Anda di halaman 1dari 3

Ahitofel Jevon Ambi Patiran

6122001033

Kosmologi berarti ilmu yang mempelajari tentang kosmos. Kosmos sendiri berarti
sebuah keteraturan, lawan kata dari kata kosmos adalah chaos. Keteraturan yang dimaksud
bukan dalam arti sempit layaknya kata order melainkan ditujukan kepada keteraturan yang
tampak pada susunan alam semesta yang luas dan tidak terbatas ini. Ketika kita mempelajari
kosmologi maka kita tidak hanya membahas alam semesta sebagai sebuah tatanan yang
berada di luar diri kita tetapi justru membahas diri kita sendiri sebagai bagian dari alam
semesta itu. Pembahasan tersebut menjadi masuk akal karena alam semesta atau jagad raya
yang saat ini ada tidak berdiri sendiri melainkan dan tidak terpisah dari keberadaan kita, ada
manusia dan dunianya juga di dalam alam semesta ini.
Dalam beberapa pertemuan yang telah dilakukan, materi kosmologi yang dipelajari
diambil pertama-tama dari teori Ian G. Barbour. Barbour merupakan seorang Profesor Tituler
Sains, Teknologi dan Sosiologi dari Amerika Serikat. Baginya konsep penciptaan “out of
nothing” perlu dipertanggungjawabkan dengan mengakui kontingensi dunia ini. mengakui
kontingensi dunia ini berarti juga perlu mengakui bahwa tidak ada yang tahu pasti
kesimpulan “mengapa dunia ini ada?” bahkan mungkin juga mengakui bahwa tidak ada yang
tahu pasti “apakah kosmos itu kebetulan atau kesengajaan?”. Barbour melihat adanya creatio
continua melalui creatio ex nihilo di mana melalui abstraknya kosmos yang tercipta dari
ketiadaan justru muncul penciptaan yang terus berlangsung hingga saat ini dan penciptaan ini
terus berproses memunculkan hal baru, bukan berhenti pada satu titik saja. Melalui hal ini
Barbour justru melihat keterhubungan antara dirinya dengan Allah yang terus mencipta di
dunia.
Dalam pandangan orang Yahudi penciptaan Kosmos merupakan suatu hal yang
Sangat penting karena eksistensi mereka sebagai ciptaan bisa lebih mereka pahami. Melalui
kisah penciptaan kosmos maka mereka mampu untuk melihat bahwa Sang Sumber yang
menciptakan adalah Allah dan mereka hadir di dunia sebagai ciptaan dari Sang Pencipta.
Dalam praktik hidup mereka akan selalu ada keterarahan antara mereka sebagai ciptaan
kepada Allah YHWH yang adalah Pencipta. keterhubungan itu akhirnya menciptakan suatu
pemahaman teologis berkaitan dengan cara hidup mereka sebagai ciptaan sebagaimana
penciptanya menghendaki. Ketaatan orang Yahudi pada kehendak Allah merupakan hasil dari
kekaguman mereka atas berbagai ciptaan Allah dalam kosmos yang sempurna.
Apa yang dikatakan dan diyakini oleh orang Yahudi akhirnya berkembang kepada
kekristenan. Sebenarnya tidak banyak pemahaman yang berbeda antara kekristenan dengan
Yudaisme karena kekristenan sendiri berakar dari iman orang Yahudi. Dalam kekristenan,
terutama Kitab Suci Perjanjian Baru, Allah Yahudi berusaha untuk dikenal dengan cara pikir
filsafat Yunani. Ada perpaduan antara keduanya di mana pewahyuan Allah Yahudi berusaha
untuk dipahami dengan pola pikir filsafat Yunani.
Dari Yudaisme hingga perkembangannya menjadi iman Kristiani, tampak jelas bahwa
ada transendensi yang dipertahankan dalam diri mereka untuk memahami Allah. Dapat
dikatakan bahwa dengan memahami Allah maka mampu melihat kosmos dan diri mereka
sebagai bagian dari kosmos. Manusia akan selalu berusaha menggapai hal yang ideal untuk
melihat suatu kebenaran. Bukti sederhana yang menunjukkan bahwa keterarahan manusia
pada Allah merupakan suatu cara untuk memahami hubungan antara Allah, manusia dan
alam adalah ketika manusia dengan kesadaran transendensinya melakukan ritual keagamaan.
Ritual keagamaan diarahkan kepada Yang Ilahi supaya relasinya dengan manusia
tetap terjaga. Terjaganya relasi melalui ritual dapat dilakukan jika ada unsur material dalam
ritual tersebut dan unsur materi yang digunakan pasti merujuk pada representasi Sang
Ultimate Being yang tercermin dalam benda di dunia material dan itu sifatnya subjektif,
asalnya dari manusia. Ritual itu mampu mempengaruhi manusia untuk terus melakukan
berbagai karya dalam kehidupan sehari-hari karena adanya keterarahan pada Yang Ilahi. Jika
kita pikir ulang, bukankah ritual yang dilakukan oleh manusia juga menjadi tanda bahwa
manusia sesungguhnya terus menerus bergerak untuk memahami kosmos? Jika manusia
bergerak untuk memahami kosmos maka ada kemungkinan bahwa mereka bukan semata-
mata bergerak karena keinginan mereka sendiri tetapi justru digerakkan, mengingat manusia
merupakan bagian dari kosmos dan benda (materi) dalam kosmos selain manusia juga tidak
mungkin bergerak sendiri. Suatu hal yang bergerak pasti digerakkan dan tidak muncul
sendiri.
Dengan kesadaran akan keterhubungannya dengan Yang Ilahi dan kesadarannya
untuk melakukan tindakan ritual maka seharusnya gerakan itu tidak berasal hanya dari
dirinya sendiri tetapi berasal dari dorongan daya lain, dorongan dari daya yang tidak
dipahami dan tak kasat mata. Hal ini sama dengan unsur lainnya di alam semesta yang
digerakkan oleh kekuatan yang tidak tampak secara kasat mata. Kita bisa mengatakan bahwa
jika daya yang tak diketahui itu Allah, maka kekuatan itu hadir dalam diri manusia dan dalam
materi serta unsur alam semesta demi sebuah keberlanjutan. Kita bisa melihat bahwa setelah
melakukan sebuah ritual, manusia secara sadar semacam mendapat daya untuk melanjutkan
sebuah keberlangsungan yang biasanya ia lakukan dalam kesehariannya dengan “keadaan
yang selalu baru” dari hari ke hari.
Pola yang sama juga ditemukan dalam unsur-unsur lain di alam semesta seperti
planet-planet, bulan, dan matahari yang hadir untuk menjaga keseimbangan satu sama lain.
Hal-hal tersebut bergerak tapi kita secara kasat mata tidak mampu melihat apa yang
menggerakkan mereka. Gerakan benda-benda alam semesta juga tidak sembarangan bergerak
tetapi menciptakan suatu keberlanjutan yang dapat ditemukan dalam keseharian kita.
Pertanyaannya adalah “apakah semua itu wujud dari creatio continua?
Saya sendiri sebenarnya setuju jika creatio continua dilihat sebagai suatu kesengajaan
dibanding dengan kebetulan semata. Ketika kita melihat sebuah sekrup yang digunakan
sebagai alat bantu untuk membantu para pekerja bangunan, kita akan memahami bahwa
secara substansi sekrup itu terbuat dari kayu yang adalah materi alam. Apa jadinya jika kayu-
kayu itu dibiarkan berserakan dan tidak dibentuk menjadi sebuah sekrup? Pasti akan tercipta
kekacauan dan bukan keteraturan. Kekacauan tentu akan tidak akan menghasilkan sebuah
keberlanjutan.
Berangkat dari analogi tersebut maka saya ingin mengatakan bahwa kosmos
merupakan suatu kesengajaan dan bukan kebetulan karena suatu hal yang sifatnya kebetulan
berarti berserakan dan tidak akan tersusun begitu rapi hingga menciptakan sistem yang detail
dan berkelanjutan. Kosmos ada secara detail dan berkelanjutan. Manusia sendiri, sebagai
bagian dari kosmos sudah mengalami keteraturan itu dengan perkembangan evolusi,
perkembangan akal budi, peningkatan kemampua nberpikir secara komprehensif, dll. Tampak
nyata bahwa perkembangan tersebut adalah wujud creatio continua dan perkembangan-
perkembangan itu dimaksudkan demi sebuah penciptaan yang berkelanjutan. Penciptaan itu
bukan tidak disengaja tetapi sungguh diciptakan secara sengaja dan memiliki tujuan. Tujuan
itu ada pada Sang Ultimate Being dan tidak tampak maksud tujuannya dan wujudnya.

Anda mungkin juga menyukai