Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Kanker Serviks

Kanker serviks adalah jenis tumor ganas yang menyerang lapisan

permukaan (epitel) serviks. Kanker ini dapat terjadi karena sel permukaan

ini berkembang biak dan berubah sifat tidak seperti sel normal. Kanker ini

terjadi pada leher rahim atau leher rahim, suatu daerah pada organ

reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk rahim, terletak di antara

rahim dan liang vagina (Savitri, 2015). Kanker serviks adalah tumor ganas

primer pada leher rahim (serviks uteri). Kanker serviks merupakan jenis

kanker tersering kedua pada wanita dan penyebab lebih dari 250.000

kematian di dunia pada tahun 2015. Di antara tumor ganas ginekologi,

kanker serviks menempati urutan pertama di Indonesia primer pada

serviks (Rasjidi, 2010).

Menurut Benson dan Pernoll's (2009), kanker serviks merupakan

hasil akhir dari perubahan progresif pada epitel serviks, sekitar 90% terjadi

pada sendi squamoucolumnar. Sekitar 1-2% wanita di atas usia 40 tahun

akan terkena kanker serviks. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 45-47

tahun, tetapi penyakit ini bisa muncul jauh lebih awal.


2. Pemeriksaan Isnpeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA)

Deteksi dini kanker serviks dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

telah terlatih dengan pemeriksaan visual serviks menggunakan asam

asetat encer, artinya melihat serviks dengan mata telanjang untuk

mendeteksi kelainan setelah mengoleskan asam asetat 3-5%. Daerah

abnormal tersebut akan berubah warna dengan batas tegas menjadi putih

(acetowhite), yang menandakan bahwa serviks mungkin memiliki lesi

prakanker (Kemenkes, 2015).

Metode deteksi dini kanker serviks sederhana, nyaman dan praktis.

Dengan mengoleskan asam asetat/asam cuka pada serviks dan mengamati

perubahan reaksinya, prakanker dapat dideteksi. Selain prosedurnya tidak

rumit, deteksi dini ini tidak memerlukan persiapan khusus dan juga tidak

merugikan pasien. Kepastian penggunaan metode ini adalah dapat

dilakukan dimana saja dan tidak memerlukan fasilitas khusus, cukup

representatif sederhana dan metode IVA ini dapat dilakukan oleh bidan

dan perawat terlatih.

Inspeksi visual asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan dengan

mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat atau cuka 3-5%

spekulo dan dapat dilihat dengan penglihatan mata langsung, serta relatif

sederhana dan memiliki ketelitian 90% (Rahma , 2012).

IVA merupakan salah satu cara untuk melakukan pemeriksaan kanker

serviks yang memiliki keunggulan teknik yang sederhana dan

kemampuan untuk memberikan hasil langsung kepada ibu. Selain itu juga
dapat dilakukan oleh hampir seluruh tenaga kesehatan yang telah

mendapatkan pelatihan (Kemenkes, 2013).

IVA adalah pemeriksaan serviks dengan melihat langsung (dengan

mata telanjang) setelah melumuri serviks dengan larutan asam asetat 3-

5%. Bila setelah dilakukan pemeriksaan terdapat perubahan warna asam

asetat yaitu bercak putih, maka kemungkinan terdapat kelainan pada

stadium prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna maka dapat

dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010).

Inspeksi Visual dengan Acetic Acid Review (IVA) merupakan

metode deteksi dini kanker serviks yang murah menggunakan asam asetat

3-5%, relatif sederhana dan memiliki akurasi 90% (Widyastuti, 2009).

Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan

dengan melihat langsung serviks setelah melumuri serviks dengan larutan

asam asetat 3-5%. Jika setelah pemeriksaan asam asetat 3-5% terjadi

perubahan warna yaitu muncul bercak putih, maka kemungkinan terdapat

kelainan pada stadium prakanker serviks (Romauli dan Vindari, 2012).

Nilai sensitivitas IVA lebih baik, meskipun memiliki spesifisitas yang

lebih rendah. IVA merupakan praktik yang direkomendasikan untuk

fasilitas dengan sumber daya rendah dibandingkan skrining lain karena

beberapa alasan antara lain karena aman, murah, mudah dilakukan,

kinerja tes sama dengan tes lainnya, dapat dilakukan oleh hampir semua

tenaga kesehatan, memberikan hasil segera sehingga keputusan segera

dapat dibuat untuk pengetahuan, peralatan mudah tersedia, dan tidak


inventif serta mengidentifikasi berbagai lesi prakanker secara efektif

(Emilia, 2010).

a. Tujuan Pemeriksaan IVA

Pemeriksaan IVA ini bertujuan untuk mengetahui perubahan

dini sel yang mungkin memerlukan pengobatan agar tidak

berkembang ke arah keganasan (Rahma, 2012). Sumber daya IVA

sederhana dibandingkan dengan jenis skrining lainnya karena:

a. Aman, murah, dan mudah dilakukan

b. Keakuratan tes sama dengan tes lain yang digunakan untuk

skrining kanker serviks

c. Dapat dipelajari dan dipraktikkan oleh hampir semua tenaga

kesehatan di semua tingkatan sistem kesehatan

d. Memberikan hasil segera sehingga keputusan dapat dibuat

mengenai pengetahuan (pengobatan atau rujukan)

e. Persediaan untuk sebagian besar peralatan dan bahan untuk

layanan ini tersedia dan tersedia dengan mudah

f. Pengobatan langsung dengan cryotherapy berkaitan dengan

skrining non-invasif dan dapat secara efektif mengidentifikasi

berbagai lesi prakanker (Kemenkes, 2015).

b. Syarat Pemeriksaan IVA

a) Pernah berhubungan seks sebelumnya

b) Tidak haid atau haid


c) Tidak hamil

d) 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

(Nurhastuti, 2013).

c. Keuntungan Pemeriksaan IVA

Keunggulan dari pemeriksaan IVA ini adalah sebagai berikut:

a. Mudah, praktis dan sangat mampu dilakukan

b. Memerlukan bahan dan alat yang sederhana dan murah

c. Sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi

d. Dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, bukan dokter

kandungan

e. Dapat dilakukan oleh bidan di setiap lokasi pemeriksaan

kesehatan ibu atau oleh seluruh tenaga medis terlatih

f. Metode skrining IVA cocok untuk pusat pelayanan sederhana

(Nurhastuti, 2013).

d. Teknik Pemeriksaan IVA

Dengan spekulum lihat serviks yang telah diwarnai dengan asam

asetat 3-5%. Ada lesi prakanker yang akan menampilkan bercak putih

berwarna yang disebut epitel acetowhite. Dengan munculnya porsi

dan bercak putih, dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, dan

sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi (Yuliwati, 2012).

Tes IVA dilakukan dengan mengoleskan asam asetat 3-5% ke

kapas dan mengusapkannya ke daerah serviks/serviks. Setelah proses


pengolesan asam asetat, leher rahim diamati dan diamati beberapa saat

kemudian dilakukan penilaian (Riksani, 2016).

e. Sasaran dan Interval Pemeriksaan IVA

Tujuan pemeriksaan IVA adalah merekomendasikannya untuk

semua wanita antara usia 30 dan 50 tahun.

Wanita yang memiliki faktor risiko terutama merupakan kelompok

yang paling penting untuk mendapatkan layanan tes dan pengobatan

dengan fasilitas yang terbatas. Berfokus pada layanan tes dan

pengobatan untuk wanita berusia 30 hingga 50 tahun atau yang

memiliki risiko IMS tinggi akan meningkatkan nilai prediksi positif

IVA karena tingkat penyakit lebih tinggi pada kelompok usia ini, lebih

mungkin untuk mendeteksi lesi prakanker, sehingga meningkatkan

efektivitas biaya program pengujian dan mengurangi pengobatan yang

tidak perlu (Kementerian Kesehatan, 2013). Di Indonesia, interval

pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Bila hasil pemeriksaan negatif

maka dilakukan ulangan 5 tahun dan bila hasilnya positif maka

dilakukan ulangan 1 tahun kemudian (Kemenkes, 2013

f. Penilaian Klien

Pemeriksaan IVA biasanya dilakukan sebagai bagian dari

program skrining kesehatan reproduksi atau pelayanan kesehatan

primer, seperti kunjungan perinatal, atau kunjungan nifas/nifas,

penggunaan KB awal atau lanjutan, perawatan pasca keguguran,

Kontap, atau pemeriksaan IMS. Oleh karena itu perlu ditanyakan


sejarah singkat kesehatan masyarakat seperti; riwayat menstruasi; pola

perdarahan (setelah senggama atau haid tidak teratur); keseimbangan;

usia pertama kali melakukan hubungan seksual dan penggunaan

kontrasepsi. Selain menanyakan riwayat kesehatan reproduksi,

disampaikan pula informasi tentang risiko kanker serviks (Kemenkes,

2013).

g. Alat dan Bahan

Pemeriksaan IVA dapat dilakukan dimana saja yang memiliki

fasilitas seperti meja dan kursi pemeriksaan ginekologi, sumber

cahaya/lampu yang cukup untuk menerangi vagina dan leher rahim,

penutup spekulum/bebek, rak atau nampan alat yang telah didesinfeksi

tingkat tinggi sebagai tempat meletakkan alat dan bahan yang akan

digunakan, sarana pencegah infeksi berupa tiga ember plastik berisi

larutan kaporit, larutan sabun, dan air bersih jika tidak ada wastafel

(Kemenkes, 2015).

Alat dan bahan yang perlu disiapkan adalah :

1. Spekulum

2. Lampu

3. Larutan asam asetat 3-5%

1) Anda bisa menggunakan asam asetat 25% yang banyak

dijual di pasaran, kemudian diencerkan menjadi 5%

dengan perbandingan 1:4 (1 bagian asam asetat

dicampur dengan 4 bagian air). Misalnya,10 ml asam


asetat 25% dicampur dengan 40 ml air akan

menghasilkan 50 ml asam asetat 5%. Atau 20 ml asam

asetat 25% dicampur dengan 80 ml air akan

menghasilkan 100 ml asam asetat 5%.

2) Jika Anda akan menggunakan asam asetat 3%, encerkan

25% cuka dengan air dengan perbandingan 1:7 (1

bagian cuka dicampur dengan 7 bagian air). Misalnya,

10 ml asam asetat 25% dicampur dengan 70 ml air akan

menghasilkan 80 ml asam asetat 3%.

3) Campur asam asetat dengan baik.

4) Buat asam asetat sesuai kebutuhan hari itu. Asam asetat

sebaiknya tidak disimpan selama beberapa hari.

4. Tongkat kapas

5. Sarung tangan

6. Larutan klorin untuk dekontaminasi peralatan (Kemenkes,

2015)

h. Tindakan dan Hasil Pemeriksaan

Persiapan tindakan termasuk menjelaskan prosedur tindakan

(bagaimana tindakan itu akan dilakukan dan apa arti hasil tes positif).

Pastikan pasien memahami dan menandatangani informed consent:

pemeriksaan umum meliputi dinding vagina, leher rahim dan forniks

(Rasjidi, 2008). Teknik pemeriksaan IVA yaitu klien dalam posisi

litotomi kemudian dipasangkan dengan spekulum, dengan lampu 100


watt, pemeriksa meletakkan serviks untuk mengenali 3 hal yaitu

kecurigaan kanker, kecurigaan infeksi, serviks normal dengan daerah

transformasi. yang dapat atau tidak dapat ditampilkan (Rasjidi, 2008).

Metode pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. Memastikan identitas, memeriksa status, dan kelengkapan

informed consent klien.

2. Klien diminta membuka pakaian dari pinggang sampai lutut

dan menggunakan kain yang telah disediakan.

3. Klien diposisikan dalam posisi litotomi.

4. Tutupi area pinggang hingga lutut klien dengan kain.

5. Gunakan sarung tangan.

6. Bersihkan alat kelamin luar dengan air DTT.

7. Masukkan spekulum dan buka serviks sampai terlihat jelas.

8. Bersihkan serviks dari cairan, darah, dan sekret dengan kapas

bersih.

a. Jika SCS terlihat, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas

yang dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke seluruh

permukaan serviks.

b. Tunggu hasil IVA selama 1 menit, perhatikan apakah ada

bercak putih (acetowhite epithelium) atau tidak.

c. Bila tidak (IVA negatif), jelaskan pada klien kapan harus

kembali mengulang pemeriksaan IVA.


d. Bila ada (IVA positif), tentukan cara penatalaksanaan yang

akan dilakukan.

9. Lepaskan spekulum.

10. Buang sarung tangan, kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke

dalam wadah anti bocor (tempat sampah), sedangkan untuk

alat yang dapat digunakan kembali, rendam dalam larutan

klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.

11. Hasil pemeriksaan kepada klien, kapan dilakukan

pemeriksaan ulang, serta rencana penatalaksanaan bila perlu

(Kemenkes, 2015).

12. Menurut Riksani (2016), kriteria pemeriksaan IVA atau hasil

pemeriksaan IVA dikelompokkan sebagai berikut:

a) Normal.

b) Inflamasi/servitis/atypia adalah gambaran atipikal serviks

akibat infeksi, baik akut maupun kronis, pada serviks.

c) Tersangka kanker serviks.

3. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Fitriani, 2011).


Pengetahuan menurut Notoatmodjo, (2007) yaitu hasil dari

mengetahui dan ini terjadi setelah seseorang mengindera suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Pengetahuan tentang skrining dini kanker serviks dengan IVA

tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal, tetapi juga dapat

diperoleh dari penyuluhan yang dilakukan di puskesmas maupun dari

media informasi seperti televisi, radio dan media cetak. Saat ini

dengan berkembangnya teknologi informasi, berbagai macam

informasi dapat diakses dengan mudah oleh banyak orang (Emilia,

2010).

b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang termasuk dalam ranah kognitif memiliki

enam 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan dengan

benar tentang objek yang diketahui dan mampu

menginterpretasikan materi dengan benar.

3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang

sebenarnya.

4) Analisis (analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menguraikan bahan

atau suatu objek menjadi komponen-komponen, tetapi masih

dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis mengacu pada kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan

yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

membenarkan atau menilai suatu bahan atau objek

(Notoatmodjo, 2007).

c. Fakktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011), tingkat pengetahuan seseorang

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1) Umur

Usia juga mempengaruhi pengetahuan seseorang karena

dengan bertambahnya usia seseorang juga akan semakin


matang secara intelektual. Semakin dewasa tingkat

kedewasaan dan kekuatan seseorang akan semakin matang

dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat,

seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada

orang yang belum cukup dewasa. Ini sebagai hasil dari

pengalaman dan kematangan jiwanya.

2) Pendidikan

Pendidikan pada hakekatnya adalah kegiatan atau usaha

menyampaikan pesan kepada masyarakat, kelompok atau

individu. Dengan pesan ini diharapkan masyarakat, kelompok

atau individu dapat memperoleh pengetahuan. Pengetahuan ini

pada akhirnya dapat mempengaruhi perilaku. Adanya

pendidikan diharapkan dapat memberikan dampak atau efek

terhadap perubahan perilaku sasaran. Dengan tingginya tingkat

pendidikan yang dicapai, diharapkan tingkat pengetahuan

seseorang akan meningkat sehingga lebih mudah untuk

menerima atau mengadopsi perilaku positif. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima

informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang

dimilikinya.

3) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang mempunyai hubungan

langsung dengan kehidupan organisasi atau manusia.


Dengan sistem terbuka manusia, selama berinteraksi dengan

lingkungannya akan berdampak pada pembentukan perilaku

atau karakter yang sesuai dengan pengetahuan yang

dimilikinya.

4) Kecerdasan

Kecerdasan didefinisikan sebagai kemampuan untuk belajar

dan berpikir secara abstrak untuk beradaptasi secara mental

dalam situasi baru. Kecerdasan bagi seseorang merupakan

salah satu modal untuk berpikir dan mengolah berbagai

informasi secara terarah sehingga mampu menguasai

lingkungan.

5) Pekerjaan

Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas

dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja, karena dengan

bekerja seseorang akan mendapatkan banyak informasi dan

pengalaman.

6) Pengalaman

Pengalaman itu baik, oleh karena itu pengalaman pribadi dapat

dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal

ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman

yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

7) Konseling
Peningkatan pengetahuan masyarakat juga dapat melalui

metode penyuluhan, dengan bertambahnya pengetahuan

seseorang akan merubah perilakunya.

8) Media Massa

Dengan kemajuan teknologi juga akan tersedia berbagai jenis

media massa yang dapat mempengaruhi masyarakat tentang

inovasi-inovasi baru (Notoatmodjo, 2007).

d. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Pemeriksaan IVA

Pengetahuan yang tinggi tidak menjamin seseorang memiliki

perilaku yang baik. Hal ini dikarenakan selain pengetahuan banyak

faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain keyakinan,

kepercayaan, nilai, ketersediaan sarana atau fasilitas kesehatan dan

perilaku petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan

merupakan faktor penting tetapi tidak cukup dalam mengubah

perilaku kesehatan. Pengetahuan seseorang tentang kesehatan

mungkin penting sebelum perilaku itu terjadi, tetapi tindakan

kesehatan yang diharapkan tidak mungkin terjadi kecuali seseorang

memiliki motivasi untuk bertindak atas dasar pengetahuan yang

dimilikinya (Notoatmodjo, 2007).

Responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang kanker

serviks akan cenderung memiliki kesadaran yang lebih besar untuk

meningkatkan status kesehatannya sehingga lebih mungkin untuk

melakukan pemeriksaan IVA. Namun, pengetahuan yang cukup belum


tentu membuat seseorang mau secara sadar melakukan pemeriksaan

IVA. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal termasuk kepribadian

4. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah suatu proses yang menjelaskan intensitas, arah

dan ketekunan untuk mencapai suatu tujuan (Robbin dan Judge,

2015). Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan,

ekspresi ketegangan atau mekanisme lain yang kompleks yang

memulai dan mempertahankan aktivitas yang diinginkan untuk

mencapai tujuan pribadi. Motivasi adalah kondisi seseorang yang

mendorong untuk mencari suatu keputusan atau mencapai suatu

tujuan. Merupakan alasan atau dorongan yang menyebabkan

seseorang melakukan sesuatu, melakukan tindakan atau perilaku

tertentu (Sobur, 2010).

Hal-hal yang mempengaruhi motivasi adalah faktor fisik dan

mental, faktor keturunan, lingkungan, kematangan usia, faktor

intrinsik seseorang (pengetahuan, pendidikan dan pekerjaan), fasilitas

(sarana dan prasarana), sosial budaya, dan media yang digunakan.

Faktor lingkungan mempengaruhi motivasi karena segala kondisi

yang berasal dari pengaruh internal dan eksternal dan mengakibatkan

perkembangan dan perilaku seseorang dan kelompok. Sedangkan

faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi adalah pengetahuan,

pendidikan dan pekerjaan. Pengetahuan adalah hasil penginderaan


manusia, atau hasil mengetahui seseorang tentang suatu objek melalui

indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

Dengan sendirinya, pada saat penginderaan untuk menghasilkan

pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh

melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata).

Berawal dari kesadaran dalam arti mengetahui terlebih dahulu tentang

stimulus tersebut, kemudian merasa tertarik terhadap stimulus atau

objek tersebut kemudian menimbang baik buruknya stimulus tersebut

untuk dirinya sendiri dan akan mulai berusaha melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang diinginkan oleh stimulus tersebut yang pada

akhirnya subjek memiliki perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikap terhadap stimulus.

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju suatu tujuan tertentu.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah

menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang

dimilikinya. Sebaliknya, kurangnya pendidikan akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru

diperkenalkan. Kerja adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan akan

barang dan jasa. Dengan bekerja, seseorang akan mendapatkan jasa.

Dengan layanan ini, manusia memenuhi kebutuhannya.

Pengelompokan ini didasarkan pada teori bahwa dengan suatu


pekerjaan seseorang akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga

untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting dan cenderung

memiliki banyak waktu untuk bertukar pendapat/pengalaman antar

teman sekantornya.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan motivasi ibu perlu dilakukan

sosialisasi tentang pentingnya IVA, pencegahan kanker serviks dan

sumber informasi yang memadai sehingga cakupan pemeriksaan IVA

dapat meningkat dan kejadian kanker serviks dapat dicegah seoptimal

mungkin.

b. Tujuan Motivasi

Secara umum tujuan motivasi adalah menggerakkan seseorang

sehingga timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu

sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan (Taufik, 2007).

Tindakan motivasi setiap orang memiliki tujuan yang ingin dicapai.

Semakin jelas tujuan yang diharapkan atau ingin dicapai, semakin

jelas pula bagaimana tindakan motivasi itu dilakukan. Tindakan

memotivasi akan lebih berhasil jika tujuannya jelas dan berdasarkan

apa yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan

memotivasi seseorang harus mengetahui dan memahami latar

belakang kehidupan yang sebenarnya, kebutuhan dan kepribadian

orang yang akan dimotivasi (Taufik, 2007).

Tujuan motivasi adalah menggerakkan atau menggugah

seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan


sesuatu sehingga diperoleh hasil atau tercapainya tujuan tertentu. Bagi

seorang tenaga kesehatan tujuan motivasi adalah menggerakkan

masyarakat agar lebih sadar dan patuh terhadap kesehatan dirinya dan

orang disekitarnya sehingga tercapai tujuan pemerintah dalam

menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat penyakit tertentu.

Tindakan memotivasi akan lebih berhasil jika tujuannya jelas

dan diwujudkan oleh orang yang dimotivasi dan sesuai dengan

kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang

akan memberikan motivasi harus benar-benar memahami latar

belakang kehidupan, kebutuhan dan kepribadian orang yang akan

dimotivasi.

c. Jenis Motivasi

Motivasi terbagi menjadi 2 jenis, yaitu motivasi intrinsik dan

motivasi ekstrinsik:

1. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif yang

menjadi aktif atau tidak perlu dirangsang dari luar, karena setiap

individu memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi

intrinsik datang dari hati, umumnya karena kesadaran, misalnya

seorang ibu ingin melakukan mobilisasi dini karena ibu sadar

dengan melakukan mobilisasi dini akan membantu mempercepat

proses penyembuhan ibu pasca operasi. Menurut Taufik (2007),

faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik adalah:


a) Kebutuhan

Seseorang melakukan aktivitas (aktivitas) karena faktor

kebutuhan baik biologis maupun psikologis.

b) Harapan

Seseorang termotivasi oleh kesuksesan dan harapan sukses

adalah kepuasan diri seseorang, kesuksesan dan harga diri

meningkat dan bergerak menuju pencapaian tujuan.

c) Minat

Minat adalah kesukaan dan perasaan menginginkan sesuatu

tanpa ada yang menyuruh (tanpa pengaruh orang lain).

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif yang aktif dan berfungsi karena

adanya rangsangan atau pengaruh dari orang lain sehingga

seseorang melakukan sesuatu. Menurut Taufik (2007), faktor-

faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik adalah:

a) Dukungan keluarga

Ibu melakukan mobilisasi dini bukan atas kemauan sendiri

tetapi karena dorongan dari keluarga seperti suami, orang tua,

teman. Misalnya ibu melakukan mobilisasi dini karena

dorongan (dukungan) dari suami, orang tua atau anggota

keluarga lainnya. Dukungan atau dorongan dari anggota


keluarga semakin memperkuat motivasi ibu untuk

memberikan yang terbaik bagi kesehatan ibu.

b) Lingkungan

Lingkungan adalah tempat tinggal seseorang. Lingkungan

dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi

untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga

memiliki peran besar dalam memotivasi seseorang untuk

mengubah perilakunya.

Dalam lingkungan yang hangat dan terbuka akan

menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi. Dalam rangka

pelaksanaan mobilisasi dini di rumah sakit, orang-orang di

sekitar lingkungan ibu akan mengajak, mengingatkan atau

memberikan informasi kepada ibu tentang tujuan dan manfaat

mobilisasi dini.

c) Media

Media merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi

responden dalam memotivasi ibu untuk melakukan mobilisasi

dini pasca operasi caesar, mungkin karena pada era

globalisasi ini sebagian besar waktu yang digunakan adalah

berhubungan dengan media informasi baik media cetak

maupun elektronik (TV, radio, komputer/internet). ) agar

sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang pada


akhirnya diharapkan dapat mengubah perilakunya ke arah

yang positif menuju kesehatan.

d. Fungsi Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2014), motivasi memiliki 3 (tiga) fungsi

yaitu:

1) Mendorong manusia untuk bertindak, jadi sebagai penggerak

atau motor yang mengeluarkan energi. Motivasi dalam hal ini

merupakan penggerak dari setiap kegiatan yang akan

dilakukan.

2) Menentukan arah tindakan, yaitu menuju tujuan yang ingin

dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah

dan kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan rumusan

tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

3) Memilih tindakan, yaitu menentukan tindakan apa yang harus

dilakukan secara selaras untuk mencapai tujuan, dengan

mengesampingkan tindakan yang tidak berguna untuk tujuan

itu. Pilihan tindakan yang sudah ditentukan atau dilakukan

akan memberikan rasa percaya diri yang tinggi karena sudah

melakukan proses seleksi.

e. Karakteristik Motivasi

Menurut McClelland dalam (Thoha, 2005), ciri-ciri orang yang

memiliki motivasi tinggi antara lain:

o memiliki tanggung jawab pribadi


o menentukan nilai yang akan dicapai

o berusaha bekerja secara kreatif

o berusaha mencapai tujuan

o memiliki tugas sedang

o melaksanakan kegiatan dengan sebaik-baiknya

f. Skala Pengukuran Motivasi

Skala pengukuran motivasi didasarkan pada skala Likert

(Method of Summated Ratings). Skala yang digunakan adalah

pengembangan penulis berdasarkan ciri-ciri orang yang dimotivasi

oleh McClelland (dalam Thoha, 2005: 236) yaitu memiliki tanggung

jawab pribadi, menetapkan nilai yang ingin dicapai, berusaha bekerja

secara kreatif, berusaha mencapai tujuan, memiliki tugas sedang,

lakukan aktivitas sebaik mungkin, lakukan antisipasi. Penentuan nilai

skala dilakukan dengan cara satu pernyataan yaitu suka dan tidak suka

dengan angka seimbang dengan klasifikasi Sangat sesuai, sesuai, tidak

sesuai, sangat tidak sesuai dan skor tertinggi 4 dan skor terendah

bernilai 1

Menurut Sobur (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

adalah sebagai berikut:

A. Faktor internal:

1. Harga diri dan prestasi Faktor ini mendorong atau

mengarahkan individu untuk berusaha menjadi seseorang


yang mandiri dan tangguh, serta mampu mendorong

individu untuk berprestasi.

2. Harapan adalah informasi objektif dari lingkungan yang

mempengaruhi sikap dan perasaan.

3. Kebutuhan untuk menjadikan dirinya berfungsi secara

penuh, sehingga mampu mencapai potensi dirinya secara

total.

4. Kepuasan kerja merupakan dorongan afektif yang timbul

dari dalam diri individu untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

B. Faktor eksternal

1. Jenis dan sifat pekerjaan

2. Kelompok kerja tempat individu bergabung

3. Situasi lingkungan umum

4. Menerima sistem penghargaan

Jika seseorang memiliki pengetahuan yang cukup maka akan

mengikuti keinginan atau sikap yang positif, dalam hal ini keinginan

untuk melakukan Tes IVA.

Menurut Sobur (2010), ada beberapa unsur perilaku yang

membentuk lingkaran motivasi:


a) Kebutuhan motivasi pada dasarnya bukan hanya dorongan

fisik, tetapi juga orientasi kognitif dasar yang diarahkan pada

kepuasan kita.

b) Perilaku digunakan sebagai cara atau alat agar suatu tujuan

dapat tercapai. Perilaku pada dasarnya dimaksudkan untuk

mencapai tujuan.

c) Tujuan berfungsi untuk memotivasi perilaku. Tujuan juga

menentukan seberapa aktif individu akan berperilaku.

Secara umum tujuan motivasi adalah menggerakkan seseorang

sehingga timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu

sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan (Taufik, 2007).

Tindakan motivasi setiap orang memiliki tujuan yang ingin dicapai.

Semakin jelas tujuan yang diharapkan atau ingin dicapai, semakin

jelas pula bagaimana tindakan motivasi itu dilakukan. Tindakan

memotivasi akan lebih berhasil jika tujuannya jelas dan berdasarkan

apa yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan

memotivasi seseorang harus mengetahui dan memahami latar

belakang kehidupan yang sebenarnya, kebutuhan dan kepribadian

orang yang akan dimotivasi (Taufik, 2007).

Tindakan memotivasi akan lebih berhasil jika tujuannya jelas

dan diwujudkan oleh orang yang dimotivasi dan sesuai dengan

kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang

akan memberikan motivasi harus benar-benar memahami latar


belakang kehidupan, kebutuhan dan kepribadian orang yang akan

dimotivasi (Purwanto MP, 2013).

Menurut Notoatmodjo (2011), motivasi memiliki 3 (tiga) fungsi

yaitu:

1) Mendorong manusia untuk bertindak, jadi sebagai penggerak

atau motor yang mengeluarkan energi. Motivasi dalam hal ini

merupakan penggerak dari setiap kegiatan yang akan

dilakukan.

2) Menentukan arah tindakan, yaitu menuju tujuan yang ingin

dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah

dan kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan rumusan

tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

3) Memilih tindakan, yaitu menentukan tindakan apa yang harus

dilakukan secara selaras untuk mencapai tujuan, dengan

mengesampingkan tindakan yang tidak berguna untuk tujuan

itu. Pilihan tindakan yang sudah ditentukan atau dilakukan

akan memberikan rasa percaya diri yang tinggi karena sudah

melakukan proses seleksi.

Menurut McClelland dalam (Thoha, 2005) ciri-ciri orang yang

memiliki motivasi tinggi antara lain:

a. memiliki tanggung jawab pribadi

b. menentukan nilai yang ingin dicapai

c. berusaha bekerja secara kreatif


d. berusaha mencapai tujuan

e. memiliki tugas sedang

f. melaksanakan kegiatan dengan sebaik-baiknya

g. membuat antisipasi.

Hal ini sesuai dengan teori di atas bahwa jika seseorang memiliki

pengetahuan yang tinggi maka akan memunculkan dorongan motivasi

yang kuat dan pada akhirnya akan mengakibatkan perubahan tingkah

laku atau tingkah laku berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki

sebelumnya. Jika seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi tentang

kanker serviks, maka orang tersebut harus memiliki keinginan untuk

melakukan pencegahan agar tidak mengalami kanker serviks. Salah

satu pencegahan yang harus dilakukan adalah dengan melakukan Tes

IVA. Sebelum Tes IVA benar-benar dilakukan, dapat dipastikan bahwa

orang tersebut sebelumnya memiliki keinginan untuk melakukan

perubahan perilaku, awalnya hanya mengetahui, dalam hal ini adalah

memiliki pengetahuan, namun kemudian akan ditindak lanjuti dengan

keinginan untuk mengambil. tindakan yaitu melakukan Tes IVA.

Keinginan tersebut muncul karena ada tujuan yang ingin dicapai yaitu

terhindar dari kanker serviks atau paling tidak dapat mencegah kanker

serviks.

g. Hubungan Motivasi Dengan Perilaku Pemeriksaan IVA

Motivasi untuk melakukan pemeriksaan IVA mungkin muncul


dalam diri seseorang karena keinginan untuk terbebas dari masalah

interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Menurut MC

Clelled, motif sekunder adalah motif yang muncul dalam diri

sekunder akibat interaksi dengan orang lain.

Seseorang yang bekerja di luar rumah akan berinteraksi dengan

orang lain dan lingkungan sekitar yang dapat memberikan informasi

yang menambah wawasan dan pengetahuan sehingga dapat

memotivasi seseorang untuk melakukan pemeriksaan IVA

(Notoatmodjo, 2009).

Motivasi sangat erat kaitannya dengan bagaimana perilaku dimulai,

didukung, diperkuat, diarahkan, dihentikan, dan reaksi subjektivitas

seperti apa yang muncul dalam organisasi ketika semua itu terjadi.

Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan

kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Robbin

& Judge, 2015).

Hal-hal yang mempengaruhi motivasi adalah faktor fisik dan

mental, faktor keturunan, lingkungan, kematangan usia, faktor

intrinsik seseorang (pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan), fasilitas

(sarana dan prasarana), sosial budaya, dan media yang digunakan.

Faktor lingkungan mempengaruhi motivasi karena segala kondisi

yang berasal dari pengaruh internal dan eksternal dan mengakibatkan

perkembangan dan perilaku seseorang dan kelompok. Sedangkan


faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi adalah pengetahuan,

pendidikan dan pekerjaan.

B. HIPOTESIS

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji chi square, dengan

hipotesis sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku

pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja. UPTD Puskesmas Menanga

Kabupaten Flores Timur Tahun 2023.

2. Ada hubungan motivasi ibu dengan perilaku pemeriksaan IVA di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Menanga Kabupaten Flores Timur

Tahun 2023

C. KERANGKA TEORI

Pengetahuan Motivasi

Kognitif tentang
pemeriksaan IVA

Terbentuknya tindakan Perubahan sikap seseorang


seseorang (overt
behavior)

Perilaku Pemeriksaan IVA


Gambar 1, Bagan Kerangka Teori

D. KERANGKA KONSEP

Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tingkat Pengetahuan

Perilaku Pemeriksaan IVA

Motivasi

Keterangan:

Variabel Independen : Perilaku pemeriksaan IVA

Variabel Dependen : Tingkat pengetahuan dan motivasi

Gambar 2, Bagan Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai