Anda di halaman 1dari 42

BAB 3 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

3.1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai pemanfaatan energi panas bumi dalam kehidupan manusia k
hususnya sebagai sumber energi listrik. Energi panas bumi merupakan sumber daya energi dari alam b
erupa fluida uap dan atau air panas yang terbentuk di dalam reservoir melalui pemanasan oleh magma
yang terdapat di dalam bumi.

Mekanisme pembentukan energi panas bumi berawal dari pergerakkan air tanah yang berasal dari
air hujan meresap ke dalam batuan dan berkumpul di suatu kedalaman yang disebut reservoir. Magma
di dalam bumi yang memiliki suhu sangat tinggi berinteraksi dengan resevoir sehingga terbentuk uap
dan atau air panas dengan suhu sekitar 200-280 0C dan memiliki tekanan yang cukup tinggi.

Energi panas bumi umumnya terdapat pada daerah vulkanis dan ditandai dengan adanya
fenomena panas yang muncul di permukaan tanah, dapat berupa kawah, lumpur panas (mudpool), sem
buran uap (steaming ground), bau gas belerang (solfatara), fumarola, mata air panas, dan lain – lain.

Energi panas bumi yang tidak terlalu dalam dari permukaan tanah, dengan tekanan yang besar dan
kapasitas yang banyak serta memiliki suhu minimum sebesar 200 0C dapat dimanfaatkan sebagai pem
bangkit listrik. Uap air panas yang berada di reservoir dapat dialirkan ke permukaan melalui sumur – s
umur produksi yang dibor hingga menembus reservoir. Uap tersebut dapat dimanfaatkan untuk memut
ar turbin yang dikopel dengan generator sehingga menghasilkan energi listrik yang dikenal sebagai Pe
mbangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.

Penelitian mengenai panas bumi di Indonesia dimulai sejak tahun 1920. Pengeboran sumur uap pa
nas yang pertama dilakukan di Kamojang. Area geotermal Kamojang telah memiliki beberapa sumur
uap produktif, diantaranya telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan total daya keluaran se
besar 235 MW, yang dikelola oleh PT Indonesia Power dan PT Pertamina Geothermal Energy. Lebih
dari 23 negara memproduksi listrik dengan cara memanfaatkan energi panas bumi dengan kapasitas d
aya yang terpasang melebihi 8.700 MW. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa prospek energi
panas bumi dalam produksi listrik sedang mengalami perkembangan.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kondisi geografis bervariasi antara
setiap pulau membutuhkan usaha yang menantang untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Salah satu
faktor yang mendukung kemajuan pembangunan ini adalah peningkatan rasio elektrifikasi (RE) yang
merupakan rasio antara jumlah rumah tangga yang sudah memiliki listrik dan jumlah rumah tangga
seluruh wilayah Indonesia. Permintaan energi dari seluruh wilayah di Indonesia pada tahun 2017
adalah 234 TWh dan diprediksikan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2026 menjadi
480 TWh. Pertumbuhan permintaan energi listrik Indonesia pada Tahun 2017 – 2026 ditunjukkan
pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Pertumbuhan Energi Listrik Indonesia Tahun 2017 – 2026

3.2 KARAKTERISTIK SUMBER PANAS BUMI

Langkah awal dalam rangka mempersiapkan konservasi energi panas bumi adalah dengan
memahami sistem panas bumi tersebut, terutama melalui pemahaman terhadap karakteristik sumber
panas bumi sebagai bagian penting dalam sistem, diantaranya berkaitan dengan:
♦ Dapur magma sebagai sumber panas bumi
♦ Kondisi hidrologi
♦ Manifestasi panas bumi
♦ Reservoir
♦ Umur (lifetime) sumber panas bumi.

3.2.1 Dapur Magma Sebagai Sumber Panas Bumi

Pada dasarnya energi panas yang dihasilkan oleh suatu wilayah gunung berapi tergantung
dari letak dapur magma yang berada di bawah permukaan sebagai sumber panas (heat source),
terutama di daerah-daerah yang terletak di jalur vulkanik-magmatik, ukuran dapur magma
berhubungan erat dengan kegiatan vulkanik. Dalam perjalanan menuju permukaan, magma akan
mengalami proses diferensiasi dan akan menghasilkan susunan kimiawi yang berbeda sesuai
kedalaman. Dapur magma yang terbentuk pada kedalaman menengah kemungkinan akan
tercampur oleh bahan-bahan kerak bumi yang kaya akan silika dan gas, sehingga bersifat lebih
eksplosif. Volumenya dapat diperkirakan dari ukuran fisik yang terlihat pada bagian luarnya
berupa ukuran kaldera, distribusi lubang kepundan, pola retakan batuan, pengangkatan topografi

PAGE \* MERGEFORMAT 40
batuan dan hasil erupsi gunung api. Volume dapur magma juga dapat diperkiraan melalui cara
identifikasi dengan metode geofisika (bayangan seismik atau anomali geofisika lainnya).

Magma akan mengalirkan energi panas ke dalam batuan-batuan pembentuk kerak bumi,
makin besar ukuran dapur magma maka semakin besar pula sumber daya panasnya. Hal tersebut
menjadi ukuran jumlah energi yang dapat dimanfaatkan dari suatu sumber panas bumi. Ilustrasi
tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Dapur Magma Sumber Energi Panas Bumi

3.2.2 Kondisi Hidrologi

Pada daerah kepulauan dengan kegiatan vulkanik / magmatik yang masih aktif, magma di
bawah permukaan berinteraksi dengan lokasi-lokasi bersiklus basah atau cukup persediaan air,
sehingga akan terjadi pendinginan magma dan proses hidrotermal untuk menciptakan lingkungan
fasa uap air bersuhu / bertekanan tertentu yang memberikan peluang terjadinya sistem panas bumi
aktif.

Peranan air dalam mempertahankan kelangsungan sistem panas bumi sangat penting
sehingga panas bumi sangat dipengaruhi oleh siklus hidrologi, yang diyakini dapat terjaga
keseimbangannya apabila pasokan dari lingkungan tidak terhenti. Keberadaan sumber-sumber air
lainnya seperti air tanah, air connate, air laut/danau, es atau air hujan sangat dibutuhkan sebagai
pemasok air (recharge) yang hilang karena kandungan air dalam magma (juvenile) tidak
mencukupi jumlah yang dibutuhkan dalam mempertahankan proses interaksi air – magma.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Kondisi hidrologi pada suatu sistem panas bumi sangat dipengaruhi oleh bentang alam
lingkungan sekitar yang berperan dalam membentuk fenomena permukaan yang dapat memberikan
petunjuk tentang keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan. Pada daerah dengan relief
(topografi) rendah, fenomena panas bumi dapat berbentuk mulai dari kolam air panas dengan pH
mendekati netral, pengendapan sinter silika, hingga zona-zona uap mengandung belerang dalam
bentuk senyawa H2S yang berpeluang menghasilkan fluida bersifat asam. Hal ini menandakan
bahwa sumber fluida hidrotermal / panas bumi berada relatif tidak jauh dari permukaan. Pada
daerah dengan topografi tinggi (vulkanik andesitik) terjadi kenampakan manifestasi berupa
fumarol atau solfatara yang berarti sumber panas bumi berada pada kondisi relatif jauh dari
permukaan.

3.2.3 Manifestasi Panas Bumi

Bukti kegiatan panas bumi dinyatakan oleh fenomena di permukaan yang menandakan
fluida hidrotermal dari reservoir telah keluar melalui retakan batuan berpermeabilitas. Beberapa
fenomena menjadi penting untuk diketahui karena dapat digunakan sebagai indikator dalam
penentuan suhu dalam reservoir panas bumi, diantaranya:

● Mata air panas

Mata air panas dapat terbentuk dalam beberapa tingkatan mulai dari rembesan hingga
menghasilkan air dan uap panas yang dapat dimanfaatkan secara langsung (pemanas
ruangan / rumah pertanian / air mandi) atau sebagai penggerak turbin listrik. Dengan
menghitung / mengukur suhunya, maka dapat diperkirakan besaran keluaran energi panas
(thermal energy output) dari reservoir di bawah permukaan.

● Sinter silika

Sinter silika berasal dari fluida hidrotermal bersusunan alkali dengan kandungan silika
yang diendapkan ketika fluida silika amorf yang jenuh mengalami pendinginan dari 100 oC ke
50oC. Endapan ini dapat digunakan sebagai indikator yang baik bagi keberadaan reservoir
bersuhu >175oC.

● Travertin

Travetin adalah jenis karbonat yang diendapkan di dekat permukaan, terjadi ketika air
meteorik yang sedang bersirkulasi sepanjang retakan batuan mengalami pemanasan oleh
magma dan bereaksi dengan batuan karbonat. Travetin biasanya terbentuk sebagai timbunan /
gundukan di sekitar mata air panas bersuhu sekitar 30oC – 100oC, dapat digunakan sebagai
indikator suhu dalam reservoir panas bumi berkapasitas energi kecil yang terlalu lemah untuk

PAGE \* MERGEFORMAT 40
menggerakkan turbin listrik tetapi dapat dimanfaatkan secara langsung seperti untuk kolam
air panas.

● Kawah dan endapan hidrotermal


Kedua jenis fenomena permukaan ini berkaitan dengan kegiatan erupsi hidrotermal dan
menjadi indikator kuat dari keberadaan reservoir hidrotermal aktif. Kawah dihasilkan oleh
erupsi berkekuatan supersonik karena tekanan uap panas yang berasal dari reservoir
hidrotermal yang dalam (kedalaman ±400 m, suhu 230 oC) melampaui tekanan litostatik.
Kawah terjadi ketika aliran uap tersebut terhambat oleh lapisan batuan tidak permeabel
(caprock). Endapan hidrotermal (jatuhan) dihasilkan oleh erupsi berkekuatan balistik dari
reservoir hidrotermal yang dangkal (kedalaman ±200 m, suhu 195 oC). Endapan hidrotermal
terjadi ketika transmisi tekanan uap panas melebihi tekanan litostatik karena tertutupnya
retakan batuan yang dilaluinya.

3.2.4 Reservoir

Reservoir merupakan batuan yang memiliki pori-pori dan bersifat permeabel dan dapat
dialiri oleh fluida sehingga bisa menghantarkan energi panas dari magma menuju permukaan
sebagai sumber panas bumi. Ada 3 jenis reservoir, yaitu:

 Entalpi rendah, mempunyai batas suhu <125oC dengan rapat daya spekulatif 10 MW/km2
dan konversi energi 10%.

 Entalpi sedang, mempunyai kisaran suhu 125oC – 225oC dengan rapat daya spekulatif 12,5
MW/km2 dan konversi energi 10%.

 Entalpi tinggi, mempunyai batas suhu >225oC dengan rapat daya spekulatif 15 MW/km2
dan konversi energi 15%.
Ilustrasi reservoir panas bumi dapat dilihat pada Gambar 3.3.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Gambar 3.3 Reservoir Sumber Energi Panas Bumi

3.2.5 Umur (Lifetime) Sumber Panas Bumi

Sistem panas bumi menghasilkan sumber daya energi yang selalu terbarukan, akan tetapi
tidak berarti akan berumur tanpa batas. Dengan demikian harus ada upaya untuk mengetahui umur
(lifetime) kegiatan suatu sumber panas bumi. Penggunaan metode K/Ar dan Rb/Sr merupakan
salah satu teknik paling dikenal untuk penentuan umur (age dating), yang diterapkan terhadap
mineral-mineral tertentu dari batuan hidrotermal, dapat dilakukan dengan cara:

 Penentuan umur dengan metode tidak langsung dari suatu sistem panas bumi aktif yaitu
melalui studi banding umur relatif mineral-mineral tertentu hasil proses hidrotermal
terhadap umur batuan reservoir.

 Penentuan umur dengan metode analogi yaitu dengan perkiraan lamanya kegiatan dalam
suatu sistem fosil panas bumi, terutama yang berkaitan dengan batuan hidrotermal.
Dilakukan melalui studi tentang peran retakan batuan dalam proses hidrotermal dan
pembentukan mineral, serta perbedaan episode pengendapan mineral-mineral, penutupan
retakan batuan dan pembentukan kembali retakan batuan.

3.3 ENTALPI DAN ENTROPI


Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi internal dari suatu
sistem ditambah energi yang digunakan untuk melakukan usaha. Entalpi secara langsung berkaitan
dengan suhu. Jika suhu naik, maka energi internal sistem meningkat menyebabkan peningkatan
perubahan entalpi. Total entalpi (H) tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat dinilai
perubahannya saja seperti yang terjadi pada sistem mekanika.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Entropi merupakan salah satu besaran termodinamika yang mengukur energi dalam sistem per
satuan temperatur, dimana energi yang diukur tidak dapat digunakan. Entropi suatu sistem perlu
diukur untuk menentukan berapa banyak energi yang tidak dapat dipakai untuk melakukan usaha.
Entropi dari sebuah sistem tertutup akan selalu naik pada kondisi transfer kalor. Perbedaan antara
entalpi dengan entropi ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Perbedaan Entalpi dan Entropi


No Entalpi Entropi
1 Entalpi merupakan proses perpindahan kalor Entropi merupakan proses perpindahan kalor dari
yang terjadi secara konstan. komponen yang bersuhu tinggi ke komponen yang
bersuhu rendah.
2 Perubahan entalpi bisa berbentuk positif Perubahan entropi akan selalu bernilai positif. Nilai
atau negatif. entropi akan meningkatkan secara universal.
3 Entalpi adalah energi yang dilepaskan atau Entropi adalah energi yang dilepaskan ke
diserap selama berlangsungnya proses lingkungan selama berlangsungnya proses reaksi
reaksi. spontan.
4 Entalpi berkaitan dengan hukum Entropi berkaitan dengan hukum termodinamika 2.
termodinamika 1.
3.4 KONVERSI UAP MENJADI LISTRIK
Proses konversi energi uap meliputi besaran usaha (Entalpi) dan panas yang dilepas ke
lingkungan (Entropi). Sumber energi panas bumi dimanfaatkan dengan mengubahnya ke dalam
bentuk energi lain yaitu besaran usaha atau listrik. Hukum kedua termodinamika membatasi konversi
panas menjadi usaha, sehingga sebagian energi panas akan lepas secara alami ke lingkungan.

Gambar 3.4 Diagram Proses Perubahan Energi Panas Menjadi Energi Listrik

Energi kalor yang masuk dan keluar dari sistem melalui sebuah fluida memiliki empat sifat
aliran: massa fluida, kapasitas panas fluida, entalpi dan exergi. Konservasi massa fluida jelas terjaga
karena tidak ada pencampuran fluida dari sumber dan pendingin seperti pada Gambar 3.4. Kapasitas
panas fluida berperan penting pada karakteristik konversi panas dan akan digunakan sebagai aliran
kapasitas panas. Produk dari kapasitas panas berupa cairan dan laju aliran. Produk dari entalpi relatif
terhadap suhu lingkungan dan laju alirannya mendefinisikan aliran panas dalam dan keluar dari
sistem. Exergi akan memberikan informasi seberapa besar potensi usaha yang dapat diproduksi dari
sistem dan dihitung dengan cara yang sama seperti entalpi.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Untuk mengubah panas dari uap menjadi listrik memerlukan serangkaian proses yang sangat
kompleks dan panjang serta berbeda-beda pada setiap tipe PLTPB. Secara garis besar, persamaan
untuk perhitungan perubahan energi panas menjadi energi listrik adalah sebagai berikut:

Q̇h=c h ṁh ( T h−T 0 ) (3.1)


Q̇s =c h ṁh ( T s−T 0 ) (3.2)
Q̇c =cc ṁc ( T c −T 0 ) (3.3)

[
X˙ h=c h ṁh ( T c −T 0 )−T 0 ln
( )]
Th
T0

X˙ h=Q̇h−c h ṁh T 0 ln
( )
Th
T0
(3.4)

[
Ẋ s=c h ṁh ( T s−T 0 )−T 0 ln
( )]
Ts
T0

Ẋ s=Q̇h−c h ṁh T 0 ln
( )
Ts
T0
(3.5)

[
Ẋ c =c c ṁc ( T c −T 0 ) −T 0 ln
( )]
Tc
T0

Ẋ c =Q̇c −c c ṁc T 0 ln
( )
Tc
T0
(3.6)

Pada Hukum Termodinamika, keseimbangan antara energi (Hukum I) dan exergi (Hukum II)
direpresentasikan dengan persamaan:

Q̇h−Q̇ s−Q̇c =Ẇ (3.7)


X˙ h− Ẋ s− Ẋ c =Ẇ rev (3.8)

Q̇h−Q̇ s−Q̇c −c h ṁh T 0 ln


( )
Th
Ts ( )
−c c ṁc T 0 ln
Tc
T0
=Ẇ rev (3.9)

dimana,

ch : kapasitas panas fluida sumber


ṁh : kecepatan aliran fluida sumber
Th : suhu masukan fluida sumber
Ts : suhu keluaran fluida sumber
Cc : kapasitas panas fluida pendingin
ṁc : kecepatan aliran fluida pendingin
Tc : suhu keluaran fluida pendingin

PAGE \* MERGEFORMAT 40
T0 : suhu masukan fluida pendingin (suhu lingkungan)
Q̇ h : kecepatan perpindahan panas (daya thermal) pada masukan fluida sumber

Q̇ s : kecepatan perpindahan panas (daya thermal) pada keluaran fluida sumber

Q̇ c : kecepatan perpindahan panas (daya thermal) pada keluaran fluida pendingin

Ẋ h : exergi pada masukan fluida sumber

Ẋ s : exergi pada keluaran fluida sumber

Ẋ c : exergi pada keluaran fluida pendingin

Ẇ : daya thermal fluida yang dapat digunakan dalam proses produksi ke daya listrik

Ẇ rev : daya reversibel, daya maksimal yang digunakan dalam proses produksi ke daya

listrik setelah dikurangi daya yang hilang terdisipasi ke lingkungan (entropi).

Beberapa satuan yang akan digunakan pada bab ini adalah:

T : temperatur fluida (K)


Wst : daya keluaran steam turbine (MWe)
ηt : efisiensi turbin (%)
ηg : efisiensi generator (%)
m : massa fluida (kg)
ṁ : kecepatan aliran fluida (kg/s)
∆h : delta entalpi antara input dan output (kJ/kg)
h : entalpi (kJ/kg)
Q̇ : level perpindahan panas (daya thermal) antara sistem dan lingkungan (kJ/kg)
Ẋ : exergi (kJ/s)
Ẇ : daya (kJ/s)

Keseimbangan energi berlaku untuk semua proses baik ideal maupun riil. Keseimbangan exergi
hanya memberikan informasi tentang pekerjaan reversibel, atau daya maksimum yang dapat diperoleh
dari pembangkit listrik. Jika pembangkit dibuat ideal, maka daya termal pada fluida akan sama
dengan daya reversibel pada fluida dengan sehingga diasumsikan tidak ada daya yang terdisipasi ke
lingkungan seperti terlihat pada persamaan 3.10 dan 3.11 berikut:

Ẇ =Ẇ rev (3.10)

−c h ṁh T 0 ln
( )
Th
Ts ( )
−c c ṁc T 0 ln
Tc
T0
=0 (3.11)

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Daya keluaran dari steam turbine dihitung menggunakan persamaan berikut ini,

W st =η t × η g × ṁs × ∆ h (3.12)

dimana,
Wst : daya keluaran steam turbine (MWe)

ηt : efisiensi turbin

ηg : efisiensi generator

ṁs : kecepatan aliran massa fluida (kg/s)

∆h : perbedaan entalpi antara masukan dan keluaran (kJ/kg)

3.5 POTENSI PANAS BUMI INDONESIA


Semua sistem panas bumi bersuhu tinggi ditemukan di Zona Vulkanik Pulau Sumatera, Jawa,
Sulawesi, dan Pulau Timur, yang terletak di zona subduksi aktif antara ujung timur Sabuk Vulkanik
Mediterania dan sisi barat Sabuk Vulkanik Sirkum Pasifik. Menurut Badan Geologi Indonesia,
sumber daya terindikasi untuk energi panas bumi mencapai 29.544 MW, dimana mayoritas potensi
Sumber Daya maupun Cadangan berada di Pulau Sumatera dengan total 12.912 MW. Akan tetapi,
dari Potensi Cadangan yang Terbukti berada di Pulau Jawa dengan 1.815 MW. Hal tersebut
dikarenakan Pulau Jawa adalah pulau dengan populasi terbesar dan memiliki infrastruktur yang lebih
baik jika dibandingkan dengan pulau lainnya, sehingga proses penelitian maupun eksplorasi lebih
banyak dilakukan di pulau Jawa. Badan Geologi Indonesia memperkirakan bahwa terdapat lebih dari
256 lokasi panas bumi di dalam negeri, termasuk di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara,
Papua, Maluku, dan Kalimantan. Total Potensi Panas Bumi di Indonesia secara garis besar dapat
dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Potensi Panas Bumi Indonesia

Potensi Energi (MW) Total


No Sumber Daya Cadangan
Pulau
.
Spekulatif Hipotesis Terduga Mungkin Terbukti

1 Sumatera 3,191.0 2,334.0 6,992.0 15.0 380.0 12,912.0


2 Jawa 1,560.0 1,739.0 4,023.0 658.0 1,815.0 9,795.0
Bali & Nusa
3 295.0 431.0 1,179.0 - 15.0 1,920.0
Tenggara
4 Kalimantan 153.0 30.0 - - - 183.0
5 Sulawesi 1,221.0 318.0 1,441.0 150.0 78.0 3,208.0
6 Maluku 560.0 91.0 800.0 - - 1,451.0
PAGE \* MERGEFORMAT 40
7 Papua 75.0 - - - - 75.0
7,055.0 4,943.0 14,435.0 823.0 2,288.0 29,544.0
Total
11,998.0 17,546.0
Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia 2016

Potensi panas bumi Indonesia dikelompokkan dalam 2 (dua) bagian yaitu: Sumber Daya dan
Cadangan, yang masing-masing dibagi lagi menjadi beberapa subkelas. Hal tersebut ditunjukkan pada
Tabel 3.2.

Kriteria sumber daya Panas Bumi terdiri dari:

 Spekulatif, dicirikan oleh terdapatnya manifestasi panas bumi aktif dimana luas reservoir
dihitung dari data geologi yang tersedia dan rapat dayanya berdasarkan asumsi.
 Hipotesis, dicirikan oleh manifestasi panas bumi aktif dengan data dasar hasil survei
regional geologi, geokimia dan geofisika. Luas daerah prospek ditentukan berdasarkan
penyebaran manifestasi dan batasan geologi, sementara penentuan suhu berdasarkan
geotermometer.

Kriteria cadangan Panas Bumi terdiri dari:

 Terduga, dibuktikan oleh data pemboran landaian suhu dimana estimasi luas dan ketebalan
reservoir serta parameter fisika batuan dan fluida dilakukan berdasarkan data ilmu kebumian
terpadu, yang digambarkan dalam bentuk model tentatif.
 Mungkin, dibuktikan oleh sebuah sumur eksplorasi yang berhasil dimana estimasi luas dan
ketebalan reservoir didasarkan pada data sumur dan hasil penyelidikan ilmu kebumian rinci
terpadu. Parameter batuan, fluida dan suhu reservoir diperoleh dari pengukuran langsung
dalam sumur.
 Terbukti, dibuktikan oleh lebih dari satu sumur eksplorasi yang berhasil mengeluarkan
uap/air panas, dimana estimasi luas dan ketebalan reservoir didasarkan kepada data sumur
dan hasil penyelidikan ilmu kebumian rinci terpadu. Parameter batuan dan fluida serta suhu
reservoir didapatkan dari data pengukuran langsung dalam sumur dan atau laboratorium.

Estimasi terhadap potensi panas bumi dilakukan dalam rangka penentuan kualitasnya, sehingga
dapat diketahui pemanfaatannya baik sebagai sumber energi listrik maupun pemakaian langsung
dalam kaitannya dengan upaya optimalisasi produksi energi panas bumi. Secara garis besar metode
estimasi dilakukan melalui perhitungan volumetrik dan simulasi numerik.

 Metode estimasi volumetrik dibagi menjadi

 Metode perbandingan, yaitu menyetarakan suatu daerah panas bumi baru yang belum
diketahui potensinya dengan lapangan yang diketahui berpotensi, dimana keduanya memiliki

PAGE \* MERGEFORMAT 40
kemiripan kondisi geologi. Metode ini digunakan untuk menghitung potensi energi panas
bumi dengan klasifikasi sumber daya spekulatif.

 Model lumped parameter, didasarkan pada anggapan bahwa reservoir panas bumi berupa
bentuk kotak sehingga perhitungan volume = luas sebaran x ketebalan, dengan syarat bahwa:

(a) kandungan energi panas dalam bentuk fluida berada dalam batuan, dan

(b) kandungan massa fluida terdapat dalam reservoir. Metode ini digunakan untuk
menghitung potensi energi panas bumi dengan kategori sumber daya hipotesis, cadangan
terduga, mungkin dan terbukti.

 Metode estimasi simulasi numerik:

Metode ini terutama digunakan pada kondisi dimana pada suatu lapangan panas bumi telah
tersedia beberapa sumur eksplorasi dengan semburan fluida panas. Data sumur dibuat simulasi,
yang selanjutnya digambar dalam sistem kisi (grid) dan bentuk tiga dimensi. Dengan metode ini
dapat dihitung potensi cadangan terbukti dari suatu reservoir, termasuk umur, optimasi produksi
dan sistem distribusi panasnya.

Selain metode estimasi volumetrik dan simulasi numerik diatas, terdapat juga beberapa metode
perhitungan yang dipaparkan oleh peneliti, yaitu:

 Metode Perry
Metode Perry adalah perkiraan atau estimasi yang memberikan besarnya potensi energi panas
bumi dengan menggunakan persamaan:

E = D x Dt x P (3.13)

dimana,
E : energi (kcal/dt)
D : debit (lt/dt)
Dt : perbedaan suhu permukaan air panas & dingin (Δ0C)
P : panas jenis (kcal/kg)

 Metode Bandwell
Pada metode ini perumusan yang dilakukan memperhitungkan entalpi uap pada suhu tertentu
menggunakan persamaan:

E = m (h1 – h2) (3.14)

dimana,
E : Energi (kJ)
PAGE \* MERGEFORMAT 40
m : massa (kg)
h1 : entalpi uap pada t1 (kJ/kg)
h2 : entalpi uap pada t2 (kJ/kg)
t1 : suhu waduk uap panas bumi mula-mula (K)
t2 : suhu waduk uap panas bumi setelah dingin (K)

Massa tersebut adalah massa dari waduk uap panas bumi yang terdiri atas cairan dan uap,
yang besarannya sangat tergantung pada:
• Volume waduk uap panas bumi
• Persentase uap yang terkandung dalam waduk

3.6 KAPASITAS TERPASANG PLTPB DI INDONESIA

Kapasitas energi panas bumi yang telah termanfaatkan menjadi PLTPB di seluruh dunia saat ini
mencapai 10.715 megawatt (MW), dengan kapasitas terbesar di Amerika Serikat sebesar 3.086 MW,
diikuti oleh Filipina dan Indonesia. Gambar 3.5 menunjukkan sebaran kapasitas panas bumi di
berbagai negara di dunia.

Gambar 3.5 Sebaran Pemanfaatan Energi Panas Bumi di Berbagai Negara di Seluruh Dunia

Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang besar karena kondisi geologi. Per Desember
2016, total potensi panas bumi Indonesia adalah 29.543,5 MW, tetapi hanya 1.438,5 MW (4,87%)
yang sudah dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik. Tabel 3.3, Tabel 3.4 dan Tabel 3.5
menunjukkan potensi Panas Bumi Indonesia yang telah tereksploitasi dan siap untuk dieksploitasi.

Tabel 3.3 Potensi Energi Panas Bumi di Setiap Pulau Indonesia

Tabel 3.4 Daftar Rencana PLTPB di Indonesia Berdasarkan Wilayah Kerja


PAGE \* MERGEFORMAT 40
Planned Planned Planned
No. Working Region Capacity No. Working Region Capacity No. Working Region Capacity
(MW) (MW) (MW)
1 Bonjol 60 11 Gunung Lawu 165 21 Bora Pulu 40
2 Gn.Talang - Bukit Kili 20 12 Sipoholon Ria-Ria 20 22 Gn. Hamiding 10
3 Way Ratai 55 13 Kepahiang 110 23 Telaga Ranu 10
4 Gunung Endut 40 14 Simbolon Samosir 110 24 Songa Wayaua 5
5 Candi Umbul Telomulyo 55 15 Danau Ranau 110 25 Gn. Geureudong 110
6 Gunung Wilis 20 16 Graho Nyabu 110 26 Gn. Galunggung 110
7 Gunung Arjuno Welirang 110 17 Suwawa 20 27 Seulawah Agam 55
8 Gunung Pandan 10 18 Sembalun 20 28 Gn. Ciremai 110
9 Gunung Gede Pangrango 55 19 Oka-Ile Ange 10
10 Songgoriti 20 20 Marana 20

Tabel 3.5 Daftar Rencana Pemanfaatan Energi Panas Bumi di Indonesia


Planned Planned
Planned Planned
No. Working Region Capacity No. Working Region Capacity
COD COD
(MW) (MW)
2016,
Cisolok
1 Sibual-buali 3 x 110 2017, 16 45 2017
Cisukarame
2018
Hululais - Tambang 2018, Gn. Tangkuban
2 2 x 55 17 110 2017
Sawah 2019 Perahu
2016,
3 Lumut Balai 4 x 55 2018, 18 Gn. Tampomas 40 2018
2019
4 Sungai Penuh 2 x 55 2019 19 Gn. Ungaran 55 2017
2017,
1 x 30 2016,
5 Karaha - Cakrabuana 20 Sokoria 15 2018,
2 x 55 2019
2019
Buyan Bratan
6 1 x 10 2018 21 Atadei 10 2016
(Bedugul)
2022,
7 Kotamobagu 2 x 40 22 Jailolo 10 2019
2025
2018,
8 Iyang - Argopuro 1 x 55 2019 23 Suoh Sekincau 220
2019
2018, 2018,
9 Tulehu 2 x 10 24 Hu'u Daha 20
2019 2019
Kaldera Danau
10 Cibuni 10 2017 25 110 2019
Banten
11 Ciater 30 2019 26 Rantau Dedap 220 2018
Liki Pinangawan 2017,
12 220 27 Blawan - Ijen 110 2019
Muaralaboh 2018
2018,
13 Gn. Rajabasa 220 28 Telaga Ngebe 165 2019
2019
2018,
14 Jaboi 10 2018 29 Baturaden 220
2021
Sorik Merapi 2018,
15 240 30 Guci 55 2019
Roburan Sampuraga 2019

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Kapasitas PLTPB yang sudah terpasang di Indonesia dapat ditunjukkaan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Daftar PLTPB Terpasang di Indonesia
Total Unit
Geothermal Power Plant
No. Capacity Unit Capacity COD Owner Location
Power Plant Type
(MW) (MW)
1 30 Dry Steam 1983
Indonesia
2 55 Dry Steam 1988
Power
3 55 Dry Steam 1988 Kamojang,
1 Kamojang 235
4 60 Dry Steam 2008 Pertamina West Java
Geothermal
5 35 Dry Steam 2015 Energy
1 60 Single Flash 1994
Indonesia
2 60 Single Flash 1994
Power
3 60 Single Flash 1997 Cibeureum,
2 Gunung Salak 377
4 65.6 Single Flash 1997 Chevron West Java
5 65.6 Single Flash 2002 Geothermal
6 65.6 Single Flash 2002 Salak
1 110 Single Flash 1999 Star Energy Pangalengan,
3 Wayang Windu 227
2 117 Single Flash 2009 Star Energy West Java
Indonesia
1 55 Dry Steam 1994
Power
Darajat,
4 Darajat 270 2 94 Dry Steam 2000 Chevron
West Java
Geothermal
3 121 Dry Steam 2007 Indonesia

1 2 Single Flash 1997


Pertamina
Sibayak,
5 Sibayak 12 2 5 Single Flash 2008 Geothermal
North Sumatera
Energy
3 5 Single Flash 2008
Geo Dipa Dieng,
6 Dieng 60 1 60 Single Flash 1998
Energy Central Java
1 20 Single Flash 2001
Pertamina
2 20 Single Flash 2007
Geothermal Lahendong,
7 Lahendong 80 3 20 Single Flash 2009
Energy North Sulawesi
4 20 Single Flash 2011
5 2.5 Binary 1995 BPPT
1 55 Dry Steam 2012 Waypanas,
8 Ulubelu 110 PLN
2 55 Dry Steam 2012 Lampung
1 2.5 Single Flash 2012
Ulumbu,
2 2.5 Single Flash 2012
9 Ulumbu 10 PLN Nusa Tenggara
3 2.5 Single Flash 2012
Timur
4 2.5 Single Flash 2012
Mataloko,
10 Mataloko 2.5 1 2.5 Single Flash 2011 PLN Nusa Tenggara
Timur
Patuha,
11 Patuha 55 1 55 Single Flash 2014 PLN
West Java
TOTAL 1438.3

PAGE \* MERGEFORMAT 40
3.7 TIPE PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI (PLTPB)
Ada beberapa tipe pembangkit listrik panas bumi. Secara umum, siklus pembangkit listrik tenaga
panas bumi ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Siklus Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

3.7.1 TIPE DRY STEAM

Pada pembangkit tipe dry steam, uap yang digunakan memiliki karakteristik yang sangat
panas, serta kandungan air dalam uap sangat sedikit, sehingga yang menjadi prioritas dalam
pemurnian uap adalah pemisahan partikel–partikel korosif dan batuan.
Uap panas yang dihasilkan dari sumur memiliki suhu rata – rata lebih besar dari 455 0F (235
0
C). Uap panas dari sumur disalurkan melalui pipa secara langsung dan diarahkan ke turbin untuk
memutar generator dan menghasilkan listrik. Selanjutnya uap keluaran dari turbin mengalami
penurunan tekanan, tetapi masih memiliki temperatur yang cukup panas. Uap ini kemudian
didinginkan di dalam kondenser dengan bantuan air dari menara pendingin. Sebagian air hasil
proses pendinginan di-inject ke dalam injection well untuk produksi uap, dan sebagian lagi
dialirkan ke dalam menara pendingin sebagai media kondensasi.
Dry steam power plant ini merupakan tipe yang pertama kali dalam aplikasi panas bumi
sebagai pembangkit listrik. Di Indonesia, salah satu tipe dry steam ini adalah PLTPB Kamojang
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Gambar 3.7 Diagram Kerja Plant Dry Steam

3.7.2 TIPE SINGLE FLASH

Tipe flash steam power plant menggunakan uap panas yang memiliki kadar air yang cukup
banyak. Fluida kerja berupa air panas. Uap panas yang digunakan memiliki suhu lebih besar dari
360 0F (182 0C). Cara kerja power plant ini hampir sama dengan tipe dry steam, hanya yang
membedakan pada uap yang diarahkan ke turbin. Karakteristik uap yang dihasilkan memiliki
kadar air yang cukup tinggi sehingga digunakan separator untuk memisahkannya. Air dari
separator dialirkan ke dalam injection well dan uap panasnya diarahkan ke dalam turbin. Pada
tipe single flash, jenis uap yang dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin adalah hanya uap
dengan tekanan tinggi (high pressure saja). Di Indonesia, salah satu contoh Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi tipe single flash adalah PLTPB Gunung Salak seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.8.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Gambar 3.8 Diagram Kerja Plant Single-Flash

3.7.3 TIPE DOUBLE/MULTI FLASH

Pada sistem ini digunakan dua pemisahan fluida yaitu separator dan flasher serta
menggunakan komposisi 2 turbin, yaitu High Pressure Turbine (turbin tekanan tinggi) dan Low
Pressure Turbine (turbin tekanan rendah) yang disusun ganda seperti pada Gambar 3.9.
Tipe double flash merupakan pengembangan dari tipe single flash, dimana tipe ini
menggunakan dua turbin dalam satu shaft yaitu High Pressure Tubine dan Low Pressure Turbine.
Pada Low Pressure Turbine, uap bertekanan rendah didapatkan dari pemisahan fluida antara yang
menghasilkan uap bertekanan rendah dengan air pada separator. Sedangkan pada High Pressure
Turbine, uap yang digunakan adalah uap hasil separator bertekanan tinggi.

Gambar 3.9 Diagram Kerja Plant Double-Flash

3.7.4 TIPE BINARY CYCLE

Pembangkit tipe ini menggunakan air panas dari dalam bumi dengan kisaran suhu 225 0F –
360 0F atau 107 0C – 182 0C. Pada binary cycle, fluida air panas dilewatkan pada salah satu bagian
heat exchanger untuk memanaskan fluida kerja pada pipa pemisah (separate adjacent pipe). Hal
tersebut diilustrasikan pada Gambar 3.10.
Cara kerja pembangkit tipe ini menggunakan siklus rankine. Energi panas dari pusat bumi
dilewatkan pada heat exchanger, digunakan untuk memanaskan fluida kerja. Fluida kerja yang
digunakan biasanya isobutane, isopentane atau ammonia dimana fluida tersebut memiliki titik
didih lebih rendah dari air. Keuntungan dari sistem ini adalah uap panas dari pusat bumi tidak
secara langsung bersentuhan dengan power plant, sehingga dapat meminimalkan terjadinya korosi
PAGE \* MERGEFORMAT 40
pada power plant. Uap dari pusat bumi mengandung partikel-partikel yang dapat mengakibatkan
korosi. Uap panas yang dilewatkan pada heat exchanger, selanjutnya mengalami penurunan
temperatur sehingga akan menghasilkan air, uap yang bercampur air selanjutnya di injeksikan
kembali ke dalam injection well untuk produksi uap panas.
Fluida kerja yang telah melewati heat exchanger mengalami peningkatan energi panas,
sehingga akan meningkat tekanannya. Tekanan ini pada akhirnya dimanfaatkan untuk
memutarkan turbin. Fluida yang keluar dari turbin mengalami penurunan energi panas serta
penurunan tekanan. Energi panas yang masih terkandung dalam fluida kerja, masuk ke dalam
kondenser untuk mengalami proses pendinginan. Proses pendinginan bertujuan untuk mengubah
fluida kerja menjadi bentuk cair kembali. Jika fluida kerja yang digunakan adalah uap organik,
maka uap organik tersebut langsung dipompa ke heat exchanger lagi untuk dipanaskan.
Proses pendinginan tersebut menggunakan air dari menara pendingin yang terpisah dengan
fluida kerja (menggunakan pipa pendingin). Fluida kerja yang digunakan untuk memutarkan
turbin harus berupa uap panas yang murni serta mengandung kadar air yang sangat sedikit, untuk
menghindari kerusakan pada sudu - sudu turbin. Dengan alasan ekonomis dan efisiensi, fluida
kerja dari turbin selanjutnya digunakan kembali untuk memutarkan turbin. Fluida kerja dari
keluaran turbin memiliki kadar air yang cukup tinggi. Untuk mendapatkan kriteria uap panas yang
diinginkan, perlu adanya proses kondensasi pada fluida keluaran dari turbin.

Gambar 3.10 Diagram Kerja Plant Binary Cycle

PAGE \* MERGEFORMAT 40
3.8 PLTPB KAMOJANG UNIT IV

3.8.1 Sejarah PLTPB di Area kamojang


Eksplorasi energi panas bumi di Kamojang telah dilakukan sejak zaman pemerintahan
Belanda. Pada tahun 1926 hingga 1928, dilakukan pengeboran 5 sumur oleh Pemerintah Belanda.
Namun pada saat itu hanya terbatas pada pengeboran saja, pemanfaatannya dalam bidang tenaga
listrik belum direalisasikan. Selanjutnya pada tahun 1971 hingga 1979, Pertamina mulai
melakukan eksplorasi dengan melakukan pengeboran 10 sumur. Pengeboran ini sebagai
kerjasama dengan Pemerintahan Selandia Baru.
Pertamina memulai aktivitas eksplorasinya di Kamojang pada tahun 1974. Pada tahun
1978 berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi pertama di Indonesia seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3.11. Pembangkit ini diresmikan oleh Mentri Pertambangan dan
Energi (Mentamben) Prof. DR. Subroto. Pembangkit ini memiliki kapasitas 0,25 MW yang
bersifat non-condensing geothermal power plant, dimana uap setelah melewati turbin tidak ada
proses kondensasi. Pembangkit listrik ini belum dijadikan sebagai pembangkit komersil. Pada saat
itu, pembangkit ini hanya digunakan untuk kebutuhan masyarakat sekitarnya.

Gambar 3.11 PLTPB Kamojang 0.25 MW

Dengan diresmikannya pembangkit ini memacu Pertamina untuk melakukan


pengembangan lebih lanjut mengenai pemanfaatan energi panas bumi di Kamojang. Sehingga
pada tahun 1978 hingga 2003 dilakukan pengeboran sumur – sumur pengembangan dan
produksi.
Pengembangan selanjutnya pada tahun 1982 oleh Indonesia Power (anak perusahaan
PLN) untuk pertama kalinya berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
dengan tujuan komersil berkapasitas 30 MW yang disebut sebagai Unit-1 Kamojang dan

PAGE \* MERGEFORMAT 40
diresmikan pada tanggal 7 Februari 1983. Selanjutnya pada tahun 1987, Unit-2 dan Unit-3
dengan kapasitas masing – masing 55 MW, berhasil dibangun dan pada tahun yang sama
dilakukan commissioning yang diresmikan pada tanggal 2 Februari 1988.
Hingga saat ini, total kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang beroperasi
di area Kamojang sebesar 235 MW memiliki sumur produksi sebanyak 28 dan sumur reinjeksi
sebanyak 4. Salah satu sumur produksi ditunjukkan pada Gambar 3.12. Selain itu, terdapat 4 jalur
transmisi uap sepanjang 15 kilometer yang ditunjukkan pada Gambar 3.13.

Gambar 3.12 Salah Satu Sumur Produksi Milik PT Pertamina Geothermal Energy

Gambar 3.13 Pipa Transmisi Uap untuk PT Indonesia Power

PAGE \* MERGEFORMAT 40
3.8.2 Sumur PLTPB Kamojang Unit IV
Kamojang Unit IV memanfaatkan uap sumur produksi blok timur di Area Geothermal
Kamojang, kemudian listrik yang dihasilkan disalurkan melalui jaringan interkoneksi Jawa – Bali.
Kamojang Unit IV terdiri dari 1x60 MW, menggunakan 11 sumur pasok uap, yang terdiri dari 9
sumur produksi aktif dan 2 sumur tidak aktif (sebagai cadangan). Sebelas sumur berikut terbagi
menjadi 4 cluster.
Tabel 3.7 Pembagian Sumur
KMJ – 53

Cluster 1 KMJ – 57

KMJ – 59

Cluster 2 KMJ – 61

KMJ – 48

KMJ – 49
Cluster 3
KMJ – 58

KMJ – 71

KMJ – 69

Cluster 4 KMJ – 75

KMJ – 76

Tabel 3.7 menunjukkan pembagian cluster sumur pada PLTPB Kamojang Unit IV.
Masing-masing cluster terdiri dari beberapa kepala sumur yang yang diberi nama KMJ-XX.
Untuk cluster 2, hanya terdiri dari 1 kepala sumur yaitu KMJ-61.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Gambar 3.14 Cluster 1 pada PLTPB Kamojang Unit IV

Setiap sumur (well), memproduksi uap panas dengan karakteristik yang berbeda – beda.
Terdapat 4 (empat) parameter yang membedakan karakteristik uap panas, yaitu: fasa, tekanan,
temperatur, dan laju.

Uap panas bumi dialirkan melalui pipa sumur yang digabungkan di pipa cluster dengan
uap dari sumur lainnya dari cluster yang sama. Dari pipa cluster ini, uap dialirkan agar
bergabung dengan uap dari cluster lainnya di jalur pipa transmisi 40 inch yang dikirim ke
Pembangkit Unit IV. Uap dengan tekanan 11 bar tersebut kemudian digunakan untuk memutar
turbin uap yang terhubung pada generator dengan kapasitas pembangkitan sebesar 60 MW.
Gambar 3.14 menunjukkan cluster pada PLTPB Kamojang Unit IV.

Setiap cluster dilengkapi dengan silencer/rock muffler sebagai peredam suara yang
digunakan untuk kebutuhan pemanasan pipa dan pembersihan uap pada pipa sebelum
dimasukkan ke jaringan transmisi.

Gambar 3.15 Kepala Sumur Uap Panas Bumi

Terdapat dua bagian pipa transmisi yang terhubung dengan kepala sumur uap, yaitu
bagian hulu (upstream) dan bagian hilir (downstream). Pipa bagian upstream di desain untuk
tekanan 35 bara (bar absolute), sedangkan bagian downstream di desain untuk tekanan 15 bar.
Pada saat terjadinya pengurangan laju alir uap dari kepala sumur uap, maka akan terjadi kenaikan
tekanan pada bagian upstream, sehingga bila terjadi kenaikan tekanan melebihi 35 bar, PRV
(Pressure Relief Valve) dan RD (Rupture Disc) pada bagian upstream (untuk masing – masing
cluster atau pada pipa utama) akan mengurangi tekanan secara otomatis. Pada bagian
downstream, untuk menaggulangi kenaikan tekanan inlet turbin maka dipasang suatu vent line
yang dilengkapi dengan vent control valve. Vent line ini di desain harus mampu mengalirkan

PAGE \* MERGEFORMAT 40
sejumlah uap tertentu sehingga tekanan inlet turbin tidak melebihi nilai setting yang diperlukan
untuk memutar turbin. Gambar 3.15 menunjukkan kepala sumur uap panas bumi.

3.8.3 Sistem Kendali dan Sistem Monitoring


Dengan menggunakan 4 cluster sebagai sumber uap, area pemipaan dalam Steam
Gathering System (SGS) terbilang cukup luas sehingga perlu adanya sistem kendali dan
monitoring terhadap perlengkapan SGS. Kondisi dan operasi pipa di lokasi dapat dimonitor dan
kendalikan dengan remote dari ruang kontrol. Monitoring kondisi pipa menggunakan alat yang
berbeda – beda, bergantung pada letak pipa tersebut. Operasi penyaluran uap dari sumur ke turbin
dimonitor dan dikendalikan dengan sistem instrumentasi. Diagram alir yang berada pada ruang
kontrol PLTPB Kamojang ditunjukkan pada Gambar 3.16. Secara garis besar bagian yang
dikendalikan dan diamati meliputi:
1. Sistem pengendalian tekanan uap ke turbin.
2. Sistem monitoring kondisi operasi control valve dan pressure relief valve.
3. Sistem monitoring kondisi uap pada well head, cluster, ataupun pipa. Parameter yang di
diamati adalah tekanan, temperatur, dan laju uap. Pada well head digunakan Pressure
Indicator Transmitter untuk me-monitor tekanan.

Gambar 3.16 Diagram alir pada ruang kontrol PLTPB Kamojang

3.8.4 Sistem Pengaturan Uap ke Turbin


Tekanan uap yang dikirimkan ke turbin diatur menggunakan control valve yang dapat
dioperasikan secara manual atau otomatis pada pipa yang bersangkutan atau dengan remote dari
control room. Penggunaan control valve adalah sebagai berikut:

PAGE \* MERGEFORMAT 40
1. Pada steam receiving header dipasang control valve yang akan mengatur tekanan dan
aliran uap sesuai setting dengan sensor tekanan yang diambil dari tekanan uap sebelum
masuk turbin.
2. Diantara control valve dan turbine governing valve dipasang pipa percabangan yang
dilengkapi dengan regulating valve untuk melepaskan tekanan berlebih dan dihubungkan
ke rock muffler.

3.8.5 Sistem Proteksi


 Proteksi Pipa Terhadap Tekanan Berlebih (Overpressure)
Proteksi ini perlu dilakukan guna menghindari pecahnya pipa karena adanya tekanan
yang berlebih dari kepala sumur uap. Proteksi pipa terhadap overpressure menggunakan
Pressure Relief Valve (PRV) dan Rupture Disc (RD). PRV dan RD dipasang pada setiap
cluster dan pada pipa utama 40 inch. PRV digunakan sebagai proteksi tingkat pertama,
sedangkan RD digunakan sebagai proteksi tingkat kedua. Penggunaan PRV dan RD ini
mengacu pada ASME Boiler and Pressure Vessel Code, Section VIII, Div.1.

 Pengaturan Pressure Relief Valve (PRV)

Pengaturan tekanan dilakukan sebesar 90% dari tekanan yang diperbolehkan dengan
kapasitas 20% laju uap yang dipasang di cluster dan 20% laju uap yang dipasang di
pipa utama (pipa 40 inch). Untuk beberapa kasus, PRV ada yang dipasang bertingkat,
dengan pengaturan maksimal adalah 90% dari tekanan yang diperbolehkan.

 Pengaturan Rupture Disc (RD)

Pengaturan tekanan dilakukan sebesar 95% dari tekanan yang diperbolehkan dengan
kapasitas 20% laju massa uap yang dipasang di cluster dan 20% laju massa uap yang
dipasang di pipa utama (pipa 40 inch). Untuk beberapa kasus, RD ada yang dipasang
bertingkat, dengan pengaturan maksimal adalah 95% dari tekanan yang
diperbolehkan. Rupture Disc (RD) ditunjukkan pada Gambar 3.17.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Gambar 3.17 Rupture Disc

3.8.6 Power Plant


Dalam kondisi jenuh, uap panas yang ditransmisikan dari sumur - sumur (dari tiap
cluster), dalam kondisi operasi normal memiliki tekanan 11 bara (bar absolute). Tenaga uap yang
digunakan untuk memutar turbin, harus memiliki kriteria (laju rata – rata, kandungan gas, tekanan,
entalpi, temperatur) yang sesuai dengan desain turbin. Hal ini berkaitan dengan efisiensi energi
yang dihasilkan dan lamanya umur Power House. Uap panas dari tiap cluster kemudian
ditransmisikan ke dalam cyclone separator.

Demister

Separator

Gambar 3.18 Separator dan Demister

Di dalam cyclone separator, uap panas dibersihkan dari partikel – partikel yang tidak
dibutuhkan (uap panas mengalami penyaringan). Selanjutnya uap panas ini ditransmisikan ke
dalam demister yang berfungsi hampir sama dengan cyclone separator, yaitu memisahkan partikel
– partikel dalam uap yang tidak dibutuhkan. Perbedaannya, pada demister kadar air dalam uap
diturunkan hingga uap memenuhi kriteria untuk memutar turbin uap.

Pada bagian downstream demister dipasang alat pengukur aliran uap panas, alat ini
digunakan untuk memastikan agar aliran uap panas pada turbin uap, steam jet ejector, dan gland

PAGE \* MERGEFORMAT 40
steam sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Tekanan, fasa, laju, dan temperatur uap panas
disesuaikan sebelum ditransmisikan dari demister.

Kandungan air dalam cyclone separator/demister dikendalikan dengan control valve


secara jarak jauh. Control valve yang dioperasikan secara jarak jauh, diletakkan pada bagian
upstream dari cyclone separator bersamaan dengan isolasi valve yang berguna untuk mengisolasi
Power Plant System dari penurunan pasokan uap panas.

Uap panas yang telah digunakan untuk memutar turbin masih memiliki temperatur yang
cukup tinggi. Untuk memanfaatkan kembali uap panas ini, perlu dilakukan pendinginan terlebih
dahulu di dalam kondenser. Air hasil proses kondensasi ditransmisikan ke dalam menara
pendingin untuk didinginkan kembali.

Gambar 3.19 Kondenser

Gambar 3.20 Menara Pendingin

Pada menara pendingin, terdapat dua pipa incoming dan satu pipa outgoing. Pipa
incoming yang pertama yaitu dari kondenser, dimana air dalam pipa ini berfungsi untuk
PAGE \* MERGEFORMAT 40
membantu proses pendinginan dalam kondenser. Pipa incoming yang kedua merupakan pipa yang
berasal dari water reservoir. Air dari water reservoir berfungsi untuk membantu proses
pendinginan dalam menara pendingin. Air dalam water reservoir didapatkan dari Danau Cikaro
dengan bantuan pompa air. Pipa outgoing mengalirkan air menuju sumur reinjeksi. Air dalam
pipa ini berfungsi untuk membantu terjadinya produksi uap panas didalam pusat bumi.

3.8.7 Turbin
Turbin uap yang digunakan adalah double flow turbine seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.21. Turbin ini memiliki dua saluran masuk uap panas. Turbin ini secara langsung
dihubungkan dengan generator. Generator yang digunakan memiliki Maximum Continuous
Rating (MCR) sebesar 60 MW (nett) ditambah rugi - rugi transformator step up dan penggunaan
daya untuk power house, atau dengan kata lain sebesar 63 MW (gross).

Uap panas utama (main steam) dengan tekanan 11 bar dan laju 429 ton/jam dilewatkan
pada strainers, stop valve dan control valve, sebelum disemprotkan pada turbin uap. Strainers
berguna untuk menangkap partikel - partikel yang dapat menimbulkan kerusakkan pada sudu –
sudu turbin uap. Saluran main steam menuju turbin uap memiliki tekanan dan temperatur yang
sesuai dengan karakteristik turbin uap dan peralatan pendukung lainnya.

Gambar 3.21 Double Flow Turbine (Bagian dalam)

3.8.8 Generator
Generator yang digunakan memiliki nilai maksimum sebesar 68,75 MVA pada tegangan
13.8 kV, dengan faktor daya sebesar 0.8 lagging. Daya keluaran dari generator disalurkan pada
sistem power grid 150 kV melalui transformator generator. Transformator generator memiliki
daya nominal 80 MVA dengan tegangan impedansi minimum 13% serta dilengkapi dengan on-
load-top-changing. Tegangan yang dihasilkan oleh generator sebesar 13.8 kV dinaikkan menjadi
150 kV untuk ditransmisikan melalui switchyard yang selanjutnya diinterkoneksikan dengan
PAGE \* MERGEFORMAT 40
jaringan milik PT. Indonesia Power. Gambar 3.22 menunjukkan stator dan Gambar 3.23
menunjukkan rotor pada generator Pembangkit Litrik Tenaga Panas Bumi.

Gambar 3.22 Stator dari Generator PLTPB

Gambar 3.23 Rotor dari Generator PLTPB

Tabel 3.8 menunjukkan spesifikasi generator PLTPB Kamojang Unit 1, Unit 2 dan Unit
3 yang dioperasikan oleh PT Indonesia Power.

Tabel 3.8 Spesifikasi Generator PLTPB Kamojang Unit 1, Unit 2 dan Unit 3

PLTPB Kamojang
Uraian Unit
Unit 1 Unit 2 dan 3
Pabrik Mitsubishi Mitsubishi
-
Pembuatan Electric Corp Electric Corp
Phase 3 3
Frekuensi Hz 50 50
Tegangan Pada
Volt 11.8 11.8
Terminal

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Rotasi Rpm 3000 3000
Arus pada
Amp 1835 3364
beban Nominal
KV
Kapasitas 37500 68750
A

Selain itu, parameter penting lain pada generator adalah kurva kapabilitas generator,
dimana kurva tersebut menunjukkan kemampuan generator dalam menyuplai daya aktif dan
reaktif seperti ditunjukkan pada Gambar 3.24.

Gambar 3.24 Kurva Kapabilitas Generator PLTPB Kamojang

Gambar 3.25 menunjukkan switchyard 150kV yang selanjutnya diinterkoneksikan


dengan jaringan milik PT. Indonesia Power.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Gambar 3.25 Switchyard 150kV

3.8.9. Transformator
Transformator berfungsi mengubah tegangan yang dihasilkan oleh generator sebesar 13,8
kV ke 150 kV untuk ditransmisikan ke switchyard. Gambar 3.26 menunjukkan transformator
pada PLTPB Kamojang. Tabel 3.9 menunjukkan data transformator tenaga yang digunakan pada
power house.

Gambar 3.26 Transformator pada PLTPB Kamojang

Tabel 3.9 Transformator Tenaga Pada Power House

PAGE \* MERGEFORMAT 40
3.9 HAMBATAN OPERASIONAL
Sebagian besar masalah operasional terletak di bagian mekanis yang bergerak seperti pada
jenis pembangkit listrik termal lainnya. Adapun beberapa masalah yang muncul pada PLTPB antara
lain:

3.9.1 Erosi
Erosi biasanya terjadi pada sudu-sudu turbin yang bergerak ketika terdorong oleh
tekanan uap. Tekanan tinggi dari uap sedikit demi sedikit mengikis pisau. Hal tersebut
ditunjukkan pada Gambar 3.27.

Gambar 3.27 Erosi pada Sudu Turbin PLTPB

PAGE \* MERGEFORMAT 40
3.9.2 Penyumbatan/Clogging
Penyumbatan terjadi ketika bahan yang tidak diinginkan berada di peralatan yang
memiliki fluida bergerak dari satu bagian ke bagian yang lain, biasanya terjadi ketika
perangkat penyaringan fluida tidak bekerja dengan sempurna. Kondisi ini ditunjukkan pada
Gambar 3.28.

Gambar 3.28 Penyumbatan pada Rotor Generator PLTPB

3.9.3 Korosi
Korosi merupakan masalah yang paling sering terjadi pada operasional panas bumi.
Uap mengandung banyak mineral dari kerak bumi yang memiliki konsentrasi tinggi garam
terlarut, terutama ion klorida dan ion sulfat, yang merupakan ion agresif. Korosi pada material
komponen PLTPB ditunjukkan pada Gambar 3.29.

Gambar 3.29 Korosi pada Material Komponen PLTPB

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Salah satu cara untuk menghambat adanya korosi yaitu dengan melakukan pemisahan
uap dan air sehingga uap yang masuk adalah uap bersih dan kering, bebas dari zat pengotor.

3.9.4 Pelubangan/Pitting
Pitting merupakan tahapan awal sebelum terjadinya Celah/Crevise dimana kondisi
sebagian kecil dari materi luar terkelupas atau retak kecil pada material seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.30.

Gambar 3.30 Pelubangan pada Peralatan PLTPB

3.9.5 Celah/Crevise
Celah merupakan tahapan lanjutan dari pitting. Hal ini terjadi ketika pitting sudah
terjadi pada peralatan, maka akan menghasilkan karat sedikit demi sedikit dan membuat celah
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.31.

Gambar 3.31 Celah pada Sudu Turbin

3.9.6 Kegagalan Mekanis/Mechanical Failure


Rotor bengkok yang menghasilkan kegagalan prematur dari pisau turbin uap dan
komponen internal lainnya adalah salah satu masalah yang paling serius yang dialami dalam
operasi pembangkit listrik. Pembengkokan rotor secara ekstrim adalah masalah yang
melibatkan interaksi antara rotor turbin dan bagian stasioner/tidak bergerak. Hal tersebut
ditunjukkan pada Gambar 3.32.

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Gambar 3.32 Kegagalan Akibat Rotor Bengkok

3.9.7 Penumpukan/Deposit
Silika dan partikel besi yang terbawa dalam uap panas bumi menyebabkan terjadinya
penumpukan di turbin. Partikel-partikel tersebut dapat mengikis atau menghalangi bagian
yang bergerak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.33.

Gambar 3.33 Penumpukan Deposit dan Efeknya

3.10 INVESTASI DAN KEBIJAKAN TARIF PANAS BUMI DI INDONESIA

3.10.1 INVESTASI PANAS BUMI


Sampai saat ini, penerapan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi memanfaatkan
sumber daya alam yang bersifat hidrotermal berupa uap dan atau air panas pada reservoir. Namun,
sejauh ini sebagian besar energi panas bumi berada pada batuan kering. Enhanced Geothermal
Systems (EGS) merupakan teknologi terbaru Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang
memanfaatkan batuan kering panas tanpa perlu sumber daya alam hidrotermal. Teknologi EGS ini
memanfaatkan keretakan pada bebatuan untuk menciptakan panas dibantu dengan stimulasi
hidraulik atau stimulasi fluida untuk mengirim panas sehingga dapat menghasilkan energi panas
bumi yang lebih efisien dan efektif.
Teknologi hidrotermal telah menjadi teknologi komersial yang relatif matang dimana
biaya pengembangannya tidak diasumsikan. Untuk teknologi Enhanced Geothermal System
(EGS) perlu diperkirakan biaya pengembangan di masa depan, baik berdasarkan sistem, maupun
PAGE \* MERGEFORMAT 40
pengembangan dari pompa geo-fluid dan pengembangan lainnya. Kualitas sumber panas bumi,
baik itu yang sudah ada dan masih berupa resource tertentu, mengakibatkan biaya sumber daya
panas bumi dapat bervariasi secara signifikan dari wilayah ke wilayah lain.
Perkiraan biaya yang ditampilkan dalam buku ini adalah suatu nilai perkiraan generik dan
mungkin tidak mewakili dari tiap unit pembangkit panas bumi. Tabel 3.10 dan Tabel 3.11
menampilkan masing-masing biaya dan data kinerja untuk teknologi hidrotermal dan Enhanced
Geothermal System (EGS) berdasarkan perkiraan nilai tunggal.

Tabel 3.10 Prakiraan Biaya Investasi Hidrotermal Power Plant

Tabel 3.21 Prakiraan Biaya Investasi Enhanced Geothermal System Power Plant

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Rincian biaya modal (capital cost) untuk hidrotermal dan pembangkit listrik Enhanced
Geothermal System ditunjukkan pada Gambar 3.34 dan 3.35 dibawah ini,

Gambar 3.34 Rincian Capital Cost Untuk Pembangkit Hidrotermal

Gambar 3.35 Rincian Capital Cost untuk Pembangkit Enhanced Geothermal System

3.10.2 KEBIJAKAN TARIF PANAS BUMI


3.10.2.1 DESAIN TARIF

Desain tarif energi terbarukan harus mengacu pada prinsip-prinsip berikut:


 Bersifat rasional dan mendukung tujuan yang jelas. Hal ini untuk memastikan bahwa
sumber daya tidak dikembangkan untuk kepentingan pribadi.
 Metodologi tarif bersifat transparan (didokumentasikan sebagai bagian dari penerbitan
tarif), dengan asumsi yang jelas.
 Mempromosikan efisiensi ekonomi.
 Pemulihan tambahan biaya apapun bersifat transparan, kredibel untuk pemberi pinjaman,
dan alokasi yang adil.
 Konsisten dengan persyaratan legislatif (sesuai dengan UU no 27 tahun 2003 dan
undang-undang no 21 tahun 2014 tentang Panas Bumi).
PAGE \* MERGEFORMAT 40
 Beradaptasi dengan keadaan yang berubah. Hal ini memerlukan metodologi untuk
memiliki dasar yang ditetapkan dan menyediakan untuk ditinjau dan diperbaharui kearah
kejelasan jadwal waktu.
 Lingkungan kebijakan tarif harus stabil.

Beberapa pertanyaan penting dalam desain rinci tarif untuk energi panas bumi diantaranya:

o Apakah tarif harus tetap dan tersedia untuk semua, atau apakah tarif harus ditetapkan
kompetitif.
o Jika tarif tetap, apakah tarif tersebut harus didasarkan pada biaya produksi atau pada
manfaat.
o Jika tarif ditetapkan kompetitif, apakah mereka harus tunduk pada batas atas.
o Apakah batas atas harus didasarkan pada perkiraan biaya produksi, atau pada manfaat.
o Bagaimana biaya tambahan (misalnya, perbedaan antara tarif panas bumi dan biaya yang
dihindari PLN) dipulihkan.

Dari hasil perhitungan Studi Bank Dunia tentang tarif untuk Geothermal Energy, hal
tersebut menunjukkan bahwa tarif diperlukan ekuitas kembali sebesar 14% dengan beberapa
pilihan pada saham ekuitas ditunjukkan pada Gambar 3.36 dan Tabel 3.12.

Gambar 3.36 Kurva Perbandingan Pengembalian Ekuitas dan Tarif

Tabel 3.32 Tarif yang Dibutuhkan untuk Pengembalian Ekuitas Sebesar 14%

PAGE \* MERGEFORMAT 40
3.10.2.2KEBIJAKAN TARIF

Berdasarkan studi Bank Dunia Dunia tentang tarif untuk Geothermal Energy tersebut,
pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang mengatur tarif untuk energi panas bumi.
Kebijakan pertama melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia dengan
Peraturan No. 17 tahun 2014 tentang pembelian tenaga listrik panas bumi dan uap panas bumi
untuk pembangkit listrik oleh PT PLN. Kebijakan kedua adalah Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral Indonesia dengan peraturan No. 21 tahun 2014 yang berisi prosedur
dan administrasi yang mudah bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Kebijakan terbaru
melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia nomor 50 tahun 2017
tentang Pemanfaatan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik pada pasal 11 yang
mengatur tentang pembeliaan tenaga listrik pada pembangkit panas bumi sebagai berikut:

1) Pembelian tenaga listrik dari PLTP oleh PT PLN (Persero) hanya dapat dilakukan
kepada Pengembang Pembangkit Listrik (PPL) yang memiliki wilayah kerja panas
bumi sesuai dengan cadangan terbukti setelah eksplorasi.
2) Pembelian tenaga listrik dari PLTP oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud
pada poin (1) di atas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3) Dalam hal Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan
setempat di atas rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik
dari PLTP sebagaimana dimaksud pada poin (2), paling tinggi sebesar BPP
Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
4) Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan di wilayah Sumatera, Jawa,
dan Bali atau sistem ketenagalistrikan setempat lainnya sama atau di bawah rata-rata
BPP Pembangkitan nasional, harga pembelian tenaga listrik dari PLTP ditetapkan
berdasarkan kesepakatan para pihak.
5) BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP
Pembangkitan nasional sebagaimana dimaksud pada poin (3) dan poin (4) merupakan
BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan rata-rata BPP

PAGE \* MERGEFORMAT 40
Pembangkitan nasional pada tahun sebelumnya yang telah ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan usulan PT PLN (Persero).
6) Pembelian tenaga listrik dari PLTP sebagaimana dimaksud pada poin (2),
menggunakan pola kerja sama membangun, memiliki, mengoperasikan dan
mengalihkan (Build, Own, Operate, and Transfer/BOOT).
7) Pembangunan jaringan tenaga listrik untuk evakuasi daya dari PLTP ke titik sambung
PT PLN (Persero) dapat dilakukan oleh PPL berdasarkan mekanisme yang saling
menguntungkan (business to business).

3.11 PLTPB PATUHA (Single Flash Steam)

PLTPB Patuha terletak di bagian barat pulau Jawa yang berjarak sekitar 35 km barat daya dari
kota Bandung. Patuha berada pada dataran tinggi daerah vulkanik gunung berapi yang memanjang
sumbu pulau Jawa. Patuha terletak di dekat perbatasan dua lempeng litosfer utama yaitu: Samudera
Hindia - lempeng Australia di selatan, dan lempeng Eurasia di utara. Puncak gunung Patuha berkisar
dari 2.200 hingga 2.400 m rata-rata di atas permukaan laut. Sumur yang dibor dari daerah sekitarnya
terletak pada ketinggian +1.900 hingga +2.050 m.

Pengembangan awal PLTPB Patuha difokuskan pada area seluas 15 km 2 yang berpusat di sekitar
tiga gunung api diantaranya: Gunung Patuha, Gunung Patuha Selatan dan Gunung Urug. Hingga saat
ini, PLTPB Patuha menempati area lebih dari 35 km 2 dan memiliki kapasitas 60 MW. Daerah ini
didominasi oleh uap dan air yang memiliki suhu sekitar 150-230 oC. PLTPB Patuha menggunakan tipe
flash steam dengan data yang ditunjukkan pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13 Spesifikasi data PLTPB Patuha unit 1 tipe single flash

PAGE \* MERGEFORMAT 40
PLTPB Patuha memiliki tiga belas sumur dimana sembilan sumur merupakan sumur produksi
dan empat sumur merupakan sumur non komersial pada unit pembangkit listrik 1. Sumur non
komersial dapat digunakan sebagai sumur injeksi. Sumur non komersial dapat digunakan sebagai
sumur injeksi dengan sedikit air yang dipisahkan dari uap dan atau kelebihan kondensat dari
pembangkit listrik. Sumur-sumur produksi memiliki entalpi yang berkisar antara 2400 dan 2700
kJ/kg. Estimasi kapasitas produksi rata-rata PLTPB Patuha adalah sekitar 6,5 MW. Data Sumur pada
PLTPB Patuha ditunjukkan pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14 Data Sumur PLTPB Patuha

PAGE \* MERGEFORMAT 40
3.12 PLTPB LAHENDONG (Single Flash – Binary Flash)

PLTPB Lahendong terletak di sekitar 30 km selatan Manado, Sulawesi Utara. PLTPB ini
memiliki kapasitas total 82,5 MW. Sistem panas bumi ini didominasi air panas yang terbagi menjadi
dua waduk. Dua puluh tiga sumur telah dibor ke dalam waduk ini mencapai suhu hingga 350°C
dengan kekeringan hingga 80% di daerah selatan dan hingga 280°C dengan kekeringan 30% di bagian
utara.

Unit single flash 20 MW pertama dioperasikan pada tahun 2001. Saat ini Lahendong telah
memiliki empat unit 20 MW yang beroperasi. Pembangkit listrik tenaga panas bumi Lahendong
memenuhi hampir 40% kebutuhan listrik di Manado. Disamping itu, Lahendong memiliki pembangkit
listrik tipe binary cycle yang menggunakan air asin (brine) dari sumur LHD-5 dengan kapasitas 2,5
MW. Karateristik Sumur LHD-5 ditunjukkan pada Tabel 3.15.

Tabel 3.15. Karakteristik Sumur LHD-5

Prinsip kerja PLTPB Lahendong yaitu menggunakan uap panas dari reservoir untuk
menggerakkan turbin uap tipe single flash yang dapat menghasilkan listrik hingga 20 MWe. Uap
panas yang digunakan merupakan hasil pemisahan dengan brine oleh cyclone separator. Selanjutnya
brine tersebut digunakan sebagai sumber panas untuk pembangkit listrik tipe binary cycle yang fluida
kerjanya menggunakan menggunakan isopentane. Sumber panas dari brine menyebabkan fluida kerja
menguap sehingga menghasilkan uap tekanan tinggi yang kemudian mengalir ke turbin yang dikopel
dengan generator untuk menghasilkan listrik. Setelah itu brine mengalir kembali ke sumur reinjeksi.
Brine memiliki laju aliran massa 625 ton/jam, suhu 1800 oC, dan tekanan 10,8 bar. Fluida kerja
(isopentane) memiliki laju aliran massa 48,75 kg/s, suhu 164,6oC, dan tekanan 23,71 bar.
PAGE \* MERGEFORMAT 40

Anda mungkin juga menyukai