Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

1. Pengertian IVA tes

Inspeksi visual asam Asetat (IVA) merupakan suatu tes visual yang

menggunakan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan

warna yang terjadi setelah dilakukan olesan.

Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) suatu metode

pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim menggunakan

lidi wotten yang telah dicelupkan kedalam asam asetat/asam cuka 3-

5%tanpa menggunakan mikroskop. Daerah yang tidak normal akan

berubah menjadi putih (aceto white) dengan batas tegas dan

mengindikasikan bahwa serviks mungkin memiliki lesi pra kanker.

Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi

pada serviks (Kumalasari, 2012).

2. Petugas pelaksana IVA

Pemeriksaan IVA bisa dilakukan oleh semua tenaga kesehatan

terutama bidan. Bidan adalah tenaga kesehatan yang dekat dengan

masalah kesehatan wanita, sehingga potensi bidan perlu dioptimalkan,

khususnya untuk program deteksi dini lesi pra kanker serviks. Oleh

karena itu, perlu adanya pemeriksaan sederhana yang bisa dilakukan

oleh bidan. Metode IVA test yang sederhana ini diharapkan agar

cakupan pemeriksaan bisa lebih luas, penemuan dini lesi pra kanker

serviks lebih banyak sehingga angka kematian akibat kanker serviks

dapat ditekan.
3. Tujuan IVA tes

Tujuan dari pemeriksaan Inspeksi visual asam Asetat (IVA)

adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami perkembangan sel

jaringan yang tidak normal (displasia) sebagai salah satu metode

skrining kanker serviks.

4. Nilai IVA tes

Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat

mendeteksi lesi tingkat pra-kanker dengan sensitivitas sekitar 66-96%

dan spesifitas 64-98%. Sementara itu, nilai prediksi positif (positive

predictive value) dan nilai prediksi negative (negative predictive value)

masing-masing antara 10-20% dan 92-97% (Handayani, 2012).

5. Indikasi

Indikasi pemeriksaan IVA yaitu wanita usia subur yang sudah

menikah. Namun, IVA test telah menjadi Program Skrining oleh WHO

sebagai berikut :

1) Skrining pada setiap wanita minimal 1 kali pada usia 35-40 tahun

2) Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55

tahun

3) Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun

4) Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setip 3 tahun pada wanita usia

25-60

5) Srining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau seumur hidup

memiliki dampak yang cukup signifikan


6. Kontraindikasi

Pemeriksaan IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca

menopause, karena daerah zona transisional sering kali terletak

kanalis servikalis dan tidak nampak dengan pemeriksaan inspikulo

(Rasjidi, 2010).

7. Kelebihan pemeriksaan IVA

IVA merupakan praktik yang dianjurkan untuk fasilitas dengan

sumber daya rendah dibandingkan dengan jenis penapisan lain karena

beberapa alasan yaitu aman, tidak mahal dan mudah dilakukan, kinerja

tes sama dengan tes lain, dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir

semua tenaga kesehatan di semua jenjang sistem kesehatan,

memberikan hasil segera sehingga dapat diambil keputusan mengenai

penatalaksanaannya, peralatan mudah didapat, tidak bersifat invasif

dan efektif mengidentifikasikan berbagai lesi pra kanker.

8. Tahapan pemeriksaan IVA

Persiapan pemeriksaan IVA adalah sebagai berikut:

a. Persiapan alat dan bahan

1) Sabun dan air untuk cuci tangan

2) Lampu yang terang untuk melihat serviks

3) Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi

4) Sarung tangan sekali pakai atau desinfeksi tingkat tinggi

5) Meja ginekologi

6) Lidi kapas
7) Asam asetat 3-5% atau anggur putih (white vinegar)

8) Larutan iodium lugol

9) Larutan klorin 0,5% untuk dikontaminasi

10) Instrument dan sarung tangan

11) Format pencatatan.

b. Cara membuat

1) Asam asetat cuka dapur (mengandung asam asetat 20%)

2) Asam asetat untuk IVA (3-5%)

3) Untuk membuat asam asetat 5% dengan cara mengambil 1

bagian cuka dapur + 4 bagian air

4) Untuk membuat asam asetat 3% dengan cara mengambil 2

bagian cuka dapur + 11 bagian air (Rasjidi, 2010)

c. Cara pemeriksaan

1) Pemeriksaan IVA dilakukan dengan cara mengoleskan asam

asetat 3-5% pada permukaan mulut Rahim. Pada lesi pra

kanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut

acetowhite epithelium.

2) Hasil dari pemeriksaan ini adalah bercak putih dapat

disimpulkan bahwa tes IVA positif. Maka jika hal itu terjadi

dapat dilakukan biopsi.

3) Hasil pemeriksaan bisa langsung diketahui, tidak perlu

menunggu dari laboratorium.


4) Pemeriksaan dengan metode ini bisa dilakukan oleh bidan atau

dokter di Puskesmas atau ditempat praktek bidan dengan biaya

cenderung lebih ekonomis.

d. Teknik/ prosedur pemeriksan IVA

Menurut Rasjidi (2010), teknik pemeriksaan IVA adalah sebagai

berikut:

1) Memasang alat pelebar (speculum) yang sebelumnya dibasuh

dengan air hangat dan dimasukkan ke dalam vagina untuk

melihat leher Rahim

2) Menyesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran

terbaik dari serviks

3) Membersihkan darah, mucus dan kotoran lain pada serviks

menggunakan lidi kapas


4) Mengidentifikasikan daerah sambungan skuamo-columnar

(zona transformasi) dan area di sekitarnya

5) Mengoleskan larutan asam cuka atau lugol, kemudian

menunggu 1-2 menit untuk terjadinya perubahan pada serviks

6) Melihat dengan cermat dan meyakinkan daerah skuamo-

columnar (zona tranformasi), mencatat bila serviks mudah

berdarah, melihat adanya plaque warna putih dan tebal atau

epitel acetowhite bila menggunakan larutan asam asetat atau

warna kekuningan bila menggunakan larutan lugol.

Membersihkan segala darah dan debris pada saat pemeriksaan

7) Membersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan lugol

dengan lidi kapas atau kasa bersih

8) Melepas spekulum dengan hati-hati

9) Mencatat hasil pengamatan dan menggambar denah temuan

e. Komplikasi/efek samping

Tidak ada efek samping

f. Interpretasi pemeriksaan IVA

Pemeriksaan IVA positif bila ditemukan adanya area bewarna

putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas

disekitar zona transformasi

9. Penatalaksanaan IVA

Menurut Samadi (2010), kriteria pemeriksaan IVA test atau hasil

pemeriksaan IVA test, dikelompokkan sebagai berikut:


a. Normal

b. Radang/servitis/Atipik adalah gambaran tidak khas pada mulut

rahim akibat infeksi, baik akut maupun kronis pada mulut rahim

c. IVA test positif/ditemukan bercak putih: berarti ditemukan lesi pra

kanker

d. Curiga kanker serviks

Sedangkan menurut Kemenkes RI (2015), Klasifikasi hasil dari

IVA test yaitu:

Table 2.1 Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis

Klasifikasi IVA Temuan Klinis


Hasil Tes-positif Plak putih yang tebal atau epitel
acetowhite, biasanya dekat SCJ
(Squoamosa Columnar Junction)

Hasil Tes-negatif Permukaan polos dan halus, bewarna


merah jambu,ektropion,polip,
servisitis, inflamasi, kista nabotian

Kanker Masa mirip kembang kol atau ulkus

Sumber: (Kemenkes RI, 2015)

10. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Wanita Usia Subur dalam

Melakukan Pemeriksaan IVA

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), faktor perilaku ditentukan

oleh tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors),

faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor penguat (reinforcing

factor). Faktor predisposisi yaitu faktor yang mempermudah atau

mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang (pengetahuan, sikap,

kepercayaan, nilai budaya). Faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang


memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan (ketersediaan

sarana dan prasarana atau akses informasi, keterjangkauan jarak dan

biaya). Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku (keterpaparan informasi/media massa,

dukungan suami/keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan kader)

(Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi

pemeriksaan IVA pada Wanita Usia Subur yaitu:

1. Akses Informasi

Akses informasi dan fasilitas kesehatan pada hakekatnya

mendukung atau memungkinkan terwujudnya pelaksnaan deteksi dini

kanker servik, faktor ini di sebut faktor pendukung. Akses informasi

mengenai kesehatan reproduksi terutama kesehatan reproduksi wanita

dapat diperoleh dari majalah, leaflet, poster, televisi, buku kesehatan

dan lainnya (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Mursita (2018) ada hubungan

antara akses informasi dengan kunjungan pemeriksaan IVA (p =

0,000). Responden dengan akses informasi tentang deteksi dini kanker

serviks metode IVA yang baik memiliki kesadaran 0,53 lebih besar

untuk melakukan kunjungan IVA daripada responden dengan akses

informasi yang kurang. Bila wanita usia subur mengetahui bahayanya

kanker serviks melalui media informasi, maka hal tersebut dapat


mempengaruhi sikap dan tindakan untuk melakukan pemeriksaan

deteksi dini kanker serviks.

Hasil penelitan Siti (2016) mengatakan ada hubungan antara akses

informasi dengan kesediaan WUS dalam melakukan deteksi dini

kanker serviks di Puskesmas Manahan Kota Surakarta (p=0,042).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Parapat (2016) juga mengatakan

ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan informasi dengan

perilaku deteksi dini kanker leher rahim metode IVA.

2. Kepersertaan jaminan kesehatan

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan

agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang

diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah (Depkes, 2013).

Menurut Pertiwi (2015) bahwa WUS yang melakukan

pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA tes

sebagian besar memiliki jaminan kesehatan, dan lebih sedikit WUS

yang tidak memiliki kartu jaminan kesehatan yang memeriksakan

dirinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Mursita (2018) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara kepesertaan jaminan kesehatan

dengan kunjungan pemeriksaan IVA (p=0,004). Responden yang

memiliki jaminan kesehatan memiliki kesadaran lebih besar untuk


melakukan kunjungan IVA dari pada responden yang tidak memiliki

jaminan kesehatan. Hal ini karena biaya pemeriksaan deteksi dini IVA

di pelayanan kesehatan puskesmas sudah ditanggung oleh jaminan

kesehatan, sedangkan untuk yang tidak memiliki jaminan kesehatan

membayar biaya sebesar Rp.25.000,- di Puskesmas.

3. Dukungan suami

Dalam penelitian Yuliawati, 2012 mengatakan bahwa sebelum

seseorang individu mencari pelayanan kesehatan yang profesional, ia

biasanya mencari nasihat dari keluarga dan teman-temannya.

Selanjutnya Friendman (1968) dalam notoatmodjo (2007) mengatakan

tentang peran keluarga sebagai kelompok kecil yang terdiri individu-

individu yang mempunyai hubungan satu sama lain, saling tergantung

merupakan sebuah lingkungan sosial dimana secara efektif keluarga

memberi perasaan aman, secara ekonomi keluarga berfungsi untuk

mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai untuk

menunjang proses perawatan, secara sosial keluarga menumbuhkan

rasa percaya diri, memberi umpan balik, membantu memecahkan

masalah, sehingga tampak bahwa peran dari keluarga sangat penting

untuk setiap aspek perawatan kesehatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2013) menyebutkan

bahwa faktor yang paling mempengaruhi perilaku deteksi dini kanker

serviks adalah dukungan suami dengan nilai p= 0,010 dan OR 3,050

sehingga dukungan suami menjadi faktor penentu karena dukungan


pasangan akan memberikan penguatan terhadap motivasi untuk

melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks.

Menurut Parapat (2016) menyatakan bahwa ada hubungan

dukungan suami dengan prilaku pemeriksaan IVA tes di Wilayah

Kerja Puskesmas Candiroto. Dukungan suami sangat berperan dalam

pengambilan keputusan istri, daerah kecamatan canditoro masih

berpegang teguh dengan adat dan budaya salah satunya budaya dimana

suami memiliki posisi tertinggi dalam keluarga termasuk dalam

keputusan untuk melakukan pemeriksaan IVA tes.

Menurut Yustisianti (2017) juga menunjukan bahwa ada hubungan

antara dukungan suami dengan prilaku WUS melakukan pemeriksaan

IVA tes dengan nilai p= 0,015. Sejalan dengan penelitian Wkhidah

(2017) menunjukkan bahwa ada pengaruh dari dukungan suami

terhadap perilaku pemeriksaan IVA tes.

4. Pendidikan

a. Pengertian pendidikan

Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi perilaku masyarakat, apabila pendidikan

masyarakat tinggi maka mereka akan mengerti dan memahami

akan pentingnya melakukan pemeriksaan IVA dan sebaliknya

apabila pendidikan masyarakat rendah, maka mereka akan

mengabaikan dan tidak mengerti akan pentingnya pelayanan

kesehatan khususnya pada pemeriksaan IVA Notoatmodjo (2010).


Pendidikan suatu proses dimana semua kemampuan manusia

(bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat di pengaruhi

oleh kebiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang

baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh

siapapu untuk membantu orang lain atau diri sendiri mencapai

tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan baik (Adler, 2011)

b. Jenis pendidikan

Pendidikan di bedakan menjadi dua yaitu :

1) Pendidikan Formal

pendidikan yang berstruktur mempunyai jenjang atau

tingkat dalam periode waktu tertentu berlangsung dari sekolah

dasar sampai Universitas dam di samping Akademi umum, juga

sebagai program khusus dan lembaga- lembaga Latihan.

2) Pendidikan Informal

merupakan proses yang sesungguhnya terjadi seumur hidup

yang karena nya setiap Individu memperoleh sikap nilai

keterampilan, pengetauan dan pengalam sehari-hari dan

pengaruh lingkungan.

c. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang di

tetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan

yang akan dicapai, dan kemampuan yang akan dikembangkan.


Jenjang pendidikan Formal menurut UU RI tentang pendidikan

No.20 Tahu 2003 antara lain :

1) Pendidikan Dasar

Jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan

menengah Contohnya : Sekolah Dasar (SD), Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Stsanawiyah

2) Pendidikan Menengah

Jenjang pendidikan lanjutan yang terdiri dari jenjang

pendidikan menengah kejuruan , ontohnya : Sekolah Menengah

Atas (SMA),Madrasah Aliyah (MA),Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) atau bentuk lain yang sederajat.

3) Pendidikan tinggi

Jenjang pendidikan Setelah pendidikan menengah yang

mencakup suatu pendidikan tinggi di perguruan tinggi yang

berupa Akademik, Politeknik, Sekolah tinggi dan Universitas.

d. Hubungan Pendidikan dengan pemeriksaan IVA

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah untuk menerima informasi

(Riyanto dan Budiman, 2013). Hubungan signifikan terjadi antara

tingkat pendidikan WUS dengan cakupan IVA. Hubungan tersebut

menunjukkan bahwa tingginya tingkat pendidikan WUS

mempunyai hubungan dengan tingginya cakupan IVA.


Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah

menerima informasi sehingga semakin banyak pula menerima

pengetahuan yang dimilikinya, dan jika tingkat pendidikan rendah,

maka menghambat perkembangan perilaku seseorang terhadap

penerimaan informasi, dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

Menurut Purba Evi M, dalam penelitiannya tahun 2011 bahwa ibu

atau wanita usia subur yang mempunyai pendidikan tinggi lebih

banyak yang melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks

yaitu sebanyak 65,3%. Sejalan dengan penelitian Khan M (2015)

mengatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan

pemeriksaan deteksi dini kanker serviks metode IVA.

Anda mungkin juga menyukai