Kanker serviks adalah kanker primer serviks (kanalis servikalis atau portio) (sarwono prawihardjo, 2013). Kanker serviks merupakan penyakit perempuan yang menimbulkan kematian terbanyak akibat penyakit kanker terutama dinegara berkembang (sarwono prawihardjo, 2011).
2.2 Etiologi Kanker Serviks
Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu atau lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe onkogenik yang beresiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease). Perempuan biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tigapuluhan, walaupun kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45, 5613 dimana HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/ LISDT) yang merupakan lesi prakanker. Sementara HPV yang berisiko sedang dan rendah menyebabkan kanker (tipe non-onkogenik) berturut turut adalah tipe 30, 31, 33, 35, 39, 51, 52, 58, 66 dan 6, 11, 42, 43, 44, 53, 54,55 (depkes RI, 2008 )
2.3 Manifestasi Klinis Kanker Serviks
Lesi prakanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya dapat terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Boon dan Suurmeijer melaporkan bahwa sebanyak 76% kasus tidak menunjukkan gejala sama sekali. Jika sudah terjadi kanker akan timbul gejala yang sesuai dengan tingkat penyakitnya, yaitu dapat lokal atau tersebar. Gejala yang timbul dapat berupa perdarahan pasca sanggama atau dapat juga terjadi perdarahan diluar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar, dapat terjadi infeksi dan menimbulkan cairan berbau yang mengalir keluar dari vagina. Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala yang berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar. Gejala lain yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena misalnya otak (nyeri kepala, gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan) dan lain-lain ( DEPKES RI, 2008 )
2.4 Faktor Resiko Kanker Serviks
a. Perilaku seksual Dari studi epidemiologi kanker serviks berhubungan kuat dengan perilaku seksual seperti multiple mitra seks dan usia saat melakukan hubungan seks yang pertama. Resiko meningkat lebih dari 10 kali bila mitra seks > 4 orang atau bila hubungan seks pertama dibawah umur 15 tahun. Juga resiko meningkat bila ia berhubungan dengan pria yang beresiko tinggi atau mengidap kondiloma akuminata. Pria beresiko tinggi adalah pria yang melakukan hubungan seks dengan multiple mitra seks (FKUI, 2005 ) b. Kontrasepsi Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan resiko 1,5 – 2,5 kali (FKUI, 2005 ) c. Merokok Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat digetah serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogen infeksi virus. Ali dkk bahkan membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga mengakibatkan neopplasma serviks d. Nutrisi Banyak sayur dan buah mengandung bahan – bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker. Dari beberapa penelitian, ternyata defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, E, beta karotin/retinol dihubungkan dengan peningkatan resiko kanker serviks. (Aziz, 2005 ) e. Perubahan sistem imun Perubahan system imun dihubungkan dengan meningkatnya resiko terjadinya karsinoma serviks invasive. Hal ini dihubungkan dengan penderita yang terinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) meningkatkan angka kejadian kanker serviks prainvasif dan invasive (rasjidi, 2007 )
2.5 Definisi Skrining
Skrining memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder, yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukkan adanya gejala penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat dan masih berada pada stadium klinik (rasjidi, 2007 ).
2.6 Syarat – Syarat Skrining Massal Suatu Penyakit
- Penyakit tersebut mempunyai akibat yang serius, fatal, morbiditas lama dan mortalitas tinggi. - Penyakit tersebut harus mempunyai cara pengobatan, dan bila digunakan pada yang ditemukan melalui skrining, efektivitasnya harus lebih tinggi. - Penyakit tersebut memiliki fase praklinik yang panjang dan prevalensi yang tinggi diantara populasi yang diskrining. Kalau prevalensi rendah, yang terdeteksi akan rendah juga. - Tes yang dipakai harus memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dan biaya pemeriksaan tidak mahal
2.7 Syarat skrining Pada Kanker Serviks
Menurut WHO (2002) , Program pemeriksaan atau skrining yang dianjurkan untuk kanker serviks : - Skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40 tahun - Kalau fasilitas tersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55 tahun - Kalau fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada wanita usia 35-55 tahun - Ideal atau optimal, lakukan tiap 3 tahun pada anita usia 25-60 tahun
2.8 Dasar pemeriksaan Iva
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat / asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang ( nuranna, 2006 ) Leher rahim yang diberi asam asetat / asam cuka 5% akan berespon lebih cepat dari pada 3% larutan tersebut. Leher rahim yang telah dipoles dengan larutan tersebut akan mengalami perubahan warna, sebab terjadi perubahan ini dikarenakan asam asetat akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih disebut juga epitel putih atau acetowhite. Untuk melihat perubahan ini butuh waktu sekitar 1-2 menit dan akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran leher rahim yang normal (merah homogen) dan bercak putih (mencurigakan dysplasia). Lesi yang tampak pada sebelum aplikasi asam asetat bukan merupakan acetowhite melainkan yang terlihat adalah leukoplakia, biasanya disebabkan oleh proses keratosis. (depkes ri, 2008 ) Metode ini sudah dikenalkan sejak 1925 oleh hans hinselman dari jerman, tetapi baru diterapkan sejak tahun 2005. Cara ini selain mudah dan murah, juga memiliki keakuratan sangat tinggi dalam mendeteksi lesi atau luka prakanker, yaitu mencapai 90 persen (bertiani, 2009)
2.9 Tujuan pemeriksaan IVA
Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI) tahun 2012, adapun tujuan dari dilakukannya pemeriksaan IVA antara lain : a. Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan b. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim
2.10 Persiapan pemeriksaan iva
Menurut rasjidi (2009), persiapan pemeriksaan IVA adalah sebagai berikut : a. Persiapan alat dan bahan - Sabun dan air cuci tangan - Lampu yang terang untuk melihat serviks - Speculum dengan disinfektan tingkat tinggi - Sarung tangan sekali pakai atau disinfektan tingkat tinggi - Meja ginekologi - Lidi kapas - Asam asetat 3-5% atau asam cuka dapur - Larutan klorin 0,5% umtuk dekontaminasi instrument dan sarung tangan - Format pencatatan b. Cara membuat asam asetat 3-5% - Bahan yang digunakan cuka dapur ( mengandung asam asetat 20% ) - Untuk membuat asam asetat 5%, ambil 1 bagian cuka dapur + 4 bagian air - Untuk membuat asam asetat 3%, ambil 2 bagian cuka dapur + 11 bagian air (rasjidi, 2009)
2.11 Teknik Pemeriksaan IVA
- Memasang speculum yang sebelumnya dibasuh dengan air hangat dan dimasukkan ke dalam vagina untuk melihat leher rahim - Menyesuaikan penahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari serviks - Membersihkan darah, mucus dan kotoran lain pada serviks dengan menggunakan lidi kapas - Mengidentifikasi daerah sambungan squamo-columnar ( zona transformasi ) dan area sekitarnya - Mengoleskan larutan asam asetat 3-5%, kemudian menunggu 1-2 menit untuk terjadinya perubahan pada serviks - Melihat dengan cermat dan meyakinkan daerah squamo-columnar junction, mencatat bila serviks mudah berdarah, melihat adanya plaque warna putih dan tebal atau acetowhite. - Membersihkan sisa larutan asam asetat dengan lidi kapas dan kasa bersih - Melepas speculum dengan hati-hati - Mencatat hasil pengamatan
2.12 Intreperetasi Hasil Pemeriksaan
Kategori yang dipergunakan untuk interpretasi hasil pemeriksaan IVA yaitu: - IVA negative Serviks normal, permukaan epitel licin, kemerahan dan tak ada reaksi perubahan warna pada serviks - IVA radang Serviks dengan peradangan ( servisitis ), kelainan jinak lainnya (polip) - IVA positif Ditemukannya bercak putih ( acetowhite ). Semakin putih, tebal dan ukuran yang besar dengan tepi yang tumpul, maka makin berat kelainan. Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis prakanker serviks. - IVA – kanker serviks Gambaran berupa pertumbuhan seperti kembang kol, nekrotik, rapuh dan mudah berdarah, dengan gambaran putih yang keras ( wiyono, 2004 ) Gambar 2.1 Atlas Pemeriksaan IVA
2.13 Kelebihan Metode IVA
Alat skrining yang baik harus mempunyai syarat-syarat kualitas seperti efektif, aman, praktis, mampu dan tersedia. Inspeksi visual dengan asam asetat merupakan metode skrining dengan kelebihan-kelebihan sebagai berikut : - Pemeriksaan bersifat tidak invasive, mudah pelaksanaannya serta murah. - Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dikerjakan oleh tenaga medis pada semua tingkat pelayanan kesehatan seperti perawat dan bidan - Alat-alat yang dibutuhkan sederhana - Hasil didapat dengan segera, sehingga perawatan dapat diberikan segera bahkan bersamaan dengan pemeriksaan ini. - Memiliki sensitivitas yang tinggi ( sapto wiyono, 2004 )
2.14 Kontraindikasi Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional sering kali terletak dikanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo (rasjidi, 2009)
2.15 Definisi Pekerja Seks Komersial
Pekerja seks komersial (PSK) adalah orang yang menjual dirinya dengan melakukan hubungan seks dengan orang lain untuk tujuan ekonomi. PSK juga bisa diartikan sebagai wanita yang pekerjaannya menjual diri kepada banyak laki-laki yang membutuhkan pemuasan nafsu seksual dan wanita tersebut mendapat sejumlah uang sebagai imbalan, serta dilakukan diluar pernikahan (jajuli, 2010).
2.16 Klasifikasi Pekerja Seks Komersial
Menurut subadra dalam munthe ( 2008 ), berdasarkan modus operasinya, pekerja seks komersial dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu : a. terorganisasi yaitu mereka yang terorganisasi dengan adanya pimpinan, pengelola atau mecikari dan para pekerjanya mengikuti aturan yang mereka tetapkan. Dalam kelompok ini adalah mereka yang bekerja di lokalisasi, panti pijat, salon kecantikan. b. tidak terorganisasi yaitu mereka yang beroperasi secara tidak tetap, serta tidak terorganisasi secara jelas. Misalnya pekerja seks dijalanan, klub malam, diskotik.
Menurut jajuli (2010), meskipun disadari bahwa sangat sulit untuk
membuat penggarisan yang tegas mengenai penggolongan PSK, terdapat beberapa jenis PSK yang banyak dikenal di masyarakat. Beberapa jenis PSK yang terdapat dalam masyarakat adalah sebagai berikut : a. pekerja seks komersial jalanan ( street prostitution ) dibanyak ibu kota provinsi di Indonesia, para PSK tipe ini sering terlihat berdiri menunggu para pelanggan di pinggir-pinggir jalan tertentu terutama malam hari. b. Pekerja seks komersial panggilan ( call girl prostitution) Di Indonesia umumnya tipe ini melalui perantara. Perantara ini dapat pula berfungsi sebagai pelindung PSK tersebut. Salah satu cirri khas tipe ini adalah tempat untuk mengadakan hubungan selalu berubah, biasanya di hotel-hotel ataupun ditempat peristirahatn dipegunungan. c. Pekerja seks komersial lokalisasi (brothel prostitution) Tipe ini berbentuk lokalisasi yang dikenal luas oleh masyarakat. PSK berbentuk ini dapat dikategorikan dalam tiga kelompok. - Pertama, lokalisasi yang terpencar dan biasanya bercampur dengan perumahan penduduk. - Kedua, lokalisasi yang terpusat di suatu tempat yang biasanya merupakan suatu kompleks. Didalam komplek ini juga terdapat satu atau dua perumahan penduduk biasa. - Ketiga, lokalisasi yang terdapat di daerah khusus, yang letaknya agak jauh dari perumahan penduduk dan penempatanyya ditunjuk berdasarkan surat keputusan pemerintah daerah. d. Pekerja seks komersial terselubung ( clandestine prostitution) Di Indonesia ini telah menjadi rahasia umum seperti klub malam, panti pijat, pusat kebugaran dan salon kecantikan yang digunakan sebagai tempat pelacuran. e. Pekerja seks komersial amatir Bentuk pelacuran ini biasanya bersifat rahasia, artinya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja dan bayaran PSK tipe ini biasanya terbilang sangat tinggi. Disebut amatir karena disamping melacurkan diri yang dilakukannya sebagai selingan, ia pun sebenarnya mempunyai profesi lainnya yang dikenal masyarakat.
2.17 faktor penyebab wanita terjerumus menjadi PSK
menurut anwar dalam munthe (2008), banyak factor yang melatarbelakangi terjerumusnya pekerja seks komersial antara lain adalah : a. factor ekonomi salah satu penyebab factor ekonomi adalah susah atau sulitnya mencari pekerjaan, penyebab lain dari factor ekonomi adalah tidak adanya modal untuk kegiatan ekonomi. b. Gaya hidup Gaya hidup yang cenderung mewah juga dengan mudah ditemui pada diri pekerja seks. Ada kebanggaan tersendiri ketika menjadi orang kaya, padahal uang tersebut diperoleh dari mencari nafkah sebagai PSK ( hukumonline dalam munthe, 2008 ) c. Sikap permisif dari lingkunganya Bahwa ada desa tertentu yang bangga dengan reputasi bisa mengirimkan banyak PSK ke kota. Keadaan tersebut berangsur-angsur menimbulkan sikap toleran terhadap keberadaan PSK. d. Adanya peran penghasut ( instigator) Dalam hal ini adalah orang yang mendorong seseorang menjadi PSK, diantaranya adalah orang tua, suamin bekar PSK atau mucikari ( mereka adalah suami yang menjual istri atau anak-anaknya untuk mendapatkan barang-barang mewah ). Jika dilihat dari sisi psikologi, berbagai factor psikologis yang merupakan penyebab perempuan menjadi PSK adalah sebagai berikut : a. Kehidupan seksual yang abnormal : hiperseksual dan sadis b. Kepribadian yang cepat meniru c. Moralitas rendah dan kurang berkembang d. Mudah terpengaruh e. Memiliki motif kemewahan (jajuli, 2010 ) 2.18 Kerangka Konsep Penelitian
Skrining Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat ( IVA ) pada
pekerja seks komersial menurut : - Usia - Lama kerja