Anda di halaman 1dari 11

‘PLACE-MAKING’ RUANG INTERAKSI SOSIAL KAMPUNG KOTA

STUDI KASUS: KORIDOR JALAN TUBAGUS ISMAIL BAWAH, BANDUNG


Stirena Rossy Tamariska1*, Agus S. Ekomadyo2
1. Mahasiswa Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung
2. KK Perancangan Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung
*Email: rossytamariska@gmail.com

ABSTRACT

Interaksi sosial merupakan budaya yang sudah melekat dan menjadi nyawa di kawasan kampung kota. Karena adanya
faktor keterbatasan lahan di kampung kota, penelitian ini mengkaji bagaimana warga membentuk wadah interaksi sosial
pada sisa space yang mereka miliki. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan place-making, dimana warga
mengubah koridor jalan dan halaman rumah menjadi ruang interaksi sosial berdasarkan kebiasaan berkumpul warga di
area-area tertentu di koridor jalan. Koridor jalan ditambahkan fungsinya tidak hanya sebagai area sirkulasi, namun juga
sebagai tempat interaksi sosial, jual beli, tempat bermain anak, tempat berjemur lansia, acara formal seperti rapat
pengurus, acara kebersamaan (liwetan) dan acara tahunan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat lima area di
sepanjang koridor jalan Tubagus Ismail Bawah yang menjadi representasi ruang interaksi bagi warganya yaitu: ruang
duduk di area warung bubur, naungan halaman rumah kos, ruang duduk di area warung kelontong, teras bersama dan
ruang jemur-duduk bersama. Kelima area ini masing-masing merepresentasikan konsep tata krama, ruang teduh untuk
berkumpul, area bermain anak yang ditandai dengan gambar permainan sunda manda, ruang berkumpul santai dan ruang
interaksi sambil membeli makanan dari pedagang keliling. Bahkan, pada area warung kelontong terdapat tiang listrik yang
dimanfaatkan sebagai alat untuk mengundang warga berkumpul. Hal ini menarik untuk ditelaah, dimana warga setempat
telah melakukan strategi adaptif dalam menciptakan ruang interaksi dan merepresentasikannya dalam keseharian mereka
beraktivitas di lingkungan Kampung Kota.

Kata kunci: Place-making, Representational Space, Ruang Interaksi

PENDAHULUAN dalamnya, penghuni dengan berbagai latar belakang


status sosial dan ekonomi dapat bertahan hidup di
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia perlu tengah kemajuan kota yang pesat. Dalam situasi
berinteraksi di lingkungan mereka berada demi krisis yang tidak menguntungkan, keberadaan
terjadinya suatu kerjasama. Interaksi sosial yang kampung kota menjadi penting karena di dalamnya
terjadi ini merupakan budaya, karena di dalamnya terdapat beragam proses unik yang dilakukan oleh
terdapat proses berbahasa. Masyarakat penghuni berpenghasilan menengah ke bawah
menggunakan bahasa lokal tertentu dan melakukan sesuai dengan kemampuannya yang terbatas.
perkumpulan secara formal maupun informal.
Namun saat ini budaya interaksi sosial yang erat Penelitian ini mengkaji bagaimana masyarakat
antar masyarakat mulai luntur. Tradisi yang ada kampung kota masih memperjuangkan nilai budaya
dalam masyarakat perlahan mulai hilang akibat berkumpul bersama. Di tengah keterbatasan lahan
teknologi yang makin canggih. Pola interaksi yang mereka miliki, mereka dituntut untuk berfikir
berubah akibat hadirnya gadget pada kebanyakan bagaimana menghadirkan ruang yang dapat
rumah tangga golongan menengah ke atas. Nilai- mewadahi kegiatan interaksi sosial mereka. Penting
nilai kebersamaan semakin lama semakin hilang bagi planner, arsitek maupun pemangku kebijakan
akibat ketergantungan manusia terhadap teknologi pembangunan kota untuk memperhatikan hadirnya
yang demikian tinggi. ruang-ruang interaksi yang sesuai dengan
representasi ruang bagi masyarakat, khususnya
Menurut Kusyala (2008), kampung kota merupakan masyarakat kampung kota. Ruang-ruang interaksi
akar budaya permukiman khas di Indonesia. Di yang hadir di kampung kota, yang melibatkan
pemikiran masyarakat di dalamnya, dapat menjadi “Space is real in the same sense that commodities
sarana untuk mempertahankan kearifan budaya are real since (social) space is a (social) product”
lokal, yaitu budaya berinteraksi secara langsung dan (Lefebvre 2000:26).
saling mengenal dengan baik antar tetangga. Aspek-
aspek simbolis yang muncul sebagai representasi Menurut Lefebvre (1991), ruang adalah produk
ruang interaksi dari masyarakat, dapat menjadi sosial dimana semua pihak yang berkepentingan
pertimbangan dalam menghadirkan solusi bagi akan terus berusaha mencari cara untuk
pembangunan skala kota. mendominasi pemakaian atau pemanfaatan atas
suatu ruang dan mereproduksi segala pengetahuan
LANDASAN TEORI untuk mempertahankan dominasi mereka atas
pemanfaatan ruang tersebut. Dalam pengertian ini
Ruang Interaksi dan Ruang Representasi pulalah produksi ruang secara spasial akan
Ruang terbentuk karena adanya suatu objek atau mempengaruhi mentalitas para penghuninya
kegiatan di dalamnya. Place-making dalam hal ini sehingga menciptakan apa yang disebut oleh Henri
adalah proses dimana masyarakat melakukan Lefebvre sebagai produksi ruang sosial, yakni relasi
partisipasi dalam membentuk ruang bersama. Di produksi antara ruang secara spasial dengan
dalamnya terdapat proses perencanaan, desain, masyarakat.
manajemen dan pemrograman untuk pembentukan
ruang tersebut. Tidak hanya sebatas merancang, Ruang sosial dibentuk oleh tindakan sosial (social
namun place-making dilakukan demi menyatukan action), baik secara individual maupun secara
masyarakat dan mempertahankan budaya lokal. kolektif. Tindakan sosiallah yang memberi “makna”
pada bagaimana suatu ruang spasial dikonsepsikan
Dalam konteks mempertahankan budaya lokal, oleh mereka yang mengisi dan menghidupkan ruang
proses place-making ini menjadi penting dalam tersebut. Produksi ruang sosial berkenaan dengan
produksi ruang sosial atau ruang interaksi. Menurut bagaimana praktik spasial diwujudkan melalui
Tuan (1977), “What begins as undifferentiated persepsi atas lingkungan (environment) yang
space becomes place as we get to know it better and dibangun melalui jaringan (networks) yang
endow it with value … the ideas “space” and mengaitkan aktivitas-aktivitas sosial seperti
“place” require each other for definition ... pekerjaan, kehidupan pribadi (private life), dan
Furthermore, if we think of space as that which waktu luang (leisure). Lefebvre mendeskripsikan itu
allows movement, then place is pause; each pause sebagai relasi yang bersifat dialektis antara ruang
in movement makes it possible for location to be (spasial dan sosial) yang hidup, ruang yang
transformed into place”. Maka space adalah ruang dipersepsikan, dan ruang yang dikonsepsikan, atau
yang memuat suatu pergerakan, yang dapat apa yang disebut Conceptual Triad of Social Space
bertransformasi menjadi place apabila ada jeda Production, yaitu:
henti dari pergerakan tersebut. Mengenai place-
making itu sendiri Cresswell (2009) mengemukanan 1. Ruang sehari-hari (Spatial Practices)
pendapatnya bahwa “… places are practiced. Dalam pengertian ini, dalam ruang sosial
People do things in place. What they do, in part, is terdapat keterlibatan setiap anggota masyarakat
responsible for the meanings that a place might yang memiliki hubungan atau keterkaitan
have. … Space becomes a place when it is used and tertentu terhadap kepemilikan atas ruang itu.
lived”. Suatu ruang memiliki makna yang lebih Dengan demikian, kohesi sosial atas suatu ruang
ketika ada kegiatan yang dilakukan oleh manusia di ditentukan oleh derajat kompetensi dan tingkat
dalamnya. Baik Yi-Fu Tuan dan Cresswell kinerja atas pemakaian ruang (fisik atau
menuliskan bahwa nyawa dari sebuah ruang itu material). Praktik spasial semacam inilah yang
hadir apabila ada kegiatan dan suatu hal yang dipahami sebagai “ruang yang hidup” (lived
menarik, sehingga seseorang ingin mampir atau space).
yang disebut pause movement.
2. Representasi Ruang (Representations of Space) Ruang Interaksi Kampung Kota
Representasi ruang tergantung pada pola Kepadatan hunian di kampung kota menyisakan
hubungan produksi dan tatanan yang bertujuan koridor jalan sebagai satu-satunya potensi ruang
memaksakan suatu pola hubungan tertentu atas interaksi. Jaringan jalan pada kampung kota bila
“pemakaian” suatu ruang. Maka, representasi dilihat dari konteks privat dan publik dapat
ruang berkenaan dengan pengetahuan, tanda- dipahami sebagai ruang sosial akibat fungsinya
tanda, atau kode-kode, bahkan sikap atau suatu sebagai wadah aktivitas masyarakat. Persepsi
hubungan yang bersifat “frontal”. Maka dari itu, masyarakat terhadap aktivitas, mampu membentuk
representasi yang dihasilkan oleh suatu ruang ruang yang mungkin bukan pada tempatnya, karena
menjadi “beragam”. Representasi-representasi aktivitas yang bersifat personal, tertutup, dan
ini merujuk pada suatu ruang yang “dikonsep- komunal, dapat terjadi pada ruang jalan kampung
sikan”, seperti misalnya ruang untuk para kota yang dianggap publik (Putera, 2014).
ilmuwan, para perencana tata ruang, masyarakat
urban, para pengkaji dan pelaksana teknokrat, Maka dari itu, adanya strategi dalam merancang
dan para perekayasa sosial lainnya, seperti dari atau memproduksi suatu ruang penting karena
para seniman yang memiliki ekspresi dan sikap setiap kelompok masyarakat memiliki karakteristik
mental misalnya yang unik dalam dan kebutuhan yang berbeda (Hickman, 2013).
mengidentifikasi “ruang”, sementara para peng- Sebagai contoh, ruang interaksi yang biasa
kaji memandang proses pembentukan atas ruang digunakan anak-anak akan berbeda dengan ruang
sebagai suatu rekayasa ilmiah, seperti melalui berkumpul orang dewasa, anak-anak cenderung
kajian (studi) atau penelitian dengan cara menggunakan ruang tersebut untuk bermain,
mengidentifikasi apa saja yang menghidupi sedangkan orang dewasa menggunakannya untuk
suatu ruang, konsekuensi apa yang dirasakan berbincang-bincang.
oleh orang atas “ruang” itu serta apa yang
mereka pahami tentang ruang tersebut dan METODE PENELITIAN
dinamikanya. Pada konteks inilah ruang
merupakan suatu produksi yang muncul dari Penelitian ini bersifat semi-grounded dan kualitatif
konsepsi orang dan atau beberapa orang atau untuk mengungkap fenomena ruang yang terjadi di
orang pada umumnya; “ruang” yang kampung kota. Metode pengumpulan data primer
dikonsepsikan (conceived space). dilakukan dengan cara pengamatan langsung pada
lokasi dengan alat bantu rekam berupa foto, video,
3. Ruang Representasi (Representational Space) rekaman suara dan catatan. Analisis data dilakukan
Ruang representational mengacu pada ruang melalui proses identifikasi lokasi, pelaku dan waktu
yang secara nyata “hidup” (lived space) dan interaksi sosial di kampung kota. Dari pengamatan
berkaitan secara langsung dengan berbagai dan wawancara dicari kata kunci yang menjadi
bentuk pencitraan serta simbol yang terkait konsep tentang lokasi tersebut, kemudian di
dengannya. Hal ini termasuk bagaimana para klasifikasikan berdasarkan teori Lefebvre
penghuni ruang atau orang-orang yang “Conceptual Triad of Social Space Production”.
menggunakannya saling berinteraksi melalui
praktik dan bentuk visualisasi di dalam suatu Deskripsi Koridor Jalan Tubagus Ismail Bawah
ruang. Konsepsi atas ruang pun muncul Objek kajian adalah berupa koridor jalan kampung
berdasarkan berbagai pengalaman nyata yang kota, yaitu Jalan Tubagus Ismail Bawah, RT 05 RW
dialami oleh setiap orang sebagai sebab-akibat 01, Sekeloa, Coblong, Bandung. Wilayah studi pada
dari suatu hubungan yang bersifat dialektis koridor jalan ini merupakan lokasi dengan
antara praktik spasial dan representasi ruang. peruntukan wisma atau pemukiman dengan
Ruang menjadi sesuatu yang secara khusus fasilitasnya. Jalan sasaran merupakan salah satu
dipersepsikan oleh individu, kelompok, atau jalan dengan kondisi yang padat bangunan dengan
suatu masyarakat; ruang yang dipersepsikan sedikit ruang terbuka berupa koridor jalan.
(perceived space).
Jalan Tubagus Ismail bawah sebagai objek kajian area warung kelontong adalah 2,78 meter dengan
berbatasan langsung dengan Jalan Dipatiukur di lebar badan jalan 3,12 meter. Lebar jalan pada area
bagian barat, Jalan Tubagus Ismail Raya di bagian teras bersama adalah 1,75 meter dengan lebar badan
utara, dan pemukiman warga di timur dan selatan. jalan 1,95 meter. Sedangkan lebar jalan pada area
Koridor jalan ini berupa satu lajur jalan RT 05 yang ruang jemur dan duduk bersama adalah 2,32 meter
tergabung dalam wilayah RW 01 Kelurahan dengan lebar badan jalan 2,74 meter (Tabel 1 dan
Sekeloa, Kecamatan Coblong, berdekatan dengan Gambar 2).
kampus UNIKOM, Bandung.
Tabel 1. Tabel Dimensi Koridor Jalan
Koridor jalan ini cenderung berkontur. Untuk Lebar Lebar
No Area
Jalan Badan Jalan
memasuki jalan, kita harus melewati turunan yang
Simpul jalan warung
curam. Lingkungan kampung kota ini cenderung 1
bubur
1,49 m 1,63 m
bersih karena warganya sudah sadar lingkungan. Halaman
2 Luas ± 10 m2
Mereka melakukan kegiatan perbaikan jalan pada Rumah Kos
tahun 2015 dengan dana swadaya, maka dari itulah Simpul jalan warung
3 2,78m 3,12 m
mereka menjaga dengan baik apa yang telah mereka kelontong
Simpul jalan teras
bayar untuk lingkungan tinggal mereka. Ruang 4
bersama
1,75 m 1,95 m
duduk yang ada di area warung bubur, warung Simpul jalan ruang jemur
5 2,32 m 2,74 m
kelontong dan teras bersama (dapat dilihat di dan duduk bersama
Gambar 2) ada bersamaan dengan program
perbaikan jalan tahun 2015 dan diresmikan oleh Puncak aktivitas dari setiap area di Koridor Jalan
Lurah setempat dengan penandatanganan prasasti. Tubagus Ismail Bawah ini adalah pada sore hari.
Kondisi ini disebabkan karena pada waktu tersebut
warga yang pulang bekerja memiliki waktu luang
untuk beristirahat dan melakukan sosialisasi di luar
rumah. Anak-anak yang sudah pulang sekolah dan
mengaji juga memiliki waktu untuk bermain. Saat
pagi hari aktivitas warga cenderung sepi, hanya
Gambar 1. Kegiatan perbaikan jalan (kiri) dan Prasasti sekedar aktivitas jual beli di warung untuk
peresmian jalan (kanan) memenuhi kebutuhan individu atau keluarga. Pada
siang hari aktivitas banyak dilakukan oleh ibu-ibu
Warga penghuni Tubagus Ismail Bawah ini yang berkumpul sekaligus menyuapi anak. Pada
kebanyakan adalah pendatang dari kota lain, namun malam hari jumlah pelaku aktivitas di ruang luar
sudah lama menetap di kampung ini. Sebagian lagi menurun, hanya dapat ditemukan di beberapa titik
adalah mahasiswa indekos yang berkuliah di lokasi saja. Berdasarkan intensitas pelaku, terdapat
UNIKOM, Bandung. Kampung ini memiliki perbedaan besar antar area yang terbentuk pada
beberapa komunitas perkumpulan, yaitu organisasi masing-masing waktu amatan. Aktivitas interaksi
pengurus, komunitas bapak-bapak, ibu-ibu dan sosial paling tinggi terjadi di area 3 (warung
organisasi pemuda yang dinamakan Warzep. Warga kelontong) dan area 2 (halaman rumah kos).
setempat saling mengenal dengan baik satu sama
lain dan rutin mengadakan acara bersama. Tabel 2. Intensitas Aktivitas Berdasarkan Amatan Waktu
Titik pusat aktivitas
Waktu
1 2 3 4 5
Koridor Jalan Tubagus Ismail Bawah sebagai objek Pagi + - ++ + +
amatan memiliki panjang ± 180 meter dari mulut (06.00-08.00)
jalan. Penulis membagi area amatan menjadi 5 area. Siang + ++ +++ + ++
Lebar jalan pada area warung bubur adalah 1,49 (11.00-14.00)
meter dengan lebar badan jalan 1,63 meter. Area Sore ++ +++ +++ ++ ++
(16.00-18.00)
halaman rumah kos dengan kursi dan sofa yang Malam ++ ++ + + -
diberi naungan seluas ± 10 m2. Lebar jalan pada (20.00-22.00)
Mulut jalan

1
2

Warung Makan 3
Warung Kelontong

1. Area warung bubur


2. Halaman rumah kos
3. Area warung kelontong 4
4. Area teras bersama
5. Area ruang jemur dan
duduk bersama
5

Gambar 2. Peta Lokasi Studi

HASIL DAN PEMBAHASAN atau kegiatan yang rutin terjadi di area tersebut.
Kemudian representation of space yaitu apa yang
Ruang Interaksi dan Ruang Representasi di masyarakat lihat dari keadaan fisik ruang interaksi
Koridor Jalan Tubagus Ismail Bawah sosial dan representational space atau ruang
Pada koridor jalan Tubagus Ismail Bawah ini representasi adalah, konsep apa yang dapat
penulis mendapatkan lima area yang menjadi titik- mempre-sentasikan area tersebut dalam lingkungan
titik kumpul warga kampung dalam kegiatannya kampung kota. Berikut uraian analisis ruang pada 5
sehari-hari. Namun yang menjadi kegiatan pokok area koridor jalan Tubagus Ismail Bawah:
dalam pembahasan adalah kegiatan interaksi sosial
yang melibatkan dua orang atau lebih yang saling 1. Area Warung Bubur
memberikan timbal balik. Area ini adalah ruang interaksi sosial yang di
dalamnya terdapat atribut spatial practice berupa
Interaksi yang terjadi dalam satu area dapat warung bubur, teras warung bubur, ruang duduk
bervariasi menurut aktivitas, pelaku dan waktunya. keramik, badan jalan dan rumah warga yang
Pada lima area akan dibahas mengenai beberapa berbatasan langsung dengan area ini yang
hal, diantaranya spatial practice yaitu kebiasaan menjadi faktor terjadinya interaksi sosial.
Ruang duduk sebagai representation of space,
dibuat berdekatan dengan warung makan yang
seringkali penuh dengan mahasiswa indekos
sekitar yang sarapan, makan siang dan makan
malam. Ruang duduk ini dibuat bersamaan
dengan program perbaikan jalan tahun 2015
dengan pertimbangan banyaknya orang (baik
warga atau mahasiswa indekos) yang sering
nongkrong di dekat warung makan sambil
berdiri, duduk di atas motor ataupun jongkok di
pinggir jalan. Sehingga perlu adanya tambahan
ruang duduk yang menunjang kegiatan di area
ini. Tak jarang area ini juga digunakan untuk Gambar 3. Aktivitas di Area Warung Bubur
tempat ibu-ibu nongkrong sambil menyuapi
anak, tempat bermain, tempat jual-beli dan 2. Halaman rumah kos
tempat istirahat pedagang keliling. Area ini memanfaatkan halaman rumah warga
yang cukup luas sebagai ruang interaksi sosial.
Karena ruang ini kecil dan sempit, adanya ruang Halaman ini sudah ada sejak lama, namun
duduk secara tidak sengaja memberikan stimulan penambahan naungan, meja, sofa dan kursi
rasa kesopansantunan bagi orang yang melewati sebagai atribut representation of space dilakukan
ruang ini saat ada warga yang sedang setelah warung pop-ice dibuka pada awal tahun
berkumpul. Maka representational space 2016. Selain ruang dengan kursi juga terdapat
menurut warga dari area ini adalah ruang duduk teras berlantai keramik yang dapat memuat
sebagai simbol rasa sopan santun. orang duduk lesehan. Warung pop-ice ini
menjual berbagai makanan dan minuman. Area
Tabel 3. Rangkaian Konseptual Ruang di Area ini biasanya digunakan sebagai ruang berkumpul
Warung Bubur bapak-bapak ataupun tempat nongkrong
Represen- Represen- mahasiswa sambil ngopi. Halaman ini pun
No Spatial Practice tations of tational menjadi alternatif tempat acara kebersamaan
space Space atau kumpul-kumpul apabila hujan. Adanya
1 Warung Membeli Ruang Ruang naungan pada area ini menjadikan naungan
bubur makanan/ jual- duduk dari duduk
beli semen sebagai tersebut simbol atau representational space bagi
Makan finishing simbol warga yang menginginkan berkumpul di tempat
2 Teras Merokok keramik kesopan yang teduh.
warung Nongkrong santunan
bubur Menunggu (menyapa/
pembeli permisi/
3 Ruang Tempat punten
duduk nongkrong jika ada
keramik Merokok orang naik
Menyuapi anak motor/
Tempat istirahat jalan
Pedagang melewati)
keliling
4 Badan Tempat jual beli
jalan Pedagang
keliling
Bermain anak
Parkir motor Gambar 4. Aktivitas di Area Halaman Rumah Kos
5 Depan Mencari udara
rumah segar
warga
Tabel 4. Rangkaian Konseptual Ruang di Area Pelaku aktivitas pada area warung kelontong ini
Halaman Rumah Kos bermacam-macam, yaitu anak-anak, remaja,
pemuda, dewasa hingga lansia. Lansia
Represen- Represen- memanfaatkan ruang duduk yang ada sambil
No Spatial Practice tations of tational berjemur di pagi hari karena pada area ini ruang
space Space
terbukanya cukup luas sehingga sinar matahari
1 Halaman Nongkrong Naungan Naungan
rumah mahasiswa kos Meja halaman cukup mengenai badan. Ibu-ibu juga
kos Ngopi Sofa rumah kos memanfaatkan area ini untuk berinteraksi sambil
(dengan Alternatif Kursi simbol mengasuh atau menyuapi anak mereka. Karena
naungan) tempat rapat/ panjang tempat yang letaknya dekat dengan warung makanan, maka
nongkrong Tikar teduh untuk
bapak-bapak & berkumpul
terjadilah interaksi sosial sehingga diwadahi
pemuda (faktor dengan adanya ruang-ruang duduk ini. Selain itu,
setempat cuaca) area ini adalah area berkumpul untuk acara-acara
Alternatif tahunan juga seperti acara festival dan lomba 17
tempat liwetan
Agustus. Ruang-ruang duduk yang ada juga
(acara
kebersamaan) menjadi representational space ruang interaksi
Parkir motor mulai dari anak-anak hingga lansia.
2 Warung Membeli
pop ice makanan/
minuman
3 Teras Alternatif
rumah tempat liwetan
kos (acara
kebersamaan)

3. Area warung kelontong


Karena ukuran lebar jalan yang paling besar,
maka intensitas penggunaan area warung
kelontong ini adalah yang paling besar. Dalam
area ini terdapat atribut spatial practice berupa
warung kelontong, tiga ruang duduk finishing Gambar 5. Aktivitas anak-anak pada Area warung
keramik, tiang listrik, area sunda manda, badan kelontong
jalan dan area depan rumah warga berupa tangga
yang dapat digunakan untuk duduk anak-anak.

Penggunaan area ini bervariasi, mulai dari


kegiatan informal hingga yang formal dan
kegiatan tahunan. Area ini cenderung ramai pada
sore hari dimana anak-anak berkumpul untuk
bermain. Tepat di seberang warung kelontong
terdapat tiang listrik yang berfungsi seperti
kentongan. Kentongan tiang listrik ini
dimanfaatkan sebagai representational space
berupa alat komunikasi untuk memanggil warga
berkumpul, biasanya untuk kegiatan rapat Gambar 6. Aktivitas Ibu-ibu pada Area warung
mingguan yang dihadiri khusus bapak-bapak kelontong
pengurus dan pemuda setempat. Selain itu,
gambar permainan sunda manda juga menjadi
representational space sebagai area bermain
anak.
Tempat
mengadakan
acara rapat;
Tempat
mengadakan
acara
kebersamaan
Gambar 7. Pemukulan tiang listrik (kiri) dan acara rapat
(liwetan);
pengurus (kanan)
Tempat acara
tahunan (lomba
17 agustus dan
festival)
8 Area Tempat bermain
depan anak
rumah Tempat duduk-
warga duduk anak
sekitar menunggu
Gambar 8. Aktivitas tahunan lomba 17 Agustus (kiri) (tangga giliran sunda
dan festival (kanan) rumah) manda

Tabel 5. Rangkaian Konseptual Ruang di Area


Warung Kelontong 4. Area teras bersama
Area ini adalah ruang duduk sederhana yang
Represen- Represen- memanfaatkan ruang teras rumah warga. Ruang
No Spatial Practice tations of tational duduk ini juga dibuat bersama dengan perbaikan
space Space jalan tahun 2015. Ruang interaksi ini cenderung
1 Warung Jual-beli Gambar Gambar
kelontong permainan permainan tidak seramai area lain, karena biasanya hanya
2 Ruang Menyuapi anak/ sunda sunda digunakan sebagai area ‘pause’ untuk saling
duduk mengasuh anak manda di manda di menyapa atau membeli sesuatu di warung.
dekat Tempat badan badan jalan
jalan berjemur lansia jalan sebagai
simbol
Atribut spatial practice yang terdapat di area ini
turun Tempat
nongkrong/ Tiang tempat adalah teras rumah warga itu sendiri, warung
duduk listrik bermain juice di rumah warga tersebut, badan jalan, dan
3 Ruang Tempat anak area depan rumah warga sekitar. Ruang duduk
duduk nongkrong/ Tempat yang lumayan teduh (karena masih dinaungi atap
seberang duduk duduk dari Tiang listrik
warung semen sebagai rumah) menjadi representation of space di area
4 Tiang Alat kentongan finishing simbol alat ini. Sehingga memunculkan representational
listrik keramik komunikasi space area ini sebagai tempat berkumpul santai.
5 Ruang Tempat (ada 3) (kentongan)
duduk berjemur lansia
sunda Menjemur Tempat
manda pakaian duduk
Tempat sebagai
nongkrong/ simbol
duduk ruang
6 Area Tempat bermain interaksi
sunda anak dari anak- Gambar 9. Aktivitas di Area teras bersama
manda anak hingga
7 Badan Tempat bermain lansia
jalan anak (bersepeda
dan lari-lari
bermain kucing
sumput)
Tabel 6. Rangkaian Konseptual Ruang di Area
Teras bersama

Represen- Represen-
No Spatial Practice tations of tational
space Space
1 Teras Tempat Ruang Teras
rumah nongkrong/ duduk dari bersama
warga duduk ibu-ibu semen sebagai
2 Warung Tempat jual- finishing simbol
juice beli keramik ruang
3 Badan Tempat berkumpul
jalan nongkrong santai Gambar 10. Aktivitas pada Area Ruang jemur dan duduk
sambil berdiri bersama
4 Area Mencari udara
depan segar
rumah
Tabel 7. Rangkaian Konseptual Ruang di Area
warga Ruang Jemur dan Duduk Bersama
sekitar
Represen- Represen-
5. Area ruang jemur dan duduk bersama No Spatial Practice tations of tational
space Space
Area ini berupa ruang terbuka yang fungsinya 1 Ruang Menjemur Ruang Ruang
sebagai ruang jemur, namun dapat dipakai untuk jemur dan pakaian jemur jemur dan
ruang duduk-duduk. Atribut spatial practice duduk Tempat lantai duduk
dalam area ini adalah ruang jemur dan duduk bersama nongkrong/ semen bersama
duduk sebagai
bersama, gerobak penjual mi-baso keliling yang Menyuapi/ Gerobak simbol
berjualan setiap sore, warung kelontong, badan mengasuh anak mi-baso ruang
jalan dan depan rumah warga sekitar. Menunggu mi- interaksi
baso dimasak sosial
Pedagang ini menjadi pemicu keberlangsungan Makan mi-baso warga
2 Pedagang Jual-beli sambil
interaksi sosial karena mampu mendatangkan mi baso memesan
masyarakat untuk datang dan berkumpul. Selain 3 Warung Jual-beli dan
kegiatan jual beli area ini juga digunakan kelontong makan mi-
sebagai tempat menyuapi anak dan tempat 4 Badan Tempat bermain baso
bermain. Ruang jemur dan duduk berserta jalan anak (sepedaan)
5 Depan Mencari udara
gerobak mi-baso menjadi representational of rumah segar
space yang memberikan konsep representational warga
space bagi warga bahwa area ini adalah ruang sekitar
interaksi sambil memesan atau makan mi-baso.
1
2
2

3
Warung Makan
Warung Kelontong

1. Area warung bubur


2. Halaman rumah kos 4
3. Area warung kelontong
4. Area teras bersama
5. Area ruang jemur dan duduk
5
bersama

Gambar 11. Peta pelaku dan Lokasi aktivitas interaksi sosial

KESIMPULAN
Dalam kajian ini, representasi ruang interaksi bagi
Studi place-making dalam penelitian ini warga Kampung Tubagus Ismail Bawah adalah
menggunakan pendekatan social-constructivism. ruang duduk di area warung bubur, halaman rumah
Interaksi sosial yang menjadi kebutuhan masyarakat kos, ruang duduk di area warung kelontong, teras
memerlukan wadah yang dapat menunjang kualitas bersama dan ruang jemur-duduk bersama. Kelima
interaksi. Dalam kasus ini masyarakat melakukan area ini masing-masing merepresentasikan konsep
konstruksi ruang interaksi yang lahir dari tata krama, ruang teduh untuk berkumpul, area
representasi aktivitas sosial di kampung mereka. bermain anak, ruang berkumpul santai dan ruang
Ruang-ruang interaksi yang menjadi kebutuhan interaksi sambil memesan atau membeli makanan
masyarakat kampung kota dapat dipenuhi dengan dari penjual keliling. Tiang listrik yang terdapat di
baik melalui kemampuan warga dalam mengkonsep area warung kelontong dimanfaatkan dengan baik
suatu ruang. Gagasan yang sederhana tentang ruang sebagai alat kentongan untuk mengundang warga
interaksi dapat menjadi satu gerakan besar untuk berkumpul dan jalan yang bergambar permainan
mendapatkan kualitas interaksi yang mereka sunda manda setiap sore menjadi area bermain
inginkan dalam keterbatasan lahan. anak-anak kampung.
Hadirnya ruang-ruang interaksi kampung kota ini Fringe in the Making of Place-based
adalah hal yang perlu menjadi perhatian bagi Community. GeoJournal (2012) 77:265–
planner, arsitek ataupun pemangku kebijakan dalam 278
pembangunan kota. Ruang interaksi sebagaimana [6] Putera, Y A. 2014. Ambiguitas Ruang Kampung
telah direpresentasikan oleh masyarakat di Pluis dalam Perspektif Privat-Publik.
lapangan, dapat menjadi konsep dalam membangun Bandung: E-Journal Graduete Unpar
atau menata kawasan kampung kota. Dengan Vol.1 No.2 2014, Universitas Kristen
memperhatikan keberadaan ruang interaksi, maka Parahyangan.
budaya kekerabatan yang erat antar warga akan [7] Sudrajat, I. 2012. Conceptualizing a Framework
lebih terjaga. for Research on Place in Indonesia.
Proceedings International Seminar on
Di dalam sebuah ruang tercakup banyak unsur dan Place Making and Identity: Rethinking
elemen yang membentuknya, arsitektur dan desain Urban Approaches to Built Environment
hanya menjadi salah satu bagian yang (PlacId), Department of Architecture,
menyusunnya. Elemen lain ialah komunitas. Untuk Universitas Pembangunan Jaya,
mewujudkan place-making yang ideal diperlukan September 2012.
semangat gotong royong dari masyarakat. Melalui [8] T. Cresswell. Place. 2009. Royal Holloway,
place-making, pergerakan komunitas masyarakat University of London, Egham, UK.
menuju kota, dan kota menuju negara memung- [9] Tuan, Y.F. 1977. Space and Place: The
kinkan mereka dapat mendefiniskan kembali seperti Perspective of Experience. Minneapolis,
apa masa depan mereka. Tujuannya ialah MN: University of Minnesota Press.
membangun fondasi kehidupan dan komunitas [10] Produksi Ruang dan Revolusi Kaum Urban
masyarakat yang ada menjadi lebih inklusif. Menurut Henri Lefebvre. 2016.
(http://indoprogress.com/2016/01/produ
DAFTAR PUSTAKA ksi-ruang-dan-revolusi-kaum-urban-
menurut-henri-lefebvre/), diakses 5
[1] Ekomadyo, AS, Prasetyo, FA & Yuliar, S. 2016. Desember 2016.
Place Construction and Urban Social
Transformation: An Actor Network
Theory Analysis For Creative-Kampung
Phenomena In Bandung. HABITechno
International Seminar: Innovation
Housing and Settlement Technology.
ITB. Bandung – Indonesia.
[2] Hickman, Paul. "Third places" and Social
interaction in deprived neighbourhoods
in Great Britain. 2013. Journal of
Housing and the Built Environment
28.2: 221-236.
[3] Kusyala, Dibya. 2008. Prinsip Pengembangan
Kampung Kota berdasarkan Pola
Berhuni Warga. Master Theses
Architecture ITB
[4] Lefebvre, Henri, and Donald Nicholson-Smith.
1991. The Production of Space. Vol. 30.
Blackwell Oxford.
[5] Mahon, M, Fahy, F & Cinne’ide. 2012. The
Significance of Quality of Life and
Sustainability at The Urban–Rural

Anda mungkin juga menyukai