalam peristiwa semacam ini hampir selalu terjadi, jumlah korban
yang memerlukan pertolongan jauh lebih banyak dibanding tenaga penolong
yang ada Karena itu harus disiapkan cara tertentu sehingga pada saat
dibutuhkan, tindakan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Klinik sebagai institusi pelayanan kesehatan sudah sepantasnyalah
menyiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi dalam sebuah sistem
penanganan bencana.
1. Rencana kedaruratan:
Rancangan atau rencana Klinik dalam penanggulangan bencana baik
bersifat eksternal (yang terjadi di luar Klinik) maupun internal (yang
terjadi didalam Klinik).
2. Surge capacity / kapasitas cadangan:
Fasilitas sarana/pra sarana dan tenaga cadangan yang dapat
dikerahkan/ ditambahkan bila terjadi bencana.
3. Bahaya (HAZARD)
Suatu situasi, kondisi, atau karateristik biologis, geografis, social,
ekonomi, politik, budaya, dan teknologi suatu masyarakat disuatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan
korban atau kerusakan.
4. Rencana Kontijensi
Suatu Proses perencanaan kedepan, dalam keadaan yang tidak
menentu, dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan
manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan pengerahan potensi
disetujui bersama untuk mencegah atau menanggulangi secara lebih
baik dalam situasi darurat atau kritis. Melalui rencana kontijensi akibat
dari ketidakpastian dapat diminimalisir melalui pengembangan scenario
dan asumsi proyeksi kebutuhan untuk tanggap darurat.
5. Struktur komando bencana
Suatu sistem komando/perintah yang di jalankan hanya pada saat
rencana kedaruratan diberlakukan, tidak pada saat sehari-hari atau
kondisi normal. Yang terdiri atas:
a. Incident commando/ komandan keiadian:
Seseorang yang berperan sebagai komandan saat terjadi bencana dan
bertanggung jawab atas pananggulangan bencana saat terjadi.
b. Planning chief / penangung jawab perencanaan:
Seseorang yang bertanggung jawab atas perencanaan dan evaluasi
sistem penanggulangan bencana yang dilakukan oleh Klinik
c. Public information oflicer/ petugas informasi umum:
Petugas yang bertanggung jawab atas ketersediaan semua informasi
yang meliputi data pasien , /korban, data bencana serta
keberlangsungan komunikasi di intern Klinik dan dengan pihak ekstern
klinik.
d. Liason Officer/Petugas Urusan legal dan hukum:
Petugas yang bertanggung jawab mengenai segala aspek hukum dari
pelaksanaan penangguangan bencana
e. Logistic chief/penanggung jawab logistik:
Petugas yang bertanggung jawab atas ketersediaan alat obat serta
semua fasilitas sarana/prasarana yang diperlukan dalam
penaggulangan bencana.
f. Operational chief/penanggung jawab operasional:
Petugas yang bertanggung jawab terhadap penanganan korban
meliputi triase, layanan gawat darurat, tindakan definitif, rujukan,
layanan medis, layanan penunjang medis serta pengaturan relawan.
g. Tim deploy/ Tim Lapangan bencana:
Tim yang terdiri dari petugas medis maupun non medis dan bertugas ke
lokasi bencana bila diPerlukan.
BAB 3
RUANG LINGKUP
1. Sistem Kewaspdaan
Meliputi informasi tentang ada bencana
2. Struktur Komando
Struktur komando yang meliputi tugas pada saat pemberlakuan bencana
3. Pemberlakukan Rencana
Pelaksanaan Rencana Kontinjensi ditetapkan oleh Direktur Pelayanan Medis
selaku (lC) Incident Commander (Komandan Kejadian)
4. Pengakhiran dari Rencana dan Evaluasi
Setelah kegiatan rencana selesai dilaksanakan dengan kriteria-kriteria dan hasil
evaluasi dilaporkan ke Penanggung jawab dan pihak yang berwenang
BAB 4
TATA LAKSANA
Identifikasi Risiko Bencana
4. Paradigma
kalau terjadi
kebakaran
yang harus
memadamkan
SATPAM.
5. Petunjuk evakuasi
tidak jelas.
6. Gedung dengan
bahan yang mudah
terbakar (kayu,
kiplek, playwood)
7. Gedung yang terlalu
sempit, koridor
sempit.
8. Kondisi bangunan
yang sudahtua
9. Pasien yang dengan
ketergantungan
(Lansia, anak-
anak,
Bayi)
2 Gedung Fungsional Tiba- 1. Semua Area 1. Kondisi
Runtuh tiba Klinik terutama Bangunan yang
Karena dan yang lantai 2 sudah tua.
Gempa segera dan 3 2. Tidak semua
Bumi petugas KLinik tahu
SOP Bila terjadi
gedung runtuh
tiba-tiba.
3. Belum Pemah
diadakan evaluasi
Pasca Huni Klinik
B EKSTRENAL
1 Kecelakaan Fungsion Tiba- Daerah kesediaan fasilitas
. masal al tiba terutama peralatan medis
dan depan klinik yang terbatas untuk
seger yang ramai beberapa pasien saja
a
2 Kebakaran Fungsion Tiba- Sporadis daerah kesediaan fasilitas
. Eksternal al tiba sekitar klinik terutama peralatan medis
dan yang terbatas untuk
Seger beberapa pasien saja
a
3 Kerusuhan/ Fungsion Tiba- Jalanan sekitar kesediaan fasilitas
. Huru Hara/ al tiba Klinik terutama peralatan medis
Tawuran dan yang terbatas untuk
Seger beberapa pasien saja
a
A. Sistem Kewaspadaan
Analisis Resiko
A. Pemberlakuan Rencana :
Aktifasi Disaster Plan merupakan penentuan keadaan klinik dalam kondisi
bencana oleh Incident Commander. Tahapan Aktifasi dari disaster plan dan
pemberlakuan kode disaster ditentukan oleh IC:
- Kode Merah mengartikan bahwa Ruangan di Klinik Pratama Rawat
Inap Al-Ishlah telah terjadi bencana internal kebakaran maka untuk
pengaktifan disaster plan harus sesuai dengan prosedur kebakaran
- Kode Kuning mengartikan bahwa telah terjadi bencana intemal gedung
runtuh karena gempa bumi maka untuk pengaktifan disaster plan harus
sesuai dengan prosedur gedung runtuh karena gempa bumi
- Kode Biru mengartikan bahwa telah terjadi bencana ekternal Klinik
sehingga prosedur mengikuti bencana yang terjadi di luar Klinik
- Kode Biru - Kuning telah terjadi bencana ekstemal dan intemal
sehingga prosedur mengikuti bencana yang terjadi internal dan
eksternal Klinik.
- Kode Hijau tidak terjadi pengaktifan disaster plan dan Klinik dalam
keadaan yang aman
Pelaksanaan Rencana Kontinjensi ditetapkan oleh Direktur Pelayanan
Medis selaku Incident Commander (Komandan Kejadian) Saat dinyatakan
Rencana Kontinjensi diberlakukan, Direktur Peleyenan Medis (IC):
a. Mengumumkan pemberlakukan rencana kedaruratan melalui pengeras
suara klinik baik secara langsung ataupun melalui petugas informasi
umum.
b. Menginformasikan dan menginstruksikan kepada semua unit terkait
yang berada di bawah komandonya untuk melakukan tugas sesuai
tanggung jawab masing-masing
c. Menilai dan mengintruksikan untuk merelokasi pasien yang sedang
dirawat bila diperlukan
d. Memberitahukan kondisi kedaruratan tersebut kepada Kepala Klinik.
e. Mengaktifkan pelaksanaan Dukungan Medis (Medical Support) dan
dukungan Manajernen (Management Support)
1. Medical Support:
a. Triase
- Triase Halaman Dahlan kapasitas s-d 15 orang.
- Triase Treatment :
a) Halarnan depan yang luas kapasitas s.d 15 orang (triage Hijau)
b) Ruang Lorong lantai 1 gedung barat kapasitas 4 orang (triage Kuning)
c) IGD Dalam kapasitas s,d 3 orang (triage Merah)
b. Bantuan Hidup Dasar
Dilakukan di IGD oleh dokter jaga IGD dibantu oleh perawat IGD
c. Bantuan Hidup Lanjutan
Dilakukan di IGD/ruang perawatan oleh dokter Jaga IGD/ruangan
bila diperlukan
2. Management Support:
a. Pos Komando
Pos Komando berada di Ruang Direktur (lantai II) dan menjadi pusat
aktivitas rnanajemen keseluruhan saat bencana Apabila kantor ini
karena sesuatu hal (mis. terkena dampak bencana) maka sebagai
ruang cadangan adalah nurse station dan apabila kedua numgan
tersebut tidak dapat digunakan maka di Halaman Parkir Klinik
Pratama Rawat Inap Al-Ishlah.
b. Pengaturan stafl karyawan yang libur
semua yang sedang libur atau diluar shif kerjanya harus melaporkan
posisi masing-masing ke pusat Komando klinik dan segera datang
bila diperlukan/dipanggil.
c. Pensiapan Logistik
Bagian Logistik segera menyiapkan peralatan yang diperlukan
Keamanan dan Parkiran
Bagian keamanan dan parkiran segera mengamankan jalur keluar
masuk Klinik sehingga hanya ada 1 jalur masuk/keluar dan di jaga
ketat agar tidak terjadi kekacauan di dalam Klinik.
d. Area Dekontaminasi
Area Dekontaminasi segera disiapkan untuk menerima korban
dengan kecurigaan keracunan bahan biologis atau bahan kimia
e. Data dan Pencmpatan Korban
Penempatan korban sesuai dengan perencanaan dan dilakukan
pendataan oleh rekam medis dengan form khusus bencana
f. Penanganan korban meninggal
orban yang meninggal segera dikirim ke ruang luar Gedung klinik
dan dilakukan prosedur pemulasaran jenasah dan pendataan ulang
bila diperlukan
g. Jalur Komunikasi (internal dan eksternal Klinik)
Semua jalur komunikasi ke/dari luar Klinik dilakukan dan diatur
melalui Operator Telepon kecuali jalur langsung yang bisa dialirkan
dari ruang Pos Komando bila diperlukan. Sedangkan jalur intern
Klinik bisa dialirkan langsung dari bagian masing-masing.
h. Pemberian infomasi kepada Pers dan Keluarga Korban
Jalur komunikasi dengan media pers dan keluarga korban
diatur/dikendalikan oleh pusat informasi yang dikelola oleh
Penanggung .iawab Informasi Publik yaitu Supervisor Informasi dan
Komunikasi.
● Kompresor gigi
SIAGA
Siaga adalah tingkatan kewaspadaan, pengendalian dan komando
sesuai dengan sifat dan tingakat musibah / bencana yang terjadi.
Tingkat Kesiagaan Kebakaran :
a. Siaga III: Terdekteksi tanda-tanda adanya kebakaran. Api mengepul
dan mulai membakar ruangan/mebelair. Api masih kecil dalam
derajat yang masih bisa dipadamkan oleh Satpam dengan APAR
atau peralatan tradisional lain. Kebakaran masih bisa terlokalisir di
suatu ruangan.
b. Siaga II: Api mulai membesar dan membakar semua isi ruangan
namun masih terlokalisir di satu ruang. Api masih dapat diatasi oleh
Satpam/karyawan rumah sakit dengan menggunakan APAR atau
peralatan sederhana lainnya.
c. Siaga I: Api sudah tidak dapat di atasi lagi oleh Satpam/karyawan
rumah sakit dikarenakan api sudah merembet ke tempat lain dan
cepat membesar, sulit dikendalikan / dikuasai oleh Satgas
Pengendali Api Rumah Sakit. Komandan Satgas menguhubungi
Dinas Kebakaran untuk meminta bantuan pemadam api dan
Komandan Satgas segera menghubungi Kepolisian untuk keperluan
penyidikan sebab-sebab kebakaran.
3) System Pelaporan dan Tindak Lanjut
a. System pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi Siaga
III:
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara Laporan Kebakaran
dibuat oleh Kepala Unit Kerja yang bersangkutan selambat-
lambatnya 2 X 24 jam setelah kejadian kebakaran.
2) Bila dalam waktu 2 X 24 jam laporan belum dibuat, Ketua Panitia K3
dan MFK wajib menanyakan kepada Unit Kerja yang bersangkutan.
3) Laporan dibuat rangkat 4 (empat) disampaikan kepada Direktur,
Ketua Panitia K3 dan MFK, Komandan Satgas dan arsip di Unit
Kerja.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian kebakaran,
Ketua Panitia K3 dan MFK wajib memberikan umpan balik dan
penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja yang bersangkutan
agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
b. Sistem pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi Siaga
II:
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara Laporan Kebakaran
dibuat oleh Kepala Unit Kerja yang bersangkutan selambat-
lambatnya 2 X 24 jam setelah kejadian kebakaran.
2) Bila dalam waktu 2 X 24 jam laporan belum dibuat, Ketua Panitia
K3 dan MFK wajib menanyakan kepada Unit Kerja yang
bersangkutan.
3) Laporan dibuat rangkat 4 (empat) disampaikan kepada Direktur,
Ketua Panitia dan MFK, Komandan Satgas dan arsip di Unit Kerja.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian kebakaran,
Ketua Panitia dan MFK wajib memberikan umpan balik dan
penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja yang
bersangkutan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
c. Sistem pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi Siaga I:
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara “sementara” Laporan
Kebakaran dibuat oleh Panitia dan MFK selambat-lambatnya 2
X 24 jam setelah kejadian kebakaran. Sebelum dibuat secara resmi
oleh pihak yang berwenang (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran)
dan pihak Kepolisian selaku penyidik sebab-sebab kebakaran.
2) Laporan dibuat rangkat 4 (empat) disampaikan kepada Kepala,
Dinas Pemadam Kebakaran, Kepolisian dan arsip Panitia dan MFK.
3) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian kebakaran,
Ketua Panitia dan MFK wajib memberikan umpan balik dan
penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja yang
bersangkutan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
2. Penanggulangan Banjir
a. Pelaksana Penanggulangan Banjir
1) Komandan Satgas
● Pagi : Kepala Instalasi IGD (I), Ketua Panitia dan MFK (II).
2) Satgas
Pagi
Lain. Sore
b. Alur Komunikasi
1) Pagi
Apabila hujan turun dengan deras/lebat dan terjadi baniir, Komandan
Satgas I dan atau Komandan Satgas II segera menghubungi Operator
Komunikasi Sentral dan melaporkan kejadian banjir kepada Direktur
Utama Klinik Pratama Rawat Inap Al-Ishlah.
2) Sore dan Malam
Setelah mengetahui adanya banjir, maka Dokter Jaga Operator
Komunikasi Sentral dan Dokter Jaga melaporkan kejadian
kepada Direktur Utama Klinik Pratama Rawat Inap Al-Ishlah dan
Komandan Satgas untuk datang ke tempat kejadian.
Sambil menunggu kedatangan Direktur Utama dan Komandan Satgas,
Supervisor dan Dokter Jaga memimpin satgas melakukan
penyelamatan pasien dan evakuasi, penyelamatan dokumen dan alat-
alat serta memimpin Satgas Pengendali Air untuk mengendalikan air di
lingkungan klinik agar segera surut.
Apabila tinggi air semakin bertambah dan membahayakan serta serta
mengancam eksistensi pasien dan klinik maka Komandan Satgas atau
Supervisor/Dokter Jaga segera menghubungi Tim SAR untuk meminta
bantuan perahu karet sebagai alat angkut evakuasi pasien. Satgas
Penyelamatan pasien tetap berintegrasi dengan Satgas Pengendali Air,
Alat dan Dokumen untuk menyiapkan evakuasi pasien. Satgas
Penyelamatan Alat dan Dokumen pada kondisi air yang semakin tinggi
diinstruksikan untuk beralih fungsi menjadi Satgas Penyelamatan
Pasien.
SIAGA
Siaga adalah tingkatan kewaspadaan, pengendalian dan komando
sesuai dengan sifat dan tingakat musibah / bencana yang terjadi.
Tingkat Kesiagaan :
a. Siaga III: Hujan deras / lebat selama 3 jam berturut-turut. Karyawan
rumah klinik yang sedang bertugas agar bersiap-siap dan
mengantisipasi apabila air meninggi. Keadaan air di halaman klinik
tingginya sama dengan Lantai klinik. Semua dokumen dan
peralatan agar ditempatkan di tempat yang lebih tinggi.
b. Siaga II: Air di halaman klinik sudah mulai mengalir masuk
ruangan/tempat perawatan setinggi 1 – 30 cm. satgas berupaya
menyelamatkan dokumen dan peralatan medis/non medis ke
tempat yang lebih tinggi. Pasien diinstruksikan jangan
meninggalkakn tempat tidur pasien sambil menunggu situasi
membaik.
c. Siaga I : Air bah masuk ruangan/tempat perawatan klinik dengan
ketinggian/tempat tidur pasien. Komandan satgas / Satgas segea
meminta bantuan kepada Tim SAR untuk menyediakkan peprahu
karet. Pasien segera dievakuasi ke tempat yang lebih tingga dari
klinik dengan memnggunakan transportasi perahu karet.
3. System pelaporan dan Tindak Lanjut
a. System pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi
Siaga III:
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara Laporan Banjir dibuat
oleh Kepala IPSRS selambat-lambatnya 2 X 24 jam setelah
kejadian banjir.
2) Bila dalam waktu 2 X 24 jam laporan belum dibuat, Ketua Panitia
K3 dan MFK wajib menanyakan kepada Kepala IPSRS.
3) Laporan dibuat rangkat 4 (empat) disampaikan kepada Direktur,
Ketua Panitia K3 dan MFK, Komandan Satgas dan arsip di Unit
Kerja.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian
kebanjiran, Ketua Panitia dan MFK wajib memberikan umpan
balik dan penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja yang
bersangkutan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
b. Sistem pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi
Siaga II:
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara Laporan Banjir dibuat
oleh Kepala Pemeliharaan selambat-lambatnya 2 X 24 jam
setelah kejadian banjir.
2) Bila dalam waktu 2 X 24 jam laporan belum dibuat, Ketua Panitia
K3 dan MFK wajib menanyakan kepada Kepala Pemeliharaan
Sarana
3) Laporan dibuat rangkat 4 (empat) disampaikan kepada Direktur,
Ketua Panitia dan MFK, Komandan Satgas dan arsip di Unit
Kerja.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian
kebanjiran, Ketua Panitia dan MFK wajib memberikan umpan
balik dan penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja yang
bersangkutan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
c. Sistem pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi
Siaga I:
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara “sementara” Laporan
Banjir dibuat oleh Panitia dan MFK selambat-lambatnya 2 X 24
jam setelah kejadian banjir.
2) Laporan dibuat rangkat 3 (tiga) disampaikan kepada Direktur,
Pemda Tingkat I dan arsip Panitia K3 dan MFK.
3) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian
kebanjiran, Ketua Panitia dan MFK wajib memberikan umpan
balik dan penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja yang
bersangkutan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
SIAGA
Siaga adalah tingkatan kewaspadaan, pengendalian dan komando
sesuai dengan sifat dan tingakat musibah / bencana yang terjadi.
Tingkat Kesiagaan Gempa Bumi :
1) Siaga III : Bila terjadi gempa kecil yang frekuensinya sering. Semua
karyawan klinik dalam keadaan waspada apabila terjadi gempa
yang lebih besar.
2) Siaga II : Gempa yang terjadi meretakkan banguunan namun tidak
merobohkan bangunan. Satgas dalam kondisi siap untuk
mengevakuasi pasien dan menyelamatkan dokumen dan peralatan
medis yang penting ke tempat yang aman yang sudah ditentukan.
Keluarga pasien disiapkan untuk keluar dari ruang perawatan
menuju tempat evakuasi.
3) Siaga I : Gempa yang terjadi merobohkan sebagian bangunan
tempat perawatan atau ruang lain dan membahayakan pasien.
Pasien segera dievakuasi ke tempat yang lebih aman dan lapang di
dalam lingkungan klinik atau di luar klinik. Semua pasien
diinstruksikan meninggalkan ruang perawatan untuk pindah atau
dipindahkan ke tempat yang lebih aman di luar klinik Komandan
Satgas segera meminta bantuan kepada Tim SAR.
3) System pelaporan dan Tindak Lanjut
a. System pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi
SiagaIII :
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara Laporan Gempa dibuat
oleh Kepala Unit Kerja yang bersangkutan selambat-lambatnya 2 X
24 jam setelah gempa.
2) Bila dalam waktu 2 X 24 jam laporan belum dibuat, Ketua Panitia
dan MFK wajib menanyakan kepada Unit Kerja yang bersangkutan.
3) Laporan dibuat rangkat 4 (empat) disampaikan kepada Direktur,
Ketua Panitia K3 dan MFK, Komandan Satgas dan arsip di Unit
Kerja.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian gempa,
Ketua Panitia K3 dan MFK wajib memberikan umpan balik dan
penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja yang
bersangkutan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
b. Sistem pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi Siaga
II :
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara Laporan Gempan dibuat
oleh Kepala Unit Kerja yang bersangkutan selambat-lambatnya 2 X
24 jam setelah kejadian kebakaran.
2) Bila dalam waktu 2 X 24 jam laporan belum dibuat, Ketua Panitia
dan MFK wajib menanyakan kepada Unit Kerja yang bersangkutan.
3) Laporan dibuat rangkat 4 (empat) disampaikan kepada Direktur,
Ketua Panitia K3 dan MFK, Komandan Satgas dan arsip di Unit
Kerja.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian Gempa,
Ketua Panitia dan MFK wajib memberikan umpan balik dan
penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja
yang bersangkutan agar kejadian serupa tidak
terulang lagi.
c. Sistem pelaporan dan tindak lanjut pada kejadian dalam kondisi Siaga I
:
1) Laporan dibuat dalam bentuk Berita Acara Laporan Gempan dibuat
oleh Kepala Unit Kerja yang bersangkutan selambat-lambatnya 2 X
24 jam setelah kejadian kebakaran.
2) Bila dalam waktu 2 X 24 jam laporan belum dibuat, Ketua Panitia
dan MFK wajib menanyakan kepada Unit Kerja yang bersangkutan.
3) Laporan dibuat rangkat 3 (tiga) disampaikan kepada Direktur,
Pemda Tingkat I dan arsip di Panitia K3 dan MFK.
4) Selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah kejadian Gempa,
Ketua Panitia K3 dan MFK wajib memberikan umpan balik dan
penyuluhan kepada seluruh karyawan Unit Kerja yang
bersangkutan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
BAB 5
DOKUMENTAS
I